Sunday, December 15, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu Transfigurasi – 11 Februari 2024

 

KHOTBAH (2) MINGGU TRANSFIGURASI – 11 Februari 2024

 

 HALELUYA DAN MELAYAKKANNYA (Mzm. 150)

 

 Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya! (Mzm. 150:6)

 

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu Transfigurasi ini untuk kita dari Mzm. 150, mazmur terakhir penutup. Judul perikopnya: Haleluya; (Hallelu + YAH) berarti Pujilah Tuhan. Bagi umat Israel, kata ini sering diucapkan dalam doa; bagi kita umat percaya, ungkapan pujian kepada Tuhan setiap waktu.

 

 

 

Ada 13 kali memuji Tuhan disebut dalam enam ayat Mazmur ini. Bila pasal 1 kitab Mazmur dibuka dengan pengajaran tentang “jalan orang benar dan jalan orang fasik”, maka pasal penutup Mazmur ini merupakan ekspresi sukacita yang besar, keyakinan teguh, dan mengajak orang lain. Dan memang begitulah kehidupan, yang mengikuti petunjuk dengan benar, pasti buahnya sukacita dan damai di hati pada akhirnya.

 

 

 

Mazmur ini juga memberi kita pijakan dalam memuji Tuhan. Pertama, Allah ada di tempat kudus-Nya (ay. 1a). Allah kita kudus, maka bila hendak memuji Tuhan, hendaklah kita juga kudus (baca: dikuduskan) terlebih dahulu (band. Musa, Kel. 3:5). Kita perlu hormati kekudusan tersebut dan menjaganya. Mereka yang hidup masih dalam rasa kebencian terhadap orang lain, ada permusuhan, keinginan jahat, ini adalah hati yang kotor, dan sebaiknya merenung kembali sebelum mengucapkan haleluya. Sama seperti censura morum sebelum perjamuan kudus, bertanya: apakah kita layak untuk bersekutu dengan Tuhan jika hidup kita masih jauh dari firman-Nya? Alkitab juga mengajarkan, tidak boleh datang memberi persembahan kepada Tuhan, jika masih ada hal yang tidak beres hubungan kita dengan sesama manusia (Mat. 5:23-25).

 

 

 

Tempat kedua Allah adalah cakrawala (Ibrani: raqia) surga tempat Dia bertakhta (ay. 1b, band. Doa Bapa Kami Luk. 11:2; Mzm. 11:4). Langit atau cakrawala menaungi seluruh bumi, dan Allah Mahahadir. Tangan dan penglihatan-Nya tidak kurang jauh untuk menjangkau dan menuntun kita menjalani kehidupan ini. Memuji Tuhan memang tidak mengenal tempat, tetapi mensyaratkan hati yang bersih dan benar.

 

 

 

Memuji Tuhan perlu dasar, alasan. Mazmur ini mengatakan, Allah itu perkasa dan hebat kebesaran-Nya (ay. 2). Pengalaman pribadi akan menguatkan hal ini. Mereka yang melihat dengan kerendahan hati, dan merasakan anugerah keselamatan dalam hidupnya, akan lebih mudah mengakui Allah kita besar dan perkasa. Karya-Nya berupa bumi dan alam semesta, kompleksitas tubuh manusia, perbuatan dan pemeliharaan-Nya yang ajaib sepanjang sejarah. Jangan sampai persoalan yang kita alami dan hadapi saat ini, membuat kita ragu tidak melihat keperkasaan Allah. Lihatlah dengan mata rohani dan iman, persoalan yang kita alami, pasti akan berlalu dengan pertolongan-Nya. “Allahku lebih besar dari persoalanku”, itulah prinsip orang Kristen. Keraguan adalah provokasi iblis.

 

 

 

Berikutnya tentang cara memuji Tuhan. Pada ayat 3-5 digambarkan sejumlah peralatan musik, seperti tanduk sangkakala, gambus, kecapi, rebana, seruling dan ceracap. Irama ini diiringi tari-tarian. Semua untuk menekankan, Allah menyukai keindahan sebagaimana ciptaan-Nya selalu indah. Keindahan dan harmoni selalu menyenangkan hati. Namun alat musik hanyalah alat ekspresi, intinya seluruh kemampuan kita perlu dipakai. Setiap orang telah Tuhan beri talenta dan karunia rohani. Mari kerahkan itu sebagai alat untuk memuji Tuhan. Menjadi pribadi yang menyenangkan hati Tuhan melalui perbuatan; satunya kata dan tindakan.

 

 

 

Bagian terakhir, hendaklah kita mengajak orang lain seperti pemazmur menuliskan, “Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!” (ay. 6). Dengan kita berusaha layak untuk memuji, Tuhan yang memang layak dipuji, dengan kelayakan atas berkat-berkat yang Tuhan berikan kepada kita, kita pun layak sebagai saksi yang baik, menjadi bagian dari kerajaan surgawi. Maka, nama Tuhan semakin ditinggikan dan dimuliakan. Terpujilah Dia, haleluya!

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 4 Februari 2024

 

Kabar dari Bukit

 

 KRISTEN BUNGLON (1Kor. 9:16-23)

 

 "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil” (1Kor. 9:16b)

 

 

 

Semua pernah mendengar tentang bunglon. Menurut Wikipedia, bunglon adalah sebutan khusus untuk beraneka jenis kadal/bengkarung atau calotes, yang memiliki kemampuan mengubah bahkan mengkombinasi warna kulit luarnya. Yang terkenal tentunya Iguana, yang sering dipelihara karena cantik, imut, meski lumayan mahal.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Kor. 9:16-23. Firman Tuhan yang ditulis oleh Rasul Paulus ini menjelaskan tentang perlunya kita orang Kristen bersikap luwes hidup dalam keragaman masyarakat, khususnya memberitakan Yesus Kristus. Perlu ada hikmat dan taktik, tidak harus ngotot, serang, dan akhirnya malah orang menjauh.

 

 

 

Bunglon berbeda dengan topeng yang menampilkan wajah “palsu”, tidak sesuai aslinya. Pengalaman membuktikan, wajah, sifat dan karakter yang buruk pasti terkuak, tidak dapat lama tersembunyikan. Maka, janganlah bertopeng dalam menjalani kehidupan ini, tapi ubahlah yang tidak sesuai firman-Nya.

 

 

 

Memberitakan Kristus tentu berharap orang lain mau ikut menjadi murid-Nya. Untuk itu keluwesan diperlukan, seperti bunglon. Ini terutama dilakukan bagi mereka yang belum mengenal Kristus, dengan tujuan, "supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang" (ay. 19b). Bukan cara menghalalkan tujuan, tetapi yang penting adalah Kristus diberitakan (Flp. 1:18). Soal berhasil atau tidak, itu adalah ranah Tuhan yang memberikan iman kepadanya (Rm. 10:17; 12:3; 1Kor. 12:9).

 

 

 

Firman Tuhan dengan tegas mengatakan, "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil" (ay. 16). Untuk itu Rasul Paulus memberi pedoman konkrit.

 

 

 

Yang pertama, kita tidak perlu merasa sombong dan memegahkan diri (ay. 16). Setiap pengikut Kristus wajib memberitakan Kristus, baik melalui penyampaian firman (koinonia), perbuatan kasih (diakonia) maupun dengan kesiapan berkorban dan kesetiaan sampai akhir hayat (marturia), meski penderitaan berat harus dialami dan dilalui.

 

 

 

Yang kedua, jangan mengharapkan upah (ay. 17). Berpikir imbalan dan transaksional tidaklah Alkitabiah. Just do it. Lakukan saja sesuai talenta dan karunia rohani yang diberikan Tuhan. Tidak perlu juga merancang hal-hal besar yang spektakuler. Mulailah melakukan perkara-perkara kecil dan Tuhan akan menuntun ke arah perkara-perkara besar, seturut ketekunan dan kesetiaan kita (Mat. 25:21-23; Luk. 19:17). Ada 18 karunia rohani yang disiapkan Tuhan, melalui tangan melayani, mulut berbicara, dan tanda kekhususan melakukan mukjizat, yang tidak perlu dahsyat, bisa dengan berdoa semata, sebab doa orang benar sangat besar kuasanya (Yak. 5:16). Rasul Paulus menuliskan dengan baik, "Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah" (ay. 18a).

 

 

 

Yang ketiga, selalu bersikap sebagai hamba, sigap melayani dan bukan dilayani (ay. 19). Ya, ini tidak mudah. Faktor kekayaan, jabatan, kepintaran, kuasa, bahkan “yang ditinggikan” dalam tradisi budaya, sering menjadi alasan seseorang untuk sulit merendah dalam keseharian. Menjabat tangan terlebih dahulu, memberi sikap hormat terhadap sesama, ringan tangan dalam menolong, merupakan contoh mudah bersikap hamba dan melayani.

 

 

 

Melihat orang susah tanpa rasa empati, ketidaksediaan berkorban menolong, membiarkan seseorang yang sibuk sementara kita duduk santai mengobrol menonton, tentu bukanlah sikap Kristiani. "Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah" (ay. 22).

 

 

 

Yang terakhir nas ini menegaskan, semua mesti ikut berperan serta. “Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya” (ay. 23). Jangan sampai nanti tertinggal, hidup berlalu cepat bagaikan kereta Whoosh....

 

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

KHOTBAH (2) MINGGU V SETELAH EPIFANI – 4 Februari 2024

KHOTBAH (2) MINGGU V SETELAH EPIFANI – 4 Februari 2024

 

 

KEKUASAAN ALLAH (Mzm. 147:1-11, 20c)

 

 TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya (Mzm. 147:11)

 

 

 

 

 

Banyak orang yang mengenal Elon Musk. Orang terkaya sejagad, yang terus bersaing dengan Jeff Bezos, pemilik Amazon. Beberapa hari lalu seperti dilaporkan CNBC Indonesia, Elon menyatakan perusahaannya, Neuralink, siap menguji coba menanam chip komputer di otak manusia. Sebelumnya Elon Musk mengungkapkan, perusahaannya telah berhasil memasang chip komputer ke otak monyet. Hewan tersebut dikatakan dapat bermain video games layaknya manusia. Woow....

 

 

 

Sungguh "gila" upaya manusia. Untuk melakukan itu, Elon perlu mendapat persetujuan FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika - semacam BPOM di Indonesia). Kita juga tahu, upaya mengkloning hewan telah berhasil. Tapi kloning manusia akhirnya tidak dapat diterima, dengan pertimbangan resiko yang terjadi belum terdeteksi, sebab dalam mengkloning binatang pun selalu saja ada masalah.

 

 

 

Tetapi hanya berselang hitungan jam, berita lain tentang Elon Musk muncul, bahwa roket prototipe SpaceX yang dirancangnya akan membawa 100 orang manusia berwisata ke Bulan dan Mars, meledak saat mendarat. Sampai saat ini belum diketahui penyebabnya, dan pemerintah AS mau tak mau ikut dalam penyelidikannya.

 

 

 

Kekaguman saya pada Elon terpaksa jeda. Saya kembali memahami kemampuan manusia tetaplah terbatas, dan selalu ada hal tersembunyi yang merupakan milik Allah. Tetapi pertanyaannya: Apa sih yang membuat manusia begitu hebat? Nah, Alkitab berkata, manusia diciptakan “menurut gambar dan rupa Allah” (Kej. 1:26). Jadi sejak awal, Allah memang tidak ingin menciptakan manusia sebagai makhluk “biasa-biasa” saja. Manusia adalah mahkota dan puncak penciptaan Allah. Roh manusia datang dari nafas Allah (Kej. 2:7). “Roh Allah telah membuat aku, dan nafas Yang Mahakuasa membuat aku hidup” (Ayub 33:4).

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita minggu ini, Mzm. 147:1-11, 20c, berbicara tentang “Kekuasaan dan kemurahan TUHAN”. Allah berkuasa dan pekerjaan tangan-Nya selalu sempurna dan tidak pernah gagal. Ia mengendalikan alam semesta, menentukan jumlah bintang-bintang dan menyebut nama-nama semuanya (ayat 4). Meski dalam penglihatan manusia, kadang seolah ada “gangguan dan terlambat”, tetapi seringkali terjadinya hal itu justru akibat ulah manusia sendiri dan campur tangan iblis. Namun, bersama Tuhan, kita pasti berhasil menjadi pemenang.

 

 

 

Allah juga tidak pernah meninggalkan ciptaan-Nya. “Ia mengumpulkan orang-orang yang tercerai-berai; menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka; Ia menegakkan kembali orang-orang yang tertindas.... Dia yang menutupi langit dengan awan-awan, yang menyediakan hujan bagi bumi, yang membuat gunung-gunung menumbuhkan rumput.” Demikian kesaksian pemazmur ini atas pemulihan Israel yang kembali dari pembuangan (ayat 2, 3, 6 dan 8).

 

 

 

Oleh karena itu, pemazmur memanggil kita minggu ini, agar bernyanyi bagi TUHAN dengan nyanyian syukur, bermazmur bagi Allah kita dengan kecapi! Sungguh, bermazmur bagi Allah kita itu baik, bahkan indah, dan layaklah memuji-muji Dia (ayat 1, 7). Allah itu baik, murah hati. Selain menciptakan, Ia juga memelihara dengan kasih setia-Nya, seperti memberi makan anak-anak burung gagak yang memanggil-manggil ditinggal induknya (ayat 9). Maka, pesan kedua firman minggu ini, janganlah mengagungkan manusia, tetapi agungkanlah Allah, rajinlah memberi pujian, sapaan hormat setiap hari, sebab Dia satu-satunya yang layak menerimanya.

 

 

 

Pesan ketiga nas ini bagi kita, agar jangan bermegah, jangan congkak. Tetaplah rendah hati untuk menyenangkan Allah (Ef. 4:2; Kol. 3:12). Manusia bisa berkarya apa saja, tetapi semua akan berlalu. Manusia bagaikan rumput, yang tumbuh dan mengembang seperti bunga di padang. Apabila angin melintasinya, maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi. Dan, “manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat” (Mzm. 103:15-16; 144:4).

 

 

 

Allah tidak suka kepada “kegagahan kuda dan kaki laki-laki”, yang digambarkan sebagai simbol kekuatan manusia (ayat 10). “Ia membenci dan merendahkan orang fasik. Tetapi TUHAN senang kepada orang-orang yang takut akan Dia, kepada orang-orang yang berharap akan kasih setia-Nya” (ayat 11). Haleluya! (ayat 1a, 20c).

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

KHOTBAH (1) MINGGU V SETELAH EPIFANI – 4 Februari 2024

KHOTBAH (1) MINGGU V SETELAH EPIFANI – 4 Februari 2024

 

 TERUS MENGASIHI (Mrk. 1:29-39)

 

 Jawab Yesus: “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang” (ayat 38).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 1:29-39 bercerita tentang Yesus menyembuhkan orang-orang sakit dan mengajar. Kuasa Allah dalam Yesus mulai dinyatakan melalui perbuatan dan membuat perubahan bagi orang lain. Ini penting sebagai pesan bagi kita orang Kristen. Kehadiran kita dalam suatu lingkungan haruslah memberi manfaat bagi yang lain. Jangan justru kita menuntut, berhitung tentang yang sudah dilakukan. Dasar dan ekspresi keberadaan kita adalah kasih kepada Tuhan dan sesama.

 

 

 

Pesan kedua dalam nas ini merupakan bukti bahwa perbuatan buruk sulit melawan kebaikan. Mungkin kadang di awal tampak berhasil, tetapi akhirnya kebenaran yang menang. Orang jahat selalu ada di sekeliling kita. Mereka ada dengan berbagai tujuan dan motivasi. Kesukaannya melihat kekurangan dan kelemahan, dan cekatan membuatnya sebagai peluru untuk menyerang. Kadang kala mereka memberi pujian, tapi sering tidak tulus.

 

 

 

Tetapi kita tidak perlu risau atau takut. Seperti setan-setan dalam peristiwa peyembuhan di nas ini, tidak ada yang bisa berkutik membicarakan Dia. Mereka tahu dan mengenal-Nya. Memang dalam kehidupan kadang kebaikan mendapat balasan tidak baik. Tetapi itulah ujiannya. Bila kita kecewa apalagi marah, maka perlu diperiksa motivasi untuk berbuat baik. Mengasihi seyogianya bebas pamrih.

 

 

 

Hal ketiga, perbuatan baik melalui karya nyata sebagai wujud pekabaran Injil harus berkelanjutan. Jangan cepat puas atau mudah merasa lelah. Setelah selesai melakukan penyembuhan, Yesus terus berjalan ke kota-kota. Ia tidak tertarik pada sanjungan dan publisitas. Popularitas bukan yang utama. Tidak itu tujuannya. Ketika semua orang mencari-Nya, Yesus menjawab: Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena itu Aku telah datang” (ayat 38).

 

 

 

Bagian akhir pesan nas minggu ini agar kita tetap mengandalkan doa. Hubungan khusus kepada Allah merupakan pijakan dan kekuatan dalam menjalani kehidupan. Dengan doa dan refleksi, kita tidak akan kehilangan orientasi dan tetap terjaga ke arah yang benar. Teruslah mengasihi, maka melalui hidup kita Tuhan Yesus semakin ditinggikan. Haleluya.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 28 Januari 2024

Kabar dari Bukit

 

 PENGETAHUAN, HIKMAT DAN KASIH (1Kor. 8:1-13)

 

 "Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah” (1Kor. 8:9)

 

Saya ingat masa kecil tahun 1960-an, di kota kecamatan. Ada sebuah kelenteng. Setiap acara hari raya Tionghoa, banyak sekali makanan disajikan dan selalu ada deretan daging babi utuh yang sudah dipanggang dan berwarna merah; itu bagian persembahan. Tapi otak kita berpikir itu enak disantap. Maka, seringlah kita berondok masuk mengambilnya, dan menikmati daging yang gurih.

 

 

 

Pengalaman lain. Bila ada hajatan, ibu saya dahulu selalu menaruh dua piring makanan penuh lauk pauk, biasanya ditempatkan di atas lemari. Katanya untuk kakek nenek saya yang sudah mendahului. Tak lama kemudian, makanan diambil dan ternyata sudah menjadi dingin. Ibu saya senang dan berkata: “mereka datang”. Tentunya, setelah itu, makanan tadi tetap kita santap. Kadang, hal itu masih dilakukan beberapa orang saat ini.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Kor. 8:1-13, tentang persembahan berhala. Pengertian berhala adalah sesuatu yang disembah selain Allah Bapa yang kita kenal dalam Tuhan Yesus. Di Israel pada masa itu masih banyak dewa yang disembah. Mereka menyajikan makanan, termasuk daging mentah. Dan kita tahu, tidak mungkin makanan itu lenyap menguap, karena daging tetaplah daging. Maka setelah ritual persembahan, ada yang menjualnya di pasar. Rasul Paulus menjelaskan, tidak masalah memakan daging eks persembahan tersebut (ay. 10; 1Kor. 10:25).

 

 

 

Namun pesan firman ini ada yang perlu kita perhatikan. Pertama, “tidak ada berhala di dunia dan tidak ada Allah lain dari pada Allah yang esa" (ay. 4). Ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian” (ay. 5b). Jadi itu adalah setan dan iblis, allah benda mati.  Allah kita di dalam Kristus adalah Allah yang hidup (Mat. 16:16; Rm. 14: 7-9; Ibr. 7:25). Namun untuk tiga agama Samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), kita perlu berhikmat. Ada berbagai pandangan atas pertanyaan: apakah Allahnya sama yang disembah Abraham? Prinsip Ketuhanan yang Maha Esa negara kita, membuat tafsiran berhala lebih kompleks berjalinan.

 

 

 

Kedua, boleh saja memakannya sesuai prinsip, bukan yang masuk ke mulut menajiskan orang, tetapi yang keluar dari mulut (Mat. 15:11). Tetapi memakan daging babi, misalnya, bersama sahabat yang mengharamkannya dan mengkuliahinya, tentulah tidak bijaksana. “Jika engkau secara demikian berdosa terhadap saudara-saudaramu dan melukai hati nurani mereka yang lemah, engkau pada hakekatnya berdosa terhadap Kristus” (ay. 12).

 

 

 

Oleh karena itu Paulus mengatakan, "kita semua mempunyai pengetahuan" (ay. 1a). Hal itu boleh, namun jangan menjadi batu sandungan bagi orang lain (ay. 9b). Ketiga. kita perlu perhatikan sudut pandang lain, agar menjauhkan diri dari makanan tersebut (Kis. 15:29; Why. 2:24). Alkitab menegaskan, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna” (1Kor. 6:12; 10:23).

 

 

 

Memang salah satu kelemahan manusia adalah berpikir bahwa orang lain berpikir sama dengannya. Padahal, pengetahuan dan pencerahan semua orang tidaklah sama. Rasul Paulus menuliskan, menerapkan "pengetahuan" pada sesama, merupakan tingkat pengetahuan juga (ay. 2), yang belum dicapai dalam pengertian hikmat. Maka, jagalah kebebasanmu (ay. 9a).

 

 

 

Terakhir, iman sesuatu yang diterapkan. Nas ini mengingatkan jangan sesuatu hal menjadi sumber dosa akibat kekurangan hikmat dan kasih. "Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah" (ay. 8a). Untuk itu utamakanlah kasih, kepada sesama dan kepada Allah. “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah” (ay. 3).

 

 

 

Mari kita membangun kasih melalui pengetahuan, yang membawa kepada hikmat dengan memahami hati nurani orang lain, bukan menjadikannya alat kesombongan (ay. 1).

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 39 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8561931
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
73279
41991
73279
8223859
713216
883577
8561931

IP Anda: 162.158.171.25
2024-12-15 23:50

Login Form