2025
2025
Khotbah (2) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025
Khotbah (2) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025
LAYAK DAN BERKENAN (Kol. 1:1-12)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu V setelah Pentakosta ini diambil dari Kol. 1:1-12. Nas ini berbicara tentang bagaimana kehidupan orang Kristen yang sebenarnya. Melalui nas ini Rasul Paulus menjadi teladan bagi kita, dalam memberi salam pembukaan, ungkapan rasa syukur disertai doa pengharapan, yang merupakan ciri khasnya. Begitu pulalah yang diperbuatnya untuk jemaat di Kolose yang tidak dikenalnya. Kita pun, dalam berkomunikasi, termasuk lewat telepon/SMS/WA, hendaknya menampilkan hal-hal itu sebagai ciri umat Kristiani, selalu mengawali dengan salam pembuka.
Jemaat Kolose dibimbing oleh Epafras, murid Rasul Paulus di Efesus (Kis. 19:10; Kol. 4:12-13). Semula wilayah ini penuh dengan ajaran palsu, kekuatan mistik dan penyembahan berhala. Rasul Paulus menekankan kembali Injil yang diajarkannya, yakni: berpusat pada Kristus (ayat 4), firman kebenaran (ayat 5), yang berkembang di seluruh dunia, dan mengenalkan kasih karunia Allah (ayat 6). Inilah yang menjadi sukacita bagi Rasul Paulus dan kita semua, ketika Injil itu berbuah, dan buahnya adalah beriman kepada Kristus Yesus, berwujud kasih terhadap semua orang percaya (dan sesama), serta kuatnya pengharapan yang disediakan bagi kita di sorga (ayat 4-5, band. 1Kor. 13:13).
Tujuan semua itu, pertama, agar hidup kita semakin layak di hadapan Tuhan, serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik. Tujuan kedua, agar pengenalan dan pengetahuan kita yang benar tentang Allah terus bertumbuh (ayat 10). Ini akan terjadi jika setiap orang percaya, menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna (ayat 9).
Kita hidup di dunia ini dengan segala hasrat keinginan daging, ingin mendapat hormat dan pujian, serta tawaran dunia, bahkan juga dengan segala ujian, tantangan dan rasa sakit, yang semuanya itu tidak mudah diabaikan. Oleh karenanya, kita perlu berdoa agar terus dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya, untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar (ayat 11). Tetapi kadang-kadang kita kalah dan jatuh, mengikuti keinginan daging dan iblis. Tidak apa, bila kita memiliki kuncinya yakni kembali kepada Kristus dengan penyesalan dan mohon pengampunan. Kunci pengampunan dalam Kristus adalah seketika itu; tidak ada istilah nanti atau ditunda dulu.
Rasa syukur wajib dinaikkan kepada Bapa, yang telah melayakkan kita dengan melepaskan kita dari kuasa kegelapan, dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih, Yesus Kristus; di dalam Dia kita memiliki penebusan, yaitu pengampunan dosa (ayat 13-14). Maka teruslah berbuah, menjadi berkat di setiap saat, bertambah hikmat memahami kehendak Bapa, dan semakin berkenan kepadaNya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025
Khotbah (3) Minggu Kelima Setelah Pentakosta - 13 Juli 2025
ACT – ACTION KASIH (Amos 7:7-17)
“Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi” (Amos 7:8b)
Beberapa tahun lalu ACT viral lagi. Tetapi buruk. Aslinya, ACT singkatan Aksi Cepat Tangggap, layanan membantu yang kesusahan khususnya akibat bencana. Ini dikelola saudara kita di sebelah. Tapi menurut media, dana donasi diambil pengurus melebihi ketentuan Kementerian Sosial; Kehidupan pengurus pun tidak sesuai dengan visi misi, hidup mewah; Yayasan, yang menurut aturan baku, pengurus tidak boleh menikmati, ternyata dilanggar. Bahkan, pernyataan KPK bahwa ada dana yang mengalir mendukung teroris. ACT pun dipelesetkan menjadi Ayo Cepat Transfer. Menurut media, Yayasan ini akan ditutup. Sungguh ironi, niat baik untuk berbuat kasih berbuntut buruk.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini dari Amos 7:7-17. Pasal 7 – 9 kitab ini, menceritakan lima penglihatan nubuatan nabi Amos terkait hukuman Allah yang akan dialami kerajaan Israel. Dua penglihatan pertama hukuman telah dinubuatkan. Tapi nabi Amos, seorang peternak desa, memohon pengampunan. Allah pun setuju bersabar.
Penglihatan ketiga adalah nas minggu ini. Nabi Amos melihat Tuhan berdiri dekat sebuah tembok yang tegak lurus, dan di tangan-Nya ada tali sipat (ay. 7). Sipat adalah timah hitam yang dipakai para tukang, digantung dengan benang untuk melihat tegak lurusnya dinding atau tiang bangunan. Jelas ini pesan Allah ingin menegakkan kebenaran dan keadilan, menghukum yang salah. Amos kembali memohon pengampunan, tetapi tidak lagi diberi kesempatan. "Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi," firman-Nya seperti di atas.
Melalui nas minggu ini, Allah berpesan kepada kita: dosa pasti mempunyai konsekuensi. Dosa yang merupakan perbuatan melanggar firman-Nya, akan berdampak buruk. Ya, mungkin kadang Allah bersabar, apalagi jika hamba-Nya ikut memohon. Tetapi tidak selamanya demikian. Keadilan dan kebenaran, tetap harus ditegakkan.
Nabi Amos mengingatkan bangsa Israel, bahwa Allah menghukum bangsa Israel karena tidak memedulikan keadilan sosial. Orang miskin tidak diperhatikan, malah diperlakukan buruk (Am. 2:7; 4:1). Uang dan harta menjadi hal yang utama (3:10,15; 6:4-6). Ibadah dibuat megah, tetapi kasih nyata tidak diwujudkan bagi yang memerlukan. Bangsa Israel yang dipilih untuk menjadi teladan, menjalankan rencana Allah di kawasan dan bagi dunia, ternyata gagal!
Kasus ACT refleksi bagi kita dan gereja. Jangan terlalu terus mengutamakan ibadah, perayaannya, keriuhan dan makan-makannya. Jangan terlalu sibuk bernyanyi dan bersekutu, lupa memberi bagi yang memerlukan. Wujudkan kasih dengan nyata. Lihat kaum miskin dan yang membutuhkan kasih sayang serta pertolongan, agar tidak sesat. Penelitian dan disertasi saya menjelaskan hal ini juga, dana persembahan umat hanya sedikit sekali yang dipakai gereja untuk pelayanan sosial dan kasih nyata.
Kehebatan dan keistimewaan manusia di masa lampau, jangan terlalu disombongkan. Itu bisa hilang dan diabaikan, seperti kepada bangsa Israel yang umat pilihan-Nya. Nubuatan ketiga ini bentuk kemarahan Allah terhadap mereka yang tidak bertobat, agar berpaling menjalankan perintah-Nya (nubuatan keempat dan kelima dijelaskan pada renungan minggu berikutnya). Allah menghukum Israel untuk memberi pelajaran. Ini juga pesan kepada kita umat-Nya. Dia adalah Allah semesta. Allah mengasihi umat-Nya, kadang mengajar dengan cara menghajar.
Mari melihat diri kita sendiri. Sudahkah cukup besar memberikan kasih nyata kepada yang membutuhkan, termasuk keluarga? Semoga demikian kita adanya.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
Khotbah Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
TUAIAN BANYAK PEKERJA SEDIKIT (Luk 10:1-11, 16-20)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: 2 Raj 5:1-14; Mzm 66:1-9; Gal 6:(1-6), 7-16
Pendahuluan
Dalam nats minggu ini Tuhan Yesus mempersiapkan para murid-Nya untuk melakukan misi pekabaran Injil ke berbagai sasaran. Kalau sebelumnya yang diutus hanya 12 murid dan khusus kepada suku bangsa Israel saja, maka pada kesempatan ini Tuhan Yesus mengutus lebih banyak lagi yakni 70 murid dan tidak hanya kepada suku-suku bangsa Israel, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain sehingga semakin banyak yang percaya dan mengikut Dia. Yesus tidak hanya mempersiapkan mereka dalam hal fisik dan rohani, melainkan juga memberi kuasa agar misi tersebut lebih berhasil. Dari bacaan yang cukup panjang minggu ini, kita menarik beberapa pelajaran hidup sebagai berikut.
Pertama: tuaian banyak pekerja sedikit (ayat 1-2)
Umat Yahudi yang terdiri dari 12 suku pada saat itu diam di berbagai wilayah yang cukup luas dan terdapat juga suku-suku lainnya yang terbaur. Oleh karena itu pengutusan 12 murid dirasakan tidak cukup untuk mengabarkan ke semua penduduk yang ada, sehingga Yesus menambah jumlahnya. Pengutusan juga dilakukan tidak sendiri-sendiri melainkan berdua-dua, dengan maksud agar mereka dapat saling mendukung dan menguatkan baik dalam iman, hikmat maupun menghadapi persoalan praktis (band. Pkh 4:9-12; Mat 18:16; Mrk 6:7; Luk 7:9; Kis 9:38). Tuhan Yesus memberi contoh bahwa pemberitaan Injil itu harus mengutus semakin banyak orang di luar kelompok kita, dan penyebarluasan Injil tidak cukup hanya perbuatan baik oleh orang percaya maupun gereja. Hal ini yang harus menjadi perhatian kita saat ini.
Terlebih, permasalahan yang ada di sekitar kita semakin nyata dan berat saat ini. Kita umat Kristen adalah kaum minoritas di tengah-tengah keberadaan agama lain yang mayoritas. Lingkungan kecil di tempat kerja, organisasi, atau kumpulan informal, atau tempat tinggal di lingkup RT, RW, kelurahan hingga provinsi menantang kita harus menganggap semua itu sebagai ladang tuaian. Mungkin sebagian kelompok atau wilayah itu memang masih memerlukan persiapan membajak dan menabur benih, tetapi sebagian lagi pasti sudah ada yang menguning dan siap untuk dipanen. Kita tidak dapat menunggu atau menyalahkan pihak lain jika tidak ada lembaga penginjilan atau gereja yang melakukan misi itu, apalagi secara khusus dan terorganisir, karena banyak hal penyebabnya. Maka inisiatif itu haruslah ada pada diri kita untuk menerima panggilan memberitakan Kristus dan kasih-Nya kepada sesama tadi, dimanapun kita berada. Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengatakan, tuaian banyak tetapi pekerja sedikit.
Seandainya kita merasa tidak terpanggil untuk melakukannya secara langsung dengan berbagai alasan dan pertimbangan, maka kita dapat melakukannya secara tidak langsung, yakni dengan memberikan dukungan kepada pihak yang melakukan penginjilan, meski perbuatan baik dan tindakan yang mengherankan umat lain juga harus kita lakukan bagi semua orang. Tantangan kita adalah bagaimana menghadirkan Kristus dan kasih-Nya ke tengah-tengah mereka. Setiap orang Kristen tidak hanya berani menyatakan iman kepada gereja dan sesama orang percaya, melainkan juga harus berani menyebut dirinya sebagai Penginjil meski dalam bentuk dan penampilan yang beragam. Perintisan rohani untuk menghadirkan Kristus dapat dilakukan melalui perbuatan konkrit, obrolan pertemanan hingga percakapan khusus bagaikan konseling. Yang utama adalah kesediaan menyatakan diri di hadapan Allah bahwa kita adalah utusan-Nya, dan bersedia mempersiapkan diri sebagaimana layaknya maju dalam pertempuran rohani. Kita adalah pekerjanya, dan kita adalah penuainya. Hanya mereka yang bersikap demikian merupakan bukti pengikut sejati Yesus dan yang berkenan kepada Allah.
Kedua: diutus ke tengah serigala (ayat 3-4)
Tuhan Yesus mengibaratkan pengutusan para murid bagaikan mengutus ke tengah serigala. Alasannya saat itu cukup sederhana, yakni sikap penerimaan umat Yahudi dan juga suku lainnya pada Yesus dan murid-Nya tidak semuanya bersahabat, bahkan ada yang secara terbuka memusuhi mereka. Sikap permusuhan ini kadang kala dibumbui ancaman kekerasan bagi fisik dan jiwa mereka, sebagaimana serigala yang siap menerkam mangsanya.
Hal kedua adalah masih banyaknya perampokan yang sekaligus mengancam jiwa para murid. Hal inilah yang ditekankan oleh Tuhan Yesus ketika Ia mengatakan agar para murid tidak membawa bekal apapun juga, sebab hal itu dapat mengundang perhatian untuk dirampok. Keberanian berangkat tanpa bekal juga untuk menguji iman dan kesiapan berkorban bahkan menderita apabila kondisi buruk datang yakni tidak mendapatkan makanan dan minuman. Ini sekaligus menguji kemampuan para murid dalam melakukan pendekatan terhadap umat yang dikunjunginya. Hal ini juga akan menjadikan mereka orang yang rendah hati dan secara otomatis membuat mereka lebih mudah diterima orang lain. Kegagalan dalam pendekatan untuk diterima sebagai utusan Tuhan, secara otomatis akan menggagalkan menyampaikan pesan keselamatan yang akan ditawarkan kepada yang mereka kunjungi. Memang menghadapi orang yang tidak bersahabat, kita harus dengan kasih, kelembutan, dan komitmen yang tulus dan kuat.
Saat ini demikian juga yang kita hadapi di negara kita tercinta ini. Ketika kita ingin melakukan pekabaran Injil ke beberapa wilayah, sikap beberapa wilayah sangat tidak bersahabat bahkan kadang ingin berbuat kekerasan. Mereka seolah menjadi masyarakat yang tertutup, meski di lain sisi mereka juga melakukan hal yang sama ke wilayah yang banyak umat Kristennya, dan kita tidak pernah menghalanginya. Pandangan doktrin teologi kita memang harus bersikap seperti itu, tidak memperbolehkan sikap tertutup apalagi mengancam dengan kekerasan. Tetapi kita tidak perlu kecil hati untuk itu atau membuat hati kita ciut. Kita justru harus bangga dan bersyukur pada Tuhan Yesus karena diberi pemikiran dan sikap seperti itu. Motivasi kita harus sama dengan motivasi pengikut Kristus di awal abad pertama hingga abad keempat pada masa zaman kekaisaran Romawi, ketika umat Kristen masih harus bersaksi sembunyi-sembunyi dan seringkali dihukum berat. Namun, Allah sumber segala hikmat dan kuasa memberi kesempatan umat Kristen menjadi pemenang, tatkala Kaisar Konstantinus Agung sepenuhnya melegalisir Kekristenan menjadi agama negara. Puji Tuhan, kita memang harus menjadi pemenang karena Tuhan kita Yesus adalah dahsyat. Itulah yang kita yakini dan sikapi saat ini sehingga kita tetap harus bersemangat dan bertindak.
Ketiga: memberi salam dan sikap sukacita (ayat 5-11,16)
Tuhan Yesus memberi nasihat kepada para murid agar mereka jangan memberi salam kepada (sembarang) orang dalam perjalanan. Memang dalam budaya Timur Tengah waktu itu, memberi salam seolah ingin mengundang pembicaraan, padahal itu mungkin tidak perlu dan bahkan dapat menghabiskan waktu. Hal ini juga dilatarbelakangi agar terhindar dari timbulnya kesalahpahaman, sekaligus memperlihatkan agar mereka bersikap hati-hati. Dalam nats ini yang ditekankan sasaran mereka dalam pemberitaan kerajaan Allah adalah penghuni rumah-rumah dan bukan orang di jalanan. Dari penghuni rumah-rumah kemudian mereka beranjak ke kota-kota sebagai sasarannya. Inilah fokus tujuan utama mereka.
Namun, untuk sasaran yang dituju yakni ke rumah-rumah, sebagaimana dikatakan Tuhan Yesus, mereka harus memberi salam damai sejahtera (syalom). Pembuka pembicaraan dengan salam damai tentu lebih menyenangkan bagi tuan rumah, karena hal itu merupakan doa berkat bagi mereka. Kita diminta selalu bersikap bersahabat dan menjadi berkat, agar memudahkan dalam pembicaraan yang akrab dan kekeluargaan. Hal itu harus tampak dari sikap tubuh dan intonasi bahasa yang dipakai, serta dari wajah kita yang mesti mudah tersenyum. Tetapi kita juga harus terhindar dari pembicaraan yang berpanjang-panjang, basa-basi yang tidak relevan. Demikian juga dalam memasuki kota-kota, sikap yang sama harus diperlihatkan. Sikap orang Kristen haruslah selalu dalam sukacita menerima apapun respon mereka.
Mengingat sikap orang yang mungkin timbul bisa saja tidak bersahabat atau bermusuhan, dalam kitab Matius 10 dinyatakan agar dalam penginjilan kita cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati, serta harus waspada terhadap semua orang (Mat 10:16-17). Kita jangan seperti pengemis yang berpindah dari satu rumah ke rumah orang lain, dan mampu melihat yang terbaik rumah atau kota mana yang layak menerima dengan sukacita. Kalau kita diterima oleh sebuah rumah, maka sebaiknya menetap di rumah itu dan jangan berpindah-pindah rumah yang dapat menimbulkan tanda tanya dan kecurigaan bagi orang lain. Kita harus bersikap sama baik diterima atau ditolak, dan itu adalah hal yang lumrah. Hasil penginjilan adalah pekerjaan Allah, yang utama adalah kita setia menyampaikan keselamatan yang sudah kita terima dan ingin membagikannya dengan orang lain, meski ada baiknya kita juga mengingatkan akan konsekuensi murka Allah apabila mereka menolaknya.
Keempat: iblis harus ditaklukkan (ayat 17-19)
Tuhan Yesus berkata Ia melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Yesus mungkin sudah melihat lebih awal kemenangan-Nya di kayu salib (band. Yoh. 12:31-32). Tetapi Ia juga sudah membayangkan bahwa apabila para murid bekerja dengan keras dan setia, maka kekalahan setan akan tampak, sebab prinsipnya Yesus memperlengkapi kuasa untuk melawannya. Memang melawan iblis dalam pekerjaan penginjilan adalah tugas yang paling berat. Iblis dapat bekerja melalui diri kita secara langsung dengan melemahkan pikiran kita, tetapi iblis dapat juga bekerja melalui pihak lain yang merupakan sasaran kita.
Meski iblis itu memiliki kuasa, dan kita memiliki kelemahan dan kekurangan, hal itu tidak membuat kita ciut. Pegangan dasar kita dalam melakukan penginjilan bukan didasarkan pada kemampuan kita yang terbatas, melainkan pada kuasa yang dahsyat dari Tuhan Yesus yang tidak terbatas, itulah yang menjadi pegangan kita. Sebagaimana disebutkan dalam nats ini, kuasa itu diberikan kepada mereka dan kita yang bersedia memberitakan injil agar kita dimampukan melawan dan mengalahkan iblis (band. Mrk 16:17-18). Bahkan dalam ayat 2 nats ini juga semua orang percaya diminta, apapun pekerjaan atau profesinya, untuk terus menerus mendoakan para penuai ini, yang secara otomatis memberi kekuatan tambahan bagi mereka.
Kuasa iblis yang digambarkan berwujud ular dan kalajengking adalah istilah untuk kekuatan yang paling berbahaya dari musuh rohani. Semua itu merupakan kekuatan lawan yang harus diinjak dan ditaklukkan. Salah satu gambaran yang diberikan adalah penyakit yang bersumber dari iblis harus disembuhkan dengan kuasa dari Tuhan Yesus, sehingga tidak lagi membahayakan pelayanan mereka. Kemampuan untuk menyembuhkan penyakit yang bersumber dari iblis, merupakan kesaksian yang ampuh bagi penginjil untuk lebih meyakinkan mereka akan kuasa Tuhan Yesus. Dengan demikian, mereka lebih efektip memberitakan Kerajaan Allah dan sekaligus menyembuhkan orang sakit.
Hal yang lebih penting lainnya adalah, keberhasilan para murid memberikan antusiasme pada mereka. Mereka melaporkan pada Yesus penuh semangat akan takluknya iblis. Akan tetapi Tuhan Yesus memperingatkan para murid bahwa mereka jangan bersukacita karena keberhasilan mengalahkan kuasa iblis, melainkan karena mereka telah terpilih dan nama mereka ada tercatat di sorga. Demikian juga kepada kita semua, keberhasilan pelayanan bukanlah sebagai sumber pokok sukacita kita, melainkan harus lebih kepada rasa syukur kita telah dibebaskan dari dosa dan nama kita ada terdaftar di sorga (band. Ibr 12:23; Why 22:19). Kehormatan ini jelas melebihi dari segala hasil yang dicapai dan kita tidak tertipu oleh kebanggaan duniawi yang bersifat sementara.
Kesimpulan
Dalam minggu ini kita diingatkan kembali tentang pentingnya penginjilan, khususnya pengiriman tenaga-tenaga penginjil ke luar kelompok kita. Penginjilan melalui perbuatan baik memang diperlukan, akan tetapi pekabaran Injil melalui pengutusan merupakan keharusan. Tuaian begitu banyak dan pekerja sedikit. Dalam menuai itu memang kadang kala kita dihadapkan pada serigala, namun Tuhan Yesus melengkapi kita dengan kuasa untuk menaklukkannya. Sikap rendah hati dengan memberi salam serta sukacita haruslah menjadi ciri khas umat percaya, dan sukacita kita yang terbesar adalah kita sudah diselamatkan dan nama kita tercatat di dalam buku kehidupan.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 6 Juli 2025
Kabar dari Bukit
PENGHIBURAN SORGAWI (Yes. 66:10-14)
"Sebab, beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya damai sejahtera seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang meluap; kamu akan menyusu, digendong, akan dibelai-belai di pangkuan" (Yes. 66:12)
Begitulah gambaran visual yang diberikan Nabi Yesaya tentang kehidupan sorga, Yerusalem baru. Gambaran ini lebih kepada seorang ibu yang memberi penghiburan kepada anaknya, setelah melalui masa yang sulit. "Bersukacitalah bersama Yerusalem, dan bersorak-sorailah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya, supaya kamu menyusu dan menjadi puas dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu mengisap dan menikmati susu dari buah dadanya yang bernas" (Yes. 66:10-11).
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Yes. 66:10-14; bagian terakhir kitab Yesaya. Sebelumnya pada pasal 65 telah diberikan gambaran sorga yang serupa dengan kitab Wahyu, seperti:
- tidak ada lagi kedengaran bunyi tangisan dan bunyi erangan (ay. 19; Why 21:4)
- semua orang berumur panjang dan tidak ada kematian bayi (ay. 20; Why. 21:4)
- banyak kebun anggur, buahnya enak dimakan (ay. 21)
- berkumpul bersama anak cucu (ay. 23)
- ada kemah Allah, dan akan sering bersekutu dan berjumpa dengan-Nya (ay. 24; Why. 21:3)
- hewan liar dan ternak piaraan hidup rukun (ay. 25a)
- tidak ada lagi kejahatan, semua hidup kudus (ay. 25b)
Perjanjian Lama memang seringnya tidak secara langsung menggambarkan sorga, tetapi lebih memberikan kesan kemuliaan dan kebesaran Allah yang berdiam di sorga. Kita lihat beberapa ayat:
- "Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit seperti kain" (Mzm. 104:2-3)
- "Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN" (Yeh. 1:28a)
- Takhta Allah dikelilingi oleh jutaan malaikat, dan takhta itu bersinar seperti api (Dan. 7:9-10).
Alkitab memang berbeda dengan kitab suci agama lain dalam menggambarkan sorga. Ada kitab suci (lain) yang lebih menekankan sensualitas dan kenikmatan tubuh, termasuk dilayani oleh para bidadari. Tetapi Alkitab lebih menekankan aspek damai sejahtera dan kehadiran Allah. "Aku mengalirkan kepadanya damai sejahtera seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang meluap.... Seperti seorang yang dihiburkan ibunya, kamu akan dihibur di Yerusalem" (ay. 12-13). Dalam PB dituliskan lebih indah, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: Semua itu disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor. 2:9).
Nabi Yesaya mengingatkan, semua itu hanya dapat dinikmati orang percaya dengan memperlihatkan kesetiaan dan ketaatan. Tuhan akan menghakimi dengan adil semua orang berdasarkan perbuatannya di dunia (2Kor. 5:10). Oleh karenanya, pada ayat 15-24 kembali diberikan gambaran hukuman dan siksa. Kitab Yesaya pasal terakhir ini memang secara bergantian memberi gambaran keselamatan, kasih karunia dan penghakiman, yang tidak dapat dipisahkan.
Melalui nas minggu ini kita diberi pesan, Tuhanlah sumber penghiburan, kekuatan dan keselamatan. Tuhan juga selalu peduli dengan kesulitan dan pergumulan anak-anak-Nya, bukan hanya di dunia ini tetapi juga di sorga, Yerusalem baru. Berbahagialah kita yang percaya dan setia.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
Khotbah (2) Minggu Keempat Setelah Pentakosta - 6 Juli 2025
IMAN DAN PEMULIHAN (2Raj. 5:1-14)
“Mengapa engkau mengoyakkan pakaianmu? Biarlah ia datang kepadaku, supaya ia tahu bahwa ada seorang nabi di Israel” (2Raj. 5:8b)
Ketaatan dan pemulihan melalui iman adalah tema firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, yakni 2Raj. 5:1-14. Ini kisah Naaman, panglima raja Aram (Syria), yang sembuh dari penyakit kusta dengan mandi di sungai Yordan. Namun sesungguhnya ini kisah berantai, tentang cara Allah bekerja pada berbagai tipe manusia.
Atas nasihat gadis Israel tawanan yang menjadi pembantunya, Naaman pergi menghadap raja Israel dengan surat pengantar dari raja Aram, agar dapat disembuhkan (ay. 2-5). Berbagai persembahan dibawanya, berharap raja Israel bersedia. Tetapi raja Israel malah marah, mengoyakkan pakaiannya, merasa dilecehkan (ay. 7).
Namun, nabi Elisa meminta agar mengirimkan Naaman kepadanya. Naaman pun datang. Nabi Elisa, tanpa keluar rumah, meminta Naaman pergi mandi tujuh kali di sungai Yordan. Naaman gusar. Kok? Tetapi pegawainya mengatakan, sebaiknya mencoba dan taat, dan Naaman melakukannya. Mukjizat pemulihan pun terjadi, penyakit kusta Naaman sembuh dan tahir (ay. 14).
Allah bekerja kadang berliku, tidak mudah ditangkap akal. Pada masa itu, penyakit kusta jelas belum dapat disembuhkan. Tetapi Allah memakai semua orang, untuk mengambil bagian menjadi saksi bagi kebesaran-Nya. Seorang tawanan pembantu rumah dengan imannya, berpikir sederhana, memberi informasi, ingin menolong tuannya meski dari lain bangsa, untuk sembuh dan sekaligus mengenalkan Allah Israel.
Raja Aram berpikir bahwa kuasa dan harta dapat menyelesaikan semua masalah. Ada salah pengertian dan cara berpikirnya. Ia meminta menyembuhkan dengan imbalan hadiah, yang membuat raja Israel marah. Nabi Elisa justru melihat peluang bagus untuk menyatakan kebesaran Tuhannya, maka ia meminta Namaan dikirimkan kepadanya. Ketaatan Namaan akhirnya membuktikan, bahwa kuasa mukjizat Allah tidak mesti melalui proses yang rumit dan meriah. Cukup mandi tujuh kali di sungai Yordan.
Melalui nas minggu ini, kita diajarkan beberapa hal. Pertama, kita semua diminta untuk ikut menjadi saksi kebesaran dan kekuasaan Allah. Tidak harus menjadi orang penting. Nyatakanlah bahwa Allah Israel, Allah yang kita kenal dalam Yesus Kristus, adalah Allah yang dahsyat, berkuasa atas semua umat manusia. Berikan informasi sekecil apapun, sebagai kesaksian, tabur benih pembuka pengenalan terhadap Allah kita.
Kedua, maklumi, penyampaian informasi mudah terdistorsi dan dibelokkan. Pembantu kecil mengatakan yang menyembuhkan Allah Israel melalui nabi Elisa, ternyata berbelok menjadi raja Israel yang tidak percaya mukjizat. Oleh karena itu, jika ada informasi tidak menyenangkan diterima, jangan cepat kesal, ngambek, apalagi marah. Usahakan mencari informasi yang benar. Jangan juga cepat-cepat pasrah berserah. Allah bukanlah pembantu kita, melainkan kitalah pembantu-Nya untuk menyatakan kebaikan dan kebenaran.
Ketiga, iman dan ketaatan adalah inti semua solusi. Iman setia pembantu Namaan yang berani berbicara. Iman Elisa yang tahu Allah juga berkarya bagi mereka yang tidak mengenal-Nya. Iman pegawainya yang membuat Namaan taat. Iman yang menjadi kunci segalanya, sepanjang dilakoni untuk menyatakan kasih dan kemuliaan Tuhan.
Saudaraku dalam Kristus. Mungkin saat ini kita dalam situasi beban penyakit atau beban hidup lainnya. Jangan pernah putus harapan. Jangan juga terkesima dengan bentuk atau proses ritualnya. Allah tidak selalu bekerja demikian. Bila dokter sudah angkat tangan, atau kita tidak punya dana dan daya, air putih yang kita minum dalam iman dan doa, akan menjadi “obat” jalan mukjizat bagi kesembuhan dari Allah. Semua dalam kehendak-Nya.
Mintalah kesediaan hamba Allah untuk ikut mendoakan (Yak. 5:14). Roh Allah dapat bekerja dengan perkataan saja (Mat. 8:13; Yoh. 5:9), apalagi dengan air putih. Dalam bidang lain juga sama, ketika jalan lain sudah buntu. Imanlah yang membuat segalanya mungkin bagi orang percaya, tetapi cobalah untuk taat dan jadikan kesaksian yang hidup.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu XV Setelah Pentakosta - 21 September 2025Khotbah Minggu 21 September 2025 Minggu XV Setelah Pentakosta SETIA...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu XV Setelah Pentakosta - 21 September 2025Khotbah Minggu 21 September 2025 Minggu XV Setelah Pentakosta...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu XV Setelah Pentakosta - 21 September 2025Khotbah Minggu 21 September 2025 Minggu XV Setelah Pentakosta...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 54 guests and no members online