2025
2025
Kotbah Minggu I Prapaskah 9 Maret 2025
KHOTBAH MINGGU I PRAPASKAH 9 Maret 2025
MENANG MELAWAN PENCOBAAN IBLIS (Luk 4:1-13)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Ul 26:1-11; Mzm 91:1-2, 9-16;Rm 10:8b-13
Pendahuluan
Nats minggu ini masuk ke dalam tema pra-paskah yakni masa sebelum Tuhan Yesus mengalami penderitaan yang sudah dinubuatkan-Nya. Sebelum semua itu terjadi dan bahkan sebelum Tuhan Yesus masuk ke dalam pelayanan-Nya yang singkat itu, Tuhan Yesus terlebih dahulu diuji dan dicobai oleh iblis sebagaimana dalam nats yang kita baca dan renungkan pada minggu ini.
Kisah pencobaan ini terjadi setelah Yesus dibaptis oleh Yohanes yang meneguhkan dari langit melalui suara yang berkata: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." Pencobaan ini diawali dengan kemampuan Tuhan Yesus melewati puasa yang sangat panjang yakni tidak makan selama 40 hari di tengah padang gurun yang terpencil dari sekitarnya. Akan tetapi Yesus yang sejak semula telah penuh Roh, dapat mengatasi semua itu dengan kemenangan. Nats minggu ini memberikan pengajaran kepada kita beberapa hal yakni sebagai berikut.
Pertama: Manusia hidup bukan dari roti saja (ayat 3-4)
Hal yang sangat mudah dibayangkan ketika seseorang tidak makan selama 40 hari, maka yang terjadi adalah pasti lapar berat!!! Maka tawaran pertama dari iblis kepada Yesus adalah agar Dia merubah batu menjadi roti, yang sangat dibutuhkan oleh Tuhan Yesus saat itu, tentu sangat menggoda. Iblis mengetahui dan juga Yesus sudah menyadari kedudukan-Nya sebagai Anak Allah sehingga sebenarnya Ia memiliki kuasa untuk merubah batu tersebut menjadi roti. Namun, Yesus tidak menuruti permintaan iblis tersebut dengan tiga alasan: Pertama, Ia menyadari mengikuti permintaan iblis akan masuk dalam jebakan Iblis. Kedua, Yesus tidak mementingkan dirinya sendiri, sebab apa yang perlu dan terbaik bagi diri-Nya adalah sesuai dengan kehendak Allah. Apalagi untuk makanan, Yesus memiliki prinsip: "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34). Ketiga, Yesus juga menyadari bahwa saat itu sebenarnya belum tiba waktunya untuk memperlihatkan kuasa-Nya, sebagaimana Ia menyampaikan tatkala ibu-Nya meminta untuk menyelesaikan masalah anggur yang habis di Kana.
Hal yang juga penting untuk diperhatikan ketika Yesus menjawab iblis, Ia menggunakan firman Tuhan sebagai dasar: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja" (Ul 8:3). Artinya, hanya kekuatan dari firman Tuhan dan iman yang menyertainya yang mampu mengalahkan iblis dengan godaannya. Godaan iblis selalu tidak tanggung-tanggung, sesuatu yang sangat dibutuhkan seseorang dan bahkan kadang kala tidak ada pengganti, sehingga yang diperlukan hanyalah keteguhan iman dan kesabaran. Yesus sudah tidak makan 40 hari dan berada di padang gurun yang jauh dari kehidupan sekitar, sehingga tidak mudah mendapatkan roti dan makanan. Tetapi Yesus berhasil menguasai diri-Nya dan tidak jatuh dalam jebakan dan godaan iblis dengan kekuatan firman dari Bapa-Nya serta iman yang teguh bahwa Allah memberikan lebih baik lagi pada saatnya nanti.
Demikian jugalah kiranya kita dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin kita sering masuk dalam kondisi yang seolah-olah sangat-sangat-sangat membutuhkan, yakni ketika kita lapar, ketika kehabisan uang, ketika membutuhkan kasih sayang, ketika merasa tidak sembuh-sembuh dari penyakit, maka iblis akan dengan agresif menawarkan pilihan yang lebih mudah dan cepat, bahkan mengiming-imingi dengan perasaan tidak perlu merasa berdosa, sehingga seseorang akan jatuh dalam kuasanya. Ketika kita memiliki perasaan “butuh” akan sesuatu dan seolah-olah mendesak, maka haruslah kita ingat bahwa Tuhan mengkondisikan demikian dengan maksud agar kita lolos dan menang dari ujian “kebutuhan” tersebut dengan memegang firman Tuhan yang mengatakan: Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan (Mat 5:6).
Kedua: Hanya kepada Allah sajalah kita menyembah (ayat 5-8)
Tawaran kedua iblis kepada Yesus juga tidak tanggung-tanggung, yakni menyerahkan kerajaan dunia berikut segala kuasa serta kemuliaannya, yang akan diberikan kepada Yesus dengan satu syarat: Dia menyembah iblis. Alasan iblis sangat masuk akal, sebab “kerajaan dunia” ini telah diserahkan kepadanya dan iblis berhak memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya, untuk menjadi miliknya. Jelas itu tawaran yang sangat menggoda dan tidak “susah” untuk mewujudkannya cukup dengan menyembah iblis.
Tetapi sekali lagi Yesus menjawab dengan firman Tuhan dari Ulangan 6:13: "Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" (ayat 8). Adapun yang dimaksud Tuhan Yesus adalah tidak mungkin Dia menyembah iblis walau tawarannya demikian menggiurkan, sebab Ia datang sebagai Utusan Bapa untuk menguasai “kerajaan dunia” tetapi hanya kepada Bapa di sorga saja Ia akan menyembah. Yesus sangat mengandalkan dan tergantung kepada Bapa-Nya. Selain itu, kerajaan Yesus bukanlah kerajaan fisik dengan kemegahan duniawinya, melainkan kerajaan Yesus adalah kerajaan rohani yang bersemayam di dalam hati setiap orang percaya. Itulah tujuan utamanya, sasaran akhir dari misi Yesus datang ke dunia ini.
Demikian jugalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Ada beberapa orang mungkin berburu jabatan dalam karirnya dengan mengorbankan integritas bahkan imannya. Mereka mengambil jalan kompromi dengan menyuap atasan atau pihak mediator lainnya untuk sebuah kedudukan atau jabatan. Bahkan ada pula yang bersedia mengganti imannya dengan melepaskan keselamatan dari Yesus demi mendapatkan peluang jabatan di kantornya. Mereka lebih berorientasi pada masa kini, kekinian dibanding dengan ketaatan kepada integitas dan khususnya iman yang memberikan kehidupan kekal. Mereka sering lupa bahwa memburu kesuksesan dan perkara-perkara duniawi di luar jalan dan kehendak Allah justru akan menimbulkan kekecewaan dan ujung-ujungnya berakhir dengan kegagalan.
Yesus tidak memilih jalan yang mudah dengan menerima kuasa dunia ini dari iblis dan dengan demikian Ia akan memiliki banyak pengikut yang terkagum-kagum pada-Nya. Ia tetap taat dan percaya bahwa jalan-Nya bukanlah jalan itu melainkan melalui jalan penderitaan. Demikianlah juga kita, firman Tuhan menekankan bahwa kita harus mencari dan mengutamakan dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepada kita (Mat 6:33). Kerajaan Allah dalam hidup kita berarti menempatkan kuasa dan pemerintahan Allah di dalam setiap langkah dan pilihan hidup kita tanpa kompromi dengan iblis dan dunia ini. Kita terus belajar menghindari jalan “mudah” yang tidak berkenan kepada Allah dalam mencapai keinginan kita.
Ketiga: Janganlah mencobai Tuhan (ayat 9-12)
Seringkali orang berfikir bahwa Allah itu tidak lagi mencampuri urusan dunia ini bahkan mencampuri kehidupan pribadi orang-seorang. Banyak orang berfikir bahwa semua sudah diatur dalam hukum alam sehingga semua harus berjalan sesuai dengan hukum alam tersebut yang dapat dijelaskan dan dicerna dengan akal pikiran manusia. Oleh karena itu mungkin kita sering mendengar perkataan: “Coba saja, apakah Tuhan bisa merubah daun-daun ini menjadi uang?” Atau juga pikiran-pikiran aneh yang muncul, seperti seorang pernah bertanya: Apakah Tuhan dapat menciptakan batu yang sangat besar sehingga Ia sendiri tidak dapat mengangkatnya?
Pikiran seperti itu jelas merendahkan kuasa Tuhan dalam kehidupan ini. Allah tidak memerlukan sensasi untuk menunjukkan kekuasaan-Nya. Demikian juga yang diharapkan iblis dalam nats ini, agar Yesus memperlihatkan sensasi dengan melompat dari ketinggian dan dengan janji Tuhan, Ia takkan jatuh tergeletak melainkan malaikat-malaikat sorgawi akan menatangnya. Iblis memanipulasi firman Allah (Mzm 91:11-12) sebagaimana iblis memanipulasi Hawa di Taman Eden. Sensasi itulah yang diminta iblis, dengan tujuan bahwa apabila Yesus mengikutinya maka jalan sensasi itu akan memudahkan Ia mendapatkan banyak pengikut dan percaya kepada-Nya. Tetapi Yesus mengutip Ulangan 6:16 yang mengatakan: “Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!"
Kita hidup dari firman Allah dan harus berpegang pada firman tersebut. Kehadiran dan pertolongan Tuhan dalam hidup kita tidak harus melalui sensasi dan mukjijat yang kasat mata bagi orang lain. Kehadiran dan pertolongan Tuhan bagi kita harus dirasakan melalui hati dan iman yang tampak melalui mata rohani. Mukjijat telah diberikan melalui kehidupan di dunia ini dan penebusan atas segala kesalahan dan dosa yang kita lakukan, sehingga akhir hidup kita bukan neraka melainkan sorga kekekalan. Itu sudah mukjijat paling besar dalam hidup kita. Itu yang harus kita syukuri sehingga tidak perlu percaya dan masuk jebakan iblis untuk mengandalkan kekuatan lain dalam memperjuangkan hidup ini. Percaya kepada Allah dan tergantung sepenuhnya kepada-Nya.
Keempat: Iblis selalu menunggu waktu yang baik (ayat 13)
Hal yang paling penting kita perlu sadari adalah ayat terakhir ini bahwa iblis takluk dalam menguji Yesus, tetapi dikatakan: ia mundur dan menunggu waktu yang baik. Artinya iblis tidak pernah menyerah. Iblis yang disebut sebagai “penguasa dunia” (Yoh 12:31; 14:30; 16:11) ini akan terus menerus menawarkan dan menggoda kita orang percaya untuk mau mengikuti dan tunduk kepadanya. Iblis dengan kepintarannya menawarkan kepada kita justru pada saat kita merasa membutuhkan, kepepet, terdesak tanpa pilihan, sehingga kita mudah jatuh terikat kepada tawarannya.
Akan tetapi Allah tidak membiarkan kita sendirian dalam melawan godaan dan tawaran itu. Allah memberikan firman-Nya yang dapat kita pakai sebagai tameng perisai dalam melawan serangan tersebut, sebagaimana Tuhan Yesus mengalahkan godaan iblis di padang gurun tersebut. Firman yang diberikan Tuhan kepada kita bukan sekedar kata-kata, melainkan firman yang memiliki kuasa melalui kesadaran dan urapan dari Roh yang bekerja dalam diri kita. Jadi tatkala kita lemah, tatkala kita rentan mudah jatuh, maka ingatlah firman Tuhan yang menjadi sumber kekuatan kita. Iblis akan terus menerus mencoba membuat keraguan akan kuasa Allah dalam hidup kita. Sebab, timbulnya benih keraguan akan kuasa Allah merupakan titik lemah bagi serangan iblis untuk menundukkan kita. Iblis pintar menggunakan dan melihat titik lemah tersebut.
Kita perlu membangun iman yang lebih kokoh dalam ketergantungan dan mengandalkan hidup kita kepada Tuhan Yesus. Iman yang kokoh berarti tidak goyang sedikit pun tatkala ada ujian atau cobaan hidup baik dalam keadaan susah maupun dalam tawaran godaan oleh kegelimangan dunia ini. Sikap ketergantungan dan pengandalan berarti kita sadar dan menjiwai bahwa apapun yang kita peroleh saat ini adalah merupakan yang terbaik dari Tuhan, dan apabila kita memerlukan sesuatu yang lebih “baik” maka Tuhan mempunyai waktu dan cara yang terbaik untuk kita, sepanjang kita bertekun dalam doa dan usaha yang sesuai dengan jalan dan petunjuk Tuhan melalui firman-Nya.
Kesimpulan
Dalam hal umum adakalanya ketiga godaan iblis kepada Tuhan Yesus dalam nats minggu ini disamakan dengan godaan tiga TA dalam kehidupan sehari-hari, yakni harTa, tahTA dan waniTa. Harta mewakili roti dalam kebutuhan hidup, tahta mewakili cobaan kedudukan atau jabatan, dan wanita mewakili sensasi kenikmatan atau pujian-pujian duniawi yang kosong. Tetapi nats minggu ini memberikan pelajaran yang berharga bagi hidup kita yakni keteladanan Tuhan Yesus dalam mengalahkan iblis dengan segala godaannya. Semua itu terjadi karena Yesus menggunakan firman sebagai tameng perisai dalam melawan godaan tersebut, sekaligus memperlihatkan bahwa sikap percaya kepada Allah haruslah diikuti dengan taat kepada kehendak-Nya. Ketaatan tersebut akan lahir melalui kecintaan untuk belajar dan mengingat firman Tuhan yang selalu kita gunakan dalam melawan iblis. Inilah pelajaran yang diberikan kepada kita dalam mengarungi kehidupan yang penuh tantangan ini, sehingga kita tetap sebagai pemenang.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu I Prapaskah 9 Maret 2025
KHOTBAH (2) MINGGU I PRAPASKAH– 9 Maret 2025
PERSEMBAHAN SULUNG (Ul. 26:1-11)
“Maka haruslah engkau membawa hasil pertama dari bumi yang telah kaukumpulkan dari tanahmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu” (Ul. 26:2a)
Firman Tuhan saat kita memasuki Minggu I Prapaskah ini adalah Ul. 26:1-11, yang berpesan tentang mempersembahkan hasil pertama. Bagi kita warga gereja, ini sama dengan persembahan sulung. Biasanya dijalankan saat sidi, pernikahan, ditahbis/diteguhkan, dan saat lain yang dianggap memulai tahapan kehidupan baru.
Persembahan Sulung atau Buah Sulung hanya diatur dalam PL, dan sejatinya merupakan persembahan anak sulung dari ternak yang dilahirkan (Kej. 4:4), atau dari hasil pertama buah pohon (Im. 2:12; Neh. 10:35). Oleh karena itu dalam PL, hakikat persembahan sulung selain rasa syukur dan terima kasih, Tuhan berhak atas berkat hasil tangan pertama.
Ada banyak persembahan yang dipakai dalam PL dan kadang disebut korban. Ada korban bakaran (Ola), korban sajian (Minkha), korban penghapus dosa (Khatta’t) atau penebus salah (‘Asyam), dan korban perdamaian atau korban keselamatan (Zevakh dan Selamin). Selain itu ada persembahan lainnya, seperti unjukan, persepuluhan, dan persembahan sulung yang menjadi nas minggu ini.
Perjanjian Baru tidak banyak berbicara tentang persembahan di atas. Hal yang utama dan ditekankan, persembahan tidak lagi sebagai penghapus dosa. Darah hewan yang dipercikkan tidak lagi menjadi simbol, sebab "persembahan" kita adalah tubuh Yesus Kristus yang tersalib, satu kali dan untuk selama-lamanya. Apabila itu kita imani, Dia adalah Penebus, Tuhan dan Juruselamat, maka kita layak menjadi anak-anak-Nya dan menerima semua janji-Nya.
Persembahan sebagai rasa syukur menurut PB, bentuknya berupa kekudusan tubuh (Rm. 12:1; 1Kor 6:15, 19; Yak. 1:27b; 3:5-10), persembahan hati dan mulut (Ibr. 13:15; Mzm. 28:7; Ef 5:19-20), persembahan waktu dan tenaga (Yak. 1:27; Mat. 25:31-46), persembahan uang dan materi (1Kor. 16:1-2; 2Kor. 9:6-9). Terakhir, persembahan nyawa kita, dalam arti kerelaan berkorban dan tetap setia hingga akhir hayat (Yoh. 15:13; 1Yoh. 3:16).
Ketika memberi persembahan, ada empat prinsip. Pertama, “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak akan menabur banyak juga” (2Kor. 9:6). Prinsip kedua, setia menyisihkan sesuai penghasilan (1Kor. 16:1-2). Tujuannya, membangun komitmen, ketaatan, tanggungjawab bagi gereja dan sesama, serta selalu hidup dalam pengucapan syukur.
Prinsip ketiga, yang memperoleh penghasilan besar maka memberi jumlah yang besar; dan yang memperoleh penghasilan kecil, memberi lebih kecil (Luk. 12:48b). Prinsip keempat, memberi dengan hati sukacita dan sukarela, bukan dengan sedih hati atau karena paksaan (2Kor. 9:7). Dasar memberi persembahan adalah iman (Ibr. 11:4; 10:6), rasa kasih dan tanggung jawab sosial dan imamat (Ul. 14:22-29; 2Kor. 8:13-14), dan tujuan persembahan sebagai batu hidup untuk pembangunan rumah rohani dan imamat kudus (1Pet. 2:5).
Hal terakhir, ukuran persembahan yang baik dan hebat adalah, kita merasakan sakitnya saat memberi. Mari kita jadikan persembahan sebagai hal yang sulung dalam hidup kita dan ucapan syukur terbaik bagi-Nya serta berkat bagi sesama.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
KHOTBAH MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025
KHOTBAH MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025
NO GAIN WITHOUT PAIN (Luk 9:28-36)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 34:29-35; Mzm 99; 2Kor 3:12-4:2
Pendahuluan
Nas minggu ini merupakan lompatan kisah pelayanan Tuhan Yesus yang banyak diuraikan pada Luk 5 sampai Luk 9:27. Sudah banyak pengajaran yang Yesus sampaikan kepada para murid-Nya dan kepada umat Israel saat itu. Demikian juga pelayanan lain dalam perbuatan mukjizat sudah Tuhan Yesus lakukan, berjalan dari satu wilayah ke wilayah lain dengan tiada henti dan lelah. Yesus juga sudah mengindikasikan bahwa Mesias, Anak Manusia itu - yakni Dia sendiri - akan menderita, ditolak para imam, kemudian dibunuh tetapi akan bangkit pada hari ketiga (Luk 9:22).
Peristiwa dalam nas ini menguraikan ketika dalam suatu kesempatan Yesus naik ke gunung untuk berdoa, yang merupakan kebiasaan-Nya setelah memberikan pelayanan dan pengajaran. Ia disertai tiga murid-Nya yakni Petrus, Yohanes dan Yakobus. Apa yang dilihat murid-muridNya di gunung inilah yang diceritakan dan kemudian timbul permintaan mereka kepada Tuhan Yesus. Nats ini memberikan pengajaran kepada kita beberapa hal yakni sebagai berikut.
Pertama: Roh Allah melingkupi kita saat berdoa (ayat 29-29)
Menarik sekali mengetahui kebiasaan Tuhan Yesus selalu berdoa ketika Ia merasakan "kelelahan" dalam pelayanan dan juga ketika "berbeban" berat. Apa yg bisa kita dapatkan dari setiap kali Yesus berdoa (band. ayat 4:42; 5:16; 6:12; dst), maka Roh Allah ada di situ. Keberadaan Roh Allah tentu tidak hanya karena Yesus adalah Tuhan, sebab pada saat itu sebenarnya Yesus adalah "manusia". Keberadaan Yesus saat berdoa dan kehadiran Roh Allah digambarkan dengan rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan (ayat 29). Maka hal yang dapat kita simpulkan adalah ketika seseorang berdoa, memanggil dan berseru kepada Allah dengan ketulusan dan sepenuh hati, maka Roh Allah akan hadir. Keberadaan Roh Allah tentu tidak ada batasan kapan Ia mau hadir, sebab seperti dalam 2Kor 3 yang menjadi bacaan kita minggu ini disebutkan juga, "Sebab Tuhan adalah Roh". Ini juga yang digambarkan oleh nats leksionari lainnya minggu ini yang dialami Musa ketika kembali turun dari gunung Sinai membawa kedua loh hukum Allah bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN (Kel 34:29). Alangkah indah dan menyenangkan saat kita berdoa Roh Allah itu hadir.
Allah kita adalah Allah yang suka menolong. Allah yang senang disembah dan dipuji, diakui sebagai Allah yang Mahakuasa dan berkuasa atas alam semesta dan hidup kita secara langsung. Maka ketika seseorang ingin berdoa dengan maksud untuk menyembah dan memuji Dia, atau ingin memohon pertolongan, maka dengan sigap Allah kita yang Mahabaik itu akan hadir dengan Roh-Nya. Bahkan ketika seseorang ingin dan rindu berdoa tetapi tidak tahu apa yang diucapkannya, Roh Allah akan mengajari dan menuntunnya untuk bisa mengungkapkan kerinduan hatinya. Berdoa pada hakekatnya adalah sebuah pengakuan bahwa hidup kita tergantung kepada-Nya.
Inilah yang diperlihatkan Yesus ketika Ia naik ke bukit untuk berdoa kepada Bapa-Nya. Hati Yesus mungkin mulai terbeban dengan situasi dan kondisi yang dilihat-Nya dalam pelayanan yang sudah dilakukan. Oleh karena itu, Ia memutuskan berbicara dengan Bapa-Nya. Demikian jugalah kiranya ketika kita rindu untuk menyembah Dia atau memerlukan pertolongan, maka kita berdoa kepada Bapa di sorga. Janganlah ragu dan bimbang untuk berdoa sungguh-sungguh untuk menyembah dan memuji Allah, menyampaikan rasa syukur sekaligus pergumulan hati. Dari hati yang tulus dan merendah demikian, dari hati yang hancur, Roh Allah akan hadir sebagaimana Roh Allah hadir pada saat Yesus berdoa di gunung itu.
Kedua: Kita sering terlena dan tertidur (ayat 30-31)
Kenyataannya acap kali kita melupakan waktu untuk berdoa itu, malah kita asyik tertidur, seperti ketiga murid yang menyertainya (bandingkan dengan murid yang tertidur saat di Getsemani, Luk 22:19). Tidur memang sesuatu yang baik dan mengenakkan. Tetapi tertidur saat yang tidak tepat akan kehilangan kesempatan menikmati hadirat Roh Allah bersama kita. Inilah yang terjadi pada ketiga murid-Nya saat mereka bersama Yesus. Ketika Tuhan Yesus berdoa, mereka juga seharusnya ikut berdoa untuk meminta pertolongan atas pelayanan mereka yang mulai berat. Disebut berat sebab Tuhan Yesus sendiri pada nats sebelumnya sudah mengatakan bahwa Dia akan menderita. Namun, kemungkinan para murid belum menangkap maksud Tuhan Yesus akan datangnya penderitaannya. Terlebih para murid sudah lelah, dan seperti kata firman Tuhan, tubuh atau daging memang lemah (Mat 26:41).
Tetapi yang berbahaya adalah kita terus-menerus tertidur atau terlena dengan kenikmatan atau tantangan dunia sehingga kita tidak sadar melewatkan hadirat Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Kita melupakan atau mengabaikan ketergantungan hidup kita dengan Allah yang Mahakuasa itu. Kita seolah dapat melakukannya sendiri secara optimal. Padahal, berkat pertolongan selalu tersedia, namun karena kesibukan dengan diri sendiri terhadap berbagai persoalan yang mendera atau kenikmatannya, kita abaikan berkat tersebut dan memilih menjalaninya sendirian. Padahal, Tuhan selalu mengharapkan sukacita kita lebih setiap saat, baik dalam tugas yang berat maupun dalam keadaan santai selepas pekerjaan atau pelayanan.
Inilah yang terjadi ketika ketiga murid-Nya tertidur. “Tertidur” atau terlena juga dapat kelihatan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk yang beragam, seperti ketidakpedulian kepada orang lain, fokus pada diri sendiri, tidak taat, berprasangka buruk, malas atau menutup diri, tidak melihat makna yang lebih dalam, atau mau mudahnya saja. Ini semua akan membawa akibat buruk dalam hidup kita. Demikian juga ketika kita "asyik" dengan pikiran sendiri, maka yang terjadi adalah adanya ketumpulan atau selubung dalam pikiran kita tersebut. Ini yang diungkapkan dalam nats 2Kor 3, "Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka…, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya" (2Kor 3:14).
Ketiga: No gain without pain (ayat 32-33)
Nas yang kita baca mengatakan mereka tidak melihat apa yang terjadi, yakni saat Musa dan Elia bercakap- cakap dengan Yesus. Ketika para murid terbangun, mungkin setengah sadar setengah mimpi, mereka melihat Yesus dalam kemuliaan-Nya. Musa dan Elia yang berdiri di dekat-Nya itu sudah akan meninggalkan Yesus, tetapi Petrus berkata kepada-Nya: "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."
Alkitab mengatakan bahwa Petrus tidak tahu apa yang dikatakannya itu. Tetapi justru itulah yang selalu menjadi permasalahan kita dalam kehidupan sehari-hari. Respon Petrus adalah respon manusia biasa, yang melihat bahwa suasana di atas gunung itu sangat menyenangkan dengan penuh cahaya kemuliaan. Petrus langsung merasa bahwa lebih baik mereka tinggal ditempat itu, lebih lama lagi menikmati suasana yang demikian menyenangkan tersebut. Mereka berfikir bahhwa lebih baik melupakan pelayanan yang sudah dirintis oleh Yesus bersama murid-murid lainnya yang tinggal di bawah. Situasi demikian itu yang sering terjadi pada diri kita, ketika kita masuk ke dalam keadaan yang menyenangkan (comfort zone), kita cenderung untuk menikmatinya saja dan melupakan sesuatu yang sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang percaya.
Problem menikmati comfort of zone itu merasuk kepada pikiran banyak orang dan sebenarnya pada hakekatnya itu sama dengan apa yang dijelaskan di atas tadi, yakni kita menjadi tertidur, terlena, tumpul dan terselubung. Padahal, apa yang mereka lihat itu bukanlah kemuliaan sesungguhnya, mungkin hanya sesaat saja. Sebab sebagaimana disampaikan oleh Yesus kepada mereka adalah bahwa Dia harus menderita dan bahkan dibunuh untuk kemuliaan yang sesungguhnya itu dapat terjadi. Apa yang ingin disampaikan oleh Yesus adalah tiada kemuliaan tanpa penderitaan, tiada kesembuhan tanpa rasa sakit, tiada buah tanpa pengorbanan, no gain without pain.
Sikap dan pandangan itulah yang ingin diajarkan kepada kita dalam minggu ini. Sebagai murid Kristus kita dipanggil untuk berkorban (dan bahkan menderita) untuk bisa menjadi “mulia” sebagaimana Yesus telah dimuliakan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Pengorbanan kita sebagai murid harus diungkapkan melalui kerelaan kita untuk meninggalkan kenyamanan hidup kita sehari-hari, kenikmatan atau kemalasan kita, untuk kita bisa berbuat dan bertindak sebagai murid Kristus dalam memuliakan Dia dalam kehidupan sehari-hari. Kita tidak boleh terus-menerus di “puncak” dan melupakan mereka yang ada di bawah, kita terus menikmati dan terlena dengan berkat-berkat yang kita terima dan melupakan untuk berbagi berkat tersebut dengan orang lain yang membutuhkan. Sebagai orang percaya dan juga gereja, kita harus terus terlibat dalam realitas dan tantangan yang ada di sekeliling kita, persoalan dan beban yang ada di sekitar kita, sehingga orang Kristen dan gereja tidak menjadi menara gading yang terpisah dari permasalahan sekitar yang ada.
Keempat: Yesus adalah Anak Allah (ayat 34-36)
Kehadiran Musa dan Elia dianggap mewakili dua figur dalam perjanjian lama, yakni Musa sebagai penerima dan penerus pesan Taurat dan Elia mewakili nabi-nabi terbesar yang dikasihi Allah dan mengangkatnya langsung ke sorga. Ini juga mencerminkan bahwa apa yang menjadi nubutan Musa bahwa Mesias itu akan datang suatu waktu digenapi (Ul 18:15, 18). Kehadiran awan di atas gunung tersebut juga mencerminkan adanya Roh Allah, sebab awan yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah syekina yang merupakan tanda kehadiran Allah dalam perjanjian lama (Kel 16:10; 40:34-38; Yes 4:5). Dalam bacaan leksionari kita minggu ini Mazmur 99 juga disebutkan bahwa “Dalam tiang awan Ia berbicara kepada mereka; mereka telah berpegang pada peringatan-peringatan-Nya dan ketetapan yang diberikan-Nya kepada mereka (Mzm 99:7.
Apa yang sudah dibuktikan dari peristiwa ini adalah bahwa Yesus adalah Mesias dan Tuhan segala bangsa. Yesus dimuliakan kembali dalam peristiwa ini sebagaimana dikukuhkan pertama sekali pada baptisan oleh Yohanes (Luk 3:22). Saat kedua ini juga, suara dari Sorga kembali berkumandang dan berkata: "Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia" (ayat 35). Pada saat Yesus dimuliakan, Dia diubah di hadapan tiga murid-Nya yang melihat kemuliaan sorgawi-Nya sebagaimana Dia adanya yang masih dalam tubuh manusia. Pemuliaan Yesus yang kedua ini juga merupakan pengesahan Allah bahwa Yesus benar-benar Anak-Nya yang layak kita percaya kepada-Nya (ayat 35).
Itulah juga yang diminta dari kita sebagai anak-anak-Nya. Kita semua seyoganya mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan menjadi serupa dengan gambar-Nya. Rupa kita bukan lagi muka yang tidak berselubung melainkan rupa yang siap sedia berkorban untuk memuliakan Dia, atau kita tidak melulu menikmati comfort zone saat ini di atas gunung, melainkan yang turun dalam memenuhi tantangan panggilan Injil kepada kita. “Tinggikanlah TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah di hadapan gunung-Nya yang kudus! Sebab kuduslah TUHAN, Allah kita” (Mzm 99:9).
Kesimpulan
Nas minggu ini memberikan beberapa pelajaran kepada kita yakni:
1. Saat kita berdoa sungguh-sungguh maka Roh Allah akan hadir dan siap menolong kita;
2. Kita diminta agar jangan tertidur atau terlena dengan kekinian kita dan melupakan tantangan panggilan tugas dan tanggungjawab kita sebagai murid Kristus;
3. Kita harus siap berkorban demi untuk memuliakan Tuhan Yesus, sebab seperti pengalaman Yesus atau banyak orang, tiada kemuliaan tanpa pengorbanan, no gain without pain;
4. Kita semakin diteguhkan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang dikasihi dan kita tidak ragu lagi untuk mengikuti dan mendengarkan petunjuk hidup yang diberikan kepada kita melalui firman-Nya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles M. Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit 2 Maret 2025
Kabar dari Bukit Minggu 2 Maret 2025
MEMBUKA SELUBUNG KEMULIAAN
Pdt. (Em.) Ramles Manampang Silalahi
“Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2Kor. 3:18)
Tentu tidak enak rasanya jika kita disebut sebagai kafir, apalagi oleh orang seiman dengan kita. Alkitab terjemahan baru (edisi 1) memang menggunakan kata “kafir” baik dalam Perjanjian Lama (PL) maupun Perjanjian Baru (PB), yakni pada Bil. 23:9, Mat. 5:22 dan Gal. 2:14. Namum pada terjemahan baru (edisi 2) yang diterbitkan oleh LAI, kata "kafir" telah diganti dengan istilah lain yang maknanya sama. Kafir sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya tertutup, terselubung, dalam arti tidak menerima doktrin yang dianut pengikutnya.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Transfigurasi yang berbahagia ini adalah 2Kor. 3:12--4:2. Nas ini berbicara tentang pelayanan Rasul Paulus (ay. 12; 4:1-2) dan keberaniannya untuk memberitakan Injil, serta menjelaskan perbedaan Nabi Musa dengan dirinya. Setelah perjumpaannya dengan Tuhan, Musa menyelubungi mukanya yang bersinar saat turun dari Gunung Sinai. Ia menutupi wajahnya agar umat Israel tidak melihat kemuliaan Allah yang diterimanya dan bersifat sementara (ay. 13-14; Kel. 34:29-35). Oleh karena itu, dengan terselubung, pikiran orang Israel menjadi buta, tumpul, hati mereka tertutup sehingga tidak dapat memahami firman Tuhan sepenuhnya. Menurut Paulus, hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya, itupun apabila hati mereka berbalik kepada Kristus (ay. 14-16).
Kita tahu agama Yahudi sampai saat ini masih tetap agama tertutup. Keselamatan yang mereka imani bukanlah bagi bangsa-bangsa lain, melainkan hanya bagi mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Ini berbeda dengan keselamatan melalui Kristus (doktrin PB), anugerah dari Allah tersebut terbuka bagi semua bangsa. “Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya” (Rm. 10:12).
Berikutnya nas minggu ini menjelaskan, “Tuhan adalah Roh, dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (ay. 17). Kemerdekaan dimaksudkan bukan kebebasan mutlak, melainkan kemerdekaan dari kuasa dosa yang telah menjerat manusia. Kemerdekaan yang diberikan membuat orang percaya tidak terikat pada aturan legalistik hukum Taurat menurut tafsir manusia, melainkan kemerdekaan hidup sesuai kehendak Allah yang dinyatakan dalam hati orang percaya dengan tuntunan Roh Kudus. Allah berkehendak agar melalui kehidupan orang percaya yang sudah dimerdekakan, kemuliaan yang datang dari Tuhan, setiap yang percaya diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar (ay. 18). Itulah makna transfigurasi dalam minggu ini, dalam arti ada perubahan rupa dan kehidupan.
Jeratan dosa dan ketidakpercayaan terhadap Kristus, membuat hati dan pikiran terselubung; itu merupakan kekafiran. Ini berlaku juga bagi mereka yang mengaku percaya namun tidak melakukan perubahan dalam dirinya. Proses transformasi dari "kemuliaan awal kepada kemuliaan penuh," melalui perubahan diri yang terus-menerus, haruslah terjadi pada setiap orang percaya untuk menuju gambaran Kristus dalam dirinya.
Rasul Paulus juga mengingatkan, mereka yang terbuka hatinya akan masuk dalam pelayanan dengan jujur, berani, tidak licik tersembunyi dan memalukan, bahkan didasari pengharapan yang penuh dan tidak pudar (ay. 12; 4:1-2). Melalui Kristus, kita akan memperoleh kebenaran Allah yang sejati dan melihat kemuliaan-Nya dengan perubahan hidup. Roh Kudus akan setia menuntun kita menjalaninya. Terpujilah Bapa sorgawi atas kasih-Nya yang besar.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
KHOTBAH (2) MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025
KHOTBAH (2) MINGGU TRANSFIGURASI – 2 Maret 2025
TRANSFIGURASI DAN TRANSFORMASI (Kel. 34:29-35)
“Apabila orang Israel melihat muka Musa, bahwa kulit muka Musa bercahaya, maka Musa menyelubungi mukanya kembali sampai ia masuk menghadap untuk berbicara dengan TUHAN” (Kel. 34:35)
Hari ini minggu terakhir rangkaian Epifani, masuk ke Minggu Transfigurasi, yakni 40 hari sebelum Yesus disalibkan. Kita akan masuk hari Rabu Abu dan Pra-Paskah minggu depan. Perayaan Minggu Transfigurasi dilakukan untuk mengingat Tuhan Yesus dimuliakan di atas gunung, saat bertemu dengan Musa dan Elia; Transfigurasi berarti perubahan muka/bentuk. Saat itu muka Yesus bercahaya, seperti matahari penuh dengan kemuliaan. Murid yang hadir yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes terkesima, dan langsung tersungkur (Mat. 17:1-5).
Bacaan Firman Tuhan bagi kita dari Kel. 34:29-35. Nas ini bercerita tentang penampakan Allah kepada Musa di atas Gunung Sinai. Kita tahu loh batu pertama berisi Hukum Taurat telah hancur. Musa melemparkannya ke anak lembu emas yang disembah umat Israel (Kel. 32:19). Lalu Musa membuat dua loh batu baru, dan kembali naik ke gunung. Ia menyerukan nama TUHAN, berlutut memohon pengampunan atas dosa yang dilakukan umat. Allah mengampuni, kemudian berfirman, memberi janji dan petunjuk hidup yang harus dipenuhi oleh bangsa Israel (ay. 10-27).
Ketika Musa turun dari gunung Sinai – kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa – tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN (ay. 29). Musa tinggal selama 40 hari di atas, bersekutu dengan Tuhan (ay. 28). Ia tidak makan minum, dan ini meneguhkan kuasa Allah dan pemeliharaan-Nya yang luar biasa, sekaligus membenarkan “bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa (Yoh. 6:27), dan hidup tidak semata-mata urusan roti” (Mat. 4:4).
Kini bagi kita, apakah ada kerinduan untuk “berjumpa” dengan Allah? Pernahkah kita merasakan, Allah hadir dalam hidup kita? Tentu tidak semua orang memiliki pengalaman yang sama. Ada yang merasakan Allah hadir saat berdoa pribadi, atau ketika menyanyikan pujian, atau saat beribadah di tengah jemaat. Semua itu adalah momen spesial bagi kita orang percaya, yang perlu memilikinya. Transfigurasi Roh Yesus menjadi aliran kuasa baru, perasaan membeludak, tanda-tanda dalam tubuh, dan hal lainnya yang dapat “dilihat” oleh mata rohani. Kita tidak dapat membatasi cara Allah menyentuh hati kita; Dia memungkinkan segalanya.
Pesan nas minggu ini, sesuai makna Minggu Transfigurasi, yakni agar hidup kita semakin berubah dan dibaharui menjadi serupa dengan Dia. Transfigurasi Tuhan Yesus perlu diikuti oleh transformasi diri kita. Untuk itu mari berupaya membuka selubung yang menutupi mata rohani kita, ingin “bertemu dan merasakan kehadiran” Allah. Rajinlah berdoa secara khusus, seperti Tuhan Yesus berdoa di bukit. Jaga kekudusan hidup, mohonkan ampun sebagaimana disampaikan Musa, dan meminta Tuhan memimpin dan menyerahkan hidup kita kepada-Nya (ay. 9). Ingatlah, perubahan itu sulit, tapi tiada yang mustahil bagi orang percaya, dan tidak ada yang mustahil bagi Allah (Mrk. 9:23; 14:36). Inisiatif seringnya bukan dari Allah, tetapi dari kita anak-anak-Nya yang rindu akan jamahan-Nya. Maukah kita?
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025 YANG...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara- 13 April 2025 SEGALA...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 39 guests and no members online