2025
2025
Kabar dari Bukit, Minggu 10 Agustus 2025
Kabar dari Bukit
IBADAH YANG SEJATI (Mzm. 50:1-23)
”Perhatikanlah ini, hai Kamu yang melupakan Allah; supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan” (Mzm. 50:22)
Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan; Bila tiada rela sujud dan sungkur?
Apalah arti ibadahmu kepada Tuhan; Bila tiada hati tulus dan syukur?
Ibadah sejati, jadikanlah persembahan; Ibadah sejati: kasihilah sesamamu!
Ibadah sejati yang berkenan bagi Tuhan; Jujur dan tulus ibadah murni bagi Tuhan (PKJ 264)
Lirik PKJ 264 “Apalah Arti Ibadahmu” merupakan padanan firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, dari Mazmur 50:1-23; Judul perikopnya: Ibadah yang sejati. Mazmur 50 (dan 49) merupakan khotbah pengajaran tentang perilaku dan sikap umat Israel dan kita orang percaya dalam beribadah dan memperlihatkan kasih kepada-Nya.
Sebelumnya Mazmur 49 mengajarkan agar kita tidak tergiur oleh harta dan dunia ini. Kita ingin disadarkan dari ilusi rasa aman kekayaan, dan peduli masa depan di kekekalan. Selanjutnya Mzm. 50 ini menggambarkan Mesias Tuhan Yesus yang akan datang kembali untuk menghakimi. Kedatangan-Nya dari Sion, puncak keindahan, tampil bersinar. Ia tidak akan berdiam diri, "di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-Nya bertiup badai yang dahsyat. Ia berseru kepada langit di atas, dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya" (ay. 2-4). Tuhan akan bertindak sebagai Hakim dan menegakkan keadilan-Nya (ay. 6).
Tuhan Yesus akan mengumpulkan orang-orang yang mengasihi-Nya, yang dipanggil melalui Perjanjian Baptisan (dan Sidi), yang setia dan berusaha menjaga kekudusan hidup (ay. 5). Ia tidak mempedulikan persembahan kita, melainkan melihat cara kita beribadah yang sejati kepada-Nya.
Hal pertama yang ditekankan adalah sikap bersyukur; membawa persembahan sebagai ungkapan rasa syukur atas kasih karunia dan pemeliharaan-Nya. Persembahan bukan atas rumus aturan yang dibuat manusia agar semakin besar kita memberi untuk memperoleh keselamatan, apalagi untuk menuai lebih banyak. Tuhan adalah pemilik alam semesta sehingga tidak memerlukan korban hewan atau materi (ay. 9-13). Tetapi rasa syukur dari hati yang penuh berterima kasih adalah ibadah yang sejati. Itulah yang berkenan kepada-Nya (ay. 14, 23a).
Hal kedua diingatkan tentang nazar, pengakuan iman percaya kita, pernyataan Allah adalah pemilik kehidupan; Pengakuan bahwa Dia adalah andalan kekuatan kita dalam mengatasi segala pergumulan dan juga mewujudkan pengharapan yang kita naikkan. “Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku" (ay. 15). Hal ketiga, diingatkan kita harus menjauhi orang fasik yang mengandalkan dan menyombongkan diri. Mereka akan mengajarkan hal buruk, mengucapkan yang jahat dan lidah yang melekat tipu daya. Janganlah berkawan dengan mereka (ay. 16-20).
Hal keempat, nazar pengakuan iman bahwa kita tidak khawatir akan hari esok. "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" (Mat. 6:11). "Kekhawatiran sehari cukuplah untuk sehari" (Mat. 6:34). Oleh karena itu ketika ada saudara kita yang membutuhkan baik makanan dan minuman atau orang yang berkeluh, marilah ikut melayani agar iman mereka tetap kuat serta teguh (PKJ 264). Wujudkan keadilan-Nya dengan kasih terhadap sesama.
Hal terakhir, kita diperingatkan tentang penghukuman bila tidak taat dan setia menjaga ibadah yang sejati. “Perhatikanlah ini, hai kamu yang melupakan Allah; supaya jangan Aku menerkam, dan tidak ada yang melepaskan” (ay. 22). "Orang yang benar jalannya, akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari Allah” (ay. 23). Haleluya.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu IX Setelah Pentakosta - 10 Agustus 2025
Khotbah Minggu IX Setelah Pentakosta – 10 Agustus 2025
HENDAKLAH KAMU SIAP SEDIA (Luk. 12:32-40)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes. 1:1, 10-20 atau Kej. 15:1-6; Ibr. 11:1-3, 8-16; Mzm. 50:1-8, 22-23 atau Mzm. 33:12-22;
Pendahuluan
Minggu lalu kita diajarkan tentang orang kaya yang bodoh dan tamak. Minggu ini pesan yang kita terima masih senada namun lebih ditekankan hubungannya dengan akhir zaman dan persiapan menantikan kedatangan Tuhan. Kita tidak hanya terlena dengan keadaan dan kebutuhan saat ini saja dan melupakan persiapan untuk kehidupan di masa mendatang. Memang sering kali manusia tidak menyadari bahwa sewaktu-waktu hidupnya dapat berakhir, sebab umur manusia ada di tangan Tuhan. Dari nats yang kita baca di atas, kita diberi hikmat kehidupan sebagai berikut.
Pertama: janganlah takut dan juallah hartamu (ayat 32-33a)
Merencanakan adalah sesuatu yang baik. Firman Tuhan juga menekankan bahwa perencanaan itu penting (Luk. 14:28). Ada nasehat yang mengatakan, mereka yang merencanakan dengan baik, sudah melakukan setengah pekerjaannya. Artinya, semua masa depan menjadi tertata dan teratur, sehingga saat itu tiba, segalanya menjadi lebih mudah dan enak. Perencanaan juga secara otomatis membuat kita lebih tidak kuatir dan takut. Memang selalu ada faktor atau hal yang tidak terperhitungkan, sesuai dengan keterbatasan manusia, tapi biarlah itu masuk dalam wilayah kehendak Tuhan. Kita hanya mempesiapkan yang terbaik, dan mengakui Tuhan dapat memberi yang lebih baik meski kemungkinan yang diberi jauh dari rencana juga bisa terjadi. Tapi, iman kita harus menerima, keputusan Tuhan itu pasti yang terbaik bagi kita.
Merencanakan memiliki harta yang cukup, jelas suatu hal yang baik. Seseorang yang bekerja keras demi untuk menghasilkan “banyak uang dan harta” bukanlah sesuatu yang buruk. Tetapi banyak itu harus ada ukuran dan batasan. Seseorang yang membeli polis asuransi untuk kematian, kesehatan, pendidikan anak, bahkan membeli lahan kuburan saat dia masih hidup (dengan pertimbangan untuk tidak merepotkan anak atau orang lain saat dia meninggal), adalah suatu pilihan yang bijak. Akan tetapi jika seseorang menumpuk kekayaan dengan berpikir ia memerlukan semua itu untuk bekal anak-cucunya hingga generasi ketujuh, jelas itu salah, terlebih jika semangat berbagi tidak dimilikinya. Seorang pengusaha yang berhasil pun biasanya motivasinya bukanlah untuk menumpuk kekayaan, melainkan mengalahkan tantangan dan kepuasan membuat nilai tambah atas kerja atau produk yang dibuat serta dapat melayani orang lain. Itu lebih bernilai dibandingkan harta dan kekayaan yang diperolehnya.
Puncak ekspresi dari kepemilikan itu adalah tidak kuatir apabila Tuhan mengambil itu semua, baik karena kesalahannya maupun oleh karena izin-Nya (bandingkan kisah Ayub). Ketergantungan dan mengandalkan masa depan pada harta benda itu yang salah. Oleh karena itu, sebenarnya orang atheis itu tidak ada. Semua orang prinsipnya mengaku ada “tuhan”. Akan tetapi ada yang mengaku dengan benar bahwa Tuhannya adalah Yesus Kristus yang memelihara dirinya dan memberi keselamatan, tetapi ada juga yang mengaku dengan salah yakni tuhannya adalah hartanya atau dirinya sendiri. Ini yang ditekankan oleh Tuhan Yesus, kalau itu terjadi maka juallah harta kita, agar kita jangan mempertuhankannya dan menempatkan ketergantungan masa depan pada harta benda itu, bukan kepada-Nya, Roh Allah kita yang hidup.
Kedua: hati kepada harta dan terus berikat pinggang (ayat 33b-35a)
Tuhan Yesus mengatakan, “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada", mengingatkan agar kita jangan terlalu mengutamakan harta dan kekayaan. Hati kita menjadi lebih terpikat dan juga menjadi ikut diperbudak oleh perkara-perkara duniawi itu. Kita harus menyadari, ada pepatah romawi yang mengatakan, memiliki uang (dan harta) itu bagaikan meminum air laut, semakin diminum maka akan semakin haus. Kedahagaan kita sebaiknya justru kepada perkara sorgawi, yakni berdiri dan kokohnya Kerajaan Allah dalam hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa. Bapa di sorga telah memberi kerajaan damai sejahtera kepada kita dan itulah yang harus kita jaga dan rawat. Hati kita yang terdiri dari perasaan, pikiran dan kehendak mesti terpusat pada Kristus dan iman kepada-Nya yang membebaskan kita dari ketakutan dan mencintai dunia ini.
Zaman dahulu orang Timur Tengah umumnya memakai jubah, sehingga tanpa ikat pinggang maka akan merepotkan untuk bergerak apalagi untuk bekerja. Tuhan Yesus memberi perumpamaan dalam perintah, “hendaklah pinggangmu tetap terikat” menandakan bahwa kita harus tetap bekerja produktif untuk terus berbuah. Istilah yang sama kita pakai adalah agar kita selalu menyingsingkan lengan baju untuk lebih sigap. Kesigapan dengan pikiran kepada sorgawi akan mengantarkan kita pada kepedulian kepada sesama. Kemerdekaan dari rasa kuatir membuat kita lebih mementingkan orang lain dan bukan hanya untuk diri sendiri atau keluarga kecil saja. Ini juga akan mendorong kita pada pikiran bahwa kekayaan dan harta adalah amanah dan merupakan pinjaman dari Allah. Buah yang dihasilkan bukan untuk dinikmati sendiri, melainkan untuk berbagi dalam mewujudkan lingkungan dan dunia yang lebih makmur sejahtera.
Semangat berbagi itulah yang menjadi harta sorgawi kita, Ini yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus agar kita menyimpan harta di sorga (band. Mat. 6:19-21). Menumpuk harta di dunia memang akan menimbulkan kekuatiran, akan tetapi membangun pundi-pundi harta di sorga itu tidak akan habis, tidak dapat diambil oleh pencuri, dan tidak akan dirusakkan oleh ngengat rayap. Ada pepatah yang mengatakan bahwa dalam baju mati tidak terdapat kantong-kantong, memberi pengertian kita tidak bisa bawa harta benda ke alam berikutnya. Melawan kekuatiran memerlukan kepercayaan penuh kepada Allah, melakukan perencanaan bagi masa depan termasuk dalam penyelesaian masalah, dan memohon dukungan moril dan doa dari berbagai pihak agar semua berjalan baik.
Ketiga: berbahagialah mereka yang berjaga-jaga (ayat 35b-39)
Pesan Tuhan Yesus tentang “pelitamu tetap menyala” menjelaskan bahwa kita harus siaga dan terus sadar untuk tidak terlena dan tidak tertidur. Kita dikaruniakan kekayaan sorgawi untuk tidak kuatir terhadap apa pun juga. Kita manusia adalah ciptaan Allah yang maha sempurna dan Allah pasti tidak akan pernah melupakan ciptaan-Nya. Pekerjaan tangan-Nya dalam diri kita dan alam semesta memastikan kita pasti dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sebagaimana doa utama kita Doa Bapa Kami. Akan tetapi kemalasan manusia dan penjagaan imej (jaim) membuat manusia itu sering menghadapi kesulitan bagi diri sendiri. Apalagi, tanah air kita adalah kaya dan subur. Tidak ada alasan untuk takut dan kuatir.
Orang percaya harus terikat erat dengan Tuhannya dan hubungan itulah harta terbesar kita. Mengenal seorang pejabat tinggi saja sudah kebanggaan, apalagi mengenal Allah yang Maha Agung dan Kaya. Memang pejabat bisa memberikan uang atau barang bekal untuk hidup, akan tetapi Allah memberikan yang lebih dahsyat yakni Roh Kudus yang memampukan kita untuk berkarya optimal. Itulah sebabnya, dalam nats berikutnya dijelaskan juga soal promosi bagi mereka yang berjaga-jaga, dan menghukum mereka yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka yang berpengharapan dan rindu akan kedatangan Tuhan Yesus, akan dijadikan anak-anak yang istimewa dan diberkati.
Gambaran lain dalam nats ini diberikan tentang seorang hamba yang terus menanti kedatangan tuannya yang akan kembali dari pesta perkawinan. Hamba yang baik adalah yang sigap membukakan pintu dan menyambut tuannya dengan baik dan sigap atas keperluannya, apakah itu untuk makan minum atau lainnya, bahkan di tengah malam sekali pun. Pesan ini juga diberikan pada kitab lain tentang gadis-gadis yang menantikan mempelai. Ada lima gadis yang bijaksana mempersiapkan diri dengan pelita yang terus menyala, dan lima gadis lainnya yang bodoh tidak mempersiapkan minyak dan pelita mereka (Mat 25:1-13). Marilah kita siaga setiap saat secara rohani, berpikir bahwa Ia akan datang segera, dan kita siap menyambut kedatangan-Nya kembali untuk menggenapkan kerajaan sorgawi yang indah tidak terbayangkan oleh mata dan pikiran itu (1Kor 2:9).
Keempat: kedatangan-Nya tidak disangka-sangka (ayat 40)
Sebenarnya kerajaan sorga dalam wujud damai sejahtera itu sudah diberikan sejak Kristus datang ke dunia 2000 tahun yang lalu (band. Luk. 2:14; Yoh. 14:27; Rm. 14:17), serta anugerah keselamatan diberikan kepada mereka yang percaya dan mengikuti-Nya. Memang kerajaan sorga kadang tampak tersembunyi, namun itu mudah terwujud dalam damai sejahtera di hati kita. Penggenapan kerajaan-Nya dan damai sejahtera yang sesungguhnya itulah yang perlu kita nantikan, dinubuatkan dengan akan datangnya Kristus kembali dan digambarkan sebagai akhir zaman, serta terbentuknya bumi dan langit baru (Why. 21:1).
Saat Alkitab ditulis, sebagian berpendapat bahwa saat kedatangan-Nya sudah sangat dekat (1Tes. 5:2; 2Tes. 2:1 dab dan 3:11-12). Meski sudah 2000 tahun berlalu dan Kristus belum datang, bukan berarti kita boleh berpikir bahwa Ia tidak mungkin datang dalam 2000 tahun ke depan. Pikiran seperti itu jelas salah secara rohani. Apalagi, kedatangan kembali Kristus (K4) juga dapat diartikan sempit, atau berjangka pendek, yakni ketika kita dipanggil menghadap-Nya, saat keberadaan dan tugas kita di dunia ini dinyatakan sudah selesai dan tidak ada lagi yang bisa kita perbuat (Yoh. 9:4). Bukankah itu menjadi ironi, ketika waktunya sudah habis tapi misi belum tuntas? Apalagi, tugas yang tidak selesai (mission uncomplete) itu karena kesalahan kita, bukan karena keputusan Tuhan.
Oleh karena itu, hal yang utama adalah menjaga baik hubungan dengan Allah dan memelihara damai sejahtera itu di dalam hati, kepada Dia dan sesama. Sikap cuek tidak peduli, dengan berpikir kita bebas berbuat apa saja karena kerajaan-Nya tidak ada, atau berpikir masih banyak waktu sampai Ia datang, jelas tidak berkenan kepada-Nya. Orang percaya harus siap menantikan waktu kedatangan Kristus yang tidak diketahui saatnya, dalam ungkapan lain seperti datangnya pencuri di waktu malam, dan kita siap memberi pertanggungjawaban. Kita selalu siap sedia bertemu dengan Tuhan dan kitalah yang diminta untuk mencarinya. Sikap hidup inilah yang penting bagi orang percaya dalam penantian tersebut.
Kesimpulan
Pada minggu ini kembali kita diajarkan tentang tidak baiknya menempatkan harta duniawi sebagai perhatian utama kita, sehingga membuat hati kita selalu tertuju ke perkara duniawi itu. Mencari kebutuhan hidup dan membuat perencanaan masa depan termasuk anak, adalah sesuatu yang baik. Kita juga diminta sebagai orang percaya untuk melepaskan dari kekuatiran, yang mendorong kita berbuat hal yang tidak berkenan kepada Tuhan untuk memperolehnya. Akan tetapi, ditengah-tengah kesibukan sehari-hari dalam menggeluti hidup, pusat perhatian kita haruslah tetap kerajaan sorga, menempatkan Allah sebagai jaminan hidup kita dan terus berjaga-jaga akan kedatangan-Nya. Sebab, kedatangan Kristus adalah hal yang tidak terduga, jangan sampai kita tidak mempersiapkan diri.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu IX Setelah Pentakosta - 10 Agustus 2025
Khotbah (3) Minggu IX Setelah Pentakosta – 10 Agustus 2025
IMAN DAN PERCAYA (Ibr. 11:1-3, 8-16)
Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu X setelah Pentakosta ini diambil dari Ibr. 11:1-3, 8-16. Ayat 1-3 berbicara tentang iman. Ayat 8-16 menjelaskan tentang iman Abraham. Sebagai informasi, ayat 4-7 bercerita tentang iman beberapa hamba-Nya dalam PL: Habel yang diterima persembahannya, Henokh terangkat ke sorga, dan Nuh yang taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya.
Kekristenan berprinsip tentang tiga hal pokok; percaya bahwa Allah ada, dan Allah bekerja dalam hidupnya melalui Roh Kudus. Di antara kedua hal itu, percaya Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan mengakui sebagai Juruselamat pribadinya melalui penebusan dosa di kayu salib Golgota.
Hubungan Allah dan manusia menurut Derek Prince dalam bukunya Faith to Live By (Derek Prince Ministries, India, 1977), dilihat dari dua hal yang seolah-olah kontradiktif. Dari sudut Allah: Bagi Allah segala sesuatu mungkin (Mat. 19:26b); dan dari sudut manusia: Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya! (Mrk. 9:23b). Tetapi dari segi praktiknya, ini menjadi sejalan dan dapat diterima, yakni melalui iman, segala sesuatu yang mungkin bagi Allah sejajar dan menjadi mungkin bagi orang percaya. Artinya, iman-lah yang menjadi penghubung (channel) antara yang mungkin bagi Allah menjadi tersedia bagi manusia. Melalui iman, segala yang mungkin bagi Allah, menjadi sama, mungkin bagi manusia yang percaya. Dahsyat, kan?
Derek Prince juga menjelaskan, dari segi bahasa Yunani, percaya adalah pelaksanaan (exercising) iman, dan penghikmatan (exercising) iman adalah percaya. Dengan memahami hubungan tersebut, ayat 1 nas ini menjadi lebih mudah dimengerti: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Segi prakteknya, selain Habel, Henokh dan Nuh, ayat 8-16 nas minggu ini menjelaskan tentang iman Abraham: ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui, dan menjadi kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah, dan tinggal berdiam di sana bersama keluarganya. Kemudian ia teguh dalam iman, melalui Sara istrinya, orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya (ayat 11-12). Dan, puji Tuhan, semua terbukti!
Kita pun dalam perjalanan kehidupan di dunia saat ini, tidak terlepas dari adanya pengharapan dan pergumulan. Mari semua itu kita kembalikan kepada dua relasi tadi: percaya dan teguh dalam iman. Bagian kita adalah memberi dan berusaha dengan yang terbaik, dan selebihnya Allah yang mengambil bagian kuasa-Nya untuk memberi yang terbaik bagi kita. Dengan demikian, seperti ayat 13-14, “Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang yang mengakui, bahwa ...mereka rindu mencari tanah air.” Bagi kita yang rindu untuk lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi, tetaplah percaya dan teguh. "Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia" (ayat 6b). Terpujilah Dia.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu IX Setelah Pentakosta - 10 Agustus 2025
Khotbah (2) Minggu IX Setelah Pentakosta – 10 Agustus 2025
HIDUP BERSANDIWARA (Yes. 1:1, 10-20)
“Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (Yes. 1:18b)
Salam dalam kasih Kristus.
Ayat di atas rasanya sering kita dengar dalam ibadah. Menyenangkan, sangat suka. Dan itu adalah bagian dari firman Tuhan untuk kita di hari Minggu ini, dari Yes. 1:1, 10-20. Tetapi ayat penutupnya kemudian berkata: "Tetapi jika kamu melawan dan memberontak, maka kamu akan dimakan oleh pedang. Sungguh, TUHAN yang mengucapkannya" (ay. 20). Wuih, ngeri-ngeri sedap ya….
Nabi Yesaya menuliskan kitab nubuatannya dengan pesan awal yang sangat jelas: Tuhan tidak suka dengan orang yang tidak tahu diri, tidak membalas budi dan kebaikan, dan bebal (ay. 2-9). Bangsa Israel dilihat Tuhan telah bermain sandiwara. Mereka menyatakan percaya kepada Allah Abraham, Isak dan Yakub, datang ke Bait Allah membawa korban persembahan, merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan yang meriah (ay. 13-14).
Tetapi di sisi lain, kehidupan umat Israel sebaliknya, melakukan hal yang dibenci Tuhan. Kerohanian mereka tidak sesuai dengan keseharian, kehidupan mereka penuh dengan penindasan, hilang rasa kasih, tidak berbuat kebaikan nyata. Yesaya pun menulis, “…, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!”
Sikap Tuhan menghadapi sandiwara ini: "Untuk apa itu korbanmu yang banyak-banyak?; "Aku sudah jemu akan korban-korban bakaran berupa domba jantan dan akan lemak dari anak lembu gemukan; darah lembu jantan dan domba-domba dan kambing jantan tidak Kusukai. Apabila kamu datang untuk menghadap di hadirat-Ku, siapakah yang menuntut itu dari padamu, bahwa kamu menginjak-injak pelataran Bait Suci-Ku? Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku” (ay. 11-13). Bahkan, Tuhan memanggil mereka dengan “manusia Sodom dan Gomora” (ay. 10).
Hidup orang percaya di dalam Tuhan Yesus memang tidak perlu bersandiwara. Mungkin dengan manusia kita bisa bersandiwara, seperti lagu Ahmad Albar: “Dunia ini panggung sandiwara, cerita yang mudah berubah.” Kita membuat panggung, agar bisa tampil lebih baik di mata orang. Memakai topeng, peran lain, atau riasan tebal berlebihan menutupi bopeng wajah, atau sebagai pelarian jiwa kita. Kita ingin dipuji (Mat. 6:2-16). Tetapi Tuhan Mahatahu. Ia tidak bisa dikibuli seperti penonton. Ia membenci sandiwara kemunafikan (Mzm. 26:4), sebagaimana pesan nas minggu ini.
Kemunafikan dalam kamus berarti bermuka dua, perkataan berbeda dengan perbuatan dan isi hati; berpura-pura. Alkitab menjelaskan contoh kemunafikan, seperti senang menguji tapi memojokkan orang lain (Mat. 22:13), bersikap merasa hebat seperti orang Farisi dan ahli Taurat (Mat. 23:13), ingin selalu tampil tapi perbuatan nyata kosong (Mat. 23:25, 27). Dalam keseharian kita, hal itu tampak seperti rajin beribadah atau berkata haleluya..., tapi memelihara kebencian; berkata mengasihi..., tapi bersikap atau mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati; berlagak pintar dengan langsung menghakimi dan menghukum; melayani tapi dengan tujuannya mendapatkan sesuatu.
Marilah kita menghentikan semua itu. Firman-Nya meminta dari kita dasarnya: ”kasih yang keluar dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas” (1Tim. 1:5). Pengakuan kesalahan dan dosa selalu berbuah baik. Memang susah melakukannya. Lidah kita kadang berat untuk berkata: mohon maaf, minta tolong, atau terima kasih. Ego kita terlalu besar sehingga selalu melihat kesalahan orang lain lebih dahulu. Balok di mata tidak kelihatan, tetapi selumbar di mata orang lain kita mudah melihatnya (Mat. 7:4-5).
Ahmad Albar menutup lagunya dengan mengatakan, “Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan, mengapa kita bersandiwara”. Ya, semua akan ada akhirnya. Ujung jembatan menanti kita dengan pertanggungjawaban. Maka, selalulah siap sedia. Saatnya sandiwara rohani kita ubah menjadi kebangunan rohani. Tuhan kita baik, telah mengundang pemulihan: “Marilah, baiklah kita berperkara - firman TUHAN - Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba” (ay. 18). Haleluya, terpujilah Tuhan Yesus yang baik.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 3 Agustus 2025
Kabar dari Bukit
MENGHINDARI KESIA-SIAAN HIDUP (Pkh. 1:2,12-24, 18-23)
”Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, semua itu kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh. 1:14)
Dalam Alkitab ada dua jenis panggilan. Menurut Hudson T. Armerding dalam tulisannya "Pandangan Kristen tentang Pekerjaan", disebutkan yang pertama adalah panggilan Allah untuk kita menerima keselamatan dan pembenaran menjadi keluarga Allah (Rm. 8). Panggilan kedua untuk melakukan satu pekerjaan atau cara hidup tertentu, fokus melakukan kegiatan sebagai bagian keluarga Allah (1Kor. 7). Panggilan ini terdiri dari dua sisi, yakni dalam gereja sebagai anggota tubuh (1Kor. 12:4-6), dan dalam masyarakat sesuai misi mandat budaya (Kej. 1:28).
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Pengkhotbah 1:2, 12-14, 18-23. Kedua nas ini mirip dengan pesan utama seperti ayat pembuka di atas, yakni segala perbuatan manusia adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Tapi, mengapa Raja Salomo berkata demikian? Ada tafsiran, Salomo saat mudanya menulis kitab Kidung Agung yang penuh gairah, saat usia dewasa serta awal berkuasa menulis kitab Amsal penuh hikmat, serta di masa tuanya menulis kitab Pengkhotbah ini.
Kita tahu pada masa akhir kekuasaannya, Raja Salomo menghadapi pecahnya Kerajaan Israel yang besar, warisan dari Daud ayahnya. Perpecahan itu tidak lepas dari hidup Salomo yang banyak memuaskan dirinya, adanya kekecewaan rakyat terhadap kenaikan pajak dan kerja paksa, kemerosotan rohani dan timbulnya penyembahan berhala. Semua ini jahat di mata Tuhan dengan hukuman kerajaan terpecah (1Raj. 11:6-11).
Salomo akhirnya menyadari, menyesal dan kecewa terhadap jalan yang ditempuhnya, menempatkan kesenangan dan materialisme sebagai jalan mencapai kebahagiaan. Semua kelimpahan yang diraihnya berupa kuasa, kekayaan, dan ketenaran menjadi sia-sia. Hidup yang terlepas dari Allah adalah kekosongan: "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ..., segala sesuatu adalah sia-sia" (ay. 2). Mungkin sebuah sinisme penyesalan hidup. Tentunya Raja Salomo menuliskan nas ini bermaksud agar kita tidak mengulangi kesalahannya, menjalani hidup yang terlepas dari Allah.
Nas minggu ini tidak mengajak kita untuk apatis, membuat tidak bersemangat meraih yang terbaik. Alkitab mengajarkan untuk selalu bekerja keras dan rajin (Rm. 12:11; 2Tim. 2:6). Bahkan memberi yang terbaik seperti bekerja untuk Tuhan (Ef. 6:5; Kol. 3:23). Raja Salomo juga menyebutkan, "Harta orang kaya adalah kota yang kuat (Ams. 10:15). Kemudian dilanjutkan, "..., orang yang giat bekerja akan menjadi kaya," dengan mencontohkan semut yang rajin (Ams. 13:4b; 6:6-8).
Selain berkarya terbaik dalam kerja dan pelayanan kepada Tuhan, hal kedua, kita harus menyadari kemampuan manusia terbatas. Prinsip berserah, mutlak diperlukan. Hal ketiga, untuk tidak kecewa dan merasa sia-sia, ketahuilah hasil akhir tidak selalu seperti pengharapan. Semua ada di tangan Tuhan, meski upaya dan doa juga menjadi pertimbangan-Nya untuk membuatnya sesuai harapan, bahkan lebih. Keempat, dalam menjalani hidup, carilah terus hikmat dan rencana Tuhan atas pencapaian kita, baik keberhasilan maupun kegagalan. Jika gagal seolah menjaring angin, pasti ada jalan baru yang Tuhan buka sepanjang motivasinya baik.
Hal terakhir, memang karya kita tidak akan dibawa mati (ay. 15-16). Tapi perlu memperhatikan generasi penerus, agar tidak seperti yang dikeluhkan Salomo, penggantinya tidak seperti yang diharapkannya (ay. 18-21). Mari kita menghindari hidup yang sia-sia dengan terus melakukan yang terbaik dan tetap mengandalkan Tuhan Yesus.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
- 
					Khotbah Minggu XXII Setelah Pentakosta - 9 November 2025Khotbah Minggu 9 November 2025 - Minggu XXII Setelah Pentakosta...Read More...
 - 
					Khotbah (2) Minggu XXII Setelah Pentakosta - 9 November 2025Khotbah Minggu 9 November 2025 Minggu XXII Setelah Pentakosta...Read More...
 - 
					Khotbah (3) Minggu XXII Setelah Pentakosta - 9 November 2025Khotbah Minggu 9 November 2025 Minggu XXII Setelah Pentakosta...Read More...
 
- 1
 - 2
 - 3
 - 4
 
Renungan
- 
					Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
 - 
					Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
 - 
					Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
 
- 1
 
Pengunjung Online
We have 112 guests and no members online
