Tuesday, November 04, 2025

2025

Khotbah Minggu XVII Setelah Pentakosta - 5 Oktober 2025

Khotbah Minggu 5 Oktober 2025 - Minggu XVII Setelah Pentakosta

 

 HAMBA-HAMBA YANG TIDAK BERGUNA (Luk. 17:5-10)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2Tim. 1:1-14; Rat. 1:1-6 atau Rat. 3:19-26 atau Hab. 1:1-4, 2:1-4; Mzm. 37:1-9 atau Mzm. 137

 

 

Pendahuluan

 

Mungkin kita pernah diperlakukan oleh orang lain tidak sepantasnya atau bahkan menimbulkan kerugian atau penderitaan, maka melalui nats yang kita baca minggu ini kita belajar tentang hubungan iman dengan pengampunan dosa. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai kita tersesat oleh karena tergoda untuk melakukan pembalasan. Ajaran perjanjian lama mengatakan bahwa mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Cara berpikir seperti ini memang ada pada orang Yahudi (Mat. 5:38-44). Akan tetapi apakah untuk memberikan pengampunan diperlukan iman yang besar? Dan bagaimana iman tersebut menghasilkan sesuatu yang besar, serta hubungannya dengan penggunaannya yang tidak membuat kita sombong rohani. Maka melalui bacaan minggu ini, kita diajarkan oleh Tuhan Yesus beberapa hal sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Menambah iman (ayat 5)

 

Pada ayat 1-4 sebelumnya Tuhan Yesus mengingatkan pentingnya pengampunan dosa bagi sesama, agar jangan sampai ada orang percaya yang jatuh ke dalam dosa karena menyimpan beban sakit hati atau dendam. Namun untuk bisa memberi pengampunan dosa, menurut para murid waktu itu, dibutuhkan iman yang besar sehingga kekuatiran tidak terjadi sebaliknya, malah iman yang memberi pengampunan justru yang tergerus menghilang. Oleh karena itu, para murid kemudian meminta kepada Tuhan Yesus: "Tambahkanlah iman kami". Mereka berpikir polos dan sederhana, pertambahan iman itulah yang dibutuhkan dalam memberi pengampunan.

 

 

 

 Menjawab hal ini Tuhan Yesus menjelaskan bahwa yang diperlukan dan utama dalam memberi pengampunan bukanlah ukuran besar-kecilnya iman, akan tetapi bagaimana iman itu diyakini dan dilaksanakan. Oleh karena itu Tuhan Yesus memberi kiasan iman itu seperti biji sesawi. Biji sesawi sangat kecil (bayangkan sebesar gula pasir) sehingga melalui yang dikatakan-Nya, iman yang kecil pun sebenarnya memiliki kuasa untuk memberi pengampunan dan tidak memerlukan iman yang besar. Justru melalui pemberian pengampunan itu, iman orang percaya berkarya dan bertumbuh semakin besar serta dikuatkan. Jadi, bukan sebaliknya yang terjadi, yakni perlu iman besar untuk pengampunan melainkan dengan iman kecil kita memberi pengampunan dan menghasilkan pertumbuhan iman yang semakin besar.

 

 

 

Maka kesusahan atau penderitaan sebesar apa pun yang kita alami karena perlakuan orang lain, baik oleh pihak yang kita tidak kenal maupun oleh orang yang kita kenal, maka semua itu tidak perlu kita balaskan secara langsung (apalagi bila itu terjadi bukan karena kesengajaan). Penderitaan yang kita tanggung karena perbuatan orang lain itu sepenuhnya diserahkan kepada Tuhan, agar kita mampu untuk mengatasinya dan melewatinya, tanpa ada dampak dan efek lanjutannya yang merugikan diri sendiri. Justru dengan iman kecil yang kuat kepada Tuhan, dengan penderitaan itu iman kita semakin bertumbuh dan dikuatkan. Penderitaan dan tantangan sebesar apa pun pada prinsipnya bisa kita lalui selama kita berjalan bersama Tuhan dalam mengatasi dan melewatinya (Flp. 4:13).

 

 

 

Kedua: Iman yang memindahkan pohon (ayat 6)

 

Sebagaimana biji sesawi, iman (yang dalam bahasa Yunani disebut dengan pistis) memang merupakan kata benda. Akan tetapi meski kata benda, iman adalah hidup dan sesuatu yang bisa bertumbuh serta berbuah sebagaimana biji sesawi yang asalnya juga sangat kecil. Dalam hal ini sebagaimana biji, maka iman yang bertumbuh haruslah berakar pada sesuatu, yakni dalam hal ini berakar pada Tuhan. Jadi inti dari iman adalah ketergantungan total pada Allah dan menempatkan-Nya sebagai sumber pertumbuhan yang diperkuat dengan keinginan untuk melakukan kehendak-Nya sebagai buah. Maka dalam hal ini ukuran besarnya iman tidaklah menjadi penting sebab yang diperlukan adalah dasar dan sikap ketergantungan tadi kepada Allah.

 

 

 

Kalau iman diberi kiasan sebagai biji sesawi, maka sama halnya dengan perpindahan pohon ara yang terbantun dan tertanam di dalam lautan, itu juga hanya kiasan. Jelas terbantunnya itu sebuah peristiwa “besar dan ajaib”, tidak masuk akal. Akan tetapi apa yang ingin disampaikan oleh Yesus adalah melalui iman kita bisa melakukan hal yang besar dan ajaib dan tidak masuk akal pikiran manusia. Jadi iman membuat hal yang tak mungkin menjadi mungkin. Ini yang dikatakan-Nya bahwa jika orang percaya memiliki iman, maka “tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya” (Mrk. 9:3; Mat. 9:23). Inilah yang yang ditekankan-Nya bahwa iman tidak mengenal hal yang mustahil.

 

 

 

Sebagaimana biji sesawi maka biji itu bertumbuh terus dan kemudian berbuah. Iman yang bertumbuh akan menghasilkan buah dan buahnya semakin lebat, yang tadinya impossible menjadi possible. Semua itu terjadi bukan karena kehebatan manusia, akan tetapi karena pertolongan dan kuasa Allah yang tidak terbatas. Biji sesawi yang kecil itu awalnya juga kecil dan tidak tampak, akan tetapi melalui pertumbuhan dengan buah-buah yang kelihatan, maka iman itu semakin kelihatan dan kuat teruji. Jadi kita tidak membutuhkan iman yang besar melainkan iman yang sehat dan kuat dan siap untuk bertumbuh. Semua itu hanya mungkin apabila iman itu berdasar dan kokoh ketergantungannya kepada Tuhan Yesus.

 

 

 

Ketiga: Kedudukan hamba di hadapan Tuan (ayat 7-9)

 

Pada awalnya sangat sulit bagi kita untuk memahami mengapa ayat tentang iman yang dapat memindahkan pohon ini dikaitkan dengan kedudukan hamba. Akan tetapi hubungan itu menjadi jelas, sebab umumnya para hamba Tuhan memiliki iman yang lebih besar dibandingkan dengan orang percaya lainnya. Melalui iman mereka, karya Allah diwujud-nyatakan kepada anggota jemaat dalam pendampingan maupun keteladanan diri mereka mengarungi permasalahan kehidupan sehari-hari. Para hamba Tuhan ini diminta memperlihatkan bahwa dengan iman yang kecil dan kuat, semua permasalahan kehidupan apapun akan dapat dilewati dengan kemenangan, sebab dengan iman kita tidak berjalan sendirian melainkan beserta dengan Allah.

 

 

 

Akan tetapi poin lainnya para hamba Tuhan ini melakukan itu semua karena memang itu tugas dan panggilannya. Tidak ada alasan bagi para hamba Tuhan untuk menganggap bahwa Allah berhutang atas semua karya iman yang dilakukannya itu. Semua pekerja dalam ladang Tuhan dan orang percaya memiliki kedudukan hamba dan melayani Tuhan dengan tanpa pamrih atau mengharapkan imbalan, sebab itu memang kewajibannya. Sama seperti dalam ayat di atas, ketika hambanya pulang dari ladang dan berkata kepada hamba itu: “Mari segera makan. Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum…”. Artinya secapek apapun hamba, tetap tujuannya adalah melayani Tuannya.

 

 

 

Jadi tidak ada alasan untuk sombong apalagi bermegah atas pelayanan iman yang diberikan. Pekerjaan hamba sebagaimana kita di hadapan Allah adalah hal yang selayaknya kita lakukan dan justru diminta ketaatan, termasuk taat dalam memberi pengampunan tadi. Kalau pun semua itu kita lakukan maka tidak ada keistimewaan yang layak kita terima. Ketaatan dan tunduk pada perintah-Nya bukanlah sesuatu yang istimewa melainkan suatu kewajiban dasar saja. Jangan kita berpikir adanya hak atau imbalan khusus untuk itu. Seperti ayat yang kita baca: “Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya?” Maka semua sikap ini akan membuktikan karakter kita sebagai orang percaya (dan hamba Tuhan) sehingga menjadi berkat bagi orang lain.

 

 

 

Keempat: hamba yang rendah hati (ayat 10)

 

Akan tetapi Tuhan Yesus juga tidak mengatakan bahwa yang kita perbuat itu sia-sia dan tanpa arti, atau beranggapan itu tidak berguna dan bermanfaat, melainkan Ia mengecam mereka-mereka yang menonjolkan diri sendiri dan membuat itu sebagai kesombongan rohani. Tuhan Yesus menekankan agar kita jangan merekam dan berhitung apalagi bermegah dan menyombongkan diri untuk itu. Anugerah iman dan kuasanya yang besar sangat mudah menimbulkan kesombongan rohani, dan itulah yang Tuhan tidak inginkan. Kuasa iman juga bukan sesuatu yang perlu kita tonjolkan dan pamerkan, apalagi obral, melainkan semua itu hanyalah ketaatan dalam meninggikan dan memuliakan Dia.

 

 

 

Oleh karena itu Tuhan Yesus mengajarkan hubungan iman ini dengan kerendahan hati. Iman tidak dipakai dengan kesombongan apalagi menguji Allah membuktikan Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Memang Allah mampu melakukan segala sesuatu dan tidak ada yang mustahil bagi Dia (Luk. 1:37; Mrk. 14:36) akan tetapi itu semua sesuai kehendak-Nya. Allah sanggup dan orang percaya menjadi sanggup melalui kuasa-Nya, akan tetapi itu tidak dipakai untuk bermegah apalagi untuk mengharapkan kedudukan yang istimewa di hadapan Allah. Justru sebagai orang percaya apalagi hamba Tuhan, kita semakin dipanggil untuk melakukan semua itu dengan kerendahan hati dan hasrat yang kuat dan berakar pada Kristus, ketergantungan total dalam meninggikan Dia sehingga perbuatan kita hanya untuk menyenangkan hati-Nya.

 

 

 

Bagian terakhir dari pesan Tuhan Yesus adalah iman yang kita miliki harus dipakai untuk berkarya melalui perbuatan-perbuatan kasih. Untuk itu tidak dipersoalkan besarnya dan bentuknya iman yang kita miliki, akan tetapi yang utama adalah keinginan untuk berbuah nyata dalam tindakan kasih kepada sesama terutama yang membutuhkan. Sebab jikalau tidak demikian, iman yang dianugerahkan kepada kita itu tidak berbuah nyata, maka Allah akan menganggap kita sebagai hamba yang tidak berguna. Kalau soal kekuatiran akan tidak cukupnya iman adalah sesuatu yang wajar, sebagaimana kisah seorang ayah yang membawa anaknya untuk disembuhkan karena kerasukan roh yang membisukan anaknya: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” (Mrk. 9:14-27). Maka tetaplah berdoa agar iman kita semakin bertumbuh dan dikuatkan.

 

 

 

Kesimpulan

 

Melalui nats minggu ini kita diajarkan pentingnya iman bagi orang percaya (band. Ibr. 11:6; Rm. 14:23). Pelayanan kita dalam berhadapan dengan orang lain mungkin akan berhadapan dengan tantangan yang berat namun semua itu harus kita siapkan dengan iman. Dalam hal ini tidak masalah soal besar kecilnya iman sepanjang itu bertumbuh dengan berakar pada Tuhan dan kokoh di dalam Dia. Dalam melaksanakan iman itu haruslah kita ingat kedudukan kita adalah tetap sebagai hamba, dan diajarkan untuk tidak berhitung dengan Tuhan. Pelayanan adalah kewajiban kita yang sudah diselamatkan melalui darah Tuhan Yesus. Dalam pelayanan itu hendaklah kita melakukannya dengan kerendahan hati, sebab apabila diri kita yang ditonjolkan, maka kita akan dianggap hamba yang tidak berguna.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu XVII Setelah Pentakosta - 5 Oktober 2025

Khotbah Minggu 5 Oktober 2025 - Minggu XVII Setelah Pentakosta (Opsi 2)

 

 MENANTI DENGAN DIAM (Rat. 3:19-26; Mzm. 137)

 

Rivers of Babylon

 

 Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya (Rat. 3:22)

 

 

 

 

Salam dalam kasih Kristus.

 

 

 

Firman Tuhan sesuai leksionari bagi kita di hari Minggu ini cukup memilukan, Rat. 3:19-26. Nas ini disandingkan juga dengan Mzm. 137, yang ikut dipopulerkan melalui lagu Boney M, Rivers of Babylon.

 

 

 

Kedua nas dan lagu tersebut menceritakan penderitaan pahit bangsa Israel, saat mereka dibuang ke Babel. "Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu. Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku” (ay. 19-20).

 

 

 

“Di tepi sungai Babel, di sanalah kita duduk… Kita menangis, ketika mengingat Sion,” tutur syair lagu Rivers of Babylon di bait pertama.

 

 

 

Bangsa Israel dihukum karena ketidaksetiaan, sebab mereka menyembah allah-allah lain, dan tidak peduli terhadap kaum miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Nabi Yeremia dan nabi lain sebenarnya sudah lama mengingatkan, bahkan sejak masa empat raja berkuasa. Tetapi bangsa itu tidak mendengarkan, terus dengan kebebalan mereka. Dan akhirnya, ketidaksabaran Tuhan pun tiba; mereka dibuang, dihukum. Era kejayaan kerajaan Israel runtuh dan punah!

 

 

 

Nas minggu ini mengajak kita menggunakan hati nurani secara murni dan bersih. Perlu melakukan refleksi: Kehidupan dan etika kekristenan yang harus diikuti kita orang percaya itu sederhana; meski memang ada yang tidak mudah. Intinya hukum kasih, kepada Allah dan sesama. Hal itu yang diminta-Nya sebelum kita kelak dihukum oleh Tuhan - bila tidak taat setia seperti bangsa Israel. Janganlah, misalnya, kita mudah mengucapkan Doa Bapa Kami: “Ampunilah kami akan kesalahan kami...." Tetapi, kita tidak mengampuni orang lain! Janganlah serakah dan belajar beryukur serta mencukupkan yang ada.

 

 

 

Beberapa parameter lain dari Alkitab bagi kita pengikut Kristus, seperti:

 

 

 

1.         Setiap pagi menyapa Tuhan, pemberi kehidupan (Mat. 22:37; Rm. 11:36; 16:27)

 

2.         Penuh kasih dan tanggung jawab terhadap keluarga (Ef. 5:22-6:4)

 

3.         Hidup damai dengan orang lain (Ibr. 12:14)

 

4.         Terus berbuat baik dan menjadi berkat (Gal. 6:9-10)

 

6.         Memegang janji, tidak lari (Rm. 14:12; Im. 26:15)

 

7.         Menghormati dan mengutamakan kepentingan orang lain (Flp. 2:3-4)

 

8.         Menjauhi yang jahat dan tidak membuat susah orang lain (1Pet. 2:1).

 

 

 

Alkitab mengatakannya sederhana: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12). Dan hukum tabur tuai yang berprinsip: Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal. 6:7).

 

 

 

Tuhan Yesus jelas tidak menyukai umat-Nya menderita. Tetapi jalan itu kadang perlu ditempuh agar manusia kembali ke jalan-Nya, menjadi manusia yang dibarukan lewat penderitaan (ay. 27; band. 1Pet. 1:7).

 

 

 

Kini refleksi bagi kita: Apakah Tuhan sedang marah sehingga kita dirundung duka saat ini? Apakah kita sedang mengalami penderitaan berat? Apakah kita sedang menanti pengharapan yang tidak kunjung tampak titik terangnya? Seberapa taatkah kita?

 

 

 

Namun nas minggu ini meneguhkan, tetaplah dalam iman. "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN” (ay. 24-26).

 

 

 

Let the words of our mouth and the meditation of our hearts

 

Be acceptable in thy sight here tonight

 

Biarkanlah kata-kata dari mulut kita dan renungan hati kita

 

Diterima di hadapan-Mu di sini di malam ini

 

(terjemahan lirik lagu)

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 28 September 2025

Kabar dari Bukit

 

 RASA TENTERAM YANG SEMU (Am. 6:1-7)

 

 ”Sungguh celaka orang yang merasa aman di Sion, orang yang merasa aman di gunung Samaria” (Am. 6:1a TB2)

 

 

Kita baru saja melihat dampak perbuatan beberapa anggota DPR yang berjoget-joget pada rapat resmi; ditambah lagi dengan ucapan-ucapan terbuka mereka yang menyakitkan hati rakyat. Apalagi di tengah kesulitan dan kemandekan ekonomi yang terjadi, anggota DPR malah mendapat tambahan tunjangan Rp. 50 juta per bulan untuk biaya tempat tinggal, memiliki hak istimewa. Masyarakat pun kecewa, marah, turun ke jalan. Adanya casus belli atau pemicu meninggalnya seorang pengojek dilindas kenderaan taktis polisi, amukan massa tidak terhindarkan. Dalam teori, kumpulan massa itu seperti sapi yang mudah diarahkan. Maka terjadilah penjarahan beberapa rumah anggota DPR termasuk Menkeu serta pembakaran fasilitas publik dan kantor pemerintahan. Tragedi berulang kembali dalam perjalanan bangsa kita; kemunduran dan berbiaya mahal.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Amos 6:1-7; yakni peringatan nabi Amos terhadap para penguasa Israel saat itu yang sedang mengalami kemajuan dan kemakmuran ekonomi. Mereka merasa memiliki hak istimewa di atas bangsa-bangsa lain (ay. 2-3). Pejabat hidup berlimpah dan mempertontonkannya dengan kesombongan, sementara di tengah masyarakat terjadi penindasan, kemerosotan moral, ketidakadilan sosial, kemiskinan dan kesulitan hidup. Simbol Sion Yerusalem dan Samaria (Israel Utara) adalah rasa aman tenteram yang palsu (ay. 1).

 

 

 

Semua itu terjadi karena para pejabat telah melupakan Allah sebagai sumber berkat. Mereka lebih fokus kepada dirinya dan keluarga, menikmati kenikmatan duniawi, kesenangan diri. Hidup terlena, berfoya. Allah menegur: “Celakalah kamu yang berbaring di atas ranjang yang mewah-mewah dan berpesta dengan daging sapi dan domba yang muda! Kamu senang menggubah nyanyian..., dan kamu memainkan lagu-lagu itu dengan kecapi. Kamu minum anggur dari gelas yang diisi penuh, dan kamu memakai minyak wangi yang terbaik, tapi kamu tidak bersedih hati atas kehancuran Israel” (ay. 4-6).

 

 

 

Nabi Amos mengingatkan jangan berpikiran “bahwa hari malapetaka masih jauh.... perbuatanmu hanya mempercepat tibanya hari kekejaman itu” (ay. 3). “Karena itu kamulah yang pertama-tama akan diangkut ke pembuangan. Pesta-pesta dan perjamuan-perjamuanmu akan berakhir” (ay. 7).

 

 

 

Ada empat pelajaran penting dari firman-Nya minggu ini. Pertama, berkat-berkat duniawi yang kita terima adalah baik. Timbul rasa aman juga wajar. Namun ketika kita tidak lagi mengakui Allah sebagai sumber berkat dan hidup, maka itu menjadi dosa. Ini sikap congkak yang mengandalkan kehebatan diri dan merasa kuat (ay. 13).

 

 

 

Kedua, tetaplah rendah hati, pengakuan semua berkat adalah dari Tuhan. Itu adalah anugerah-Nya: kita diberi hidup sehat, kemampuan dan kesempatan, keluarga mendukung, lingkungan yang membuat hidup bisa berlimpah. Respon kita justru bersyukur dan tetap sederhana. Tidak ada gunanya pamer, Tuhan bisa mencabutnya sekejap.

 

 

 

Ketiga, hidup bersyukur mesti diisi dengan berbagi dan peduli sesama; sesuai kemampuan. Ada parameter seperti persepuluhan meski tidak mutlak, bisa kurang atau lebih sesuai kerelaan, bukan dengan berat hati. Ingatlah hukum tabur tuai. Hidup orang percaya dasarnya adalah kasih dan menjadi berkat berdampak bagi sesama.

 

 

 

Terakhir, hidup di dunia sangat singkat dibanding dengan kekekalan. Rasa aman dengan berkat duniawi apalagi dengan pamer dan kesombongan hanyalah sementara. Keselamatan kekal dan sejati hanya ada pada Yesus Kristus yang telah menebus dosa kita dan memberi hidup kekal. Tetaplah bergantung dan menjadikan-Nya sebagai pusat hidup.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu XVII Setelah Pentakosta - 5 Oktober 2025

Khotbah Minggu 5 Oktober 2025 - Minggu XVII Setelah Pentakosta (Opsi 3)

 

 BERPEGANG TEGUH (2Tim. 1:1-14)

 

 Namun ‘ku tahu yang kupercaya; dan aku yakin ‘kan kuasa-Nya; Ia menjaga yang kutaruhkan, hingga hari-Nya kelak (Reff. KJ. 387)

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu XVII setelah Pentakosta ini diambil dari 2Tim. 1:1-14. Nas ini adalah renungan tentang keyakinan teguh yang mesti dimiliki oleh setiap pengikut Kristus. Keyakinan itu akan terpelihara dan tidak tergoyahkan bila kita memahami pondasinya dengan kuat. Pondasi pertama, mengetahui Allah adalah kasih dan kasih karunia diberikan kepada yang mau menerima dan mengikuti-Nya (ayat 1, 9-10). Pondasi kedua, menerima dan meyakini hal yang diberikan-Nya saat ini merupakan panggilan tugas dari Tuhan bagi kita (ayat 11), sepanjang yang kita lakukan dan raih tidak melanggar perintah-Nya. Setiap pekerjaan, apapun, memiliki kadar pelayanan yang sama bila diimani dan dilakukan untuk kemuliaan nama Tuhan.

 

 

 

Keyakinan tersebut diperkuat dengan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus, yakni Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban (ayat 7). Pada setiap tempat, waktu dan lintasan kehidupan, tantangan pasti ada; bahkan rasa sakit dan derita dapat muncul seperti yang dialami Rasul Paulus (ayat 12). Tetapi Allah tidak membiarkan kita sendiri. Roh Kudus hidup menguatkan, untuk melampaui semuanya dengan berpegang pada yang telah dikaruniakan kepada kita (ayat 13).

 

 

 

Oleh karena itu firman-Nya mengatakan, tetaplah menjadi saksi, jangan malu atau takut. Ikutlah terus. Kita bahkan perlu merasa bangga tentang kesaksian hidup para rasul dan juga para bapa-bapa gereja. Rasul Paulus menulis surat ini dari penjara, dan dianggap sebagai surat terakhirnya, hingga kematian martirnya. Kekristenan memiliki kekuatan sejarah yang panjang dan terbuka melalui penderitaan ratusan tahun dalam semangat para rasul yang tidak terperikan, dan semua akhirnya berbuah kemenangan.

 

 

 

Hal lain yang ditekankan firman-Nya minggu ini, yakni keyakinan iman juga dapat tumbuh dari benih-benih para orangtua atau kakek nenek kita. Rasul Paulus mengingatkan iman yang tulus dimiliki Timotius, itu datang dari iman yang pertama-tama hidup di dalam neneknya Lois dan di dalam ibunya, Eunike (ayat 5). Oleh karena itu, kita sebagai orang tua perlu menyadari hal ini, dengan menjaga dan menumbuhkan keyakinan iman tersebut dalam diri kita, agar anak cucu kita memiliki iman yang kuat juga kepada Kristus, harta kita yang terindah (ayat 14).

 

 

 

Melalui nas ini kita diajar, Timotius pelayan muda di Efesus, yang sering mencucurkan airmata dalam memimpin jemaat (ayat 4), telah dikuatkan dengan firman-Nya melalui Rasul Paulus (ayat 6-8). Kita pun, yang saat ini sudah menjadi pengikut Kristus, hendaknya dikuatkan dan melihat panggilan Kristus dalam hidup kita di segala bidang kita ditempatkan. Mari tunjukkan kualitas iman kita yang sejati, rela berkorban, dan jangan menjadi hamba yang tidak berguna. "Peliharalah harta yang indah, yang telah dipercayakan-Nya kepada kita, oleh Roh Kudus yang diam di dalam kita" (ayat 14). Alangkah indahnya, karena “ku tahu yang kupercaya; dan aku yakin ‘kan kuasa-Nya.”

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu XVI Setelah Pentakosta - 28 September 2025

Khotbah Minggu 28 September 2025 - Minggu XVI Setelah Pentakosta

  JURANG YANG TAK TERSEBERANGI (Luk. 16:19-31)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 32:1-3a, 6-15 atau Am. 6:1a, 4-7; 1Tim. 6:6-19;

 Mzm. 91:1-6, 14-16 atau Mzm. 146

 

Pendahuluan

 

Minggu ini kita masih diberikan pengajaran tentang konsekuensi penggunaan harta dan kekayaan yang salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kisah dalam nats ini yakni tentang orang miskin yang penuh iman dan tentang orang kaya yang tidak peduli dan membekukan hatinya terhadap sesama dan tidak memiliki belas kasih. Kisah ini hanyalah perumpamaan yakni tidak sungguh-sungguh terjadi. Lazarus dalam kisah ini berbeda dengan Lazarus yang disebutkan dalam Yoh. 11 yang dibangkitkan Yesus. Akan tetapi yang ditekankan dalam kisah ini adalah bahwa segala hal yang kita lakukan dan perbuat selama kita hidup di dunia ini akan membawa konsekuensi ketika kita nanti dipanggil Tuhan menghadap-Nya. Konsekuensi ini permanen dan tidak ada yang bisa merubahnya. Dari kisah yang kita baca minggu ini diberikan beberapa pengajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: adanya yang kaya dan miskin (ayat 19-21)

 

Kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin memang sudah ada sejak manusia mengenal sistim kepemilikan individu. Tidak dapat dipungkiri manusia diciptakan Allah dengan berbagai kemampuan yang tidak sama khususnya dalam mencari nafkah dan penghasilan. Manusia dengan kemampuan tinggi akan dengan mudah memanfaatkan segala sumber alam dan produksi untuk menjadi miliknya, di bawah penguasaannya, dan juga untuk dinikmatinya. Sistim ini pernah dicoba untuk dihilangkan melalui sistim sosialis komunis, dengan konsep kepemilikan bersama dan komunal, namun dari pengalaman beberapa dekade di berbagai negara sistim ini gagal untuk meningkatkan keadilan dan harkat manusia. Sistim ekonomi tidak bisa menghilangkan individualitas yang dianggap justru meningkatkan kemakmuran bagi semua.

 

 

 

Kecendrungan manusia untuk mencoba meningkatkan harkat dan derajatnya melalui kepemilikan yang banyak dan berlebih dari kebutuhannya bukanlah sesuatu yang tabu. Manusia diberi talenta dan karunia yang berbeda. Berbagi kepemilikan dengan sistim sama rata sosialisme juga tidak efektip sebagaimana disebutkan di atas. Maka yang menjadi masalah adalah ketika yang memiliki banyak kemudian mengeksploitasi mereka yang memiliki sedikit dan kurang berpendidikan, seperti majikan mengeksploitasi buruh, pemilik modal menindas pekerja, tuan tanah menindas buruh tani, pejabat memeras rakyat, yang pintar menipu yang bodoh, dan sebagainya. Hal ini akan jelas terlihat ketika mereka yang kaya kemudian melupakan yang miskin dengan hanya menikmati untuk dirinya sendiri saja.

 

 

 

Itulah gambaran yang diberikan dalam nats ini. Orang kaya yang disebutkan dalam kisah ini selalu ingin menunjukkan kekayaannya dengan memakai jubah ungu mahal, bersukaria setiap hari dengan penuh kemewahan. Ia benar-benar menikmati kekayaannya dan mementingkan dirinya sendiri, bahkan mungkin secara atraktif memperlihatkan kepada banyak orang. Sementara di lain pihak kita membaca bagaimana Lazarus (yang berarti “Allah adalah pertolonganku”) dan hidup benar di hadapan Allah, harus hidup dengan mengais-ngais sisa makanan yang dilemparkan dari rumah orang kaya itu, dan itupun mungkin harus bersaing dengan anjing!!! Bahkan kadang anjing itu datang untuk menjilati borok Lazarus yang papa dan ia tidak mampu untuk mengusirnya. Sungguh gambaran yang tragis sikap orang kaya terhadap orang miskin.

 

 

 

Kedua: semua orang akan mati dan mendapat yang setimpal (ayat 22-25)

 

Akan tetapi segalanya akan berakhir ketika semua orang dipanggil kembali kepada Tuhan. Umur manusia tidak ada yang bisa memperpanjang dan Allah pemegang mutlak atas itu. Untuk itu tidak ada perbedaan kaya dan miskin, berbaju bagus atau compang-camping, pintar atau bodoh, Allah yang menentukan kapan akan menghadap Dia, meski diakui hikmat dalam pengetahuan bisa membawa dampak pada umur rata-rata orang terkait kesadaran kesehatan. Kalau semasa di dunia orang kaya mendapatkan kenikmatan dengan baju dan makanan yang enak dan melupakan mereka yang miskin, atau mendapatkan kehormatan dengan di tempatkan di tempat-tempat khusus dan utama, maka ketika kematian tiba, semua itu tidak ada artinya. Allah yang menjadi hakim bagi semua orang dengan melihat semua yang dilakukan terlepas dari kondisi kaya miskinnya.

 

 

 

Seperti semua orang Lazarus dan orang kaya itu memang akhirnya mati tanpa perlu dijelaskan penyebabnya. Akan tetapi Lazarus yang miskin itu langsung dibawa malaikat dan duduk di pangkuan Abraham. Di sini Abraham digambarkan sebagai bapak orang beriman sehingga dapat dipastikan bahwa Lazarus penuh dengan iman pada masa hidupnya. Meski ia miskin dan kelaparan, namun melalui imannya ia percaya ada dalam pemeliharaan Allah dan tidak pernah mengeluhkannya. Oleh karena itu ia diangkat ke Firdaus dan tinggal bersama-sama Abraham dan bahkan mendapat tempat yang istimewa di pangkuan Abraham (band. Yoh. 1:18). Pangkuan disini dalam pengertian “berbaring” yakni dalam suasana pesta di Firdaus (zaman dahulu menikmati pesta sering dilakukan dengan berbaring).

 

 

 

Berbeda dengan Lazarus yang menikmati kehidupan setelah kematiannya, orang kaya yang selalu hidup mewah tadi digambarkan menderita di alam maut. Orang kaya itu melihat Lazarus dan mengatakan kepada Abraham agar mengasihaninya. Ia sangat kesakitan dalam nyala api ini di neraka dan meminta Lazarus agar mencelupkan ujung jarinya ke dalam air untuk menyejukkan lidahnya. Sebuah gambaran yang menyedihkan. Ia dihukum bukan karena kaya akan tetapi karena mempergunakan kekayaannya secara tidak benar. Dalam kehidupan dunia, orang kaya ini telah menggunakan miliknya untuk kesenangan, kemewahan dan kepentingan dirinya tanpa memperdulikan mereka yang miskin, maka Allah tidak berkenan akan hal itu dan memberikan hukuman kepadanya dengan berat. Apa yang ia dan kita lakukan di dunia pasti akan mendapatkan imbalan yang setimpal dari Allah.

 

 

 

Ketiga: jurang yang tidak terseberangi (ayat 26-29)

 

Ada pemahaman Yahudi dalam perjanjian lama bahwa mereka yang meninggal akan dikumpulkan bersama dengan nenek moyang mereka (Kej. 15:15; Hak. 2:10; Mat. 8:11). Oleh karena itu Lazarus digambarkan bersama-sama dengan Abraham. Orang kaya itu juga setelah mati digambarkan berada di alam maut di tengah nyala api. Alam maut (Yun: hades dan Ibr: syeol) memang gambaran dalam kekristenan sebagai tempat berkumpulnya roh orang mati dan sering disebut neraka. Mereka yang tidak berkenan dan mendapat penghukuman karena perbuatannya di dunia tidak sejalan dengan kehendak Allah, maka mereka akan berakhir tragis di tempat ini. Penderitaan orang kaya itu pasti lebih hebat dari penderitaan Lazarus sewaktu hidup dalam kemiskinannya. Apalagi, dari cerita yang kita baca tampak bahwa orang kaya itu sebenarnya mengenal Lazarus pada masa hidupnya. Akan tetapi ia mengeraskan hatinya, matanya menjadi buta dan telinganya menjadi tuli akan penderitaan orang lain dan tidak peduli dengan yang disekelilingnya.

 

 

 

Berbeda dengan gambaran Firdaus yakni tempat damai sejahtera, maka mereka yang berkenan kepada Allah melalui iman dan perbuatannya di dunia akan berada di sini bersama-sama dengan bapak iman kita Abraham. Ini juga sebagai kiasan tempat sorgawi (band. Luk. 23:43 dan Kis. 7:59). Gambaran yang diberikan dalam nats ini yakni kedua tempat ini dipisahkan oleh jurang yang dalam dan tidak terseberangi. Dunia orang yang berkenan kepada Allah kelak akan berada jauh dari dunia tempat mereka yang tidak diselamatkan. Memang ada penafsiran bahwa sesama orang akan dapat melihat bagaimana mereka berkumpul kelak di sorga dan juga dapat melihat mereka yang berada di neraka (band. Yes. 66:24).

 

 

 

Hal yang ingin ditekankan dalam ayat-ayat ini bahwa keberadaan akhir seseorang setelah kematiannya adalah hak Allah yang bersifat final, tidak seorang pun dapat merobah atau menolongnya. Riwayat akhir perjalanan manusia memang hanya ada dalam dua tempat yakni tempat menerima penghukuman kekal dan tempat menikmati kebersamaan dengan mereka yang dikasihi Allah. Jurang adalah perlambang yang membedakan tempat yang maha indah dan maha buruk, seperti penggambaran domba dan kambing. Dalam kekekalan itu semua akan terkondisikan tanpa ada yang bisa berbuat sesuatu. Kita manusia yang hidup saat ini diminta untuk belajar dari situasi ini sehingga kelak tidak mengalami yang sama dengan orang kaya ini.

 

 

 

Keempat: dengarlah pesan nabi dan Tuhan Yesus (ayat 30-31)

 

Kalau di atas digambarkan adanya jurang di antara surga dan neraka yang bersifat jauh dan tetap, maka dalam ayat-ayat berikutnya ini yang digambarkan adalah adanya jarak yang permanen antara dunia orang mati dan dunia orang hidup. Orang kaya itu dalam penderitaannya masih berpikir agar ada yang mengingatkan mereka yang hidup yakni ayah dan saudara-saudaranya, untuk bertobat dan tidak melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan, terlebih lagi bila pesan itu disampaikan oleh mereka yang sudah mati dan mengalami. Namun, firman yang kita baca menegaskan bahwa hubungan itu sudah terputus sama sekali. Dunia orang mati yakni tempat roh-roh berkumpul sudah terlepas dari dunia orang yang hidup saat ini di dunia.

 

 

 

Firman Tuhan berkata biarlah pesan Tuhan melalui para nabi dan rasul cukup untuk mengajar mereka. Semua pesan dan kesaksian itu sudah tertulis dalam Alkitab baik perjanjian lama (termasuk yang disampaikan dan kesaksian Nabi Musa) dan kesaksian para rasul dalam perjanjian baru. Utusan orang mati tidak lebih hebat dari firman yang tertulis. Kesaksian orang yang pernah melihat surga tidak lebih dahsyat dari gambaran yang ada dalam Alkitab. Maka biarlah (tulisan) Alkitab itu yang mengajar kita, dengan membaca dan mempelajarinya, mendengarkan dan merenungkan uraian para hamba Tuhan agar kita tidak tersesat dan jauh dari kehendak Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2Tim 3:16). Semua itu diberikan Allah agar kita membaca, mendengar, merenungkan dan menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan.

 

 

 

Hal lainnya yakni terputusnya dunia orang yang masih hidup dengan orang yang sudah mati membawa konsekuensi yang sangat besar bagi iman kekristenan, khususnya tentang doa bagi mereka yang sudah meninggal. Sering muncul pertanyaan: apakah orang yang masih hidup dapat mendoakan mereka yang sudah meninggal? Maka sebagaimana dinyatakan dalam ayat tadi, doa orang yang masih hidup tidak mempunyai arti lagi bagi mereka yang sudah meninggal, keduanya sudah terputus dan tidak ada satupun yang bisa merubahnya kecuali melalui pertobatan dan keselamatan di dalam Tuhan Yesus semasa ia hidup. Iman Kristen protestan sangat ketat dalam hal ini dengan melarang mendoakan mereka yang sudah meninggal, meski kita akui saudara kita dari gereja katholik masih memperkenannya dengan mendasarinya dari Kitab Makabe yang merupakan bagian dari kitab Apokrifa (2Mak. 12:41-45) yang tidak diterima oleh umat Protestan.

 

 

 

Kesimpulan

 

Melalui bacaan kita minggu ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan agar kita membenci atau menghindari kekayaan, akan tetapi bagaimana kita mensikapi dan diajarkan mempergunakan kekayaan itu. Yesus mengajarkan bahwa ketidak-pedulian kita akan orang-orang miskin sementara kita menikmati kekayaan yang ada, akan diperhitungkan oleh Allah dan membawa konsekuensi setelah kita mati nanti dan masuk dalam kekekalan. Orang miskin selalu ada di sekitar kita. Kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi ketika kita sudah mati, bahkan semua kekayaan dan keluarga termasuk orang tua dan saudara-saudara tidak dapat merubah ganjaran yang kita harus terima. Mari kita belajar dan mendengar firman Tuhan dan menjadi pelaku-pelaku agar hidup kita kelak jauh dari nyala api yang merindukan setetes air pun tidak akan kesampaian.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 133 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12986671
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
2649
6194
13610
12943169
16526
136103
12986671

IP Anda: 216.73.216.154
2025-11-04 10:54

Login Form