Sunday, December 15, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu V Pra Paskah – 17 Maret 2024

Khotbah (2) Minggu V Pra Paskah – 17 Maret 2024

 

 KEMULIAAN DAN PENDERITAAN (Yoh. 12:20-33)

 

 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (ayat 24-25).

 

 

 

Firman Tuhan di Minggu V Pra Paskah ini adalah Yoh. 12:20-33, yang berbicara tentang pemberitaan Yesus tentang kematian-Nya. Para murid saat itu kedatangan pengagum Yesus dan ingin bertemu dengan-Nya. Ketika murid-Nya menyampaikan hal itu, respon Yesus sedikit berbelok topiknya. Ia malah menubuatkan saat kematian-Nya akan tiba, dan sekaligus menggambarkan caranya Ia akan mati.

 

 

 

Ada tiga analogi sebagai refleksi yang diberikan nas ini dan menjadi pengajaran bagi kita. Pertama, analogi biji gandum, yang jika tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Artinya, untuk bisa berkarya dan berbuah banyak dan bagus, maka perlu berkorban. No pain no gain. Kerja keras, kerja cerdas, memberi banyak dan berkorban banyak, maka hasilnya kelak akan banyak pula.

 

 

 

Kedua, analogi tentang yang ingin menyelamatkan nyawanya, malah akan kehilangan. Seseorang yang menyelamatkan nyawanya dengan mencintai dunia ini dan menikmati untuk dirinya sediri, maka pesan Yesus sangat jelas: ia akan kehilangan nyawanya yakni kehidupan yang kekal. Hidupnya akan putus dan berakhir tragis di alam neraka penderitaan. Ketiga, analogi tentang melayani. Jika ingin melayani Tuhan, maka ia harus taat mengikuti perintah-Nya, dan hatinya pun harus selalu terfokus pada kemuliaan Yesus, bukan untuk dirinya sendiri. Dengan begitu, maka yang tulus melayani Tuhan, kelak Bapa akan memuliakannya.

 

 

 

Refleksi dan analogi Yesus ini menggambarkan diri-Nya yang akan menjalani semua itu. Ia harus mati tersalib untuk bisa menjadi buah keselamatan bagi banyak orang yang percaya pada-Nya. Yesus tidak ingin mengikuti kehendak hati (kemanusiaan-Nya) dengan melarikan diri dan tidak taat pada misi Bapa. Cawan itu tidak berlalu dan Ia harus minum (Mat. 26:39,42). Hati-Nya tetap fokus pada Bapa dan Ia menyadari misi-Nya adalah melayani Bapa. Oleh karena itu dengan hati terharu, Ia menetapkan dan berkata: Bapa, muliakanlah nama-Mu!

 

 

 

Respon Bapa selalu dahsyat. Suara sorgawi meneguhkan bahwa keputusan-Nya sesuai dengan kehendak Bapa dan melalui ketetapan itu pula nama Yesus ditinggikan. Ia memilih jalan Bapa, meski berat.

 

 

 

Bagian terakhir nas ini sangat penting bagi kita, yakni pernyataan Yesus bahwa masa penghakiman telah tiba. Dunia ini dan kedagingan kita, akan terus menghadapkan kita pada pilihan: Ya atau Tidak. Bersediakah kita berkorban mematikan keinginan keduniaan kita? Apakah kita akan terus egois hanya memikirkan diri kita sendiri, tanpa peduli sesama dengan berharap itulah cara menyelamatkan jiwa? Apakah kita menyadari bahwa kita hadir di dunia dengan misi dan rencana Allah, dan untuk itu, siapkah kita untuk terus menjadi pelayan-Nya, di manapun kita berada dan ditempatkan?

 

 

 

Jika kita ingin ditinggikan dan dimuliakan kelak, maka tentu pilihannya sudah jelas. Teladan dan jalan telah diberikan-Nya. Selamat memilih dan siap berkorban.

 

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 10 Maret 2024

Kabar dari Bukit

 

 MELAKUKAN PEKERJAAN BAIK (Ef. 2:1-10)

 

 ”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya” (Ef. 2:10a)

 

 

Pertanyaan teologis paling mendasar tentang keberadaan manusia adalah: Apa tujuan Allah menciptakan manusia? Kemudian pertanyaan lanjutannya kepada diri sendiri: mengapa saya hadir di dunia ini? Apakah ada rencana Allah?

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Ef. 2:1-10. Perikop ini berjudul: Semuanya adalah kasih karunia. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, dari nafas Allah, oleh karena itu kita dapat mengenal Allah; ini bedanya dengan hewan dan ciptaan lainnya. Kemudian Allah memberi perintah, mandat, agar manusia beranakcucu, memenuhi bumi, menaklukkan dan berkuasa atas ciptaan lainnya (Kej. 1:26-28). Jadi jelas, Allah menciptakan manusia bertujuan agar melakukan pekerjaan baik.

 

 

 

Kejatuhan Hawa dan Adam oleh godaan Iblis pembunuh manusia (Yoh. 8:44), mengajaknya berdosa melawan kehendak Allah (1Yoh. 3:8; Kej. 3:4b). Mereka gagal menaati Allah dan akibatnya diusir dari Taman Eden. Lalu Allah memanggil Abraham, menjadi bapak bangsa Israel yang dipilih dan diberkati untuk menjadi teladan dan berkat bagi umat manusia. Namun dalam perjalanannya, bangsa Israel juga gagal dalam tugas melakukan pekerjaan baik, lantas Allah menceraiberaikan mereka.

 

 

 

Gagalnya Adam dan Hawa, bangsa Israel, menurut firman-Nya karena mereka mengikuti jalan dunia, menaati iblis penguasa kerajaan angkasa, bekerja di antara orang-orang durhaka, mengikuti hawa nafsu dan menuruti kehendak daging dan pikiran yang jahat. Pesan nas minggu ini sangatlah jelas, setiap manusia mestinya mati karena pelanggaran dosa yang dilakukannya, mereka dasarnya adalah orang-orang yang harus dimurkai (ay. 1-3).

 

 

 

Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita (ay. 4-5). “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu (ay. 8-9).

 

 

 

Manusia diselamatkan sesuai pesan nas minggu ini, tujuannya sangatlah jelas, agar manusia kembali melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya (ay. 10). Pertanyaannya kemudian, apakah kita sudah melakukan pekerjaan baik? Seberapa besar usaha pekerjaan baik di mata Allah telah kita lakukan: hari ini, kemarin, tahun-tahun lalu, dan sepanjang hidup kita?

 

 

 

Alkitab berkata, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:16-17). Oleh karena itu, jika manusia gagal melakukan pekerjaan baik, itu karena menjauh dari Allah, melawan, tidak mau bersekutu dan membekali dirinya dengan firman Tuhan setiap hari. Tanpa bekal tersebut, maka tidak ada lagi didikan, kontrol, perbaikan kesalahan dan mendapatkan kebenaran.

 

 

 

Iman sebagai dasar kasih karunia, yang menyelamatkan, tetap dilihat dari perbuatan dan kasih yang nyata (Yak. 2:14-18). Iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yak. 2:22). Dan kita tidak perlu membanggakan diri, “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya" (Flp. 2:13).

 

 

 

Kasih karunia diberikan dan janji Tuhan digenapi, hanya dengan memahami alur pikiran dan melalui jalan tersebut. “Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita dalam Kristus Yesus” (ay. 7). Iman dan buahnya dalam pekerjaan baik, itulah yang diminta. Mari kita jalankan dan kasih karunia tersedia bagi kita.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

Khotbah (2) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

 

 BERSYUKURLAH. CARANYA? (Mzm 107:1-3, 17-22)

 

 Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN.... Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan menceritakan pekerjaan-pekerjaan-Nya dengan sorak-sorai! (Mzm. 107:21a, 22)

 

 

 

 

Ajakan bahkan perintah untuk bersyukur dalam hidup ini sudah sering kita dengar. Apalagi jika kita sedang diberkati, itu sikap yang mudah. Mazmur 107:1-3 bagian pertama bacaan kita minggu ini menganjurkan demikian. "Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik” (ayat 1a). Ajakan ini ditujukan kepada umat Israel, orang-orang yang ditebus oleh TUHAN, dan terlebih yang dipersatukan dari pembuangan dan diaspora di negeri-negeri, dari timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan (ayat 2-3). Tentu ajakannya itu adalah bagi kita juga.

 

 

 

Tetapi, bagaimana jika kita sedang susah dan kemalangan? Apakah tetap bisa bersyukur? Ayat 17-22 nas bagian kedua minggu ini menuliskan hal itu. Kadang kita dapat berada dalam situasi yang tidak mengenakkan. Dalam ayat lainnya dijelaskan, umat bisa saja mengalami kesulitan berat, seperti lapar haus dan lesu (ayat 4-9), terkurung dalam kegelapan (ayat 10-16), atau menghadapi gelombang angin badai (ayat 23-32).

 

 

 

Ayat 17-18 nas kita menggambarkan keadaan yang sama sulitnya, yakni: “Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka; mereka muak terhadap segala makanan dan mereka sudah sampai pada pintu gerbang maut.” Ini situasi serba tidak mengenakkan: fisik, lidah, hati, jiwa, dan itu bisa membawa kepada pintu kematian. Apakah dalam kondisi tersebut seseorang masih dapat bersyukur?

 

 

 

Dalam buku Personal Thoughts of a Public Man ada pertanyaan David Frost kepada pengkhotbah besar Billy Graham: “Jika kita berterima kasih dan bersyukur saat sehat, dapatkah kita menyalahkan Tuhan saat kita sakit? Billy Graham menjawab: "Tidak. Saya tetap bersyukur. Setiap bangun saya berkata terima kasih Tuhan, sebab saya memiliki hari yang indah. Tetapi tatkala ada hari yang kurang baik, saya hanya mengendalikannya. Dalam kata lain, saya tidak menuntut setiap hari harus semua baik." Firman Tuhan meneguhkan ini, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka” (1Kor. 13:12).

 

 

 

Dalam bagian lain Billy Graham menjelaskan, tidak semua situasi dan pertanyaan kehidupan dapat kita jawab. Ada bagian yang sulit jawabannya, yang kita hanya tahu saat kita berada kelak di surga. Tapi kuncinya, percaya pada Tuhan. Dia Allah yang penuh belas kasihan. Dalam pengalaman banyak orang, mereka yang melalui kesusahan dengan berjalan bersama Tuhan, pasti menang dan semakin kuat, dan menjadi manusia yang lebih baik di hadapan Tuhan. Ini selaras dengan firman Tuhan: "Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan” (Yak. 5:11).

 

 

 

Nas minggu ini mengajarkan agar berseru-serulah kepada TUHAN. Melalui firman-Nya kita akan disembuhkan-Nya, diselamatkan dari kecemasan, dan diluputkan-Nya dari liang kubur. Melalui kuasa firman-Nya, cara berpikir kita diubahkan, tidak lagi banyak mengeluh, berpikir positif yakni melihat di balik semua peristiwa selalu ada hal baik, tidak suka membanding-bandingkan, membuka diri dan sering melihat ke bawah kepada orang-orang yang tidak beruntung, dan semakin bergantung berserah kepada-Nya.

 

 

 

Hal terakhir pesan firman minggu ini, sikap bersyukur ditandai dengan berpikiran untuk terus memberi, bukan hanya menerima. Siap bersaksi menceritakan pekerjaan dan perbuatan Tuhan yang ajaib terhadap manusia, dan itu dilakukan dengan sorak-sorai! Jadi, tetaplah semangat, dan selalu bersyukur dalam segala hal....

 

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

Khotbah (1) Minggu IV Pra Paskah – 10 Maret 2024

 

 

TINGGIKAN DAN SELAMAT (Yoh. 3:14-21)

 

 

“Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak nampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah" (ayat 20-21).

 

 

 

Firman Tuhan sesuai leksionari Minggu IV Pra-Paskah yakni Yoh. 3:14-21, berbicara tentang kasih Allah dan pentingnya percaya atas inisiatif tindakan penyelamatan-Nya. Ayat Yoh. 3:16 dalam nas ini sangat populer, merupakan ayat PB yang paling dihafal umat Kristiani di dunia (ayat dari PL adalah Mzm. 23:1). Logika manusia memang sulit menerimanya, yakni dengan percaya kita tidak dihukum binasa dan justru memperoleh hidup yang kekal. Tapi, terpujilah Tuhan. Haleluya.

 

 

 

Analogi populer cukup menjelaskan, yakni bila seseorang mati maka harus dimandikan dan dibersihkan orang lain, sebab dia tidak bisa lagi mandi sendiri. Kita orang berdosa yang hukumannya jelas, yakni kematian badani, rohani dan mati kekal, membutuhkan pemandian agar bersih, dan itu oleh pihak lain yakni Yesus yang darah-Nya tercurah dan mati di salib bukit Golgota. Usaha sendiri akan sia-sia untuk bersih dan suci, sebab kedagingan kita menyukai kegelapan dan perbuatan jahat.

 

 

 

Logika kedua diberikan nas ini ketika umat Israel bersungut-sungut keluar dari Mesir. Allah menghukum mereka dengan mengirim ular tedung. Mereka dipaguti ,menderita sakit bahkan mati. Melihat umat Israel telah menyadari keberdosaannya, Allah kemudian memerintahkan Musa untuk membuat ular dari tembaga dan menggantungnya. Barang siapa umat yang menyadari dosanya, dan memandang ular tembaga yang tergantung tersebut dengan penuh pengharapan, maka mereka sembuh dan dipulihkan (Bil. 21:4-9). Kuasa Allah memang tidak terbatas.

 

 

 

Memandang Yesus yang tergantung di salib sebagai jalan pengharapan pemulihan dan penyembuhan dari pagutan dosa-dosa, membutuhkan perubahan oleh kesadaran (percaya) dan kuasa Roh Kudus, yakni dilahirkan kembali menjadi manusia baru (band. Yoh. 1:12-13). Menjadi manusia baru yang diminta Tuhan, yakni: tidak fokus pada dirinya semata, tetapi terus meninggikan Tuhan Yesus di dalam hidupnya (ayat 14). Ini diwujudkan dalam dua ayat 20-21 di atas, yakni dengan membenci kejahatan dan nyata perbuatan-perbuatannya (yang dilakukan dalam Allah).

 

 

 

Allah tidak ingin menghukum. Kasih Allah telah nyata dengan pemberian Anak Tunggal-Nya. Wujud kasih manusia kepada Allah sebagai respon perlu diperlihatkan dengan hidup dalam terang menjauhi kejahatan, dan meninggikan Tuhan Yesus melalui perbuatan-perbuatan nyata kepada sesama. Kita tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak kita lihat, bila tidak mengasihi sesama yang nyata kita lihat (Yoh. 14:15; 1Yoh. 4:20). Percaya dan taat, percaya dan berbuat (Yoh. 3:36; 1Yoh. 3:18). Melalui perbuatan baik dan nyata yang sesuai kehendak Allah, itulah yang akan memancarkan terang Yesus dan meninggikan-Nya. Pertanyaannya: sudahkah yang terbaik kita berikan bagi-Nya? Hosana.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 3 Maret 2024

Kabar dari Bukit

 

 SEPULUH PERINTAH DAN KASIH (Kel. 20:1-17)

 

 ”Lalu Allah mengucapkan segala firman ini "Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Kel. 20:1-2)

 

 

 

Dalam buku Jhon S. Feinberg Masih Relevankah PL di Era PB, dituliskan ada kesamaan PL dan PB yakni tentang pengampunan, iman, ketaatan, dan kehidupan kekal. Tetapi ada perbedaannya, dalam PL umat Israel lebih terikat pada hukum, ibadahnya lebih bersifat upacara dan dianggap kurang rohani, pencurahan Roh Kudus dalam PB bersifat kekal tidak sementara, dan tentunya PL awalnya terbatas bagi umat Israel, sementara PB bersifat universal, terbuka bagi semua bangsa.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Kel. 20:1-17. Perikop ini adalah kesepuluh firman sesuai judulnya. Ini hukum yang diturunkan kepada bangsa Israel di saat perjalanan pulang ke Tanah Kanaan (Ul. 5:6-21), diberikan melalui Nabi Musa di Gunung Sinai pada dua loh batu yang ditulis dengan jari Allah (Kel. 31:18).

 

 

 

Sepuluh Perintah mengatur umat Israel agar beribadah kepada Allah saja, jangan menyebut Nama-Nya dengan sembarangan, dan menguduskan hari Tuhan (ay. 2-4; 7-9), menghormati orang tua, serta larangan membunuh, berzina, mencuri, bersaksi dusta, tidak adil, dan berhasrat mengingini milik orang lain (ay. 12-17). Bagian pertama yakni perintah kesatu hingga keempat, merupakan kasih terhadap Allah dan mengatur hubungan dengan-Nya, dan bagian kedua perintah kelima sampai kesepuluh, merupakan kasih terhadap sesamanya (bdk. Mat. 22:36-40).

 

 

 

Dalam buku Feinberg tersebut juga dijelaskan, bahwa hukum Taurat diberikan agar umat Israel taat dan sekaligus sebagai alat dan cara menikmati kehidupan yang teratur dan berkat yang penuh dari Allah dengan sistem teokratis. Jadi Sepuluh Perintah bukanlah petunjuk jalan keselamatan.

 

 

 

Meski ada perbedaan, kita tidak dapat mengatakan bahwa PL adalah kitab hukum Taurat dan kitab PB adalah kitab kasih karunia, karena doktrin kasih karunia juga banyak terdapat dalam PL. Kedua kitab ini yang menjadi Alkitab, berkesinambungan, memperlihatkan cara bekerja Allah yang berbeda, agar manusia tetap berkenan hidup di hadapan-Nya.

 

 

 

Tuhan Yesus juga menekankan, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang... untuk menggenapinya.... Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat...” (Mat. 5:17-18). Sepuluh Perintah tersebut disingkat Tuhan Yesus dengan padat, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" (Mat. 7:12).

 

 

 

Melalui nas minggu ini, kita diingatkan kembali hanya ada Satu Allah, yang membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir dan sekaligus Allah yang menyelamatkan manusia melalui Anak-Nya Yesus Kristus, dengan menebus dosa mereka yang percaya kepada-Nya dan terus berupaya menjadi serupa dengan Dia. Manusia selalu kalah melawan iblis, namun "Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu" (1Yoh. 3:8).

 

 

 

Kesetiaan tidak diperoleh melalui kehebatan kita dalam melaksanakan perintah-Nya, melainkan dalam iman bahwa Roh Kudus yang dicurahkan secara permanen di dalam hati kita, yang menuntun dan memampukan menaati perintah-Nya. Saat kita taat, di situ kita justru melihat karya dan kehebatan Allah di dalam diri kita, dan itu dibangun atas relasi dengan-Nya. Janganlah kita membayangkan sorga, tetapi tidak melakukan apa-apa. Semoga tidak demikian adanya.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 41 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8561922
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
73270
41991
73270
8223859
713207
883577
8561922

IP Anda: 172.70.142.44
2024-12-15 23:47

Login Form