Sunday, December 15, 2024

2024

Khotbah (1) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

Khotbah (1) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

 

 KEBAJIKAN ALLAH (Mzm. 111)

 

 Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh (Mzm. 111:7)

 

 

 

Apa yang membuat diri Anda diapresiasi dan dihormati? Jawabannya: Reputasi! Menurut www.kbbi.co.id, reputasi merupakan perbuatan dan sebagainya sebagai sebab mendapat nama baik. Dalam istilah karir kerja, ada track record, jalan panjang prestasi yang terbukti dan tentunya terpercaya, dan satunya kata dengan perbuatan atau integritas.

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini bagi kita, Mzm. 111, yang terdiri dari 10 ayat, berbicara tentang kebajikan Allah. Mazmur 111 ini (dan 112) tidak terindetifikasi penulisnya, serta merupakan puisi akrostik, yaitu tulisan huruf awal dari setiap baris kalimat membentuk sebuah kata (atau beberapa kata) secara vertikal dari atas ke bawah. Tentu kalimatnya haruslah menyatu menjadi gagasan yang ingin disampaikan. Salah satu contoh, simbol Kekristenan adalah ikan, merupakan akrostik dari bahasa Yunani, yakni sebutan Iesous CHristos THeou Yios Soter (Yesus Kristus, Allah Putera, Juruselamat). Awal katanya digabung terbaca ICHTHYS, yang berarti ikan. Simbol ini juga sekalian menggambarkan para rasul banyak dari kaum nelayan.

 

 

 

Pemazmur bersyukur kepada Tuhan karena besar perbuatan-Nya, dan pengakuan itu disampaikan juga dalam jemaat sebagai kesaksian (ayat 1-3). Berkat-berkat Tuhan memang tidak boleh dinikmati sendiri, tetapi perlu menjadi berkat bagi orang lain sebagai kesaksian kebaikan Tuhan. “Tuhan itu pengasih dan penyayang,” tulisnya, dan selalu ingat akan janji-Nya (ayat 4-5).

 

 

 

Tetapi mungkin ada di antara kita yang merasa, bahwa Tuhan itu tidak baik, tidak ada kebajikan pada-Nya. Tolong jangan langsung menyalahkan Tuhan, berpikiran Dia pilih kasih, tidak adil, dan berkata Dia jahat. Tidak ada gunanya, bahkan malah jadi dosa. Mari kita melihat ke diri kita sendiri dulu, mungkin ada yang perlu dibenahi dan dibereskan. Itu bisa mulai dari riwayat iman kakek moyang kita, khususnya orang tua. Alkitab berkata, Allah kita adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat (Kel. 20:5). Ini perlu pemutusan “dosa asal”, menyadarinya dan mengakui semua, serta memohon agar Tuhan membebaskan dari rangkaian dampak jerat dosa tersebut. Dan ingat, tidak perlu terjebak pada ritual.

 

 

 

Kedua, mungkin kita tidak mengenal Allah dengan dekat dan benar. Allah sering diperlakukan seolah lepas dari kehidupan sehari-hari. Hari Minggu, kita menjadi manusia berbeda dengan hari kerja. Dia seolah tidak ada dalam kehidupan sehari-hari. Ada rasa kurang hormat, tidak selalu bersyukur kepada-Nya setiap hari, membuat Allah juga bisa tidak peduli ketika iblis semakin menjerat. "Dosa favorit" yang masih susah hilang lepas. Permulaan hikmat adalah takut akan Tuhan, kata pemazmur ini dalam ayat 3 dan 10.

 

 

 

Ketiga, kita mungkin pernah diberkati  khusus, tetapi ternyata tidak menjadi saluran berkat. Periksalah diri kita, apakah memang sudah melakukan yang terbaik untuk orang lain, dan bahkan selalu siap berkorban hati, jiwa, tenaga dan lainnya. Terakhir, jika semua itu sudah kita lakukan refleksi, tetaplah percaya Tuhan sedang menguji kita. Pikiran kita tidak selalu dapat menjangkau pikiran Allah, rencana manusia dan Tuhan, bisa jauh seperti tingginya langit dari bumi (Yes. 55:8-9).

 

 

 

 Jangan mau terperosok dan semakin menjauh dari Allah. Kitab Rm. 1:19-21 menuliskan, “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya” (band. Ef. 4:17-18).

 

 

 

Biarlah iman kita tetap teguh, bahwa Allah itu Maha Kuasa dan selalu takjub pada-Nya. “Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan dalam kebenaran dan kejujuran” (ayat 7-8). Melalui mazmur ini, kita diminta melakukannya dengan berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk selamanya (ayat 10b).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

Khotbah (2) Minggu IV Setelah Epifani – 28 Januari 2024

 

 MEMBUAT TAKJUB (Mrk. 1:21-28)

 

 “Mereka semua takjub, sehingga mereka memperbincangkannya, katanya: "Apa ini? Suatu ajaran baru. Ia berkata-kata dengan kuasa. Roh-roh jahatpun diperintah-Nya dan mereka taat kepada-Nya" (Mrk. 1:27).

 

 

Firman Tuhan sesuai leksionari hari Minggu ini, Mrk. 1:21-28, berkisah tentang awal pelayanan Tuhan Yesus di Kapernaum, sesaat setelah Ia menetapkan para murid. Yesus masuk ke rumah ibadat dan berkhotbah, suatu kesempatan yang bebas pada saat itu. Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.

 

 

 

Di tengah pengajaran-Nya, ada seorang yang kerasukan roh jahat. Orang itu berteriak: "Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: "Diam, keluarlah dari padanya!" (ayat 22-25).

 

 

 

Lantas, roh jahat yang membuat orang itu menderita tergoncang-goncang, keluar pergi dari padanya. Hal itu membuat semua yang hadir takjub. Lalu tersebarlah dengan cepat kabar tentang Dia ke segala penjuru di seluruh Galilea. Haleluya.

 

 

 

Kita sebagai murid Kristus diminta untuk ikut mengajar atau mengabarkan dan berkarya nyata. "Ajarlah mereka”, itu pesan Yesus (Mat. 28:20). Itu sangat perlu karena musuh kita, yakni manusia pembenci Yesus dan roh jahat dalam kehidupan sehari-hari terus bekerja dan membuat banyak orang susah dan menderita. Serangan ke pribadi-pribadi atau komunitas, hingga kepada pemimpin pejabat pemerintahan, membuat banyak orang harus menderita. Serangan ini menimbulkan sakit penyakit, kemalasan, kemiskinan, tiadanya harapan, narkoba, dan masalah sosial lainnya. Ini semua membutuhkan karya nyata orang percaya sebagai wujud pelaku firman yang hidup.

 

 

 Kita yang dipilih menjadi murid memiliki tanggungjawab itu. Tidak ada alasan untuk tidak ikut, sebab minggu lalu Tuhan Yesus mengatakan: "ikutlah Aku". Kita semua diberi karunia rohani dan talenta yang spesifik. Bahkan, kita para murid senantiasa disertai dan diberi kuasa dengan tanda-tanda yang menyertai, seperti mengusir setan dan lainnya (Mrk. 16:17-18). Semua itu seharusnya dapat membuat sekeliling kita takjub, dan nama Tuhan Yesus pun semakin dimuliakan. Semoga.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.). Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah (1) Minggu III setelah Epifani 21 Januari 2024

KHOTBAH (1) MINGGU III SETELAH EPIFANI – 21 Januari 2024

 

 IKUTLAH AKU (Mrk. 1:14-20)

 

 Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia" (Mrk. 1:17-18).

 

 Firman Tuhan hari minggu ini, Mrk. 1:14-20, masih tentang pemilihan murid-murid oleh Tuhan Yesus. Nas minggu ini berkisah tentang pemilihan Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes, yang semuanya berlatar nelayan, penjala ikan. Para murid ini langsung taat dan ikut ketika Yesus meminta, dan tidak memperlihatkan ada keengganan seperti Natanael nas minggu lalu (Yoh. 1:43-51).

 

 

 

Menjadi murid sudah menjadi pilihan kita, sesuai dengan panggilan-Nya sejak dari kandungan dan pengakuan iman percaya. Sejak sekolah minggu kita mulai mengenal dan bertekun saat belajar katekisasi sidi. Kita terus bertumbuh dengan mendengar khotbah dan bacaan hal rohani, dan mungkin hanya sedikit yang lanjut memperdalam Alkitab, misalnya, dengan sekolah teologi formal.

 

 

 

Tetapi untuk menjadi murid Yesus sejati, ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan, sebagaimana dijalani empat murid dalam nas ini. Pertama, menyadari guru kita adalah Kristus sebagai pemegang kebenaran, dan tujuan kita adalah menjadi serupa dengan Dia. Jadi bukan untuk kehebatan diri. Kedua, kesadaran tentang proses pemuridan yang panjang, berarti bersedia untuk terus diajar, ditempa, diubah dan diperbaharui untuk bertumbuh. Murid-murid Yesus mengalaminya. Proses ini tidak bisa hanya di dalam "kelas singkat", bacaan teori atau bermain logika pengertian. Ketiga, memahami proses pemuridan itu sangat panjang, tidak instan selesai, dan bisa seketika merasa ahli dan benar. Menjadi murid dan mengikut Dia perlu pembentukan diri melalui kehidupan nyata berupa pelayanan lapangan dengan segala ujian dan badai cobaan. Oleh karena itu dasarnya ditekankan: perlu ada pertobatan yakni penyangkalan diri (ayat 15).

 

 

 

Menjadi murid sejati Kristus dan mengikut Dia, hendaknya tidak didasari untuk pemuasan ego dan intelektual semata, dengan menonjolkan logika dan kecerdasan analisis. Akibatnya, hasilnya yang terlihat hanya suka berdiskusi dan beropini serta penonjolan diri. Jangan juga hanya karena mengisi waktu (misalnya setelah pensiun), untuk mengenal lebih dekat dengan Dia, sehingga mencoba perlu menelaah ayat-ayat dengan cara tafsir atau kajian bahasa saja. Ini jelas tidak berkenan bagi-Nya.

 

 

 

Keinginan menjadi murid dan mengikut Dia haruslah bermotivasi untuk melayani Dia, dan berprinsip jalan itulah yang sangat efektip untuk memperluas kerajaan-Nya sebagaimana empat murid dalam nas ini. Dengan melayani-Nya, pengenalan dan pemahaman kita terhadap Dia akan lebih sempurna. Menjadi murid hanya mengenal melalui ayat-ayat, bagaikan sajian yang hambar tanpa garam; Bahkan, pengenalan cara seperti ini malah sering membawa ke arah yang salah dan melenceng.

 

 

 

Oleh karena itu Rasul Yakobus mengatakan, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri" (Yak. 1:22). Artinya, menjadi murid tanpa mengikut dan melayani Dia, itu suatu tindakan menipu diri sendiri dan tidak sesuai dengan rencana dan kehendak Allah.

 

 

 

Menjadi murid dan mengikut Dia yang sudah menyelamatkan kita, hanyalah dengan berbakti bagi Dia, ikut memberitakan dan berkarya nyata melalui kasih sebagai bagian penjala manusia, sehingga semakin banyak orang yang diselamatkan. Pakailah waktumu, pikiran dan tenagamu, atau hartamu. Ikutlah Dia. Jadilah murid sejati, melayani-Nya, bukan murid yang menipu diri sendiri.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 21 Januari 2024

Kabar dari Bukit

 

KAWIN DAN CERAI (1Kor. 7:27-30)

 

 "Adakah engkau terikat pada seorang perempuan? Janganlah engkau mengusahakan perceraian! (1Kor. 7:27a)

 

 

 

Perceraian tegas dilarang oleh Alkitab. Namun kenyataannya, perceraian cukup tinggi di Indonesia. Dari browsing data di internet, ada 516 ribu pada tahun 2022 meski ada 1,8 juta pernikahan tiap tahunnya, dan tentu sebagian adalah pengikut Kristus. Dari data juga diperoleh, penyebab perceraian umumnya akibat gugat cerai dan 75% oleh istri. Sisanya karena talak dari pihak suami.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Kor. 7:27-30. Pasal 7 surat ini berbicara tentang perkawinan dan nas minggu ini spesifik anjuran agar hidup dalam keadaan seperti waktu dipanggil Allah. Melihat konteksnya, bagian ini merupakan dampak perkiraan Rasul Paulus bahwa Tuhan Yesus akan segera kembali. Konsekuensinya, ia menyarankan, bagi gadis yang belum menikah sebaiknya tidak menikah dulu (ay. 25-26). Namun bagi yang sudah menikah tidak perlu mengusahakan perceraian (ay. 27).

 

 

 

Rasul Paulus tidak salah mengatakan bahwa Tuhan Yesus akan segera kembali sehingga menyarankan lebih baik mempertahankan situasi yang ada. Ia juga berpandangan, lebih baik (bagi lelaki) untuk tidak menikah (ay. 1, 7). Tetapi untuk menghindari perzinahan, disarankannya untuk menikah, meski ditambahkannya, pernikahan akan membawa konsekuensi lebih merepotkan, lebih khawatir, dan memunculkan kesusahan badani (ay. 28, 33-34). Kita tahu Paulus sendiri tidak menikah untuk fokus melayani Tuhan.

 

 

 

Alkitab jelas memerintahkan agar manusia beranak cucu dan melalui perkawinan tercipta kebahagiaan dan kesejahteraan dengan saling melengkapi (ay. 3-4; Kej. 1:28; 2:18; Ef. 5:22-30). Dengan demikian perkawinan sangatlah baik sepanjang menjaga agar tetap kudus dan langgeng (Mat. 19:6a; Ibr. 13:4).

 

 

 

Melalui firman Tuhan ini, ada beberapa hal yang ditekankan. Pertama, pentingnya kesetiaan, dalam arti yang persatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:6). Kedua, tetaplah menempatkan Allah dalam menjalani kehidupan. Perkawinan bukan dimaksudkan untuk mementingkan kenikmatan dunia, tetapi kepada misi Allah. Ketiga, kesiapan dalam menghadapi perkawinan.

 

 

 

Kembali kepada mereka yang sudah menikah, perceraian haruslah dihindari dan bahkan jangan pernah dipikirkan apalagi diucapkan. Data tahun 2022 di atas, faktor penyebab utama perceraian yang terjadi akibat perselisihan dan pertengkaran (63,41%); lainnya masalah ekonomi, ditinggal pergi, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Terjadinya perselisihan dan pertengkaran, menurut riset ahli psikologi, ini soal egoisme yang membawa dampak terjadinya penghinaan, kritik, sifat defensif, dan juga pembatasan atas kebebasan.

 

 

 

Gary Chapman dalam bukunya Five Signs of a Loving Family menuliskan pentingnya sikap melayani bagi suami istri dan membangun keintiman dengan memberi penghargaan. Bila telah ada anak, menurutnya, maka peran suami sebagai pemimpin yang dicintai sangatlah penting, selain kesiapan mengajar anak agar mereka menjadi disiplin dan patuh.

 

 

 

Inti kasih adalah kesediaan berkorban, siap memberi, dan menyadari tidak ada manusia yang sempurna - termasuk diri sendiri; kesempurnaan justru akan diperoleh dengan saling menutup kelemahan para pihak. Kasih menutupi banyak segala dosa/kesalahan (1Pet. 4:8).

 

 

 

Bagi yang sudah menikah, penting sekali menyadari dampak buruk perceraian. Menurut Norman Wright dalam bukunya Konseling Krisis, perceraian merupakan krisis yang tidak pernah ada akhirnya. Lain kata, dampaknya turun temurun dan ke berbagai bidang kehidupan, terus mempengaruhi, menimbulkan perasaan gagal dalam diri dan ketidakseimbangan bagi yang terlibat. Paradoksnya, pernikahan dapat berakhir dan mati secara hukum, tetapi hubungan tetap berlangsung.

 

 

 

Paulus hanya menyarankan bila terjadi masalah dalam perkawinan, lebih baik keduanya berpisah sementara (ay. 5), tapi ini untuk kesempatan dapat berdoa dan mengetahui rencana Allah bagi mereka. Buanglah egoisme, dan dengarlah pendapat Erich Fromm: “manusia siap dicintai, tapi tidak siap mencintai”. Mari kita siapkan diri kita untuk siap berkorban dan selalu mengasihi.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu III setelah Epifani 21 Januari 2024

KHOTBAH (2) MINGGU III SETELAH EPIFANI – 21 Januari 2024

 

 KEKUATAN DAN PENGHARAPAN (Mzm. 62:6-13)

 

 Hanya pada Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku (Mzm. 62:6)

 

 

 

 

Kepada siapa iman Anda digantungkan; atau, kepada apa pengharapan Anda disandarkan dalam segala situasi? Saat ini virus Covid-19 merajalela, sungguh menyedihkan jika Anda lebih takut kepada Covid-19 daripada kepada Allah, dan menempatkan virus itu sebagai “iblis” pencabut nyawa.

 

 

 

Firman Tuhan di Minggu ini, Mzm. 62:6-13 dengan judul perikop: "Perasaan tenang dekat Allah." Mazmur ini ditulis oleh Raja Daud di saat pelariannya, akibat pertentangan politik di kerajaannya. Raja Daud  begitu berkuasa, namun anaknya Absalom ingin merebut takhtanya, dan akhirnya ia melarikan diri. Zaman dahulu, tempat pelarian adalah gunung/bukit-bukit yang masih tandus dan gersang.

 

 

 

Oleh karena itu, Daud memakai istilah gunung batu dan keselamatan, serta kota benteng untuk gambaran Allah tempat perlindungannya. Imannya tetap teguh, Allah saja sebagai sumber kekuatan baginya; bukan anaknya, bukan hartanya, kekuasaannya, bahkan alam sekalipun. “Aku tidak akan goyah,” demikian tuturnya di ayat 7.

 

 

 

Dalam menghadapi situasi saat ini, juga demikian. Angka kematian pandemi terus meningkat secara menakutkan. Ada yang parno berlebihan, tidak wajar, dan rasa takutnya bahkan melebihi kepada Allah. Tentu kita juga jangan menganggap sepele pandemi ini. Presiden, menteri, pengusaha, atlit, tokoh-tokoh, banyak yang terpapar dan tidak sedikit yang mati. Orang kaya raya dan yang miskin, semua sama saja bagi virus ganas ini.

 

 

 

Firman Tuhan mengajarkan, “Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” (Ams. 1:17). Artinya rasa takut akan Allah lebih mendahului, dan dengan pandemi ini kita diajarkan bahwa manusia tidak ada apa-apanya. Uang dan harta kadang tidak berguna. Iman kitalah yang tetap bersandar pada Dia, pelindung dan pertolongan kita. Dengan pimpinan-Nya dan firman-Nya, kita diajar untuk bersabar, rendah hati, tidak sombong, tidak merasa diri hebat, tetapi taat dan tetap berserah.

 

 

 

Hal kedua dalam Mazmur ini tentang pengharapan. Raja Daud mengatakan, “curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya” (ayat 9). Ini dapat melalui doa atau nyanyian. Tetaplah terhubung dengan Dia yang membuat hidup kita tidak lepas dari kasih-Nya. Percayalah kepada-Nya setiap waktu.... Allah tempat perlindungan kita. Ia selalu ada, Mahahadir, berkuasa, dan Ia baik (ayat 9, 12). Tidak ada yang bisa menyangkal itu. Bila saat ini ada yang merasa Allah tidak baik, periksa diri; kelak dibukakan-Nya semua.

 

 

 

Pengharapan tidak dapat kita berikan kepada manusia. Manusia bagaikan angin yang mudah tertiup ke mana saja (ayat 10). Tetapi pemazmur juga mengingatkan, agar kita jangan berpikir untuk menempuh jalan yang salah: merampas, pemerasan, pembalasan, jalan kekerasan, yang menjadikan kita sebagai hakim. Allah adalah hakim. Dia yang membalas setiap orang menurut perbuatannya (ayat 13).

 

 

 

Ketika kita dalam pergumulan atau bahaya, maka bersama Allah selalu ada pengharapan. Seperti orang yang mau jatuh, saat selalu berupaya menggapai sesuatu. Raja Daud ingin lepas dari kemelut dirinya, ia serahkan kepada Allah. Namun, pengharapan juga dapat menjadi impian yang ingin dicapai. Pengharapan adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibr. 6:19a). Mazmur 119:116 mengatakan, pengharapan itu harus ditopang oleh janji Allah, agar bisa terwujud. Maka terus kenali Dia, dan ikatlah dalam janji dari kita dan pegang janji-Nya. Setialah menanti.

 

 

 

Menghadapi pandemi atau pergumulan lainnya, Allah adalah andalan dan tempat kita menggantungkan iman setiap hari. Jika pergumulan semakin besar, semakin kuatlah bersandar pada-Nya. Iman tidak harus dimengerti akal seluruhnya, tetapi berserah sesuai dengan kebaikan-Nya. Tetap tenang. Rasa kuatir apalagi takut tidak akan menolong, tidak akan menambahkan apapun juga (Mat. 6:25-34).

 

 

 

Pengharapan juga demikian, kita dan keluarga sehat-sehat selamat melewati pandemi ini. Dekat-dekatlah kepada Allah agar hati kita tenang, aman tenteram, dan damai sejahtera. Tetap ikut Dia. Kita hanya berharap pada kasih setia-Nya yang telah terbukti dari abad ke abad (ayat 13).

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 44 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8561989
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
37
73300
73337
8223859
713274
883577
8561989

IP Anda: 172.71.152.98
2024-12-16 00:13

Login Form