2025
2025
Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025
Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025
YANG TERBESAR DI SORGA (Luk 22:24-34)
Pendahuluan
Minggu ini kita memasuki minggu sengsara menjelang peringatan kematian Tuhan kita Yesus Kristus di kayu salib, yakni pada hari Jumat Agung nanti. Bacaan minggu ini berupa dua peristiwa, yakni pertengkaran para murid tentang siapa yang terbesar dan terutama di antara mereka; dan kedua, tentang pemberitahuan penyangkalan Petrus akan Tuhan Yesus. Dari dua peristiwa ini kita dapat mengambil hikmat dan petunjuk hidup sebagai berikut.
Pertama: Dipanggil untuk melayani ( ayat 24-25)
Kalau kita baca dari awal pelayanan-Nya, para murid ini dipanggil untuk melayani Tuhan Yesus dan sesama manusia. Mereka diminta rela meninggalkan kehidupan awal pribadinya dan menyerahkan seluruh hidup mereka bagi Tuhan Yesus. Mereka bersedia karena percaya Ia adalah Mesias. Namun dalam perjalanan waktu yang singkat, mereka mulai menyadari bahwa pelayanan Yesus akan berakhir sebab perlawanan para Imam dan orang Farisi terhadap-Nya sudah semakin besar. Demikian juga penguasa Romawi tetap keras karena tidak mau mengambil resiko untuk memberikan perlindungan khusus kepada-Nya. Maka ketika Tuhan Yesus mengadakan perjamuan malam menjelang paskah, mereka sadar mungkin itulah adalah saat-saat akhir, dan ketika duduk dalam perjamuan itu, mereka mempersoalkan posisi duduk masing-masing murid dalam perjamuan tersebut.
Sebagaimana diketahui, posisi duduk dalam adat istiadat Yahudi yang di sebelah kanan tuan rumah adalah yang paling utama dan kemudian yang duduk di sebelah kirinya. Urutan kedudukan berikutnya adaalah duduk kedua di sebelah kanan dan yang berikutnya duduk kedua di sebelah kiri. Demikian seterusnya hirarki posisi duduk dalam adat-adat Yahudi tersebut. Yohanes, murid yang paling muda tampaknya duduk di sebelah kanan Tuhan Yesus dan hal ini menimbulkan kecemburuan dan protes para murid. Mengapa Yohanes yang masih muda duduk pada posisi yang paling terhormat itu?
Dalam hal ini tampaknya para murid melupakan bahwa yang utama tugas mereka adalah pelayanan, bukan mempersoalkan kebesaran dan keutamaan dari masing-masing orang. Mereka dipanggil untuk melayani dan harus fokus pada pelayanan itu sendiri. Apabila mereka mempersoalkan kedudukan dan kebesaran, maka itu tidak sesuai dengan panggilan awal dan itu adalah pikiran duniawi. Pikiran duniawi dan manusiawi selalu memperhitungkan posisi dan kedudukan, imbal jasa, untung rugi dan upah jerih payah dari pelayanan atau pekerjaan yang dilakukan. Mungkin kita berpikir bahwa itu wajar, manusiawi, tetapi apa yang disampaikan Tuhan Yesus pada murid saat itu, jelas hal itu salah dan bukan cara pandang rohani yang benar.
Tidak jarang kita pun acapkali berpikir dan bersikap demikian. Ketika kita memberi lebih banyak kepada gereja, atau ketika kita sangat aktif di pelayanan, maka kita akan menuntut posisi yang lebih dihormati, seperti selalu duduk di depan atau tempat istimewa. Ketika kita memiliki "jabatan” yang lebih "tinggi" maka kita ingin diperlakukan lebih terhormat dan utama dalam setiap kegiatan. Sikap inilah yang dicela Tuhan Yesus. Kalau kita memang sudah merasa dipanggil untuk melayani atau memberi, maka rendahkanlah hati kita. Kita harus mengikuti Tuhan Yesus, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lain minggu ini, “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:6-7). Kita juga harus bercermin pada petunjuk Alkitab, apabila kita dalam suatu acara pesta perkawinan atau acara lainnya, maka duduklah terlebih dahulu di tempat yang kurang terhormat, kalau memang "jatah" kita di tempat yang lebih terhormat, maka tuan rumah akan menempatkan di sana nantinya (Luk 14: 7-11).
Kedua: Yang terbesar adalah yang paling melayani (ayat 26-27)
Melayani berbeda dengan bekerja, walau bekerja dapat juga sebagai pelayanan. Melayani tidak mengharapkan imbalan, sementara bekerja wajar mengejar upah atau imbalan yang besar. Kalau melayani tidak mengenal jam kerja atau batas minimum 160 jam kerja dalam sebulan, sementara dalam bekerja di kantoran, kriteria itu dipakai kecuali dia bekerja paruh waktu. Apabila bekerja lebih dari yang ditetapkan, misalnya menjadi 180 jam, maka pekerja mengharapkan lembur, dan kalau tidak ada lembur biasanya diberikan tunjangan khusus atau tunjangan jabatan. Tapi itu adalah hitungan atau prinsip duniawi. Kalau dalam pelayanan tidak ada istilah lembur. Bahkan seorang hamba Tuhan harus siap bila perlu melayani 24 jam sehari meski harus memperhatikam kesehatan tubuhnya.
Pengalaman di kantor memperlihatkan justru orang-orang yang bekerja tanpa berpikir lembur ini yang disukai pimpinan. Mereka bekerja secara sungguh-sungguh dan apabila situasi menghendaki kerja lembur, mereka tidak keberatan dan bahkan siap setiap saat. Mereka ini bukan orang-orang yang justru membuat pekerjaan lambat-lambat di jam kerja normal, sehingga berharap nanti bisa lembur dan penghasilan bertambah. Tidak sedikit yang berpikir dan bertindak demikian. Sejatinya bersikap demikian justru yang terjadi adalah kita mengasihi diri sendiri dan bukan mengasihi orang lain. Ini bertentangan dengan hakekat pelayanan.
Apakah kita di kantor bersiasat membuat seolah-olah kita tampak sibuk dan mengharapkan "lemburan", atau kita dengan tulus melakukan kewajiban pekerjaan dan pelayanan itu dengan sukacita. Kita lakoni pekerjaan dan pelayanan itu dengan penuh tanggungjawab dan bahkan tidak pernah mengeluh dan menuntut. Sikap demikian yang seharusnya tampak dalam pekerjaan kita di kantor. Inilah yang diharapkan bos kita dan menyenangkan hatinya. Pemimpin dalam pelayanan kita adalah Tuhan Yesus. Sikap hitung-hitungan jelas dicela Tuhan Yesus. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata, justru yang paling besar di antara mereka adalah mereka yang merasa paling muda, dalam arti masih merasa perlu terus belajar dan merasa belum banyak berbuat; bukan perasaan sok tahu banyak pengalaman dan sudah berbuat banyak. Demikian juga mereka yang menjadi pemimpin dalam pelayanan, menurut Tuhan Yesus adalah mereka yang paling banyak dan bersungguh-sungguh melayani.
Kebesaran dan keutamaan seseorang dalam pelayanan bukanlah karena jabatan, kuasa, gelar, ketenaran, atau prestasi yang besar. Justru sikap kita terhadap pelayanan atas apa yang kita kerjakan bagi Allah serta pandangan rohani kita di hadapan Dia, itulah yang menentukan kebesaran kita di hadapan-Nya (band. Mat 18:3-4; 20:25-28).
Ketiga: Kehormatan sudah diberikan (28-30)
Tuhan Yesus mengatakan dalam nats tersebut kita sudah memiliki keutamaan. Kita sebagai orang-orang yang dipanggil dan diselamatkan telah memiliki keutamaan menjadi bagian dalam kerajaan-Nya, baik saat ini maupun nanti. Kita sudah masuk dalam kerajaan damai sejantera itu dan memjadi warga sorgawi. Para murid telah bersama-sama dengan Yesus dalam perjamuan makan minum semeja dan ikut serta dalam pencobaan menghadapi umat Israel dan penderitaan yang akan dialami-Nya, merupakan kehormatan yang tidak terhingga. Ini yang seharusnya menjadi sikap mereka, sebagaimana dimaksudkan oleh Raja Daud dalam mazmurnya, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik" (Mzm 84:10).
Tuhan Yesus menegaskan posisi-Nya bahwa Ia yang menetapkan hak-hak Kerajaan itu bagi kita orang percaya. Bapa telah menyerahkan hak itu kepada Yesus dan apabila kita percaya dan mengikuti-Nya, maka kita akan mendapat bagian yang indah dalam Kerajaan itu, baik saat ini maupun penggenapannya nanti. Tuhan Yesus telah menyediakan suatu "Kerajaan" yang didirikan-Nya dan para murid jangan mengharapkan kemuliaan dan kuasa duniawi tersebut pada masa ini. Keutamaan bagi kita bahkan digambarkan dalam kerajaan-Nya kelak dengan ikut menjadi hakim atas bangsa-bangsa yang tidak taat. Kita akan duduk bersama Tuhan Yesus di atas takhta dengan kekuasaan dan kemuliaan tersebut.
Sebagai orang yang berdosa yang hukumannya neraka dan kematian kekal, sebenarnya apa yang kita peroleh itu sudah lebih dari cukup dan sangat berharga. Kita tidak perlu mendapat gambaran bagaimana kelak situasi itu akan terjadi dan bagaimana wujud rupanya. Itu sudah terlalu jauh dan bahkan mungkin tidak bisa terbayangkan oleh mata dan pikiran (1Kor 2:9). Kita tidak perlu menuntut itu saat ini. Semuanya justru kita sikapi dengan rasa syukur dan hormat atas pemberian anugerah itu dan bukan pula menjadi alasan sombong atau sesumbar. Tuhan Yesus secara tidak langsung juga mengatakan bahwa mengikuti-Nya berarti akan masuk dalam pencobaan-pencobaan dan hanya yang bertahan yang akan tetap masuk dalam Kerajaan itu. Hati- hatilah, iblis akan memanfaatkan hal ini.
Keempat: Jangan sesumbar (ayat 31-34)
Apa yang kemudian terjadi pada Simon atau Petrus merupakan peringatan Tuhan Yesus yang menjadi kenyataan. Yesus sudah mengetahui bahwa Petrus sedang diincar oleh iblis sehingga ia diperingatkan. Tetapi Petrus sesumbar dan berkata: "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (ayat 33).
Petrus pada dasarnya adalah seorang yg berani (Yoh 18:15). Kita tahu ia memotong telinga serdadu Romawi yang ingin menangkap Yesus. Petrus juga ikut sampai ke halaman rumah Imam Besar saat Yesus dibawa untuk diadili. Ini merupakan resiko bagi Petrus dan ia tidak takut. Namun apa yang terjadi, Yesus tahu oleh karena itu berkata: "Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (ayat 31-32). Pengertian menampi adalah melihat apakah memang Petrus memiliki iman yang kuat. Dalam hal ini Yesus mengizinkan iblis mencobai Petrus tetapi hanya sampai batas-batas tertentu dan dengan izin Allah (band. Ayub 1:10,12).
Iblis tahu dan menggunakan "kelemahan" Petrus yakni emosi dan kesombongannya. Iblis sudah menduga bahwa Petrus akan sesumbar dan mengatakan ia siap mati demi Yesus. Kenyataannya, Petrus memang tiga kali menyangkal Yesus. Tetapi Yesus juga menetapkan bahwa Ia akan berdoa bagi Petrus dengan mengatakan: Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (ayat 32).
Maka kita pun demikian agar jangan sesumbar. Jangan sombong rohani, meras sudah memberi dan berbuat pada Tuhan Yesus sangat banyak dan besar. Iblis akan mencobai kita meski ia tidak leluasa melakukan apa saja yang ia inginkan, sebab harus perkenan Allah. Kita berharap Allah berdoa bagi kita yang dikasihi-Nya. Itu juga sebabnya Yesus mengajar kita berdoa dalam Doa Bapa Kami, agar jangan membawa kita ke dalam pencobaan dan melepaskan dari yang jahat. Iblis itu jahat, begitu kita lepas dari iman dan kuasa Yesus, maka kita akan jatuh dan menjadi hamba iblis. Pesan ini juga disampaikan dalam bacaan lain minggu ini,
Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid (Yes. 50:4). Ini yang dimaksudkan Tuhan Yesus agar Petrus, jikalau dia sudah insaf, dia menguatkan saudara-saudaranya (Luk 22:32).
Kesimpulan
Minggu ini kita diajarkan tentang kelemahan manusia yang mengutamakan kedudukan dan kebesaran di masa kini. Sudut dan cara pandang demikian adalah duniawi. Justru bagi kita yang memberi dan melayani harus merasa kitalah yang paling muda dan masih sedikit serta terus belajar untuk yang lebih baik. Pemimpin adalah mereka yang paling merasa sebagai pelayan dan melayani lebih banyak tanpa memperhitungkan imbalan. Bagi kita yang sudah dipanggil masuk dalam Kerajaan-Nya, bagian kita sudah jelas tersedia yang paling baik. Kita tidak perlu sesumbar, sebab iblis dapat dengan memudah mencobai kita dan kalau tidak berpegang erat pada Allah, maka kita bisa jatuh. Mari kita rendahkan hati kita dalam memberi dan melayani sesuai yang Tuhan sediakan bagi kita.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025
Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025
SEGALA LIDAH MENGAKU: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN (Flp. 2:5-11)
Pendahuluan
Firman Tuhan melalui Rasul Paulus mengingatkan orang percaya di Filipi, bahwa mereka harus berbeda dengan orang lain yang belum percaya. Melalui nas Minggu VI Pra Paskah – Minggu Palma Masa Sengsara ini kita diberikan beberapa pemikiran pokok lainnya sebagai berikut.
Pertama: Pikiran dan perasaan sesuai Kristus dan kesetaraan (ayat 5-6)
Inkarnasi adalah tindakan pra-keberadaan Anak Allah dengan kerelaan hati menjadi manusia dengan tubuh dan perilaku manusia (band. Yoh. 1:1-14; Rm. 1:2-5; 2Kor 8:9; 1Tim. 3:16; Ibr. 2:14; 1Yoh. 1:1-3 tentang penjelasan inkarnasi). Tanpa perlu ”berhenti” sebagai Allah, Anak Allah menjadi manusia biasa, yang dinamai dan dipanggil sebagai Yesus. Dia tidak menonjolkan keilahian-Nya, tetapi justru menyampingkan hak untuk dimuliakan dan dihormati sebagai Allah. Dia hidup dengan berbagai keterbatasan manusiawi biasa, rela berkorban menjadi manusia dengan segala kelemahannya, memiliki rasa sakit, lapar, haus, sedih dan lainnya.
Tuhan Yesus juga "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan." Maksudnya kedudukan itu tidak dianggap-Nya sebagai harga yang harus dipertahankan untuk kepentingan diri-Nya sendiri. Kesetaraan hal yang nonsense, dan yang utama bagi Yesus adalah manusia yang dikasihi-Nya dapat diselamatkan. Ia meninggalkan takhta kedudukan yang mulia di sorga, mengambil tempat hina sebagai hamba yang menderita dengan disalibkan, serta taat sampai mati untuk kepentingan orang lain.
Sebaliknya kita manusia kadang-kadang lebih mementingkan diri sendiri, merasa sombong dan mudah berbuat jahat, dengan justifikasi merasa diri benar dan itu adalah hak. Sebaliknya, kalau kita mengatakan bahwa kita mengikut Yesus, maka kita harus berusaha hidup seperti Dia. Inilah pesan yang dimaksud dengan berperasaan dan berpikiran seperti Kristus yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.
Kedua: Pengosongan diri (ayat 7)
Ia juga disebut mengosongkan diri-Nya. Pengosongan diri adalah melepas kehebatan dan keistimewaan dengan segala atribut dan predikat yang sebenarnya dimiliki. Pengosongan diri sama seperti kita sebagai orang dewasa ingin berbicara kepada anak kecil. Cara berpikir dan sikap kita haruslah seperti anak kecil, agar kita mudah dimengerti dan diikuti. Kalau kita mempertahankan status dan predikat kita sebagai orang dewasa, dan menempatkan diri lebih pintar, maka komunikasi tidak akan berjalan baik.
Kita dapat menjalani kehidupan ini dengan pilihan: meminta dilayani dan dipuja-puji dihormati; atau kita mencari kesempatan untuk bisa melayani orang lain (band. Mrk. 10:45 tentang sifat-sifat melayani). Nas ini berpesan bagi orang percaya di Filipi dan kita semua, agar jangan menyombongkan diri dengan status “sebagai orang Romawi”, elite, dan tidak mau melayani. Kita diminta mengembangkan sikap rendah hati untuk melayani, meski kadang kala upaya kita itu tidak mendapat pengakuan dari orang lain. Tetapi Allah mengetahui semua itu. Mari kita berikan sebagian hidup kita untuk orang lain, tidak berpusat ke diri sendiri saja.
Ketiga: merendahkan diri untuk ditinggikan (ayat 8-9)
Dalam sistem hukum Romawi, hukuman mati dengan penyaliban adalah hukuman berat yang diberikan kepada penjahat besar. Hukuman ini sangat menyakitkan secara fisik, direndahkan secara manusia, sebab mereka harus dipaku di tangan dan kakinya di kayu salib dan dibiarkan mati perlahan-lahan. Apabila dianggap matinya kelamaan, maka dilakukan penusukan dan kemudian dicek sambil mematahkan kakinya, dengan maksud apakah masih ada reaksi atau tidak. Bagi mereka yang masih sehat tatkala disalibkan, kematian dapat berlangsung beberapa hari menunggu mati lemas, terlebih memikul berat badan dan kesulitan bernafas. Yesus sendiri karena melalui penyiksaan sebelum disalib, maka kematian-Nya menjadi lebih cepat, terlebih dengan tusukan di lambung. Sungguh penderitaan yang berat.
Adanya kecendrungan manusia untuk lebih senang dipuja-puji dan menyombongkan diri, haruslah dibuang dan dihindari. Alkitab menceritakan bagaimana manusia ingin membangun menara Babel. Membangun menara tinggi adalah hal yang baik. Manusia memiliki kemampuan membangun seperti itu adalah hal yang positip, tapi yang salah adalah motivasi dan tujuan membangun menara tinggi itu untuk kesombongan dan ditinggikan, bukan untuk kemaslahatan bersama. Mereka yang menyukai kesombongan seperti itu, akan tiba saatnya mereka direndahkan dan dihukum. Mereka yang meninggikan diri akan direndahkan dan mereka yang merendahkan dirinya akan ditinggikan (Mat. 23:12; Luk. 14:11).
Keempat: Yesus Kristus adalah Tuhan (ayat 10-11)
Alkitab mengungkapkan bahwa Yesus selama di dunia tidak pernah menyangkal keilahian-Nya. Ia berulang kali dalam berbagai kesempatan menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan (Mat. 16:16-17; Yoh. 6:68-69; 8:58; 10:30). Ia sadar memiliki dua hakikat menyatu dalam satu pribadi: Allah sejati dan manusia sejati. Yesus sebagai Adam terakhir yang berasal dari sorga (1Kor. 15:47).
Ada beberapa cara membuktikan ke-Allah-an Tuhan Yesus, dalam arti Ia berasal dari Allah dan memiliki kuasa yang sama dengan Allah. Hal ini dimulai dari banyaknya nubuatan pada kitab perjanjian lama yang "match" dengan Pribadi-Nya, sampai kepada peristiwa pra kelahiran melalui kandungan Maria dan kuasa Roh Kudus. Kemudian peristiwa kelahiran yang mengagumkan, perkembangan pribadi, hingga pelayanan yang dilakukan selama tiga setengah tahun yang penuh dengan kuasa dan mukjizat. Demikian pula cara mati Yesus, peristiwa pasca kematian, pelayanan setelah kebangkitan, dan bahkan kenaikan ke sorga yang disaksikan banyak orang, membuat semua itu tak diragukan lagi bahwa Yesus adalah Tuhan, Anak Allah dan memiliki kuasa yang sama dengan Allah.
Perjalanan dan bukti yang demikian kuat inilah yang membuat Allah Bapa mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, dalam arti dengan pengikut terbesar umat beragama yang hampir mencapai 3 milyar (agama kedua terbesar adalah Islam dan ketiga Hindu). Tidak ada nama lain yang lebih dikenal oleh banyak orang dari pada nama Yesus di muka bumi ini. Pada akhir zaman nanti, sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab (Kis. 10:42), Yesus akan dilihat dan diakui semua orang sebagai Hakim dan berkuasa atas semua manusia, termasuk mereka yang dihukum dan tidak diselamatkan. Kitab suci agama lain juga mengakui akan peran Yesus dalam masa penghakiman tersebut. Oleh karena itu, benarlah dalam nas ini dikatakan, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," “bagi kemuliaan Allah, Bapa!”
Penutup
Melalui bacaan minggu sengsara ini, kembali kita diingatkan pentingnya orang percaya untuk memiliki perasaan dan pikiran yang sama dengan Kristus, dalam arti menjadi serupa dengan Dia (Flp. 3:10). Mereka yang merendahkan diri pada akhirnya pasti akan ditinggikan, bukan saja di dunia ini melainkan juga di sorga.
Bagi kita orang percaya, tujuan dari semua itu adalah agar sebagai pengikut Kristus, kita muliakan Dia melalui kehidupan kita, tidak hanya dengan simbol daun palem, tetapi semua orang dapat melihat Yesus hidup di dalam diri kita, sehingga mereka ikut dan memuji dan memuliakan Yesus, dan semua lidah akan mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 6 April 2025
Kabar dari Bukit
JALAN LURUS KEHIDUPAN (Mzm. 119:9-16)
”Aku menggemari ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan” (Mzm. 119:16 TB2)
Sebuah video beredar di WA Group menampilkan seorang supir angkutan umum ngebut, menerobos kemacetan panjang. Supirnya tidak peduli mobil lain yang antri dan keselamatan pemakai jalan. Infonya video tersebut ditayangkan di TV negara Tiongkok. Sungguh memalukan dan memiriskan hati. Kita juga setiap hari dapat melihat bagaimana jalanan kita seolah tidak ada aturan lagi. Kenderaan saling menyalib dari kiri dan kanan. Truk seenaknya perlahan mengambil jalur di kanan atau tengah. Dan kita hanya bisa mengusap dada sambil berharap: kapan terjadinya perubahan?
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu V Prapaskah ini adalah Mzm. 119:9-16; sebuah nas potongan Mazmur terpanjang di Alkitab dengan tema utama tentang firman Allah dengan segala kuasanya. Nas minggu ini lebih fokus tentang keinginan, kerinduan dan komitmen penulisnya untuk berjalan mengikuti perintah-Nya dan permohonan agar dalam menjalani hidup, ia tidak menyimpang.
Dalam kitab mazmur kata "Perintah" dipadankan dengan istilah lain, seperti hukum, titah, ketetapan, jalan, dan peringatan, semuanya kepenuhan Taurat. Dalam Perjanjian Lama ada perkiraan 613 perintah bernada “Janganlah” (613 Mitzvot dalam tradisi Yahudi), dan ada 400-an perintah positif bernada “Hendaklah”.
Menghapal semua aturan/hukum tersebut tidaklah mungkin. Alkitab mengajarkan bahwa semua aturan tersebut disarikan dalam 10 Perintah Allah (empat pertama untuk Allah dan enam untuk sesama manusia). Perjanjian Baru memfokuskan lagi perintah tersebut dalam dua hukum utama, yakni: kasihilah Allahmu dan kasihilan sesamamu manusia (Mat. 22:37-40), dan ditulis versi singkat: "perbuatlah seperti orang lain ingin berbuat kepadamu" (Mat. 7:21). Kembali kepada pengemudi yang ugal-ugalan tadi, mengapa ia melakukan hal itu? Jelas ada hukum negara memberikan sanksi konkrit jika kecelakaan: penjara dan denda. Maka kita bisa membayangkan pengemudi tadi tentu tidak berpikir tentang hukum Allah, mungkin menganggap sanksinya tidak pasti dan seolah gampang menghapusnya.
Namun, nas minggu ini menegaskan keyakinan, untuk menjaga kelakuan bersih dan murni hanyalah berpegang pada firman-Nya (ay. 9). Untuk itu pemazmur terus mencari Tuhan agar hidupnya tidak menyimpang (ay. 10). Pertanyaannya kemudian: sudahkah kita membaca Alkitab atau renungan tiap pagi/hari? Jika tidak atau belum, lakukanlah! Ironis, kita takut akan hukum negara yang memberi sanksi badani dan materi, sementara tidak takut melanggar hukum Allah dengan sanksi hukuman kekal penuh ratapan dan kertakan gigi (Mat. 8:13; 13:42).
Kerinduan pemazmur akan firman Allah didasari keyakinan memegang janji-Nya dan takut berbuat dosa (ay. 11), percaya menuntun langkahnya di jalan lurus, dan tentunya mengajarkan tentang kasih. Ia menyimpannya dalam hati, bukan dalam pikiran yang mudah terkikiskan, bahkan tidak dibiarkan saja dalam Alkitab atau hiasan dinding. Hati jelas tempat tempat yang aman dan efektip menyimpan firman-Nya, agar siaga setiap saat untuk dipergunakan; sepanjang tidak digeser oleh keinginan harta dan dunia (Mat. 6:21). Menyimpan firman di hati membuatnya sebagai harta paling berharga dalam hidup. Untuk lebih efektipnya juga diminta bersaksi (ay. 13).
Kini kembali kepada kita, apakah kita sudah memiliki keinginan, kerinduan dan komitmen mengikuti perintah-Nya? Gemarilah dan renungkan seperti pemazmur (ay. 15-16). Hendaklah kita percaya, manusia tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri. Firman Tuhan dan Roh Kudus yang mampu menuntun kita agar hidup di jalan yang lurus bersih dan menyenangkan-Nya.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (3) Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025
Khotbah (3) Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025
“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu” (Yes. 50:4a)
Ada dua tujuan hukuman termasuk penjara. Pertama, manusia yang telah terbukti menyusahkan dan merugikan orang lain, layak dihukum demi keadilan dan ketertiban. Kedua, dalam masa dihukum tersebut, manusia yang bersalah diharapkan dapat merenungkan kembali perbuatannya, berefleksi, menyadari dan berpaling dari kesalahannya.
Itulah pesan nas firman untuk kita di hari minggu ini Yes. 50:2-9a. Bangsa Israel pada kondisi lemah lesu setelah mereka dibuang ke Babel; itu hukuman Allah karena mereka tidak taat. Namun Allah menegaskan kembali kasih-Nya, kuasa-Nya dan pertolongan yang telah Allah berikan sebelumnya kepada mereka, saat Allah “mengeringkan laut, membuat sungai-sungai menjadi padang gurun; ikan-ikannya berbau amis karena tidak ada air dan mati kehausan” (ayat 2-3; lihat Kel. 7:20-21; 14:21-22; 10:21-22).
Saat bangsa Israel kehilangan motivasi, dan lari mempersalahkan Tuhan atas penderitaan yang mereka alami, Allah kemudian meminta mereka taat menjalankan tugas panggilan untuk dipakai Tuhan. Allah berkehendak mereka bangkit. Nabi Yesaya menjadi contoh yang dipakai Tuhan, model kebangkitan baru. “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu,” ungkap Yesaya pada ayat 4a.
Ketaatan murid diperlihatkan dengan cara memanfaatkan lidah dalam nas ini. Pada era digital saat ini, lidah juga berarti sesuatu yang dituliskan. Postingan pesan misalnya di WA/FB merupakan ekspresi yang keluar dari hati, meski bentuknya dalam tulisan. Menjaga ekspresi hati terlebih di wilayah publik, itu sangat penting. Masih ada kita lihat postingan yang tidak berhikmat, dengan merasa paling tahu, tidak adil dan berimbang, mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan. Semua ini merupakan bentuk belum bersihnya hati nurani kita. “Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya” (Luk. 6:45b).
Jangan biarkan "lidah atau tulisan" kita menjadi "lidah yang tak bertulang", yang tidak bisa dikendalikan. Kitab Yakobus telah mengingatkan hal ini dengan menuliskan: “Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar. Lihatlah, betapa pun kecilnya api, ia dapat membakar hutan yang besar. Lidah pun adalah api ....” (Yak. 3:5-6).
Untuk menjaga lidah, menurut nas ini, perlu selalu menyendengkan telinga kepada firman Tuhan. “Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. Tuhan ALLAH telah membuka telingaku” (ay. 4b-5a). Panggilan dipakai Tuhan untuk menjadi berkat melalui perkataan, diingatkan juga oleh penulis Ibrani, “marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibr. 10:25b). Pakai karunia menasihati dalam hidup, terutama dalam kerendahan hati (Rm. 12:8).
Namun meski kita melakukannya dengan baik sesuai firman Tuhan, kadang hasilnya dapat juga hal yang buruk. Nas minggu ini mengingatkan, agar kita tidak mudah menyerah dan tetap menghadapinya dengan kesabaran (ay. 6). Nabi Yesaya memiliki iman bahwa Tuhan menolongnya, tidak akan memberi malu, dan selalu menang (ay. 7-8). Inilah juga gambaran yang dialami Tuhan Yesus dalam kita memasuki minggu sengsara yang berpuncak di Jumat Agung. Ia hanya berkata-kata yang baik, tapi dihukum. “Sesungguhnya, Tuhan ALLAH menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah?” (ay. 9a). Haleluya.... Yesaya, Yesus, dan kita adalah pemenang.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu V Prapaskah 6 April 2025
Khotbah Minggu V Prapaskah 6 April 2025
MEMBERI DENGAN TULUS DAN PENUH SYUKUR (Yoh 12:1-8)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 43:16-21; Mzm 126; Flp 3:4b-14
Pendahuluan
Perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem tinggal beberapa hari lagi. Meski Ia sudah dinyatakan lepas dari perlindungan hukum (Yoh 11:57) namun Yesus tetap dalam langkah-Nya yang berani untuk menyelesaikan misi-Nya yang agung. Sebelum masuk kota Ia singgah di Betania pinggiran Yerusalem, bertemu dan dijamu oleh sahabat-sahabat-Nya. Di situ ada Simon (band. Mat 26:6-13; Mrk 14:3-9) dan juga hadir Marta dan Maria saudara Lazarus yang dibangkitkan oleh-Nya dari kematian. Kejadian dalam rumah itulah yang merupakan bacaan nats kita minggu ini, dan memberi kita pelajaran penting sebagai berikut.
Pertama: Memberi dengan tulus dan penuh syukur (ayat 1-3)
Marta yang hadir sangat sigap melayani Tuhan Yesus karena talenta paling berharga yang ia miliki adalah melayani. Ia tidak kecil hati dengan perannya itu meski hanya menyiapkan makanan dan minuman, sebab yang utama adalah hati dalam melayani tersebut. Berbeda dengan Maria, yang memiliki simpanan berupa minyak Narwastu, parfum mahal yang biasanya diimpor dari India. Jumlahnya pun tidak kecil yakni setengah kati, kurang lebih seperempat kilogram dan disimpan dalam buli-buli (semacam gelas kaca).
Ketika ia melihat Yesus ada dalam rumah itu, maka ia masuk dan tersungkur menuangkan minyak mahal itu ke kaki Tuhan Yesus. Kemudian ia mengusap kaki Tuhan Yesus itu dengan rambutnya yang tergerai panjang. Kita bisa bayangkan bahwa kaki Tuhan pada saat itu mungkin kotor karena baru dari perjalanan. Tetapi itulah yang dilakukan Maria, memberikan hatinya dengan minyak mahal dan mengusap kaki Tuhan Yesus dengan mahkota tubuhnya. Ia tidak peduli dengan pikiran orang, bahwa mengusap dan memperlihatkan rambut pada masa itu tentu dapat dikonotasikan dengan perempuan tercela, tetapi ia tidak peduli, karena yang terpenting baginya adalah memberi kasihnya dengan tulus dan sepenuh hati kepada Yesus.
Hal lainnya yang perlu kita amati adalah Maria sengaja memberi minyak narwastu tersebut di kaki Tuhan Yesus. Ini melambangkan bagaimana kerendahan hatinya dalam memberi itu. Ia tidak mengusapkan minyak mahal itu di kepala Tuhan Yesus atau dijubah-Nya, tetapi justru pada bagian yang paling "kotor" saat itu karena debu jalanan. Tetapi itulah sikap kita seharusnya dalam memberi kepada Tuhan, harus dengan rendah hati. Jangan pernah berpikir bahwa pemberian kita yang berharga kemudian kita bisa berbangga bahkan menyombongkan. Meski banyak yang menafsirkan bahwa pemberian minyak tersebut merupakan "urapan" sebelum Tuhan Yesus mati di kayu salib, tetapi bagi Maria, ia melihat hanya layak mengoleskannya di kaki Tuhan Yesus. Demikian juga, ia mengusap kaki Tuhan kita itu dengan rambutnya yang merupakan mahkota dirinya.
Bagi Maria, bertemu dan mengasihi Tuhan Yesus adalah hal yang utama, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lain pada minggu ini dari Flp 3:4b-14, "Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus" (ayat 8).
Kedua: Jangan berpura-pura dalam memberi (ayat 4-6)
Sikap lainnya yang diperlihatkan oleh Maria adalah tidak hitung-hitungan dalam memberi. Maria tampaknya mengetahui bahwa itulah kesempatan yang dia miliki untuk mengungkapkan kasihnya kepada Tuhan Yesus. Apa yang menjadi miliknya paling berharga itulah yang dia berikan kepada Tuhan Yesus. Baginya tidak ada kemunafikan atau kepura-puraan bahkan terlebih lagi mengharapkan imbalan dari pemberian itu. Tidak ada yang tersembunyi sehingga tidak membuat ada ketakutan (nothing to hide, nothing to fear).
Ini berbeda dengan sikap Yudas yang mencela pemberian minyak mahal itu. Yudas menyebut nilai minyak itu 300 dinar (setara dengan upah pekerja setahun saat itu atau kurang lebih Rp. 20 - 30 juta). Di sini Yudas sudah mulai menghitung-hitung pemberian kepada Tuhan, dan hal itu bukan ungkapan kasih. Kasih sejati melepaskan hitung-hitungan. Demikian juga Yudas berpura-pura mengatakan bahwa lebih baik minyak itu dan hasilnya diberikan kepada orang miskin. Padahal, sebenarnya ia berpikir minyak itu kalau dijual seharga 300 dinar maka ia sebagai bendahara akan memegangnya dan dapat mencuri dari kas sebagaimana ia biasa melakukannya (ayat 6; band. Yoh 2:24-25; 6:64-70). Yudas memakai topeng dalam sikapnya.
Itulah contoh buruk dalam memberi, ada maksud dan motif tersembunyi. Ada topeng untuk ingin dipuji, topeng dengan kata-kata manis bahkan berlabel rohani. Ada yang terselubungi oleh iblis dengan pikiran jahat dan menipu. Lain di mulut lain di hati. Kalau pikiran kita sudah bengkok maka pandangan kita juga akan bengkok sehingga apa yang sebetulnya bagus menjadi buruk. Jangan-jangan pikiran kita yang buruk atau ada lapisan penghalang yang membuat pandangan kita kemudian melihatnya kotor. Ada kisah orang yang melihat pakaian tetangga yang dijemur menurutnya selalu kotor, padahal jendela kaca rumahnya yang kotor, sehingga pakaian yang dijemur itu selalu tampak kotor. Hikmatnya, apabila kita melihat sesuatu itu buruk, maka sebaiknya kita renungkan terlebih dahulu, apakah cara melihat kita ada yang salah?
Yudas sadar ada kesempatan untuk mencuri. Ini pelajaran yang penting: Jangan membenarkan diri karena alasan rohani seperti Yudas. Kita mungkin tergoda untuk memberi yang berharga, tetapi jangan tergoda memberi untuk mendapat pujian. Kita mungkin tergoda untuk sebuah jabatan atau kedudukan, tetapi jangan untuk maksud bisa mencuri seperti Yudas. Itu sama semua dengan penghianat. Dalam kisah ini Yesus juga tidak perlu menghentikan perbuatan Yudas, karena saatnya akan tiba Tuhan yang mengatur semua buah perbuatan jahatnya.
Ketiga: Memberi untuk menjadi berkat bagi yang lain (ayat 3 dan 7)
Maria mungkin sadar bahwa kesempatan untuk mengungkapkan pengabdian kepada Yesus segera akan berakhir, karena itu dia memanfaatkan kesempatan yang tersedia. Ia berpikir ini adalah saat yang sukar ditemukan bisa bertemu dan memberikan yang terbaik bagi Tuhannya. Karena itu, ia ingin pemberian itu menjadi ingatan baginya tanpa memperhitungkan nilai dan pengorbanan yang harus dia bayar untuk itu. Walau tidak dijelaskan bahwa Maria mengetahui itulah saat-saat terakhir Tuhan Yesus, namun insting wanitanya bekerja dan memutuskan pemberian itu.
Memberi sesuatu yang berharga dalam hidup kita kepada Tuhan dan dapat menjadi ingatan atau kenangan indah, jelas merupakan pilihan dan keputusan yang baik. Maria memberi parfum mahal dan menumpahkan semuanya. Kita tidak dapat mengatakan hal itu sebagai pemborosan, sebab arti pemborosan tergantung kepada makna rohani bagi yang memberi dan nilai apa yang kita anut sebagai paling berharga diberikan kepada Allah kita. Maria telah melihat bagaimana Yesus telah membangkitkan saudaranya Lazarus dari kematian. Tuhan Yesus sendiri berkata bahwa apa yang diperbuat Maria itu akan disebut dalam setiap pemberitaan Injil.
Hal itu terjadi karena pemberian itu bukan saja menyenangkan hati Tuhan sebagaimana respon Tuhan Yesus, tetapi apa yang dilakukan Maria juga menjadi berkat bagi semua yang hadir saat itu, tatkala ruangan menjadi harum dari parfum mahal itu. Itulah yang membuat pemberian Maria itu menjadi kesan sendiri bagi Tuhan Yesus sehingga Ia mengatakan bahwa kejadian itu akan selalu menjadi ingatan. Pemberian seperti itulah yang diinginkan oleh Tuhan Yesus.
Pernahkah kita terpikir untuk memberi yang terbaik milik kita dengan tulus dan ekspresif seperti yang dilakukan oleh Maria? Pemberian tidak harus dalam bentuk materi. Sebagaimana Simon dari Kirene memberi yang terbaik kepada Yesus tenaganya untuk memanggul salib bagi Yesus. Mungkin juga kita pernah diberi kesempatan terbaik seperti itu, tetapi mungkin kita menundanya. Mungkin kita tidak menyadarinya. Mungkin kita berhitung sehingga kesempatan itu hilang. Mungkin saja dan untuk itu kita perlu merenungkannya. Apa yang sudah terbaik kita berikan kepada Tuhan Yesus dari hidup kita? Ingatlah janji Tuhan dalam bacaan lain minggu ini Mzm 126, "Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai" (ayat 5).
Keempat: Tanggungjawab kepada orang miskin (ayat 8)
Apa yang disampaikan Tuhan Yesus kepada Yudas bahwa tidak masalah Maria memberikan minyak narwastu yang mahal itu itu, dan mengatakan orang miskin masih tetap ada, bukan berarti Tuhan Yesus mengabaikan mereka. Maksud Tuhan Yesus adalah persoalan orang miskin akan ada terus menerus dan itu tetap menjadi tanggungjawab kita orang percaya. Penekanan tanggungjawab pemeliharaan orang miskin ini sudah sejak perjanjian lama dan itu merupakan keharusan.
Apa yang lebih ditekankan Tuhan Yesus adalah sikap responsip dan tulus dari Maria atas keinginannya memberi yang terbaik, sekaligus Tuhan Yesus juga menyadari bahwa sikap itu merupakan pengurapan atas dirinya menjelang kematian-Nya. Iman dan pengabdian Maria kepada Tuhan Yesus merupakan teladan yang sangat baik yang diinginkan Allah dari orang percaya. Itu jelas perbuatan iman dan kesiapan berkorban demi Tuhan. Kesiapan berkorban sebagai pemberian yang terbaik kepada Tuhan Yesus dapat berupa kesetiaan, di kala kita sakit berat, terjerat hutang, tergoda cepat kaya dengan cara menipu atau mencuri, dan sebagainya. Itulah pemberian dan pengorbanan kita.
Yesus telah naik ke sorga. Pesan itu diberikan kepada kita orang percaya dan kepada gereja agar terus memperhatikan mereka yang miskin. Memberi kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi yang miskin, merupakan jalan dan cara yang berkenan kepada Tuhan. Sering kali orang percaya memberi kepada hamba Tuhan dan gereja yang sudah berkelimpahan, dan kadang gereja atau hamba Tuhan ini tidak menyalurkannya bagi orang miskin. Inilah pergumulan kita. Banyak jemaat tidak mepunyai gedung gereja yang tidak layak. Apabila kita jalan ke wilayah-wilayah kemiskinan tempat orang percaya sebagai mayoritas (Tapanuli, Mentawai, Nias, NTT, Kalbar, Papua, dan lainnya) kita akan melihat bangunan gereja yang sederhana dan jemaat miskin yang perlu diberdayakan. Kesanalah mestinya hati kita arahkan, agar nama Tuhan Yesus semakin dimuliakan. Seperti firman Tuhan melalui Rasul Paulus, "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku (Flp 3:13).
Kesimpulan
Minggu ini kita mempelajari kisah yang sangat hebat, ketika Maria memberikan yang paling berharga dari miliknya kepada Tuhan Yesus. Ia memberi dengan merendahkan diri tersungkur dan hati yang tulus. Tidak ada kepura-puraan, tidak ada yang tersembunyi dari kasihnya. Maria meggunakan kesempatan yang bagus untuk menjadi kenangan indah bagi semua orang, tanpa kita melupakan tanggungjawab kepada mereka yang masih berkekurangan. Mereka banyak sekali di desa-desa. Kesanalah hati kita diarahkan minggu ini.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025 YANG...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025 SEGALA...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 45 guests and no members online