Tuesday, April 08, 2025

2025

Kabar dari Bukit, Minggu 16 Maret 2025

Kabar dari Bukit

 

 TELADAN DAN MENTOR SORGAWI (Flp. 3:17-4:1)

 

 ”Sebab, kewargaan kita terdapat di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat” (Flp. 3:20 TB2)*

 

 

Penulis dan pemikir kepemimpinan John C. Maxwell mengatakan dalam bukunya "The 21 Irrefutable Laws of Leadership" bahwa “meneladani orang lain yang sukses adalah cara untuk menjadi sukses sendiri.” Stephen Covey dalam bukunya yang populer "The 7 Habits of Highly Effective People" juga mengatakan bahwa “meneladani orang lain yang efektif adalah cara untuk menjadi efektif sendiri.”

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Flp. 3:17-4:1. Judul perikopnya “Nasihat-nasihat kepada jemaat”; menyangkut pentingnya mengikuti teladan yang baik dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ada banyak yang memberi contoh buruk bahkan hidup dengan topeng namun dibaliknya penuh bopeng.

 

 

 

Tujuan hidup kita adalah menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 2:6; Flp. 2:5-8; Ef. 5:2). Rasul Paulus menjelaskan hal itu tidak mudah. Ada banyak yang “hidup sebagai seteru salib Kristus. Ilah mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi.” Namun, “kesudahan mereka ialah kebinasaan” (ay. 18-19).

 

 

 

Nas minggu ini mengingatkan, kita orang percaya adalah warga sorgawi; kewargaan kita adalah ganda: KTP dunia dan KTP sorga. Arah hidup kita dalam iman yakni menantikan kedatangan Tuhan Yesus (ay. 20). Oleh karena itu, janganlah sampai hidup kita penuh cacat saat kedatangan-Nya kembali atau saat ajal menyambut kita dipanggil terlebih dahulu. Orang percaya harus berdiri teguh, jangan tergoda dan terbawa kehidupan dunia yang tidak berkenan kepada Tuhan (ay. 4:1).

 

 

 

Nasihat minggu ini menekankan pentingnya memiliki teladan atau panutan. Selain Kristus yang kita jadikan panutan utama, nas ini juga memberi nasihat untuk menjadikan Rasul Paulus sebagai teladan (ay. 17a). Maksud Paulus bukan untuk menyaingi Kristus, namun meneladani hidupnya sebagai seorang Kristen yang taat dan setia kepada Yesus Kristus, seperti dituliskannya pada bagian lain: "Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus" (1Kor. 11:1).

 

 

 

Rasul Paulus juga mengatakan perlu meneladani orang lain yang hidupnya sama seperti dia (ay. 17b). Mereka bisa kita dapatkan dari lingkungan kita. Panutan hidup kita pilih dengan selektip, misalnya: orangtua, guru, pendeta jemaat, sahabat dekat, pemimpin atau tokoh inspiratif dari buku-buku. Melalui kehidupan mereka, kita belajar menerapkan cara yang sesuai dengan pribadi dan situasi untuk mengembangkan karakter diri, mengasah keterampilan dan pengetahuan, mendapatkan inspirasi dan motivasi sehingga hidup kita mendekati serupa dengan mereka dan bahkan lebih baik lagi.

 

 

 

Untuk itu perlu langkah-langkah yang dilakukan, yakni mempelajari kehidupan mereka melalui pengamatan, melalui buku atau informasi lainnya. Tentu tidak mungkin semua hidupnya kita teladani; dipilih yang relevan saja, seperti kerja kerasnya, gaya kepemimpinannya, penanganan masalah, cara berbicara, sikap mengasihi, berdoa, dan lainnya. Itu pun tidak hanya di simpan di kepala, perlu dibuat rencana aksi untuk menerapkannya dalam hidup kita, serta dilakukan evaluasi. Kadang, perlu bertanya kepada ahli yang kita pilih sebagai mentor, sebab hidup dan persoalan tidak selalu hitam putih. Mengandalkan pikiran sendiri dapat salah arah.

 

 

 

Tidak ada kata terlambat untuk memilih teladan hidup saat ini dan mencari mentor rohani kita. Dan kita pun dapat sebagai teladan bagi orang lain.

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025

Khotbah Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025

 

 YERUSALEM, ENGKAU YANG MEMBUNUH NABI-NABI (Luk 13:31-35)

 

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 15:1-12, 17-18; Mzm 27; Flp 3:17-4:1

 

Pendahuluan

 

Pada minggu kedua pra-paskah ini perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem semakin mendekat. Semenjak Tuhan Yesus menubuatkan bahwa Ia akan dibunuh dan mati namun akan bangkit pada hari ketiga tampaknya tidak ada lagi kekuatiran dalam diri Yesus akan apa yang terjadi pada-Nya dalam menggenapi nubuatan tersebut. Dalam nats ini juga Yesus menubuatkan bahwa Ia akan mati di Yerusalem. Yesus percaya bahwa jalan itu harus Ia tempuh, meski Ia tahu bahwa jalan itu tidak mudah sebab akan penuh dengan penderitaan.

 

 

 

Bagaimana persis detail jalan penderitaan itu mungkin Yesus belum mengetahuinya. Akan tetapi suatu kali Yesus sempat "mengeluhkan" beratnya jalan itu sehingga berdoa kepada Bapa-Nya: Jikalau Engkau mau, Ambillah cawan ini dari pada-Ku (Luk 22:42).

 

 

 

Pertama: Jangan menyamaratakan (ayat 31)

 

Dalam nats ini diceritakan beberapa orang Farisi mengingatkan Yesus agar pergi meninggalkan daerah (Galilea) itu karena Herodes bermaksud akan membunuhnya. Ia tidak disukai Herodes karena dianggap membuat keonaran dan permusuhan khususnya dengan para imam dan orang Farisi lainnya. Hal menarik yang mengingatkan Yesus adalah beberapa orang Farisi yang kita ketahui secara umum mereka tidak menyukai apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Meski ada kemungkinan pemikiran bahwa beberapa orang Farisi ini meminta Yesus pergi agar mereka tidak pusing, tetapi kita lebih menafsirkannya sebagai rasa kesetujuan mereka terhadap Tuhan Yesus atas langkah-langkah pemberitaan-Nya tentang pertobatan dan kerajaan sorga yang sudah dekat. Kisah ini sama kejadiannya dengan Nikodemus yang datang bertanya diam-diam kepada Yesus tentang lahir baru, yang memperlihatkan simpatinya kepada Tuhan Yesus (Yoh 3:1-dab).

 

 

 

Pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa ini adalah jangan kita mudah menyamaratakan segala hal dan menarik kesimpulan yang salah. Kalau selama ini kita ketahui betapa jahatnya kaum Farisi dan para Imam kepada Yesus, tetapi fakta-fakta cerita di atas memperlihatkan adanya beberapa orang atau sekelompok orang yang sebenarnya mendukung atau bersimpati terhadap Yesus. Menyamaratakan berarti berpotensi berbuat kesalahan dan dosa. Kira tidak mungkin mengatakan semua pegawai negeri atau pejabat itu koruptor, sebab banyak yang tidak melakukannya. Hal inilah yang harus kita hindari dalam pergaulan dengan lingkungan dan masyarakat. Kita tidak boleh membuat stereotype penghakiman bagi seseorang atas sifat-sifat sekelompok orang atau suku, terlebih hal itu menyangkut sifat-sifat yang kurang baik. Bahkan kita harus mencari pola yang umum dari kebaikan suatu kelompok atau suku sehingga menimbulkan simpati dan damai sejahtera dalam pergaulan, yang secara otomatis kita menjadi garam dan terang.

 

 

 

Secara umum dapat dikatakan bahwa manusia itu pada dasarnya baik, meski ia memiliki kecendrungan berbuat dosa. Namun kecendrungan “jahat” tersebut bisa dikalahkan dengan kebaikan dan pendekatan sehingga hasilnya tetap kebaikan. Menilai buku dari cover adalah sebuah kesalahan. Menilai rasa makanan dari bungkusnya jelas bisa fatal. Maka dengan itu kita diminta untuk lebih berhati-hati dalam membuat kesimpulan penilaian terhadap seseorang berdasarkan pendekatan stereotype tersebut. Untuk menghindarinya hanya bisa dilakukan dengan hikmat yakni membersihkan pikiran kita dari prasangka-prasangka, dan terus berusaha menarik kesimpulan dari pembuktian yang kuat dan sah.

 

 

 

Kedua: Ancaman dan sikap yang teguh (ayat 32-33)

 

Perjuangan selalu membutuhkan keberanian. Tuhan Yesus menyadari perjuangan-Nya bukanlah jalan yang mudah melainkan via dolorosa, jalan penderitaan. Oleh karena itu informasi dan saran yang diberikan oleh orang Farisi tersebut ditanggapi-Nya dengan sikap yang konsisten atas jalan itu. Ancaman pembunuhan atau pengusiran tidak digubris-Nya. Sikap Yesus tersebut juga berdasar karena mengetahui tidak mungkin Ia terbunuh di Galilea, melainkan harus di Yerusalem sebagaimana disebutkan dalam ayat 35. Oleh karena itu Ia tidak takut.

 

 

 

Ia juga tidak mengambil jalan kompromi dengan berusaha menyenangkan hati Herodes. Ia mengambil sikap tegas. Yesus mengetahui cara berfikir Herodes yang lebih kepada safety player - bermain aman - tidak mau mengambil resiko. Herodes juga berpikiran bahwa mungkin saja Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang bangkit (band. Luk 9:7). Oleh karena itu Yesus menjawab orang Farisi tersebut dengan menyebut Herodes adalah serigala. Binatang serigala adalah gambaran kelicikan dan kepengecutan. Yesus tidak perlu memenuhi ancamannya. Sebab bisa saja informasi itu sengaja disebarkan Herodes dengan tujuan agar Yesus menyingkir dari wilayahnya. Membunuh Yesus secara langsung juga tidak mudah bagi Herodes karena akan menimbulkan kericuhan.

 

 

 

Hikmat yang bisa kita tarik dari nats ini adalah bahwa dalam memperjuangkan sesuatu, tantangan dan ancaman selalu ada. Ancaman tersebut bahkan dapat menyangkut nyawa kehidupan. Akan tetapi, Yesus tidak takut. Abraham tidak takut karena memegang janji Allah (Kej 15:1-12). Hal yang membuat Yesus tidak takut adalah karena Ia sudah mengetahui akhirnya. Ia tidak kuatir karena arahnya sudah jelas. Ini bisa diibaratkan dengan nasehat Stephen Covey dalam bukunya yang terkenal tentang Seven Habit, begin from the end. Kalau kita sudah tahu ujung kepastiannya maka kita biasanya lebih kuat dan semangat dan tidak takut. Hal demikian juga bagi seseorang yang menderita sakit parah, dengan iman yang kuat kepada Yesus, orang tersebut tidak akan takut lagi pada kematian, sebab ia sudah mengetahui bahwa ia akan menuju sorga kekekalan bersama Yesus. Oleh karena itu, usahakanlah mengetahui konsekuensi akhir jalan atau perbuatan kita, maka kita lebih dikuatkan dan akan teguh konsisten menuju tujuan kita. Sebagaimana Yesus memperlihatkan sikapnya, Ia tidak mau pergi dan tetap menyelesaikan tugas-Nya.

 

 

 

Ketiga: Penyesalan yang menyedihkan (ayat 34)

 

Tuhan Yesus selama hidup dan pelayanan-Nya sudah beberapa kali mengunjungi Yerusalem. Sebagai orang Yahudi, Yesus selalu merindukan Yerusalem dan melihat kota itu sebagai lambang kota suci dan Bait Allah ada disana. Ia juga mengetahui dari sejarah bahwa nabi-nabi besar zaman perjanjian lama banyak dibunuh di Yerusalem. Namun Yesus tidak menghindari bahwa Allah Bapa telah memintanya untuk ke Yerusalem menuntaskan pelayanan-Nya. Oleh karena itu Yesus meratap menangisi kota tersebut dengan rasa sedih yang dalam. Mengapa sejarah buruk mesti berulang? Mengapa tempat yang kita sayangi dan kasihi itu kembali dikotori oleh perbuatan jahat dengan mengorbankan para nabi dan diri-Nya sendiri?

 

 

 

Kita jadi ingat beberapa peristiwa di zaman sekarang terjadinya pertikaian massal karena sekelompok orang mencemari tempat suci, apakah itu gereja, kuil, kelenteng, mesjid dan lainnya. Bahkan kejadian menamai restoran dengan tokoh Buddha tentu sangat disesalkan. Itulah sifat-sifat yang perlu kita hilangkan dalam bermasyarakat. Kita harus saling menghormati dan tidak melecehkan pihak lain. Semua Tuhan keragaman berikan demi keunikan dari persaudaraan. Keberhasilan dalam mempertahankan damai dan sukacita bersama itu yang diminta dari kita sekalian.

 

 

 

Tuhan Yesus sangat memberikan kasih-Nya kepada bangsa Israel. Tapi umat Israel tidak menerima-Nya. Ada pepatah Batak yang mengatakan: Hancit tangan mulak manedek, humacittan dope tangan mulak mangalean. Artinya, kurang lebih, menyakitkan hati apabila tangan meminta kembali hampa, tetapi lebih menyakitkan lagi kalau tangan kembali karena pemberian ditolak. Inilah yang dialami Yesus sehingga ratapan-Nya demikian menyedihkan. Bahkan Yesus menyatakan telah berkali-kali Ia rindu untuk mengumpulkan anak-anakNya, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi tidak mau (ayat 34). Kasih Yesus kepada Yerusalem hanyalah melambangkan kasih-Nya kepada Israel. Ratapan Yesus adalah ratapan buat umat Yahudi. Sayangnya, hanya sedikit yang dapat diselamatkan. Inilah pesan yang diberikan melalui ayat ini yang sejalan dengan bacaan lain yakni Flp 3:17-4:1, bagaimana kita bisa terus mengikuti keteladanan Yesus dalam perbuatan kasih.

 

 

 

Keempat: Hukuman bagi Yerusalem (ayat 35)

 

Kasih yang diberikan Tuhan kepada umat Israel tidak secara otomatis menghilangkan Maha Adilnya Allah, sehingga segala hal yang tidak berkenan kepada Allah akan dikenai hukuman. Ayat 35 jelas merupakan hukuman yang diberikan bagi Yerusalem atas semua yang terjadi di kota tersebut. Tuhan Yesus berkata: "Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi."

 

 

 

Dan itulah memang yang terjadi. Hanya sekitar 40 tahun setelah ucapan Tuhan Yesus tersebut, pada tahun 70M kota Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan oleh Kaisar Titus dan Nero serta dilanjutkan dengan pengusiran umat Yahudi dari kota tersebut pada tahun 135 M oleh Kaisar Hadrian. Kota Yerusalem akhirnya diluluh-lantakkan beserta seluruh keberadaan umat Yahudi di tanah kecintaan mereka.

 

 

 

Namun Tuhan Yesus mengutip Mzm 118:26 dalam nats ini: "Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" Apa yang dimaksudkan-Nya adalah bahwa Ia adalah Mesias dan akan kembali ke Yerusalem dengan penuh berkat kemuliaan, dan Yerusalem menjadi Yerusalem baru dengan semua orang menyambut kedatangan-Nya.

 

 

 

Allah kita adalah Allah yang Maha Perkasa yang kerajaan-Nya tidak tergoyahkan. Sebagaimana Mazmur 27 yang juga bacaan kita minggu ini mengatakan: Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN! (27:13-14)

 

 

 

Penutup

 

Firman Tuhan Minggu ini menyampaikan beberapa pesan penting, agar kita tidak menyamaratakan seseorang dengan anggapan umum atau berpikir stereotype yang dapat membuat kesalahan dan berakibat dosa. Kita juga diingatkan bahwa dalam memperjuangkan sesuatu ancaman selalu ada dan untuk itu kita diminta untuk tetap teguh dengan langkah yang sudah diambil. Mengetahui akhir dari perjuangan berikut konsekuensinya merupakan alat yang ampuh untuk memegang konsistensi tersebut.

 

 

 

Meski keinginan kita berbuat kasih namun tidak selamanya itu ditanggapi atau diterima dengan baik. Hati kita mungkin menjadi sedih. Meratap. Namun kesabaran Allah terhadap Yerusalem sebagai lambang umat Israel tetap menerima kemahaadilan Allah sehingga Yerusalem (umat Israel) dihukum, sampai tiba nanti Tuhan Yesus datang dengan berkat kemuliaan-Nya. Itulah pengharapan Kristiani kita.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025

KHOTBAH (3) MINGGU II PRAPASKAH 16 Maret 2025

 

 KEKUATAN PERCAYA (Kej. 15:1-12, 17-18)

 

 “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran” (Kej. 15:6)

 

 

 

 

 

Semua berharap anak dan cucu kita lebih maju dan diberkati. Bila diri kita sekolah S1, kita pun berharap anak-anak bisa S2 atau S3. Jika kita bekerja sebagai staf, wajar berharap anak-anak mencapai manajer bahkan direktur. Jika kita tinggal di perumahan sempit, maka kita berharap anak cucu kita bisa tinggal di perumahan yang nyaman. Itu wajar. Tapi yang terpenting, tentunya, anak cucu kita tetap menjadi pribadi/keluarga yang mandiri, dalam iman teguh kepada Kristus, dan menjadi berkat bagi orang lain.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini dari Kej. 15:1-12, 17-18. Judul perikopnya: Perjanjian Allah dengan Abraham; janji tentang keturunannya. Bagian awal menceritakan tentang kesedihan Abraham bahwa ia tidak memiliki keturunan (ayat 1-4). Kita tahu istrinya Sara mandul. Lalu TUHAN membawa Abraham ke luar serta berfirman: "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: "Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu." Abraham pun percaya dan Tuhan memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran (ayat 5-6).

 

 

 

Adakah janji Tuhan yang saat ini kita pegang teguh? Sudahkah kita merasa bahwa Tuhan telah memberikan janji-janji-Nya kepada kita dengan mengikut Tuhan Yesus? Bila kita belum merasakan ada janji itu, maka sebaiknya kita membaca Alkitab lebih rajin. Mulai saja dari PB dan terus ke Mazmur, dan bila suka, teruskan ke PL. Alkitab adalah Buku Janji. Bacalah, dan ketahuilah, itulah janji Tuhan kepada kita anak-anak-Nya.

 

 

 

Kunci kedua, berusahalah agar janji itu melekat bersemayam dan menguasai hati akal pikiran kita. Isi Alkitab jangan dilihat sekedar pengetahuan. Untuk itulah Abraham patut kita teladani. “Percayalah Abram kepada Tuhan dan Tuhan melihat itu sebagai kebenaran.” Disini kita melihat KEKUATAN PERCAYA. Abraham bahkan meminta tanda atau jaminan (ay. 8). Ia telah melihat manusia memiliki kemampuan yang terbatas, tetapi Allah memiliki kuasa yang tidak terbatas. Allah pun memberikan peneguhan atas janji-Nya (ayat 9-10, 17).

 

 

 

Buah percaya Abraham dijelaskan dalam Alkitab PB di tiga bagian, yakni Rm.4:3; Gal. 3:6 dan Yak. 2:23. Kitab Roma menjelaskan dengan penerimaan Abraham, maka Allah menjadi Bapa kita dan kita adalah anak-anak-Nya. Kitab Galatia menjelaskan, dengan kita mengikuti Abraham maka kita juga menjadi anak-anak Abraham, karena kita hidup dari iman (Gal. 3:8). Kitab Yakobus menjelaskan bahwa dengan kita percaya seperti Abraham, maka kita akan menjadi Sahabat Allah. Luar biasa!

 

 

 

Namun, hidup tidak berhenti hanya di percaya saja. Percaya adalah dasar dan pegangan. Untuk itu kita diminta melakukan sesuatu, yakni ketaatan. Abraham taat ketika Allah memberi perintah kepadanya untuk mempersiapkan persembahan yang terbaik. Ia patuh taat dan menjaganya (ay. 9-12). Memang perlu bukti bahwa iman percaya mewujud dalam perbuatan. Iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak. 2:17). Setelah percaya perlu ketaatan dan kesetiaan sebagai anak-anak Allah dan sahabat Allah. Percaya, taat setia, dan memberi yang terbaik, itulah prosesnya.

 

 

 

Tuhan juga tidak selalu memberi dengan mudah dan mulus. Kadang jalan yang panjang, sebagaimana kepada Abraham. Firman-Nya, beberapa generasi akan melewati perbudakan dan penderitaan (ay. 13-16). Namun tertundanya janji merupakan ujian dan latihan agar kita bertekun dan tetap setia. Kita diminta memegang teguh bahwa Allah akan menggenapkan janji-Nya dalam hidup kita. Ia Allah yang Maha Kuasa.

 

 

 

Abraham yang sudah tua, takut. Kita pun mungkin takut atau khawatir tentang anak-anak kita; juga terhadap orang yang kita kasihi. Mari belajar dari Abraham, PERCAYALAH kepada Allah. Bila merasa kurang kuat percayanya, berserulah, "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Mrk. 9:24). Serahkanlah kepada-Nya. Berusahalah taat meski melalui jalan yang berat. Berikanlah yang terbaik untuk menyenangkan hati-Nya. Ia akan memberi yang kita tidak pernah pikirkan (ay. 18; band. Mzm. 37:5).

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu II Prapaskah 16 Maret 2025

KHOTBAH (2) MINGGU II PRAPASKAH 16 Maret 2025

 

 TERANG DAN KESELAMATAN (Mzm. 27)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu II Pra-Paskah ini diambil dari Mzm 27. Mazmur ini merupakan mazmur Daud ketika berada di pembuangan dengan kesusahan yang dihadapinya. Tetapi Daud meluapkan hatinya dengan keyakinan bahwa ia tetap aman dalam perlindungan Allah, yang dibuat oleh Lembaga Alkitab Indonesia sebagai judul pasal 27 ini.

 

 

Ayat 7 dan 13 sering dipakai umat Yahudi sebagai doa dalam ibadah mereka: "Dengarlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! ....Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup!"

 

 

Kesusahan lumrah datang dalam kehidupan. Penyebabnya bahkan kadang-kadang tidak kita ketahui; bisa jadi itu semata-mata ulah orang lain. Kita merasa sebagai korban, sebagaimana Daud yang difitnah oleh lawan dan musuh-musuhnya. Tetapi Daud memiliki keyakinan bahwa Tuhan adalah terang dan keselamatannya, benteng hidupnya, sehingga ia tidak perlu merasa takut dan gemetar. Pada saat ia merasa tiada lagi perlindungan dan tempat yang aman, tidak berdaya, ia tetap menaruh percaya kepada Tuhannya. Pertolongan manusia terbatas, namun kuasa Tuhan sungguh tidak terbatas.

 

Keyakinan seperti itu tentu didasarkan pada perilaku yang selalu berusaha hidup di dalam kebenaran. Ia hidup dalam terang firman Tuhan. Tiada kegelapan. Ia merindukan diam di rumah TUHAN seumur hidupnya, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya (ayat 4, band. Mzm. 23). Ini melambangkan iman akan kehadiran dan penyertaan Tuhan dalam setiap detik dan denyut langkah hidupnya. Ada perlindungan, ada keselamatan. Ini juga yang disebutnya sebagai "tempat persembunyian di dalam kemah-Nya" (ayat 5). Haleluya.

 

 

Daud bukan tidak pernah salah. Ia tidak bebas dari perbuatan kegelapan dosa. Kadang hasrat kedagingannya mengalahkan kekuatan rohnya dan Roh Allah. Tetapi, ketika kita sudah memiliki keyakinan bahwa hidup kita milik-Nya dan Ia adalah Bapa serta kita anak-anak-Nya, pintu permohonan pengampunan selalu terbuka. Kasih Bapa melebihi segalanya. Ia akan menegakkan kita, seperti buluh yang patah terkulai akan ditegakkan-Nya kembali (Yes. 42:3).

 

 

Jangan berhenti mencari wajah-Nya. Perasaan puas mengenal Allah bukanlah sikap yang diminta dari kita (ayat 8). Terus belajar dari firman-Nya dan membuat hidup kita semakin berkenan bagi-Nya (ayat 9).

 

 

Selalu ada rencana Tuhan yang indah dan tersembunyi bagi kita; rencana Tuhan untuk membentuk dan memakai hidup kita secara besar dan bahkan lebih dahsyat lagi. Padang gurun tantangan sesuai talenta perlu dirancang dan dilewati bersama-Nya dengan tekad kemenangan. Tetapi, jangan menguji Tuhan (ayat 11-12). Kita harus tetap di dalam kerendahan hati. Tetap bertekun dalam karya dan doa, seperti yang dikatakan Daud di ayat penutup: "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" Hosiana....

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 9 Maret 2025

Kabar dari Bukit

 

 LAIN DI MULUT LAIN DI HATI (Rm. 10:8-15)

 

 "Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan" (Rm. 10:10)

 

 

 

Rano Karno yang saat ini sebagai Wakil Gubernur Jakarta, pernah membawakan lagu yang sangat populer berjudul "Lain di Bibir Lain di hati". Lagu ini juga dibawakan banyak penyanyi lain. Liriknya bernada sakit hati dan mengekpresikan rasa benci terhadap kekasih, yang tega membagi cinta, pandai bersandiwara, lain dibibir dan lain pula di hati.

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Rm. 10:8-15 berbicara tentang hubungan erat dan berkaitan antara firman, iman dan pengakuan. Paulus mengutip hal yang disampaikan Nabi Musa kepada umat Israel, yakni “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu” (ay. 8; Ul. 30). Artinya, firman perintah Allah itu telah diberikan melalui Musa dan juga Yesus membuat sangat dekat, menyatu dengan diri kita sehingga kita dengan mudah menerima dan memahaminya. Tidak ada alasan untuk mengabaikannya, yang tentunya memiliki konsekuensi kita kehilangan arah dan masuk terjerumus ke dalam kematian kekal dan penghakiman.

 

 

Iman berarti percaya dalam hati bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Paulus menjelaskan iman ini yang membawa kepada keselamatan (ay. 11-12). Dalam hal ini tidak ada perbedaan bagi Yahudi dan yang lain, "Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan" (ay. 13).

 

 

 

Namun juga diingatkan bahwa iman yang sudah dekat di hati tersebut, tidak cukup hanya dengan pengucapan dalam ibadah melalui Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari; mewujudnyatakan firman dalam kehidupan sehari-hari yang membuat hidup kita sesuai dengan kehendak Allah. Pengakuan juga perlu diberitakan, disebarluaskan agar orang lain juga menerima dan pengakuan iman tersebut menghasilkan buah. Nas minggu ini memberi alasan yang kuat, "Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? (ay. 14-15).

 

 

Dengan dasar yang sama kitab Yakobus menuliskan, "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.

 

Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin" (Yak. 1:22-23). Bahkan kemudian ditegaskan, "Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati" (Yak. 2:26).

 

 

 

Kita boleh saja tidak peduli atas keselamatan orang lain; berpikir yang penting saya selamat. Namun semua itu memperlihatkan bahwa sebenarnya kita tidak mengenal Allah yang Firman hidup. Ini menunjukkan kita tidak dekat dan memahami dasar kita diselamatkan oleh anugerah. Seperti ayat pembuka di atas, "dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan" (ay. 10). Janganlah lain di mulut lain pula di hati. Resikonya, tidak akan ada upah dan damai sejahtera sejati. Dan kita bisa terkaget-kaget kelak di masa penghakiman, Tuhan berkata:  "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat. 7:23). "Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!" (Mat. 13:9).

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 30 guests and no members online

Statistik Pengunjung

11945378
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1696
11370
1696
11889795
49430
0
11945378

IP Anda: 108.162.226.219
2025-04-08 11:18

Login Form