Tuesday, April 08, 2025

2025

Kabar dari Bukit Minggu 23 Februari 2025

Kabar dari Bukit

 

SAMPAI BERTEMU DI SORGA (1Kor. 15: 35-38, 42-50)

 

“Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Tubuh yang ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan; yang ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan; yang ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan” (1Kor. 15:42-43)

 

Kita sering mendengar renungan/khotbah penghiburan saat seseorang meninggal dunia, dikatakan bahwa meski mereka mendahului, namun kelak kita akan bertemu kembali di sorga. Kebangkitan orang mati memang salah satu doktrin Kristiani sebagaimana dinyatakan dalam bagian ketiga Pengakuan Iman Rasuli. Manusia dibangkitkan sebagaimana Kristus telah bangkit dan itulah kemenangan iman kita (lihat renungan minggu-minggu lalu 1Kor. 15:1-11 dan 1Kor. 15:12-20).

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah lanjutannya, 1Kor. 15: 35-38, 42-50. Judul perikopnya: kebangkitan tubuh; yang dimulai dengan pertanyaan menarik: "Bagaimana orang mati dibangkitkan? Dengan tubuh apakah mereka akan datang kembali?" (ay. 35). Pikiran yang sama muncul, apakah saat kita bertemu dengan keluarga dan sahabat kelak di sorga, perlu menggunakan tubuh fisik sehingga dapat saling mengenali? 

 

Rasul Paulus memulainya dengan menggunakan ilustrasi biji atau benih saat ditaburkan, lalu tumbuh dan hidup menjadi tanaman baru; sebuah proses kebangkitan (ay. 36-38). Tubuh yang baru selain memiliki keunikan masing-masing, juga merupakan transformasi ke tubuh rohaniah, sebagaimana tubuh Yesus saat bangkit dari kematian-Nya. Paulus juga menjelaskan tentang Adam, manusia pertama yang berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, namun manusia kedua (Yesus) berasal dari sorga (ay. 45-47).

 

Tubuh rohaniah memang tidak mementingkan daging, namun bisa berwujud sebagaimana Yesus kadang tampil di hadapan murid-murid. Kisah percakapan dalam perjalanan Yesus dengan dua murid ke Emaus, dan juga saat Ia menerobos pintu merupakan penjelasan yang pas untuk hal ini (Luk. 24:30-31; Yoh. 20:19-26). Nas minggu ini juga menjelaskan bahwa kita akan melihat Tuhan Yesus: “Namun, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya" (1Yoh. 3:2b; Flp. 3:21).

 

Oleh karena itu kita kelak akan bertemu dengan orang-orang yang kita kasihi, meski tanpa tubuh fisik. Kita akan saling mengenali melalui komunikasi rohani, seperti melalui doa dan penglihatan (2Kor. 12:1-4; Ef. 6:18a); Maria mengenali Yesus saat dipanggil namanya (Yoh. 20:16); atau mengenali melalui pernyataan Roh (1Kor. 12:4-11). Kita bahkan akan saling mengenali lebih lengkap dan sempurna. "Sebab, sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal secara sempurna, seperti aku sendiri dikenal" (1Kor. 13:12; bdk. Mat. 8:11).

 

Tubuh manusia dari debu, lemah dan dapat binasa, namun tubuh kebangkitan berasal dari sorga, rohaniah, kuat dan mulia. "Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi" (ay. 42-43; 48-49). Melalui iman kita percaya bahwa Allah telah menyediakan cara bagi orang percaya untuk saling mengenal dan berinteraksi dengan tubuh rohaniah kelak di sorga. Maka dalam kerendahan hati, jangan ragu mengatakan: Sampai bertemu di sorga.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

Khotbah Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

 

 MENGASIHI MUSUH (Luk. 6:27-38)

 

 "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Luk. 6:27).

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VII setelah Epifani ini diambil dari Luk. 6:27-38. Nas ini berpesan tentang sesuatu yang luar biasa dan menjadi ciri khas Kristiani: Kasihilah musuhmu. Dari tiga agama Semawi hanya Tuhan Yesus yang mengajarkan demikian. Memang ada ajaran dari Timur yang bernada serupa, tetapi melakukannya dengan upaya kekuatan sendiri, tanpa pendampingan Roh Allah yang memampukannya.

 

 

 

Wujud mengasihi musuh dijelaskan Tuhan Yesus dengan langkah konkrit: "mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu. Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu" (ayat 28-29). Dahsyat dan luar biasa, kan?

 

 

 

Pesan kedua nas minggu ini di ayat 30-33: "Berilah kepada setiap orang yang meminta kepadamu; dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu.... Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu?" Perintah Yesus ini dikuatan dengan membandingkan: "Orang-orang berdosapun berbuat demikian." Jadi, di situlah kita pengikut Kristus memang harus berbeda.

 

 

 

Pesan terakhir, janganlah menghakimi, supaya kitapun tidak akan dihakimi. Dan jangan menghukum, supaya kita tidak dihukum; ampunilah dan kitapun akan diampuni. Berilah dan kamu akan diberi (ayat 37-38a). Tuhan Yesus menegaskan kembali pesan-Nya agar kita selalu murah hati, seperti Bapa sorgawi yang murah hati (ayat 36). Dalam memberi, Yesus mengibaratkan pedagang yang murah hati, selalu mengisi takaran yang baik, berlebih, dan mengoyang-goyangkannya untuk padat serta bahkan berlimpah tumpah keluar (ayat 38). Ukuran yang kita pakai untuk mengukur, itu juga yang akan dipakai Tuhan kepada kita.

 

 

 

Tentu melakukan itu semua pastilah berat. Sesuatu yang berat jelas perlu latihan. Ibarat dalam berlari Half Marathon 21,1 km tentu tidak terbayangkan oleh kita jauhnya. Tetapi dengan latihan dan ketekunan, kita bisa mencapai jarak itu. Jika kita bersedia melakukan latihan badani yang terbatas gunanya, maka semestinya kita juga mau untuk melakukan sesuatu yang jauh lebih penting yakni, "latihan ibadah yang berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang" (1Tim. 4:8). Apalagi, bersama Roh Allah, semua menjadi lebih mudah karena kita dimampukan. Haleluya. Pasti.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 16 Februari 2025

Kabar dari Bukit

 

 KEBANGKITAN KITA DAN JAMINAN (1Kor. 15:12-20)

 

 ”Kalau pengharapan kita kepada Kristus terbatas pada hidup kita di dalam dunia ini saja, maka dari seluruh umat manusia di dalam dunia ini, kitalah yang paling malang!” (1Kor. 15:19 BIS)

 

 

 

Minggu lalu renungan kita tentang kebangkitan Yesus (1Kor. 15:1-11). Tentu ada perbedaan antara kebangkitan Yesus dengan kisah kebangkitan manusia di dalam Alkitab. Kitab PL mencertakan Nabi Elia menghidupkan anak janda di Sarfat (1Raj. 17:21-22), Nabi Elisa menghidupkan anak perempuan Sunem (2Raj. 4:32-36, serta orang yang hidup kembali setelah tersentuh tulang-tulang Elisa (2Raj. 13:21). Demikian juga dengan kebangkitan di PB yakni putri Yairus (Mat. 9:24-25), pemuda dari Nain (Luk. 7:14-16), Lazarus (Yoh. 11:43-44), Dorkas dan Eutikhus (Kis. 9:40-41; 20:9-12). Perbedaan ini jelas yakni mereka yang bangkit memiliki tubuh seperti semula, sementara Yesus bangkit dengan tubuh kemuliaan. Perbedaan lainnya, manusia yang bangkit mati kembali, sementara Yesus tetap hidup dan terangkat ke sorga. Kebangkitan Yesus juga atas kuasa-Nya sendiri tidak melalui nabi-nabi.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah lanjutannya, yakni 1Kor. 15:12-20. Judul perikopnya: Kebangkitan kita. Rasul Paulus menjelaskan tentang kebangkitan pada jemaat Korintus, sebab ada yang tidak percaya akan kebangkitan orang mati sebagaimana golongan Saduki (ay. 12; Mat. 22:23-24).

 

 

 

Melalui nas minggu ini kita belajar tentang kebangkitan kita manusia. Pertama, dasar kebangkitan adalah adanya hukum sebab-akibat, aksi dan reaksi, yakni setiap tindakan manusia pasti memiliki konsekuensi. Apa yang ditabur itu yang akan dituai (Gal, 6:7) dan orang yang menabur angin akan menuai badai (Hos. 8:7; 2Kor. 5:10). Dasar lainnya adalah Allah Mahaadil. Manusia dapat menyembunyikan perbuatan jahatnya di dunia, namun keadilan Allah harus ditegakkan dan semua akan dibukakan kelak dan diperhitungkan (Mrk. 4:22; Mzm. 37:28-29). Kematian fisik di dunia bukanlah akhir segalanya, sebab tubuh dari tanah kembali ke tanah namun roh/nafas manusia yang dihembuskan Allah tetap hidup dan kembali kepada Allah (Kej. 2:7; Rm. 14:7-9).

 

 

 

Tujuan kebangkitan yakni agar manusia memahami dan mengerti semua perbuatan mempunyai konsekuensi. Perbuatan baik wajar mendapatkan upah dan perbuatan jahat mendapatkan hukuman. Ini secara otomatis akan membentuk dan mendidik manusia dengan karakter yang seturut dengan kehendak Allah. Kadang hukuman itu dilakukan di dunia sebagaimana Daud dan Batyseba dihukum akibat perbuatan jahatnya dengan kematian anak mereka (2 Sam. 12).  Semua itu perlu dilakukan agar manusia siap dalam menghadapi kehidupan pasca kematian fisik dalam bentuk kehidupan bersama Allah Bapa. Tanpa kebangkitan orang mati, iman kita akan menjadi sia-sia (ay. 13-19)

 

 

 

Melalui kebangkitan Yesus, Allah memiliki rencana dalam kehidupan manusia yakni memulihkan hubungan dengan-Nya yang telah dirusak oleh dosa. Melalui iman dan kebangkitan Yesus, maka kematian telah dikalahkan dan kebangkitan-Nya merupakan kemenangan atas dosa. Dengan percaya kepada Yesus akan kebangkitan-Nya maka orang percaya akan memiliki kehidupan baru. Oleh karena itu dalam ayat 19 dituliskan, pengharapan kita akan Kristus tidak hanya untuk hidup di dunia ini, tetapi juga saat kebangkitan nanti (versi BIS).

 

 

 

Bagian terakhir nas minggu ini memberi kita kekuatan bahwa kebangkitan Yesus merupakan jaminan bahwa kita orang percaya juga akan dibangkitkan (ay. 20). Dengan memelihara iman dan pengharapan yang kuat, menjalani kehidupan seturut kehendak-Nya, maka melalui kebangkitan kita akan hidup bersama Allah selamanya. Terpujilah Tuhan Yesus.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

 Khotbah (2) Minggu 23 Februari 2025 – Minggu VII Setelah Epifani

 

 MELIHAT DENGAN IMAN (Kej. 45:3-11, 15)

 

 “Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu… Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah” (Kej. 45:7-8a)

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Kej. 45:3-11, 15. Nas ini bercerita tentang reaksi Yusuf terhadap para saudaranya yang datang mengungsi ke Mesir, setelah kelaparan melanda Israel. Saudara-saudaranya tidak mengenalinya lagi. Sebelumnya, Yusuf mereka jual sebagai budak, karena iri dan benci sebab Yusuf diperlakukan istimewa oleh Yakub, ayah mereka (Kej. 37:3-4).

 

 

 

Sebagai manusia biasa, ketika ada hal buruk atau yang tidak mengenakkan hati datang, apalagi itu tampak sebagai “ulah manusia”, maka reaksi kita umumnya adalah kesal, kecewa dan bahkan ingin melakukan pembalasan. Namun melalui nas pengalaman Yusuf, kita diberi pengajaran agar selalu melihat dengan iman atas masalah, ujian/cobaan, tantangan yang terjadi dalam kehidupan.

 

 

 

Pertama, hilangkan pikiran untuk membalaskan hal buruk yang terjadi, terlebih jika itu saudara atau sahabat kita. Klarifikasi boleh saja untuk menjernihkan pikiran. Meski kemudian kita anggap orang itu salah, brengsek, jahat, tetaplah selesaikan dalam hati. Anggap semua terjadi atas seizin Tuhan sehingga kita kembalikan saja kepada-Nya. Dia-lah sebagai hakim dan memberi penghukuman (Ibr. 10:30; Rm. 12:19). Nas paralel hari ini Luk. 6:27-38 mengajarkan, orang Kristen wajib hidup dalam kasih dan pengampunan, bahkan mengasihi musuh.

 

 

 

Kedua, janganlah menghujat atau menganggap Tuhan tidak sayang sama kita; meski mungkin itu adalah ulah diri sendiri yang tidak disiplin. Alkitab mengajarkan, Tuhan pasti mempunyai maksud tertentu. Ini yang dikatakan Yusuf, “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu” (ay. 5). Tuhan ingin kita lebih siap dan kuat, tidak mudah menyerah, lebih menggantungkan diri kepada-Nya (Rm. 5:3-4). Yusuf difitnah oleh istri Potifar dan dipenjara karena tidak mau menuruti nafsu jahatnya (Kej. 39: 20-21). Tapi Yusuf selalu takut akan Tuhan; tetap sabar, taat dan setia. Ia berserah, dan Tuhan pun bekerja membuka jalan, melalui kemampuan menafsir mimpi teman sepenjaranya (Kej. 41:15).

 

 

 

Ketiga, selalu bersikap positif dan berterima kasih atas “musibah” yang terjadi. Yang perlu adalah kita meminta pertolongan kepada Tuhan, agar dimampukan melewati ujian tersebut dengan kemenangan; bukan kalah sebagai pecundang yang menyesali diri semata. Hidup dijalani dengan integritas dan tanggung jawab. Percaya pada pemeliharaan Tuhan, sebab Ia tidak akan membiarkan anak-anak-Nya jatuh tergeletak (Mzm. 37:24).

 

 

 

Orang yang berhasil melewati badai akan lebih tangguh. Prinsip menjalaninya, tetaplah semangat dan melakukan yang terbaik. Jauhkan respon negatif yang mengurangi semangat dan daya juang. Jalan terjal menanjak akan membuat kita lebih kuat; angin kencang akan mendalamkan pondasi hidup kita. Yusuf bekerja keras dan akhirnya setelah Tuhan membuka jalan dengan menafsirkan mimpi Potifar, Yusuf dipercaya sebagai tangan kanannya (Kej. 39: 2-3). “Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan memperoleh kehidupan, kebenaran dan kehormatan” (Ams. 21:21).

 

 

 

Pelajaran keempat, yakni menyadari tidak ada perubahan terjadi dalam sekejap. Perjuangan tidak selalu semudah membalik tapak tangan; tetapi Tuhan akan menolong kita memampukan untuk mengatasi segala cobaan. Semakin berat tantangan yang kita lalui, semakin matang dan berhikmat rohani kejiwaan kita (Yak. 1:3-4). Melihat dengan iman semua persoalan yang terjadi dalam hidup, berarti melihat Tuhan terlibat dalam situasi yang kita hadapi. Ini bedanya jika hanya melihat dengan akal pikiran (2Kor. 5:7). Allah Mahabaik pasti memiliki rencana, dan mari kita dengan rendah hati menyerahkan dan mengikutkan Dia dalam memenangkannya. “Yusuf mencium semua saudaranya itu dengan mesra dan ia menangis sambil memeluk mereka” (ay. 15). Alangkah indahnya kasih dan berkeluarga.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu 16 Februari 2025 - Minggu VI Setelah Epifani

Khotbah Minggu 16 Februari 2025 – Minggu VI Setelah Epifani

 

 TUBUH DAN JIWA  (Luk. 6:17-26)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VI setelah Epifani ini diambil dari Luk. 6:17-26. Nas ini terdiri dari dua bagian: pertama, tentang Yesus mengajar dan menyembuhkan banyak orang (ayat 17-19); dan kedua tentang ucapan bahagia dan peringatan (ayat 20-26). Tetapi penyusun leksionari membuatnya dalam satu kesatuan. Itu dimaksudkan untuk menyatakan bahwa Tuhan Yesus memiliki kuasa menyembuhkan penyakit tubuh dan juga jiwa.

 

 

 

Orang banyak dari berbagai daerah datang kepada-Nya untuk memohon kesembuhan. "Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka; juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat beroleh kesembuhan" (ayat 18). Iman mereka begitu kuat dan percaya "...berusaha menjamah Dia, maka ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya" (ayat 19). Iman memang dapat mengalahkan segalanya dan membuat terjadi sesuatu yang semula dikira mustahil.

 

 

 

Tetapi Tuhan Yesus tidak hanya bicara penyakit tubuh atau pengaruh roh jahat. Ia juga memulihkan penyakit kejiwaan yang menjerat orang ke dalam masalah dan membuat hilangnya kebahagiaan. Bahagia itu enak dan perlu. Bahagia tidak tergantung pada ada atau tidak adanya masalah. Bahagia tergantung pada keyakinan bahwa Tuhan dapat menyelesaikan masalah. Bahagia tidak tergantung pada keadaan di luar, tetapi pada kekuatan sikap kita dalam menghadapi segala hal.

 

 

 

Berbahagialah yang miskin, yang lapar, menangis, dibenci, ditolak dan dikucilkan terutama oleh karena pekerjaan Tuhan (band Mat. 5 Khotbah di Bukit). Perasaan nestapa itu semua akan hilang bila kita mengetahui bahwa Tuhan mengasihi dan menjaga kita. Itu memberikan kita sukacita karena ada jaminan kita akan dimuliakan, dipuaskan, dikasihi selama-lamanya oleh Tuhan yang telah menebus kita.

 

 

 

Tuhan Yesus juga memberi peringatan kepada mereka dan kita semua, dengan mengatakan: celakalah bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada kekayaan, yang selalu kenyang, terlalu banyak tertawa dan menerima banyak pujian (ayat 24-26). Kita perlu waspada. Menggantungkan hidup pada hal-hal seperti itu adalah sesaat serta palsu. Sebab sesungguhnya kebahagiaan sejati terletak pada kedekatan hubungan kita dengan Bapa. Kedekatan hubungan dengan Bapa itulah yang menjaga agar tubuh dan jiwa kita sehat, menikmati perjalanan hidup ini dengan rasa penuh syukur, dan memegang janji teguh Bapa bahwa kelak kita akan menikmati upah besar dan kehidupan kekal bersama-Nya.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 46 guests and no members online

Statistik Pengunjung

11945452
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1770
11370
1770
11889795
49504
0
11945452

IP Anda: 172.70.208.42
2025-04-08 11:48

Login Form