2025
2025
Khotbah (2) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025
Khotbah (2) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025
BERSYUKUR DAN DIBERKATI (Mzm. 67:1-8)
“Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia” (Mzm. 67:8)
Firman Tuhan di Minggu hari yang indah ini bagi kita dari Mzm. 67:1-8. Judul perikopnya: Nyanyian syukur karena segala berkat Allah; sebuah ungkapan syukur umat Israel mengingat kebaikan Allah atas panen dan juga berkat lainnya. “Tanah telah memberi hasilnya; Allah, Allah kita, memberkati kita” (ay. 7). Nas pilihan pada Minggu VI Paskah hari ini, mengingatkan kepada para murid pada masa itu, sangat bersyukur karena 40 hari mereka bersama Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya. Sepuluh hari lagi, kita memperingati kenaikan-Nya ke sorga.
Bagaimana dengan hidup kita? Apakah selalu mengucap syukur dan merasa diberkati? Selain kita telah diselamatkan oleh penebusan Tuhan Yesus, kita layak mengucap syukur atas segala kebaikan-Nya. Jika kita belum dapat membuat daftar yang panjang semua kebaikan itu, rasanya ada yang salah dengan mata rohani kita. Mungkin mata jasmani kita berfungsi baik, tetapi mata rohani sangat diperlukan untuk melihat dan mensyukuri semua kebaikanTuhan yang diterima dalam hidup ini.
Melihat dengan hati dan mata rohani perlu dilakukan, agar hari-hari kita tidak diisi dengan mengeluh, kecewa, marah, benci, iri, dan pikiran buruk lainnya. Hal mendasar yang dilakukan adalah: "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu" (1Tes. 5:18). Setiap beban pergumulan hanya dilihat sebagai jalan Tuhan untuk memurnikan dan meneguhkan iman kita. Kedua, cara bersyukur dengan selalu merasa cukup. Hilangkan kecenderungan tidak pernah puas dan ingin lebih. Alkitab mengajarkan, “... cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu” (Ibr. 13:5b).
Contoh mudah, janganlah membuat hutang, apalagi demi memuaskan nafsu. Membeli barang bukan primer dengan kartu kredit atau cicilan, sebenarnya itu jeratan keinginan dan obsesi. Mencukupkan dan menyesuaikan penghasilan dan pengeluaran akan membuat orang merdeka, bukan budak keinginan. Ingatlah kata Amsal Salomo, “…, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi” (Ams. 22:7b). Maka bila saat ini masih ada hutang, bekerja keraslah untuk segera melunasinya. Jangan malah membuat hutang baru.
Ketiga, tetaplah murah hati, terutama bagi yang lebih memerlukan. Yesus berkata, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Luk. 6:36). Tetapi, murah hati harus bijak memilih dan tepat sasaran. Jangan murah hati hanya kepada orang tertentu, mengikuti perasaaan, tetapi pelit terhadap orang yang membutuhkan. “Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin” (Ams. 22:9). Peganglah prinsip: “adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima” (Kis. 20:35). Sebagaimana Abraham, kita dipanggil diberkati untuk menjadi berkat (Kej. 12:2; 28:14).
Hal terakhir, persiapkan masa depan yang lebih baik terutama untuk anak. Ingatlah, tidak ada yang mudah dan sekejap, lakukan dengan iman dan pengharapan. Ini membuat kita tidak takut gagal. “Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu” (Gal. 3:9). Demikian juga dengan pengharapan, jadikan itu sauh yang kuat dan aman dalam melaksanakan semua rencana (Ibr. 6:19).
Mazmur 67 hari ini mengajarkan semua berkat yang kita terima, tujuannya adalah untuk dipakai bagi kemuliaan Tuhan; bukanlah diri sendiri, kelompok atau bangsanya (ay. 3-6), apalagi menyombongkannya. Untuk itu mari menjalani hidup dengan mengubah mindset, pola pikir, yakni mengerjakan hal yang Tuhan inginkan, dengan rasa syukur, merasa cukup, murah hati, dan mempersiapkan masa depan yang lebih baik dengan keyakinan bahwa Tuhan akan bekerja untuk kebaikan kita (Rm. 8:28). Dan itulah kuncinya; yang diberkati Tuhan adalah mereka yang selalu bersyukur.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (3) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025
Khotbah (3) Minggu VI Paskah - 25 Mei 2025
SIAPA YANG KUUTUS? (Kis. 16:9-15)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VI Paskah ini diambil dari Kis. 16:9-15. Nas ini bercerita tentang perjalanan kedua Rasul Paulus berkeliling dari kota ke kota, menyampaikan keputusan-keputusan yang diambil para rasul dan para penatua di Yerusalem dengan pesan, supaya jemaat-jemaat menurutinya. Hal yang menarik, Paulus ternyata menyeberang menuju Makedonia, ke Barat, setelah ada penglihatan seseorang yang memanggilnya dan meminta tolong.
Kita tentu bisa berpikir, bagaimana seandainya saat itu penglihatan yang muncul justru memanggil Paulus ke arah timur menuju wilayah Arab dan Asia, sehingga wilayah ini yang menjadi sama seperti Eropa saat ini dengan mayoritas pengikut Kristus?
Tetapi itu misteri karya Allah. Rencana Tuhan selalu terbaik. Kita imani, Roh Kudus yang menuntun ke arah barat dan Rasul Paulus pun terus bergerak bersama mitra pelayanannya melakukan penginjilan, sehingga semakin banyak yang mengikut Yesus dan jemaat-jemaat juga diteguhkan dalam iman dan makin lama makin bertambah besar jumlahnya (ayat 5). Kekristenan di Eropa pun terus berkembang, meski perlu 300 tahun penderitaan dilalui oleh orang percaya, terutama kaum penginjil. Kekristenan kemudian semakin berjaya setelah Kaisar Romawi Konstantinus Agung memeluk agama Kristen seperti ibunya, dan menjadikannya sebagai agama negara.
Hal yang kita lihat melalui nas ini, Kekristenan dan kerajaan-Nya semakin diperluas hanyalah dengan cara penginjilan, adanya yang diutus mencari jiwa-jiwa baru. Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus (Rm. 10:17). Pengalaman Rasul Paulus yang memenangkan Lidia, seorang penjual kain ungu yang mahal, membuktikan penginjilan semakin bergulir efektip di luar Yahudi dan Yunani, dan akhirnya Lidia juga turut mendukung pelayanan Paulus.
Kita sebagai umat percaya dan yang bersekutu dalam warga gereja kita masing-masing, perlu merenungkan hal tersebut. Adakah gereja kita juga melakukan pengutusan, mengirim hamba Tuhan ke luar gereja? Adakah gereja kita memiliki perhatian dan upaya yang cukup besar untuk memenangkan jiwa-jiwa baru? Benar, meneguhkan iman atau memulihkan jiwa-jiwa yang haus dari warga gereja yang ada juga sangat penting. Tetapi bila perhatian gereja kita atau diri kita yang sudah diberkati sama sekali tidak ada untuk pengutusan, khususnya penginjian, ini perlu direnungkan lebih dalam.
Kita harus menyadari serigala penangkap yang berkeliaran di sekitar kita dan khususnya di Indonesia Timur. Alkitab mengatakan, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu... sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas" (Mat. 7:15). Begitu diabaikan atau umat ditinggal, maka serigala ini "... akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu" (Kis. 20:29).
Suara Tuhan berkata: "Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?" (Yes. 6:8). Jika kita tidak bisa menyahut: "Ini aku, utuslah aku!", dengan alasan-alasan tertentu, maka seseorang harus pergi menggantikannya. Aku dalam hal ini bisa pribadi, dan bisa jemaat. Semua perlu ikut dalam misi penginjilan. Mari beri upaya dan sisihkan dana untuk pengutusan. Hanya itulah bukti tanggungjawab kita atas Amanat Agung Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15).
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu V Paskah - 18 Mei 2025
Khotbah Minggu V Paskah - 18 Mei 2025
SALING MEMPEMULIAKAN DEMI KASIH (Yoh. 13:31-35)
(Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis. 11:1-18; Mzm. 148; Why. 21:1-6)
Pendahuluan
Memasuki minggu ke-V Paskah ini kita masih diberikan gambaran pelayanan Tuhan Yesus sebelum Ia naik ke sorga. Nats minggu ini menceritakan percakapan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya di kamar atas, setelah di pasal sebelumnya Ia memperlihatkan praktek kasih dan kerendahan hati dengan membasuh kaki murid-murid-Nya. Perbuatan Yesus ini merupakan simbol dan keteladanan kerendahan hati sekaligus kesiapan untuk melayani orang bagi murid-murid-Nya. Sungguh perbuatan mulia.
Dari nats ini kita diberikan beberapa hal hikmat sebagai berikut.
Pertama: Yesus telah dipermuliakan (ayat 31-32)
Dalam mengemban misi-Nya Yesus telah membuktikan ketaatan-Nya pada Bapa. Yesus menunjukkan kasih-Nya kepada setiap orang bahkan kepada yang mengkhianati, mencela, menghukum dan menyalib-Nya. Dia merendahkan hati-Nya kepada Bapa dan kepada semua orang demi untuk kemenangan. Apa yang bagi manusia merupakan kehinaan yakni mati digantung di kayu salib serta bersama dua penjahat besar, Dia terima dalam ketaatan. Salib yang hina di mata manusia kini menjadi lambang kemuliaan bagi Dia dan bagi kita semua. Kematian di kayu salib merupakan penggenapan rencana Bapa. Oleh karena itulah, Allah Bapa mempermuliakan Dia dengan kebangkitan dan kemenangan. Allah mempermuliakan Dia karena penugasan yang selesai tuntas dan sempurna (band. Yoh. 17:1, 5). Kemuliaan Yesus disempurnakan ketika Ia naik ke sorga sebagai puncak dari pelayanan dan kebesaran-Nya di dunia ini sebagai manusia. Itulah yang dimaksudkan kata "segera" dalam ayat 31 itu.
Pemuliaan Yesus ini memberikan dua gambaran kepada kita dalam menjalani kehidupan ini. Yang pertama, kerendahan hati sebagaimana Tuhan Yesus teladankan, tidak akan membuat kita hina, tidak menjadikan kita lebih tidak berharga. Banyak orang berpendapat dan melankoni bahwa untuk merasa bisa dihormati mereka berlagak sombong atau menempatkan posisi dirinya di atas. Mereka berpikir, dengan jalan demikian orang lain akan melihat bahwa mereka adalah "orang yang spesial", orang yang besar dan harus dihormati, meski sebenarnya mereka tidak memiliki apa-apa atau memiliki andil dalam hidup orang lain. Hal ini jelas salah! Justru biasanya orang yang dianggap besar dan dihormati adalah mereka yang mampu merendahkan dirinya, menempatkan dirinya berguna dan berkorban bagi orang lain. Oleh karena itu, di dalam pekerjaan atau pelayanan sehari-hari, marilah kita selalu memperlihatkan kerendahan hati, mengutamakan apa yang bisa terbaik kita berikan bagi pekerjaan dan pelayanan, serta kerelaan kita berkorban untuk itu, sehingga orang lain bahkan pemberi tugas (atasan) akan menghormati kita lebih besar dari yang kita harapkan.
Hal kedua, hendaklah penugasan yang kita terima kita selesaikan dengan sempurna dan dalam ketaatan. Dalam kehidupan sehari-hari, pasti kita menerima penugasan, bukan hanya dari “pimpinan” tetapi juga sebagai bagian dari keberadaan kita. Kita sebagai suami pasti ada penugasan. Kita sebagai istri pasti memiliki tugas dan tanggungjawab. Kita sebagai anak juga pasti memiliki kewajiban dan tugas. Tugas yang paling sederhana paling tidak bertanggungjawab bagi dirinya sendiri. Orang yang lalai memelihara kesehatan pribadinya merupakan kelalaian dalam penugasan Allah untuk menjaga tubuhnya. Inilah yang harus kita selesaikan dengan baik. Dalam mencapai kesempurnaan penugasan itu, persyaratannya diperlukan ketaatan. Seorang suami yang taat untuk menjadi sempurna harus memelihara dirinya dengan baik: dalam kesehatan, dalam berhubungan dengan Pemberi Kehidupan, dalam mencari penghasilan untuk kebutuhan keluarga, dalam mengayomi istri dan anak-anak serta keluarga, dalam hubungan dengan sesama dan masyarakat. Apabila kita lakukan dengan taat dan kedisiplinan, maka kita akan sempurna dalam penugasan. Sebagaimana Yesus dihormati dan dimuliakan oleh Bapa, maka kita niscaya juga akan memerima hormat dari pemberi tugas. Kita dipermuliakan dengan apa yang kita lakukan, itulah pesan pertamanya.
Kedua: Allah dipermuliakan melalui Yesus (ayat 31-32)
Apa yang telah dilakukan oleh Tuhan Yesus memperlihatkan ketaatan dan hormat pada Bapa. Yesus tidak pernah meniadakan Bapa dalam keberadaan-Nya, bahkan Ia selalu mengatakan bahwa diri-Nya adalah utusan Allah Bapa yang di sorga. Ia tetap mengungkapkan bahwa kuasa yang diperoleh-Nya adalah kuasa yang berasal dari Bapa, dan Ia melaksanakan semua itu atas kehendak Allah, Bapa-Nya di sorga.
Dengan demikian Tuhan Yesus memang berkehendak memuliakan Allah Bapa-Nya. Pemuliaan ini dilakukan dengan menggenapi seluruh rencana Allah dalam hidup-Nya. Dipermuliakan berarti menggenapi apa yang menjadi misi utama-Nya (band. Flp 2:11). Inilah yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, "Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya" (Yoh. 17:1-4).
Oleh karena itu, dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagaimana di bagian atas tadi, apa yang menjadi tugas dan tanggungjawab kita hendaklah kita selesaikan dengan baik dan sesempurna mungkin. Sempurna bukan dalam pengertian tidak ada kekurangan, tetapi sempurna dalam pengertian semua dilaksaknakan dengan sepenuh hati dan tanggungjawab. Untuk kita yang dalam tugas, apakah di kantor atau di lapangan atau kedinasan, marilah kita laksanakan penugasan itu dengan sempurna dan ketaatan.
Apabila tugas dan tanggungjawab itu kita selesaikan dengan baik, niscaya kita akan mengangkat nilai dan apresiasi orang lain terhadap pimpinan, institusi kantor atau lembaga pelayanan kita. Apabila kita melaksanakan tangungjawab sebagai kepada rumah tangga, niscaya seluruh keluarga akan mendapat rasa hormat dari siapa saja. Demikianlah adanya Tuhan Yesus yang telah melaksanakan tugas-Nya dengan baik, maka Allah dipermuliakan dalam nama-Nya. Dengan demikian, hikmat atau pesan kedua yang diberikan kepada kita dalam ayat ini adalah: kita akan mempermuliakan pemberi tugas, apabila kita melakukan tugas tersebut dengan baik dan ketaatan.
Ketiga: tempat yang belum bisa kita lihat (ayat 33-34)
Orang Yahudi selalu berusaha mengikuti-Nya. Murid-murid pun terus berusaha agar Dia tidak masuk ke dalam bahaya. Pengharapan besar pada Yesus begitu kokoh sehingga mereka merasa Yesus harus terus ada ditengah-tengah mereka. Kebersamaan tiga tahun lebih tentu tidak mudah dilupakan. Mereka masih berharap terus mendengar pengajaran dan melihat kuasa-kuasa mukjizat yang diperlihatkan-Nya.
Pikiran inilah yang dibaca oleh Tuhan Yesus ketika Ia berkata: "Hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu." Tuhan Yesus juga menyatakan bahwa mereka akan berusaha mencari Dia dalam pengertian agar selalu melihat kehadiran Tubuh Yesus sebagai simbol, tetapi itu akan sia-sia. Yesus tahu, oleh karena itu Dia menekankan bahwa walaupun tidak bersama dengan mereka, tetapi akan ada yang menggantikan Dia, yang sama memiliki kuasa dan hakekat seperti Dia, menjadi penolong dan penghibur mereka, yakni Roh Kudus. Tapi saat itu para murid tidak bisa menangkap maksud-Nya.
Tuhan Yesus berkata ke tempat Ia akan pergi, murid-murid-Nya tidak mungkin mereka datang. Ini bisa menggambarkan dua pilihan. Pertama, Yesus akan pergi melalui jalan penderitaan ke kayu salib dan tidak seorang pun dapat menggantikan Dia. Kedua, Yesus menggambarkan bahwa Ia kembali ke tempat Bapa di sorga ke tempat-Nya bertakhta. Tentu bagi murid-murid yang masih hidup, tidak mungkin bisa bersama Yesus ke sana. Tetapi Yesus menjanjikan bagi setiap orang yang tetap percaya dan setia kepada-Nya, maka tempat itu akan menjadi tempat kita juga, bersama dengan Tuhan Yesus, ke tempat mana yang Dia sudah sediakan bagi kita. Yesus membuka dan merintis jalan baru itu bagi kita.
Keempat: perintah baru agar semua orang harus tahu (ayat 35)
Tuhan Yesus memberi perintah baru yakni saling mengasihi dengan dasar karena mereka ada di dalam Kristus. Mengasihi bukan karena kepentingan atau kelompok. Kasih yang lebih ditekankan Yesus adalah kasih yang rela berkorban, rela memberikan yang terbaik kepada pihak lain dan itu akan menjadi kesaksisan bagi dunia. Meski hukum kasih ini sudah ada pada perjanjian lama (Ul. 19:18), tetapi bagi umat Yahudi saat itu mereka hanya mendengar cerita-cerita bagaimana Allah Mahakasih membebaskan bangsa mereka dari tanah Mesir. Mereka tidak mengalaminya. Kini mereka yang hadir saat itu langsung melihat bagaimana wujud kasih itu dilaksanakan. Ini bagaikan kasih yang revolusioner mereka saksikan.
Kasih Yesus yang berkorban dan melayani sebagaimana dicontohkan-Nya menjadi patokan, menjadi standar dan referensi bagi kita ketika memperlihatkan kasih bagi orang lain. Kasih Yesus menjadi kasih yang berkesinambungan dan berlipat ganda mekar berbuah dan berbuah. Inilah maksud kata-kata Yesus, "sama seperti Aku telah mengasihi kamu."
Kesaksian kita bukanlah dengan penampilan kita, bukan pula dengan pengakuan di mulut atau nyanyian lagu kita, tetapi karena saling mengasihi di antara kita dan kasih yang kita berikan kepada orang lain, itulah yang akan menjadi kesaksian bagi kemuliaan Kristus. Kasih yang kita persaksikan tidak hanya menguatkan kita dan membawa kita lebih dekat kepada Kristus, tetapi juga membawa dunia ini saling mengasihi dan tidak saling membenci. Kebencian akan sirna. Yesus akan menjadi contoh yang hidup bagi siapa saja, kalau kita menjadi contoh yang hidup ditengah-tengah dunia.
Mengasihi bukan sekedar ungkapan perasaan senang atau hangat, melainkan sikap yang harus tampak dalam perbuatan. Memberi pertolongan pada saat orang lain di saat yang tidak menguntungkan, memohon maaf walau tidak pasti bersalah, memberi waktu kepada orang yang membutuhkan dukungan, memberi pengampunan bagi yang menyakiti kita dan bukan berniat membalasnya, itulah kasih sejati. Ini memang sulit, tetapi justru itulah kita harus belajar, mau memulai dan mempraktekkannya sesuai kasih dalam 1Kor. 13.
Kesimpulan
Minggu ini kita belajar dari firman Tuhan bagaimana Tuhan Yesus dipermuliakan Allah dan sekaligus Dia mempermuliakan Allah Bapa. Semua itu terjadi karena penugasan Bapa kepada Yesus dilaksanakan dengan ketaatan dan tuntas sempurna. Ini memberi pelajaran kepada kita bagaimana menjalani sebuh tugas dan tanggungjawab dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pelaksanaan tugas yang tuntas dan baik, kita akan dipermuliakan dan sekaligus kita juga mempermuliakan pemberi tugas. Ada yang menanti, sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan ke tempat indah Dia pergi, kesanalah kita juga akan pergi. Akan tetapi, hendaklah semua itu kita lakukan dengan dasar mengasihi, sebagaimana Yesus telah mengasihi kita.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Kabar dari Bukit, Minggu 18 Mei 2025
Kabar Dari Bukit
DIBIMBING UNTUK MENGERTI (Kis. 8:26-40)
“Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?” Jawabnya: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” (Kis. 8:30b-31)
Jika kita berbicara tentang umat Yahudi maka akan timbul banyak pertanyaan. Mengapa mereka banyak yang menjadi orang hebat, seperti penemu, pencipta lagu unggul, pemikir ulung, dan bahkan sampai kini menjadi orang-orang menonjol, seperti Albert Einstein, Mark Zuckerberg dan lainnya. Apakah memang mereka bangsa pilihan Allah, atau ada faktor lain, misalnya, penderitaan mereka yang panjang sejak pengungsian ke Mesir hingga holokaus yang membuat mereka menjadi manusia tangguh. Atau, cara mendidik anak sejak kecil? Mungkin semua faktor itu dan lainnya mempengaruhi.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kis. 8:26-40. Ini kisah Diaken Filipus yang diminta oleh malaikat Allah untuk berangkat ke Selatan Yerusalem arah Gaza (ay. 26). Saat itu ada seorang Yahudi Etiopia, sida-sida, kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Etiopia, yang baru pulang beribadah dari Yerusalem. Ia naik kereta pejabatnya dan sedang membaca kitab Yesaya. Atas tuntunan Roh Kudus, mereka pun bertemu dan Filipus diajak naik ke kereta. Dalam perbincangan tersebut, Yahudi Etiopia tersebut diyakinkan bahwa maksud ayat 32-33 (Yes. 53:7) tersebut adalah Yesus Kristus. Pembesar Etiopia tersebut menerimanya dengan iman dan bersedia dibaptis.
Ada beberapa pengajaran yang kita dapatkan dari nas minggu ini. Pertama, perlu ada kesukaan membaca firman Tuhan. Dengan rasa suka tersebut maka Tuhan akan membuka jalan untuk kita lebih memahami firman-Nya; secara otomatis lebih mengenal Dia dan rencana-Nya dalam hidup kita.
Kedua, membaca firman Tuhan perlu pembimbing, sebagaimana dikatakan sida-sida Etiopia tersebut: “Bagaimanakah aku dapat mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?” (ay. 31). Oleh karena itu jangan kita cepat-cepat merasa "pintar" tentang firman Tuhan padahal itu memerlukan penafsiran hermeneutika dan konteks ayat. Diperlukan kerendahan hati untuk memahami isi Alkitab dengan baik dan benar. Dengan demikian, hidup kita pun dipakai efektip seperti Filipus.
Kedua, peneguhan iman perlu bahwa kita menerima Kristus sebagai Tuhan, Anak Allah dan Juruselamat. Alkitab menjelaskan baptisan adalah cara paling efektip memperlihatkan hal itu. Tidak perlu mempersoalkan baptis selam atau percik. Alkitab memang banyak menceritakan baptisan selam, namun harus dilihat konteks masa itu. Umumnya yang mengaku percaya saat itu adalah orang dewasa dan juga ada perpindahan iman. Zaman dulu pengertian baptis selam juga dilakukan pada air yang mengalir karena pemahaman ada pembersihan. Maka sepanjang peneguhan iman dilakukan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, maka itu adalah sah meski untuk bayi dan anak-anak yang diwakilkan oleh orangtuanya dengan membuat janji.
Ketiga, Tuhan punya rencana bagi setiap orang. Dalam hal ini ada keterkaitannya dengan ketaatan. Filipus adalah Diaken namun dia taat mengikuti perintah Roh Kudus untuk berangkat ke suatu tempat. Ia awalnya tidak tahu tujuannya, namun pasti Tuhan akan membukakan rencana-Nya. Demikian juga sida-sida Etiopia tersebut, Tuhan memakai hidupnya untuk menjadi alat kemuliaan-Nya (ay. 40).
Terakhir, mukjizat selalu ada dalam kehidupan. Ayat 39-40 menjelaskan, setelah pembaptisan, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sudah berada di Asdod, tempat lain. Mukjizat adalah sesuatu yang mesti diterima dengan iman, bukan dengan akal pikiran. Kita percaya kuasa Allah bekerja saat diperlukan khususnya bagi orang yang berkenan kepada-Nya dan menjadi alat untuk menyatakan kemuliaan-Nya. Jangan pernah meragukan kuasa-Nya yang besar dan berdaulat.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah (2) Minggu V Paskah - 18 Mei 2025
Khotbah (2) Minggu V Paskah - 18 Mei 2025
TEMBOK DAN JEMBATAN (Kis. 11:1-18)
(Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yoh. 13:31-35; Mzm 148; Why 21:1-6)
Firman Tuhan bagi kita pada Minggu V Paskah ini diambil dari Kis. 11:1-18. Nas ini menceritakan upaya Rasul Petrus mempertanggungjawabkan baptisan Kornelius di Yerusalem. Kaum Yahudi yang sejak awal bersunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya (Kej. 17:11), masih merasa sebagai umat khusus, umat pilihan. Mereka yang kemudian percaya dan mengikut Kristus, sebagian merasa keselamatan dari Tuhan Yesus hanya untuk kaum Yahudi saja, sehingga kabar sukacita tersebut dan bahkan baptisan tidak perlu diberikan kepada "orang asing", orang yang tidak bersunat. Tetapi Rasul Petrus melakukannya dan membaptis Kornelius, seorang tentara Romawi. Maka ia pun ditentang.
Allah menciptakan manusia yakni Adam dan Eva, dan kemudian setelah ribuan tahun menyebar ke seluruh penjuru bumi. Faktor alam dan campuran genetika membuat terjadinya keragaman manusia dengan ras, suku, bangsa, tempat, bahasa dan lainnya. Begitu juga dengan sifat, karakter, warna kulit, tradisi, kepercayaan, dan lainnya. Tidak ada manusia yang sama. Pengelompokan manusia terjadi atas kesamaan tersebut, atau oleh kepentingan dan tujuan yang sama, meski itu dapat sesaat.
Alkitab mengatakan, keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Banyak orang menyembah Tuhannya yang tidak mereka kenal, tetapi kita menyembah Allah yang kita kenal yakni dalam Pribadi Tuhan Yesus, yang memang bangsa Yahudi (Yoh. 4:22). Kita mengenal Allah dalam Pribadi Yesus karena ada gambaran utuh-Nya: hidup, kuasa, teladan, pelayanan, dan terutama kasih-Nya. Tidak ada agama lain di dunia ini yang bisa lebih baik menggambarkan Allah yang seperti Dia. Tawaran jalan keselamatan kekal yang diberikan-Nya, sungguh luar biasa. Kita memang layak memuji, menyembah, dan mengikuti-Nya.
Kabar sukacita itulah yang mesti disebarkan. Kita tidak perlu meributkan legalisme kaku dengan meributkan hal yang tidak prinsip, seperti makanan bercampur darah (ayat 9), baptisan air yang benar (ayat 16), hari raya Kristiani, atau format tata ibadah. Semua menjadi tidak produktif. Merasa unggul juga - seperti "bersunat" dalam nas ini, harus ditiadakan yang semua itu justru membangun tembok pemisah dan perbedaan. Apalagi, bila kepentingan pribadi sebenarnya dibungkus menjadi kepentingan kelompok, atau dalam nama agama dan bahkan demi nama Tuhan.
Perbedaan selalu ada. Di tengah hubungan sesama, perbedaan terus ada termasuk dalam iman dan kepercayaan, termasuk dalam ritualnya. Sungguh sangat disayangkan kalau perbedaan itu sampai membuat polarisasi terjadi dan tembok terbangun,
Tetapi melalui kasih yang menjadi ciri khas orang percaya, kita perlu membangun jembatan bagi mereka yang merasa seolah ada ketidakadilan dan kalah/tersisihkan. Memang tidak mudah membangun kembali relasi antar manusia. Tetapi kita harus siap menerima mereka dengan hati yang penuh kasih. Upaya mesti terus dilakukan, terutama oleh kita anak-anak Tuhan. Mencari buah dan Roh Kudus akan bekerja (ayat 17). Seperti ayat penutup dalam nas Minggu V Paskah ini: karunia itu diberikan kepada segala bangsa, pertobatan, atau perubahan yang terus memimpin kepada hidup (ayat 18). Itulah utamanya, intinya, bangunlah selalu jembatan, bukan tembok.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu XV Setelah Pentakosta - 21 September 2025Khotbah Minggu 21 September 2025 Minggu XV Setelah Pentakosta SETIA...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu XV Setelah Pentakosta - 21 September 2025Khotbah Minggu 21 September 2025 Minggu XV Setelah Pentakosta...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu XV Setelah Pentakosta - 21 September 2025Khotbah Minggu 21 September 2025 Minggu XV Setelah Pentakosta...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 88 guests and no members online