Sunday, July 06, 2025

2025

Khotbah (2) Jumat Agung, 18 April 2025 - Memperingati Kematian Tuhan Yesus

Khotbah (2) Jumat Agung - Memperingati Kematian Tuhan Yesus

 

 

KITA MEMPUNYAI SEORANG IMAM BESAR (Ibr. 10:16-25)

 

Bacaan lainnya:  Yes. 52:13-53:12; Mzm. 22; Ibr 4:14-16, 5:7-9; Yoh. 18:1-19:42

 

 

 

 

 

Pendahuluan

 

Perjanjian lama mengajarkan cara untuk menebus dosa sesuai dengan hukum Taurat. Dalam melakukan itu mereka melakukan ritual-ritual sesuai dengan aturan legalistik yang diajarkan melalui nabi Musa. Salah satu hal yang penting dalam ritual itu adalah peran Imam Besar umat Yahudi sesuai dengan peraturan Melkisedek. Namun kini orang percaya pengikut Tuhan Yesus diajarkan untuk tidak terikat lagi pada aturan-aturan legalistik tersebut. Peran Imam Besar juga sudah berganti dari keturunan Lewi menjadi Imam Besar Agung kita yaitu Tuhan Yesus Kristus. Penebusan dan pengampunan dosa juga tidak dengan darah hewan, melainkan dengan darah Yesus sendiri yang telah tercurah di Golgota. Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang hal tersebut melalui pokok-pokok pikiran di bawah ini.

 

 

 

Pertama: Perjanjian baru dan pengampunan (ayat 16-18)

 

Perjanjian Lama mengajarkan bahwa manusia yang melakukan dosa dan kesalahan dapat menebus dengan menyerahkan korban persembahan. Ada beberapa jenis korban persembahan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuannya, yakni:

 

 

 

           Ola, korban bakaran

 

           Khatta’t, korban penghapus dosa

 

           ‘Asyam, korban penebus salah

 

           Minkha, korban sajian

 

           Zevakh dan Selamin, korban perdamaian dan korban keselamatan

 

 

 

Dalam ritual persembahan itu mereka yang berdosa membawa persembahan, baik berupa ternak hewan atau barang lainnya. Jenis, ukuran dan nilai dari persembahan yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesalahan mereka yang berdosa, tetapi juga disesuaikan dengan kemampuan ekonominya. Seorang janda miskin yang berdosa hanya dapat membawa tepung atau seekor burung tekukur, tetapi seorang pejabat kerajaan diwajibkan membawa beberapa ekor hewan ternak seperti sapi atau lembu yang gemuk sebagai ganti penebusan atas kesalahan dirinya yang besar. Dalam ritual yang lazim dilakukan, seorang imam meletakkan tangannya di atas hewan ternak tersebut, mensahkan bahwa itulah penebusan atas dosanya, lalu setelah hewan itu disembelih, darahnya dipercik-percikkan ke seluruh arah Bait Allah. Ibadah itu dapat berlangsung berulang-ulang apabila mereka melakukan dosa yang berulang juga. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah ketaatan pada aturan Taurat, sehingga secara hakekat, manusianya sendiri tidak mengalami perubahan dalam dirinya (band. Ibr 10:1).

 

 

 

Melalui nas ini disampaikan (ayat 15) bahwa Roh Kudus telah membuat perjanjian baru dengan mengatakan bahwa Ia "telah menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka", dengan maksud hati orang percaya telah dimeteraikan oleh firman-Nya. Dalam hal ini, perubahan yang diutamakan adalah perubahan di dalam hati orang tersebut. Kalau di dalam pemahaman Taurat semua dosa seolah-olah menumpuk terus menerus dan dibalas dengan kebaikan yang lebih besar termasuk ketaatan pada aturan pemberian korban persembahan, maka melalui perjanjian baru, pemahamannya berubah total. Allah mau mengampuni semua kesalahan manusia, tidak diperhitungkan lagi, timbunannya hilang bersih, melupakan dosa dan kesalahan yang lalu-lalu, sepanjang mengakui bahwa Allah telah menempatkan Roh Kudus di dalam hatinya, menjadi manusia baru, manusia yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini terjadi secara otomatis saat seseorang secara sadar dan tulus mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamatnya, dan pada saat yang sama hati orang tersebut diperbaharui serta Roh Kudus diam dan berkuasa di dalam hatinya.

 

 

 

Kalau dilihat pada bagian awal, nas ini merupakan peneguhan dari ayat sebelumnya (Ibr. 8:2) dan penggenapan nubuat Nabi Yeremia dari kutipan Yer. 31:33, "Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka. Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa." Hal yang dimaksudkan adalah kita tidak perlu lagi mengakui dosa-dosa kita yang lalu dan membawa persembahan, sebab penebusan sekali sudah dianggap lengkap dan sempurna. Melalui persembahan tubuh Kristus yang mati dan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, maka tidak diperlukan lagi korban-korban dan persembahan lain untuk memperoleh pengampunan. Melalui darah dan jalan tebusan Kristus Yesus, kita orang-orang percaya telah dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persekutuan abadi dengan Allah. Korban tubuh Yesus sudah sangat sempurna, tidak bercacat, dan hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr. 10:10). Ini jelas merupakan kemenangan sejati manusia dalam melawan kuasa dosa, kuasa iblis, termasuk konsekuensinya yaitu kematian.

 

 

 

Kedua: Keberanian menghadap Imam Besar (ayat 19-21)

 

Bait Allah di Yerusalem terdiri dari tiga bagian, yakni pelataran luar tempat umat datang untuk beribadah dan menyampaian korban persembahannya. Bagian tengah merupakan tempat para imam dan suku Lewi yang dianggap sebagai bagian pengurus Bait Allah. Kemudian ada ruang mahasuci tempat Imam Besar menyampaikan doa dan persembahan umatnya. Umat Israel tidak dapat dengan bebas memasuki kedua wilayah tersebut yang didasarkan atas keberdosaan mereka. Ruang maha kudus itu ditutup dengan tirai agar tidak seorang pun umat Israel dapat masuk bahkan melihat ke dalam. Dalam hal ini ada tirai penghalang dan membuat jarak antara umat dengan Imam yang dianggap mewakili Allah. Imam Besar umat Yahudi juga hanya masuk ke dalam ruang tersebut sekali setahun di Hari Penebusan, saat mempersembahan korban persembahan untuk penebusan dosa-dosa umatnya.

 

 

 

Akan tetapi ketika Yesus mati, oleh kuasa Roh Kudus, tirai di Bait Allah itu kemudian robek terbelah dua (Mat. 27:51; Luk. 23:45) dan ini membuat batas dan tembok antara Allah dengan manusia tidak ada lagi. Tirai penghalang itu hilang melalui penderitaan dan kematian Yesus, sehingga manusia dapat menghampiri Allah ke dalam ruang maha kudus setiap saat, tanpa memerlukan Imam besar yang lain selain Kristus Yesus sendiri. Dengan terkoyaknya tirai itu, kita orang percaya telah menjadi imam-imam dan bagian dari suku Lewi dengan "tubuh yang dibasuh dengan air", yang membuat kita orang-orang yang dipanggil khusus dan dikuduskan. Oleh karena itu, orang percaya dengan penuh rasa syukur dan penuh keyakinan bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni melalui percikan darah dan kematian Tuhan Yesus, mengaku Yesus sebagai Penebus dan Juruselamatnya. Bahkan dalam ayat lain dikatakan bahwa tubuh kita adalah bait Allah sendiri yakni tempat Roh Kudus bersemayam dalam memandu hidup kita setiap saat. Inilah yang dimaksudkan merupakan jalan baru yang hidup (dalam pengertian hidup senantiasa dalam kekekalan sebagai Pengantara – Ibr. 7:25) bagi kita melalui tabir yaitu Tuhan Tubuh Yesus sendiri.

 

 

 

Melalui tabir yang terkoyak, menurut peraturan Melkisedek kita saat ini mempunyai seorang Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus sebagai kepala Rumah Allah, atau Kepala Gereja dan Umat Allah, dan setiap orang dapat menghampiri-Nya dengan rasa syukur dan penuh keyakinan (Rm. 5:2; Ef. 3:12; Kol. 1:22). Orang percaya dengan penuh syukur senantiasa dapat menghampiri Allah melalui Kristus melalui penyembahan dan doa, di segala tempat dan waktu, tanpa ada keterikatan untuk datang ke Jerusalem atau tempat khusus lainnya, sebab Allah kita adalah Allah Mahahadir. Imam Besar Agung kita yaitu Yesus Kristus bertakhta di sorga, yang membuktikan karya penyelamatan-Nya sudah sempurna. Dan kalau pun kita saat ini memiliki pendeta dan hamba Tuhan sebagai imam, mereka yang dipanggil khusus untuk melaksanakan amanat agung dan tugas-tugas kejemaatan sebagai konsekuensi adanya gereja sebagai tubuh Kristus. Dengan demikian, telah tersedia tempat maha kudus surgawi bagi orang percaya, dan untuk itu diperlukan hamba-hamba Tuhan dalam pelayanan imamat rajani bagi mereka.

 

 

 

Ketiga: Menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ayat 22-23)

 

Kita memiliki keistimewaan setelah hidup baru di dalam Kristus. Beberapa keistimewaan tersebut adalah: Pertama, sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki jalan masuk kepada Allah melalui Kristus dan dapat begitu dekat kepada-Nya tanpa melalui cara yang rumit bertele-tele dan perantaraan manusia lainnya (ayat 22); Kedua, kita dapat bertumbuh dalam iman melalui hubungan yang lebih dalam dengan memanfaatkan kebebasan menghadap Dia (ayat 23). Menghadap pengertiannya adalah “datang kepada” atau menghampiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa langsung datang kepada Allah? Kita tidak mungkin datang kepada Tuhan dengan hati yang penuh kebencian, atau dengan motivasi dan kecenderungan yang tidak benar. Kita harus datang dengan hati yang tulus ikhlas dan bersifat pribadi, dengan maksud untuk memuji dan memuliakan Dia. Kita dapat mengukur dan mengetahui motivasi kita benar atau tidak, jika kita menanyakan dengan jujur, mengevaluasi tujuan kita ketika datang menghadap dan meminta atau menyembah dan berdoa. Dasar kita melakukan evaluasi adalah firman Tuhan (Ibr. 4:2) dan ketekunan kita menjaga kehidupan sehari-hari yang berkenan kepada-Nya.

 

 

 

Hal kedua yang dinyatakan adalah perlunya keyakinan iman yang teguh. Iman dalam hal ini adalah keteguhan dan kepastian bahwa kita telah diselamatkan dan adanya jaminan kekal berlandaskan pada korban penebusan Yesus yang sempurna, dan adanya kuasa Roh Kudus yang diam di dalam hati kita. Orang percaya mendapat kehormatan untuk datang dengan penuh keberanian, bebas dari rasa bersalah, tanpa keraguan, dengan keyakinan menyampaikan isi hatinya dan bahwa Ia akan mendengar dan menjawab permohonan kita. Maka dalam hal ini kesungguhan menghampiri Allah dan iman melalui Yesus Kristus menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kepastian ini juga memampukan kita untuk mengubah keraguan dan tantangan menjadi sebuah peluang untuk memperoleh kasih karunia dan pertolongan yang lebih besar, sehingga hidup kita semakin berkenan dan dipakai oleh Tuhan. Iman adalah percaya dan berpengharapan pada kebaikan Allah melalui Tuhan Yesus dan meggantungkan segala hal pada-Nya (Ibr. 4:16; 11:6), dan kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan setiap orang dengan percaya dan datang kepada Tuhan Yesus.

 

 

 

Dengan dasar perjanjian baru yang disampaikan tadi, hati dan kesadaran kita juga sudah dibersihkan seluruhnya, bukan hanya sebagian atau bersifat sementara (band. Ibr. 9:14). Melalui kesadaran yang sudah dibersihkan, dengan membayangkan kalau "tubuh kita sudah dibersihkan dengan air yang murni" sebagai gambaran diri kita yang dibersihkan, kita dapat menghampiri Allah dengan kekudusan. Sama seperti baptisan sebagai tanda pembersihan tubuh bagian luar, demikianlah Kristus melakukan pembersihan pada sisi dalam hati kita, sebagai pembersihan atas dosa-dosa kita (Kis. 22:16). Sekali “tubuh” kita sudah dibersihkan dan dibasuh dengan air yang murni melalui pembaptisan iman percaya, dan hati kita disucikan dan dibersihkan dari yang jahat melalui pengakuan Roh Kudus yang menguasai hati kita, maka kita bebas datang kepada-Nya tanpa perantara. Nas firman Tuhan minggu ini meneguhkan, kita berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia (band. 1Kor. 1:9; Ibr. 3:1, 6; 7:19).

 

 

 

Keempat: Saling memperhatikan dalam kasih (ayat 24-25)

 

Dua keistimewaan sebagai buah hidup baru di dalam Kristus telah disampaikan di atas. Ada dua buah tambahan lagi, yakni kita dapat saling mendukung dan menikmati kasih dari sesama orang percaya (ayat 24); dan terakhir, kita dapat beribadah bersama sesama orang percaya dengan sukacita (ayat 25). Yesus Kristus sebagai Kepala Rumah (Umat) Allah dan Kepala Gereja tidak menghendaki satu pun anak-anaknya yang terhilang. Latar belakang dan perjalanan hidup setiap orang tidaklah sama, demikian pula dengan kesiapan dalam menghadapi tantangan dan pergumulan hidup. Dalam kehidupan ini kita berhadapan dengan berbagai pencobaan dan perjuangan hidup, bahkan kadang kala dengan ketidakadilan dan penganiayaan. Mereka yang membenci Kekristenan akan terus melakukan upaya-upaya itu. Kita juga tidak perlu langsung menghakimi sebab setiap orang mudah jatuh dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu juga, dalam Doa Bapa Kami kita selalu menaikkan permohonan, “jauhkanlah kami dari pencobaan”.

 

 

 

Semua itu mendorong semangat kita untuk bersekutu dengan sesama orang percaya, berusaha lebih keras lagi untuk dapat bersatu dalam iman dan perbuatan, membangun semakin kuat menghadapi tantangan yang kita hadapi. Di sisi lain, kita juga akan menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan pokok iman kita. Maka nas minggu ini mengingatkan, menjauhkan atau menghindari pertemuan-pertemuan ibadah sama saja dengan mengabaikan pentingnya orang Kristen untuk saling menolong. Kita berkumpul untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain di dalam Tuhan. Kesediaan kita untuk berkumpul dan saling menasihati dan mengajar, mewujudkan kasih dan perbuatan baik terhadap sesama dan orang yang belum percaya membuktikan kalau iman kita hidup, menyadarkan kita sebagai bagian dari rencana Tuhan dalam membangun kerajaan-Nya yang lebih luas. Dalam kitab Galatia dikatakan, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal. 6:2). Dengan hati yang sudah dibersihkan kita seyogyanya semakin memahami dan peka akan kehendak-Nya, sehingga jangan menafsirkan pertemuan ibadah sebagai ibadah hari minggu saja. Melalui persekutuan orang percaya dalam ibadah dan hubungan pribadi yang erat, diharapkan adanya sinergi yang lebih baik dalam meninggikan nama Tuhan Yesus.

 

 

 

Setiap orang percaya harus berpegang teguh pada tugas dan pengharapan ini. Kita tidak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai pergumulan yang dapat meruntuhkan iman kita. Keengganan bersekutu dapat menimbulkan iman yang merosot dan memudar. Sebaliknya, ketekunan dalam beribadah akan menghasilkan disiplin yang baik.  Orang Kristen bukan dipanggil untuk menjadi pribadi yang individualistis. Allah memberikan gereja untuk menjadi tempat kita saling berbagi dan menguatkan. Sikap ini juga harus dikaitkan dengan berpikir bahwa hari Tuhan akan segera datang, yakni dalam pengertian "kecil" bersifat pribadi atau dalam pengertian besar yakni akhir zaman, meski pada nas ini lebih tepat tentang nubuatan hancurnya kota Yerusalem dan Bait Allah oleh serangan Nero dan Kaisar Titus di tahun 70 M setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Akan tetapi, Yesus Kristus tetap akan datang kembali untuk menjemput kita orang-orang yang setia dan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Ia yang akan menyediakan tempat bagi kita adalah setia, dan untuk itulah kita peringati kematian-Nya pada Jumat Agung ini.

 

 

 

Penutup

 

Atas kebaikan dan anugerah Allah di dalam Kristus, dosa-dosa kita sudah ditebus dengan kematian-Nya. Penderitaan yang Dia alami melalui jalan menjadi manusia biasa, mengubah hal pokok bagi kita dalam menebus setiap dosa dan kesalahan. Kita tidak perlu lagi membawa korban persembahan berulang-ulang, karena kita sudah disucikan dengan darah-Nya. Ruang Mahakudus di sorga terbuka bagi kita orang percaya. Kita juga dinyatakan harus dengan berani menghampiri takhta-Nya, menyampaikan segala keluh kesah dan penderitaan, bahkan seluruh pengharapan kita. Tidak diperlukan lagi imam manusia biasa lainnya sebab Ia sudah menjadi Imam Besar Agung kita. Dengan iman yang teguh, kita melangkah di setiap saat dan tempat mengisi kehidupan ini dengan melakukan perbuatan kasih sebagai penggenapan janji-janji sorgawi yang kita terima. Mari kita melupakan dosa masa lalu dengan tetap mengikuti Yesus dan mengabdikan hidup kita bagi-Nya dan melayani-Nya, dengan tetap berpengharapan teguh bahwa Ia akan kembali untuk menjemput kita yang telah dipilih. Demikianlah kita memperingati kematian-Nya dan menghormati apa yang sudah dilakukan-Nya bagi hidup kita.

 

Selamat beribadah dan selamat memperingati Jumat Agung.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Jumat Agung 18 April 2025

Khotbah (3) Jumat Agung 18 April 2025

 

 HAMBA TUHAN YANG MENDERITA (Yes. 52:13-53:12)

 

             Firman Tuhan bagi kita pada Jumat Agung, hari besar umat Kristiani ini, diambil dari Yes. 52:13-53:12. Judul perikop ini: Hamba TUHAN yang menderita.

 

 

 

Nabi Yesaya sangat jelas dan tepat menuliskan nubuatan tentang turunnya Juruselamat untuk manusia. Namun gambaran hamba Tuhan yang diberikan, bukanlah seperti hal yang dipikirkan oleh umat Israel. Allah ingin membalik cari pikir mereka, yang beranggapan bahwa Raja dan Mesias yang datang tipikal Raja Daud atau pahlawan dalam mitos. Allah memiliki maksud tentang hal itu, menegaskan bahwa kadang-kadang yang dipikirkan manusia tidak selalu sama dengan pikiran Allah. “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yes. 55:8-9).

 

 

Hamba Tuhan yang datang tidak tampan dan tidak ada semaraknya. Mungkin ini gambaran tentang kesederhanaan-Nya. Tetapi penderitaan-Nya dituliskan rinci dan begitu buruk: seperti bukan manusia lagi, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia (52:14; 53:2b, 3). Itu terjadi karena Ia tertikam, dihina, dianiaya, penuh kesengsaraan, tetapi Ia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulut-Nya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian (53:7). Sebuah sikap hidup berserah tanpa banyak keluhan yang layak kita teladani.

 

 

 

Ironisnya semua itu terjadi bukan karena kesalahan-Nya. “Tetapi sesungguhnya penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya. “Dia ditikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (53:5-6).

 

 

 

Sangat jelas bahwa hamba Tuhan yang digambarkan nabi Yesaya adalah Yesus Kristus. Proses peradilan yang panjang dan tidak adil dihadapi Tuhan Yesus, termasuk cuci tangan dan saling lempar tanggungjawab, yang membuat penderitaan Yesus semakin berat. Tetapi ini mengukuhkan tidak ada nabi lain bahkan pemimpin agama lain yang mati bagi pengikutnya dan bahkan mati disalib. Itulah hamba Tuhan Yesus yang kita peringati penyaliban-Nya pada Jumat Agung ini.

 

 

 

Alkitab dengan jelas menuliskan alasan Yesus harus mati, yakni agar kita hidup dan bahkan hidup kekal (Yoh. 3:16). Manusia terus berbuat dosa dan upah dosa adalah maut dan kematian. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip penebusan, harus ada pengganti korban agar yang percaya konsep penebusan menjadi selamat (Rm. 6:23; Ef. 1:7). Allah mau turun dari sorga dan mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:6-7).

 

 

 

Seperti dalam Perjanjian Lama, penghapusan dosa dan kesalahan hanya dapat dilakukan bila ada korban pengganti, berupa korban bakaran (Ola) atau korban penghabis dosa/salah (Khatta’t atau Asyam), ada darah yang tercurah, dan tentu terutama didasari oleh penyesalan dan pertobatan (Im. 1-7; 2Taw. 29:23; 1Yoh. 2:2). Dengan penyesalan dan pertobatan, maka kita layak mendapat pengampunan atas dosa-dosa yang terjadi (Kol. 1:14).

 

 

 

Hal lainnya Yesus mati agar menjadi teladan bagi kita dengan kesetiaan-Nya (Flp. 2:8). Tuhan Yesus menyadari akan melewati penderitaan yang tidak tertahankan, sehingga Dia sampai mengatakan, “biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku”, dan kemudian ditambahkan-Nya, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat. 26:39).

 

 

 

Itulah yang kita peringati di Jumat Agung tentang kasih dan kebesaran Tuhan Yesus, yang menderita dan mati bagi kita agar kita selamat. Respons terbaik kita adalah, ikut melayani Dia melalui kesaksian tentang kasih dan kuasa-Nya dan menjadi berkat bagi orang lain. Dan Ia berpesan, agar kita memperingati, merayakan, dan menerima tugas tanggungjawab kita dengan mengikuti perjamuan kudus (1Kor. 11:23-26). Selamat mengikuti perjamuan kudus.

 

Selamat beribadah dan selamat memperingati Jumat Agung.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025

Khotbah Minggu Palma, Masa Sengsara-  13 April 2025

 

 

 

YANG TERBESAR DI SORGA (Luk 22:24-34)

 

 

 

Pendahuluan

 

Minggu ini kita memasuki minggu sengsara menjelang peringatan kematian Tuhan kita Yesus Kristus di kayu salib, yakni pada hari Jumat Agung nanti. Bacaan minggu ini berupa dua peristiwa, yakni pertengkaran para murid tentang siapa yang terbesar dan terutama di antara mereka; dan kedua, tentang pemberitahuan penyangkalan Petrus akan Tuhan Yesus. Dari dua peristiwa ini kita dapat mengambil hikmat dan petunjuk hidup sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Dipanggil untuk melayani ( ayat 24-25)

 

Kalau kita baca dari awal pelayanan-Nya, para murid ini dipanggil untuk melayani Tuhan Yesus dan sesama manusia. Mereka diminta rela meninggalkan kehidupan awal pribadinya dan menyerahkan seluruh hidup mereka bagi Tuhan Yesus. Mereka bersedia karena percaya Ia adalah Mesias. Namun dalam perjalanan waktu yang singkat, mereka mulai menyadari bahwa pelayanan Yesus akan berakhir sebab perlawanan para Imam dan orang Farisi terhadap-Nya sudah semakin besar. Demikian juga penguasa Romawi tetap keras karena tidak mau mengambil resiko untuk memberikan perlindungan khusus kepada-Nya. Maka ketika Tuhan Yesus mengadakan perjamuan malam menjelang paskah, mereka sadar mungkin itulah adalah saat-saat akhir, dan ketika duduk dalam perjamuan itu, mereka mempersoalkan posisi duduk masing-masing murid dalam perjamuan tersebut.

 

 

 

Sebagaimana diketahui, posisi duduk dalam adat istiadat Yahudi yang di sebelah kanan tuan rumah adalah yang paling utama dan kemudian yang duduk di sebelah kirinya. Urutan kedudukan berikutnya adaalah duduk kedua di sebelah kanan dan yang berikutnya duduk kedua di sebelah kiri. Demikian seterusnya hirarki posisi duduk dalam adat-adat Yahudi tersebut. Yohanes, murid yang paling muda tampaknya duduk di sebelah kanan Tuhan Yesus dan hal ini menimbulkan kecemburuan dan protes para murid. Mengapa Yohanes yang masih muda duduk pada posisi yang paling terhormat itu?

 

 

 

Dalam hal ini tampaknya para murid melupakan bahwa yang utama tugas mereka adalah pelayanan, bukan mempersoalkan kebesaran dan keutamaan dari masing-masing orang. Mereka dipanggil untuk melayani dan harus fokus pada pelayanan itu sendiri. Apabila mereka mempersoalkan kedudukan dan kebesaran, maka itu tidak sesuai dengan panggilan awal dan itu adalah pikiran duniawi. Pikiran duniawi dan manusiawi selalu memperhitungkan posisi dan kedudukan, imbal jasa, untung rugi dan upah jerih payah dari pelayanan atau pekerjaan yang dilakukan. Mungkin kita berpikir bahwa itu wajar, manusiawi, tetapi apa yang disampaikan Tuhan Yesus pada murid saat itu, jelas hal itu salah dan bukan cara pandang rohani yang benar.

 

 

 

Tidak jarang kita pun acapkali berpikir dan bersikap demikian. Ketika kita memberi lebih banyak kepada gereja, atau ketika kita sangat aktif di pelayanan, maka kita akan menuntut posisi yang lebih dihormati, seperti selalu duduk di depan atau tempat istimewa. Ketika kita memiliki "jabatan” yang lebih "tinggi" maka kita ingin diperlakukan lebih terhormat dan utama dalam setiap kegiatan. Sikap inilah yang dicela Tuhan Yesus. Kalau kita memang sudah merasa dipanggil untuk melayani atau memberi, maka rendahkanlah hati kita. Kita harus mengikuti Tuhan Yesus, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lain minggu ini, “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Flp 2:6-7). Kita juga harus bercermin pada petunjuk Alkitab, apabila kita dalam suatu acara pesta perkawinan atau acara lainnya, maka duduklah terlebih dahulu di tempat yang kurang terhormat, kalau memang "jatah" kita di tempat yang lebih terhormat, maka tuan rumah akan menempatkan di sana nantinya (Luk 14: 7-11).

 

 

 

Kedua: Yang terbesar adalah yang paling melayani (ayat 26-27)

 

Melayani berbeda dengan bekerja, walau bekerja dapat juga sebagai pelayanan. Melayani tidak mengharapkan imbalan, sementara bekerja wajar mengejar upah atau imbalan yang besar. Kalau melayani tidak mengenal jam kerja atau batas minimum 160 jam kerja dalam sebulan, sementara dalam bekerja di kantoran, kriteria itu dipakai kecuali dia bekerja paruh waktu. Apabila bekerja lebih dari yang ditetapkan, misalnya menjadi 180 jam, maka pekerja mengharapkan lembur, dan kalau tidak ada lembur biasanya diberikan tunjangan khusus atau tunjangan jabatan. Tapi itu adalah hitungan atau prinsip duniawi. Kalau dalam pelayanan tidak ada istilah lembur. Bahkan seorang hamba Tuhan harus siap bila perlu melayani 24 jam sehari meski harus memperhatikam kesehatan tubuhnya.

 

 

 

Pengalaman di kantor memperlihatkan justru orang-orang yang bekerja tanpa berpikir lembur ini yang disukai pimpinan. Mereka bekerja secara sungguh-sungguh dan apabila situasi menghendaki kerja lembur, mereka tidak keberatan dan bahkan siap setiap saat. Mereka ini bukan orang-orang yang justru membuat pekerjaan lambat-lambat di jam kerja normal, sehingga berharap nanti bisa lembur dan penghasilan bertambah. Tidak sedikit yang berpikir dan bertindak demikian. Sejatinya bersikap demikian justru yang terjadi adalah kita mengasihi diri sendiri dan bukan mengasihi orang lain. Ini bertentangan dengan hakekat pelayanan.

 

 

 

Apakah kita di kantor bersiasat membuat seolah-olah kita tampak sibuk dan mengharapkan "lemburan", atau kita dengan tulus melakukan kewajiban pekerjaan dan pelayanan itu dengan sukacita. Kita lakoni pekerjaan dan pelayanan itu dengan penuh tanggungjawab dan bahkan tidak pernah mengeluh dan menuntut. Sikap demikian yang seharusnya tampak dalam pekerjaan kita di kantor. Inilah yang diharapkan bos kita dan menyenangkan hatinya. Pemimpin dalam pelayanan kita adalah Tuhan Yesus. Sikap hitung-hitungan jelas dicela Tuhan Yesus. Oleh karena itu Tuhan Yesus berkata,  justru yang paling besar di antara mereka adalah mereka yang merasa paling muda, dalam arti masih merasa perlu terus belajar dan merasa belum banyak berbuat; bukan perasaan sok tahu banyak pengalaman dan sudah berbuat banyak. Demikian juga mereka yang menjadi pemimpin dalam pelayanan, menurut Tuhan Yesus adalah mereka yang paling banyak dan bersungguh-sungguh melayani.

 

 

 

Kebesaran dan keutamaan seseorang dalam pelayanan bukanlah karena jabatan,  kuasa, gelar, ketenaran, atau prestasi yang besar. Justru sikap kita terhadap pelayanan atas apa yang kita kerjakan bagi Allah serta pandangan rohani kita di hadapan Dia, itulah yang menentukan kebesaran kita di hadapan-Nya (band. Mat 18:3-4; 20:25-28).

 

 

 

Ketiga: Kehormatan sudah diberikan (28-30)

 

Tuhan Yesus mengatakan dalam nats tersebut kita sudah memiliki keutamaan. Kita sebagai orang-orang yang dipanggil dan diselamatkan telah memiliki keutamaan menjadi bagian dalam kerajaan-Nya, baik saat ini maupun nanti. Kita sudah masuk dalam kerajaan damai sejantera itu dan memjadi warga sorgawi. Para murid telah bersama-sama dengan Yesus dalam perjamuan makan minum semeja dan ikut serta dalam pencobaan menghadapi umat Israel dan penderitaan yang akan dialami-Nya, merupakan kehormatan yang tidak terhingga. Ini yang seharusnya menjadi sikap mereka, sebagaimana dimaksudkan oleh Raja Daud dalam mazmurnya, "Sebab lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di kemah-kemah orang fasik" (Mzm 84:10).

 

Tuhan Yesus menegaskan posisi-Nya bahwa Ia yang menetapkan hak-hak Kerajaan itu bagi kita orang percaya. Bapa telah menyerahkan hak itu kepada Yesus dan apabila kita percaya dan mengikuti-Nya, maka kita akan mendapat bagian yang indah dalam Kerajaan itu, baik saat ini maupun penggenapannya nanti. Tuhan Yesus telah menyediakan suatu "Kerajaan" yang didirikan-Nya dan para murid jangan mengharapkan kemuliaan dan kuasa duniawi tersebut pada masa ini. Keutamaan bagi kita bahkan digambarkan dalam kerajaan-Nya kelak dengan ikut menjadi hakim atas bangsa-bangsa yang tidak taat. Kita akan duduk bersama Tuhan Yesus di atas takhta dengan kekuasaan dan kemuliaan tersebut.

 

 

 

Sebagai orang yang berdosa yang hukumannya neraka dan kematian kekal, sebenarnya apa yang kita peroleh itu sudah lebih dari cukup dan sangat berharga. Kita tidak perlu mendapat gambaran bagaimana kelak situasi itu akan terjadi dan bagaimana wujud rupanya. Itu sudah terlalu jauh dan bahkan mungkin tidak bisa terbayangkan oleh mata dan pikiran (1Kor 2:9). Kita tidak perlu menuntut itu saat ini. Semuanya justru kita sikapi dengan rasa syukur dan hormat atas pemberian anugerah itu dan bukan pula menjadi alasan sombong atau sesumbar. Tuhan Yesus secara tidak langsung juga mengatakan bahwa mengikuti-Nya berarti akan masuk dalam pencobaan-pencobaan dan hanya yang bertahan yang akan tetap masuk dalam Kerajaan itu. Hati- hatilah, iblis akan memanfaatkan hal ini.

 

 

 

Keempat: Jangan sesumbar (ayat 31-34)

 

Apa yang kemudian terjadi pada Simon atau Petrus merupakan peringatan Tuhan Yesus yang menjadi kenyataan. Yesus sudah mengetahui bahwa Petrus sedang diincar oleh iblis sehingga ia diperingatkan. Tetapi Petrus sesumbar dan berkata: "Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!" (ayat 33).

 

 

 

Petrus pada dasarnya adalah seorang yg berani (Yoh 18:15). Kita tahu ia memotong telinga serdadu Romawi yang ingin menangkap Yesus. Petrus juga ikut sampai ke halaman rumah Imam Besar saat Yesus dibawa untuk diadili. Ini merupakan resiko bagi Petrus dan ia tidak takut. Namun apa yang terjadi, Yesus tahu oleh karena itu berkata: "Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (ayat 31-32). Pengertian menampi adalah melihat apakah memang Petrus memiliki iman yang kuat. Dalam hal ini Yesus mengizinkan iblis mencobai Petrus tetapi hanya sampai batas-batas tertentu dan dengan izin Allah (band. Ayub 1:10,12).

 

 

 

Iblis tahu dan menggunakan "kelemahan" Petrus yakni emosi dan kesombongannya. Iblis sudah menduga bahwa Petrus akan sesumbar dan mengatakan ia siap mati demi Yesus. Kenyataannya, Petrus memang tiga kali menyangkal Yesus. Tetapi Yesus juga menetapkan bahwa Ia akan berdoa bagi Petrus dengan mengatakan: Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu" (ayat 32).

 

 

 

Maka kita pun demikian agar jangan sesumbar. Jangan sombong rohani, meras sudah memberi dan berbuat pada Tuhan Yesus sangat banyak dan besar. Iblis akan mencobai kita meski ia tidak leluasa melakukan apa saja yang ia inginkan, sebab harus perkenan Allah. Kita berharap Allah berdoa bagi kita yang dikasihi-Nya. Itu juga sebabnya Yesus mengajar kita berdoa dalam Doa Bapa Kami, agar jangan membawa kita ke dalam pencobaan dan melepaskan dari yang jahat. Iblis itu jahat, begitu kita lepas dari iman dan kuasa Yesus, maka kita akan jatuh dan menjadi hamba iblis. Pesan ini juga disampaikan dalam bacaan lain minggu ini,

 

 

 

Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid (Yes. 50:4). Ini yang dimaksudkan Tuhan Yesus agar Petrus, jikalau dia sudah insaf, dia menguatkan saudara-saudaranya (Luk 22:32).

 

 

 

Kesimpulan

 

Minggu ini kita diajarkan tentang kelemahan manusia yang mengutamakan kedudukan dan kebesaran di masa kini. Sudut dan cara pandang demikian adalah duniawi. Justru bagi kita yang memberi dan melayani harus merasa kitalah yang paling muda dan masih sedikit serta terus belajar untuk yang lebih baik. Pemimpin adalah mereka yang paling merasa sebagai pelayan dan melayani lebih banyak tanpa memperhitungkan imbalan. Bagi kita yang sudah dipanggil masuk dalam Kerajaan-Nya, bagian kita sudah jelas tersedia yang paling baik. Kita tidak perlu sesumbar, sebab iblis dapat dengan memudah mencobai kita dan kalau tidak berpegang erat pada Allah, maka kita bisa jatuh. Mari kita rendahkan hati kita dalam memberi dan melayani sesuai yang Tuhan sediakan bagi kita.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

 

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 13 April 2025

Kabar dari Bukit

 

 BATU YANG BERTERIAK (Luk. 19:28-40)

 

 ”Jawab-Nya: "Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak” (Luk. 19:40)

 

Hari Minggu ini gereja-gereja akan dipenuhi daun palem. Umat Katholik bahkan sudah membawanya dari rumah dan berjalan menuju gereja, seolah membayangkan mengelu-elukan Tuhan Yesus dengan sorak sorai yang lewat di jalan itu. Semoga demikanlah hati dan semangat kita semua.

 

 

Firman Tuhan bagi kita memasuki Minggu Sengsara ini adalah Luk. 19:28-40; sebuah kisah Tuhan Yesus saat meneruskan perjalanan-Nya menuju Yerusalem menjelang akhir hidup-Nya. Sambutan umat begitu besar, antusias, memperlakukan-Nya sebagai Raja. Tentu ini didasari oleh pengalaman mereka melihat hal yang dilakukan Yesus sebelumnya. Begitu banyak mukjizat dilakukan, kuasa-Nya yang besar, dan kasih-Nya terhadap orang-orang berkebutuhan. Ini diperkuat lagi pengharapan umat Yahudi akan Mesias yang sudah lama dinantikan, sebagai penggenapan nubuat-nubuat yang disampaikan oleh para nabi.

 

 

 

Namun pengharapan Mesias umat Yahudi terhadap Yesus sebagai Raja dan pemimpin massa, yang membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, ternyata salah. Yesus memasuki Yerusalem sebagai Raja Damai. Ia memberikan sinyal dengan tidak menunggangi kuda sebagai lambang kekuatan dan perlawanan, melainkan menunggangi keledai saat masuk menuju Bait Allah. Keledai itu pun hasil "pinjaman" dari orang lain, dan dipilih yang masih muda (ay. 30-34). Sebuah pesan kerendahan hati dan membawa damai.

 

 

 

Sementara Yesus mengendarai keledai itu, mereka menghamparkan pakaiannya di jalan (ay. 36). Respon yang luar biasa, bahkan “semua murid yang mengiringi Dia bergembira dan memuji Allah dengan suara nyaring berkata: "Diberkatilah Dia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, damai sejahtera di surga dan kemuliaan di tempat yang mahatinggi!" (ay. 37-38).

 

 

 

Yesus sebenarnya mengetahui telah tiba akhir pelayanan-Nya di bumi, dan akan dibunuh di Yerusalem sebagaimana dikatakan-Nya (Luk. 24:25-27; Yoh. 3:14-15); sekaligus memenuhi nubuatan di Perjanjian Lama (Yes. 53:1-12; Zak. 9:9; 12:10). Namun Yesus tetap melangkah tegar memenuhi kehendak Bapa, dan menunjukkan kepada kita beberapa sikap dan keteladanan yang kita perlu ikuti dan miliki. Pertama, ketaatan pada Allah, apapun resiko dan harganya, jangan takut. Kedua, kesiapan menghadapi tantangan yang sudah ada di depan mata. Jangan lari dari tanggung jawab, baik itu atas rencana Tuhan yang tidak kita mengerti, atau atas kesalahan yang kita perbuat dan tentunya Tuhan maklumi terjadi.

 

 

 

Keteladanan ketiga, kesediaan untuk berkorban bagi orang lain. Kasih adalah pengorbanan. Keempat, selalu dalam tindakan mempertunjukkan kasih dan membawa damai. Kelima, meyakini semua jalan hidup ada dalam kendali dan penggenapan rencana Allah Bapa dalam diri setiap orang. Terakhir, janganlah takut menghadapi kematian, sebagaimana Yesus, meski jalannya menyakitkan.

 

 

 

Yesus percaya akan kuasa Bapa sehingga ketika orang Farisi meminta agar Ia menegor murid-murid yang mengelu-elukannya, Ia menjawab: “Aku berkata kepadamu: Jika mereka ini diam, batu ini akan berteriak" (ay. 40). Batu, benda mati berteriak, memberi makna kepada kita bahwa semua alam semesta adalah ciptaan-Nya dan di bawah kuasa-Nya. Ini juga memberi arti bahwa kebenaran dan kemuliaan Tuhan tidak dapat disembunyikan; semua akan terungkap. Batu berteriak berarti, meski manusia tidak memuji-Nya, Tuhan memiliki cara untuk menaikkan pujian bagi Dia, yang berdaulat memiliki kemuliaan untuk memuji diri-Nya sendiri.

 

 

Mari kita bersama Yesus mempersiapkan diri sebagai pemenang, dengan tegar dan kuat. Iman kita berpegang tidak akan sia-sia; palem kemenangan dan sorak sorai membuat semua pengharapan akan terjadi. Terpujilah Dia Yesus Raja kita.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara 13 April 2025

Khotbah (2) Minggu Palma, Masa Sengsara-  13 April 2025

 

 SEGALA LIDAH MENGAKU: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN (Flp. 2:5-11)

 

 

Pendahuluan

 

Firman Tuhan melalui Rasul Paulus mengingatkan orang percaya di Filipi, bahwa mereka harus berbeda dengan orang lain yang belum percaya. Melalui nas Minggu VI Pra Paskah – Minggu Palma Masa Sengsara ini kita diberikan beberapa pemikiran pokok lainnya sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Pikiran dan perasaan sesuai Kristus dan kesetaraan (ayat 5-6)

 

 

 

Inkarnasi adalah tindakan pra-keberadaan Anak Allah dengan kerelaan hati menjadi manusia dengan tubuh dan perilaku manusia (band. Yoh. 1:1-14; Rm. 1:2-5; 2Kor 8:9; 1Tim. 3:16; Ibr. 2:14; 1Yoh. 1:1-3 tentang penjelasan inkarnasi). Tanpa perlu ”berhenti” sebagai Allah, Anak Allah menjadi manusia biasa, yang dinamai dan dipanggil sebagai Yesus. Dia tidak menonjolkan keilahian-Nya, tetapi justru menyampingkan hak untuk dimuliakan dan dihormati sebagai Allah. Dia hidup dengan berbagai keterbatasan manusiawi biasa, rela berkorban menjadi manusia dengan segala kelemahannya, memiliki rasa sakit, lapar, haus, sedih dan lainnya.

 

 

 

Tuhan Yesus juga "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan." Maksudnya kedudukan itu tidak dianggap-Nya sebagai harga yang harus dipertahankan untuk kepentingan diri-Nya sendiri. Kesetaraan hal yang nonsense, dan yang utama bagi Yesus adalah manusia yang dikasihi-Nya dapat diselamatkan. Ia meninggalkan takhta kedudukan yang mulia di sorga, mengambil tempat hina sebagai hamba yang menderita dengan disalibkan, serta taat sampai mati untuk kepentingan orang lain.

 

 

 

Sebaliknya kita manusia kadang-kadang lebih mementingkan diri sendiri, merasa sombong dan mudah berbuat jahat, dengan justifikasi merasa diri benar dan itu adalah hak. Sebaliknya, kalau kita mengatakan bahwa kita mengikut Yesus, maka kita harus berusaha hidup seperti Dia. Inilah pesan yang dimaksud dengan berperasaan dan berpikiran seperti Kristus yang harus dimiliki oleh setiap orang percaya.

 

 

 

Kedua: Pengosongan diri (ayat 7)

 

 

 

Ia juga disebut mengosongkan diri-Nya. Pengosongan diri adalah melepas kehebatan dan keistimewaan dengan segala atribut dan predikat yang sebenarnya dimiliki. Pengosongan diri sama seperti kita sebagai orang dewasa ingin berbicara kepada anak kecil. Cara berpikir dan sikap kita haruslah seperti anak kecil, agar kita mudah dimengerti dan diikuti. Kalau kita mempertahankan status dan predikat kita sebagai orang dewasa, dan menempatkan diri lebih pintar, maka komunikasi tidak akan berjalan baik.

 

 

 

Kita dapat menjalani kehidupan ini dengan pilihan: meminta dilayani dan dipuja-puji dihormati; atau kita mencari kesempatan untuk bisa melayani orang lain (band. Mrk. 10:45 tentang sifat-sifat melayani). Nas ini berpesan bagi orang percaya di Filipi dan kita semua, agar jangan menyombongkan diri dengan status “sebagai orang Romawi”, elite, dan tidak mau melayani. Kita diminta mengembangkan sikap rendah hati untuk melayani, meski kadang kala upaya kita itu tidak mendapat pengakuan dari orang lain. Tetapi Allah mengetahui semua itu. Mari kita berikan sebagian hidup kita untuk orang lain, tidak berpusat ke diri sendiri saja.

 

 

 

Ketiga: merendahkan diri untuk ditinggikan (ayat 8-9)

 

 

 

Dalam sistem hukum Romawi, hukuman mati dengan penyaliban adalah hukuman berat yang diberikan kepada penjahat besar. Hukuman ini sangat menyakitkan secara fisik, direndahkan secara manusia, sebab mereka harus dipaku di tangan dan kakinya di kayu salib dan dibiarkan mati perlahan-lahan. Apabila dianggap matinya kelamaan, maka dilakukan penusukan dan kemudian dicek sambil mematahkan kakinya, dengan maksud apakah masih ada reaksi atau tidak. Bagi mereka yang masih sehat tatkala disalibkan, kematian dapat berlangsung beberapa hari menunggu mati lemas, terlebih memikul berat badan dan kesulitan bernafas. Yesus sendiri karena melalui penyiksaan sebelum disalib, maka kematian-Nya menjadi lebih cepat, terlebih dengan tusukan di lambung. Sungguh penderitaan yang berat.

 

 

 

Adanya kecendrungan manusia untuk lebih senang dipuja-puji dan menyombongkan diri, haruslah dibuang dan dihindari. Alkitab menceritakan bagaimana manusia ingin membangun menara Babel. Membangun menara tinggi adalah hal yang baik. Manusia memiliki kemampuan membangun seperti itu adalah hal yang positip, tapi yang salah adalah motivasi dan tujuan membangun menara tinggi itu untuk kesombongan dan ditinggikan, bukan untuk kemaslahatan bersama. Mereka yang menyukai kesombongan seperti itu, akan tiba saatnya mereka direndahkan dan dihukum. Mereka yang meninggikan diri akan direndahkan dan mereka yang merendahkan dirinya akan ditinggikan (Mat. 23:12; Luk. 14:11).

 

 

 

Keempat: Yesus Kristus adalah Tuhan (ayat 10-11)

 

 

 

Alkitab mengungkapkan bahwa Yesus selama di dunia tidak pernah menyangkal keilahian-Nya. Ia berulang kali dalam berbagai kesempatan menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan (Mat. 16:16-17; Yoh. 6:68-69; 8:58; 10:30). Ia sadar memiliki dua hakikat menyatu dalam satu pribadi: Allah sejati dan manusia sejati. Yesus sebagai Adam terakhir yang berasal dari sorga (1Kor. 15:47).

 

 

 

Ada beberapa cara membuktikan ke-Allah-an Tuhan Yesus, dalam arti Ia berasal dari Allah dan memiliki kuasa yang sama dengan Allah. Hal ini dimulai dari banyaknya nubuatan pada kitab perjanjian lama yang "match" dengan Pribadi-Nya, sampai kepada peristiwa pra kelahiran melalui kandungan Maria dan kuasa Roh Kudus. Kemudian peristiwa kelahiran yang mengagumkan, perkembangan pribadi, hingga pelayanan yang dilakukan selama tiga setengah tahun yang penuh dengan kuasa dan mukjizat. Demikian pula cara mati Yesus, peristiwa pasca kematian, pelayanan setelah kebangkitan, dan bahkan kenaikan ke sorga yang disaksikan banyak orang, membuat semua itu tak diragukan lagi bahwa Yesus adalah Tuhan, Anak Allah dan memiliki kuasa yang sama dengan Allah.

 

           

 

Perjalanan dan bukti yang demikian kuat inilah yang membuat Allah Bapa mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, dalam arti dengan pengikut terbesar umat beragama yang hampir mencapai 3 milyar (agama kedua terbesar adalah Islam dan ketiga Hindu). Tidak ada nama lain yang lebih dikenal oleh banyak orang dari pada nama Yesus di muka bumi ini. Pada akhir zaman nanti, sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab (Kis. 10:42), Yesus akan dilihat dan diakui semua orang sebagai Hakim dan berkuasa atas semua manusia, termasuk mereka yang dihukum dan tidak diselamatkan. Kitab suci agama lain juga mengakui akan peran Yesus dalam masa penghakiman tersebut. Oleh karena itu, benarlah dalam nas ini dikatakan, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," “bagi kemuliaan Allah, Bapa!”

 

 

 

Penutup

 

           

 

Melalui bacaan minggu sengsara ini, kembali kita diingatkan pentingnya orang percaya untuk memiliki perasaan dan pikiran yang sama dengan Kristus, dalam arti menjadi serupa dengan Dia (Flp. 3:10). Mereka yang merendahkan diri pada akhirnya pasti akan ditinggikan, bukan saja di dunia ini melainkan juga di sorga.

 

 

 

Bagi kita orang percaya, tujuan dari semua itu adalah agar sebagai pengikut Kristus, kita muliakan Dia melalui kehidupan kita, tidak hanya dengan simbol daun palem, tetapi semua orang dapat melihat Yesus hidup di dalam diri kita, sehingga mereka ikut dan memuji dan memuliakan Yesus, dan semua lidah akan mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 24 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12421812
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3364
6852
3364
12380249
34144
134774
12421812

IP Anda: 216.73.216.189
2025-07-06 17:39

Login Form