Sunday, December 15, 2024

2024

Khotbah (2) Minggu VII Setelah Pentakosta –7 Juli 2024

Khotbah (2) Minggu VII Setelah Pentakosta –7 Juli 2024

 

 TERUS MEMBERITAKAN (Mrk. 6:1-13)

 

 “Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.” (Mrk. 6:12-13).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ketujuh setelah Pentakosta ini dari Mrk. 6:1-13 berbicara tentang penolakan terhadap Yesus di kampung-Nya dan pengutusan kedua belas rasul. Penolakan ini didasari cara pandang melihat silsilah, keluarga, dan gaya hidup Yesus yang berbeda. Yesus yang sehari-hari mereka lihat dan tadinya (anak) tukang kayu, pergi beberapa saat, tiba-tiba saat kembali telah menjadi guru dan nabi dengan diikuti banyak murid, penuh kisah mukjizat dan ajaran kaya hikmat. Mengherankan, ajaib. Tapi nyata.

 

 

 

Tidak dapat dipungkiri, dalam satu komunitas yang memiliki standar dan nilai-nilai yang menyimpang dari ajaran Tuhan Yesus, akan ada perlawanan terhadap perubahan yang positip. Ada resistensi. Demikian juga sikap negatif lainnya, misalnya intoleransi dan permisif terhadap tindak kekerasan, jika melihat seseorang bersikap yang berbeda (misalnya SARA) maka dengan cepat diberi cap sebagai musuh dan langsung diserang. Hal lainnya juga terlihat dalam menyikapi sebuah kejadian/peristiwa, kadang orang cepat menilai dan menghakimi, meski latar belakang dan fakta kejadian belum sepenuhnya dilihat dan dikuasai.

 

 

 

Tuhan Yesus memperlihatkan keteladanan positip dalam menerima perlakuan negatif tadi. Meski sedikit heran di awalnya, Yesus lebih tidak memedulikannya dan berpikir positip memilih melakukan hal lain yang produktif: Ia tetap berbuat kebaikan dengan menyembuhkan penyakit (ayat 5), terus mengajar (ayat 6b) dan mengutus murid-murid-Nya pergi mengabarkan pertobatan.

 

 

 

Penghinaan dan penolakan tidak perlu dijawab dengan kecengengan. Sikap frontal juga tidak akan membangun respek dan rasa percaya. Melemparkan gugatan balik itu minus hikmat. Bersikap sederhana, tanpa kuatir, dan melihat itu sebagai resiko salib (ayat 4). Penolakan justru menimbulkan tiadanya karya mukjizat (ayat 5-6a), sebab mukjizat terjadi sebagai respon atas iman. Sikap sabar memaafkan dan berbelas kasihan teruslah dikedepankan. Jangan mudah berprasangka. Sinisme orang lain jangan mengurungkan niat baik.

 

 

 

Betul, sikap sekeliling kadang bisa membuat kita kecewa bahkan frustasi. Tetapi sebagai umat Kristiani dengan ciri khas KASIH, mari kita tetap berperilaku dengan mendasarkan pada perintah-Nya. Kita semua adalah utusan, "rasul-rasul", anak-anak-Nya yang memiliki tanggung jawab panggilan menjadi saksi, garam dan terang dunia. Bersikap dan bertindak sebagai utusan dan anak-anak Allah juga perlu dimulai saat ini, bukan besok, lusa, tunggu tidak sibuk, tunggu kaya, atau anak besar dan lulus semua, tunggu pensiun dsb. Tuhan Yesus memberi kuasa kepada yang percaya dan yang rindu untuk dipakai-Nya (ayat 7-13). Mari tetap memberi tempat mulia dan hormat bagi Dia yang mengutus kita.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 30 Juni 2024

Kabar dari Bukit

 

 

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN (2Kor. 8:8-15)

 

 ”Orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan” (2Kor. 8:1)

 

 

 

Pertumbuhan iman orang percaya dapat dilihat beberapa tahap. Yang pertama tentunya mengaku percaya Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadinya dan bertobat. Kedua, ia bertumbuh dalam kasih, baik terhadap Tuhan Yesus dengan senang membaca firman-Nya dan rajin berdoa, serta kasih terhadap sesama dalam bentuk kepedulian sosial yang tinggi. Tahap ketiga, ia selesai dengan (ambisi) dirinya dan berupaya sebagaimana pujian

 

NKB 138, "Makin serupa Yesus, Tuhanku, inilah sungguh kerinduanku...."

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah 2Kor. 8:8-15. Judul perikopnya: Pelayanan kasih. Ini pesan tentang perlunya keseimbangan antara yang berlebih dan berkekurangan. Selain itu Rasul Paulus membuat katagori orang kaya, yakni kaya dalam iman, perkataan, pengetahuan, kesungguhan untuk membantu, dan kasih terhadap hamba Tuhan dan sesama (ay. 2). Jadi kaya tidak hanya dipahami memiliki harta duniawi semata.

 

 

 

Untuk terjadinya keseimbangan antara yang berlebih dan berkekurangan, perlu kita memahami tentang memberi dalam iman sebagai persembahan. Dalam Alkitab khususnya PB, persembahan dibedakan beberapa kelompok dan tentu paduannya. Pertama, persembahan dalam menjaga kekudusan tubuh (Rm. 12:1; 1Kor 6:15, 19; Yak. 1:27b; 3:5-10); kedua, memberi persembahan melalui hati dan mulut (Ibr. 13:15; Mzm. 28:7; Ef 5:19-20); ketiga, memberi persembahan waktu dan tenaga untuk melayani (Yak. 1:27; Mat. 25:31-46); keempat, memberi persembahan nyawa kita, dalam arti kerelaan berkorban dan tetap setia sampai akhir hayat (Yoh. 15:13; 1Yoh. 3:16). Terakhir, persembahan uang dan materi (1Kor. 16:1-2; 2Kor. 9:6-9).

 

 

 

Ketika memberi persembahan,  ada empat prinsip dasarnya. Pertama, “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak akan menabur banyak juga” (2Kor. 9:6). Prinsip kedua, disiplin dan setia menyisihkan sesuai penghasilan (1Kor. 16:1-2). Tujuannya, membangun komitmen, ketaatan, tanggungjawab bagi gereja dan sesama, serta selalu hidup dalam pengucapan syukur.

 

 

 

Prinsip ketiga, yang memperoleh penghasilan besar maka memberi lebih besar; dan yang memperoleh penghasilan kecil, memberi lebih kecil (Luk. 12:48b). Prinsip keempat, memberi dengan hati sukacita dan sukarela, bukan sedih hati atau paksaan (2Kor. 9:7). Dasar memberi persembahan adalah iman (Ibr. 11:4; 10:6), kasih dan tanggungjawab sosial dan imamat (Ul. 14:22-29; 2Kor. 8:13-14). Tujuan persembahan sebagai batu hidup untuk pembangunan rumah rohani dan imamat kudus (1Pet. 2:5).

 

 

 

Parameter dalam memberi tidak dapat dibatasi persepuluhan sebagaimana ada gereja mewajibkannya. Tidak salah, namun doktrin Kristiani mengajarkan, sebagaimana "Doa Bapa Kami" menekankan "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya." Cukup hari ini! Berpikir simpanan pensiun ya boleh-boleh saja, sebab kita tidak tahu hari esok, perlu perencanaan yang juga Alkitab ajarkan (Luk. 14:28, 31). Sebab bisa saja kita mendadak tidak kerja dan menghasilkan serta persiapan di hari tua. Membekali anak dengan modal kehidupan awal, juga lumrah saja. Menjadi tidak wajar ketika berpikir menumpuk kekayaan materi untuk tujuh turunan, apalagi memperolehnya dengan cara jahat dan korupsi.

 

 

 

Hal terakhir, ukuran persembahan yang baik dan hebat adalah, kita merasakan sakitnya saat memberi. Ada pengorbanan. Kini, sejauh mana kita mengasihi sesama dengan memberi hati dan pengorbanan kita? Adakah saudara di sekeliling kita yang terabaikan, dari keluarga, tetangga dan lingkungan? Mari kita jadikan persembahan sebagai cara berbagi dalam hidup. Jawabannya hanya pada kita sendiri.

 

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah (2) Minggu VI Setelah Pentakosta – 30 Juni 2024

Khotbah (2) Minggu VI Setelah Pentakosta – 30 Juni 2024

 

 DARI LORONG KEMATIAN (Mzm. 30:1-13)

 

 

 

Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita, supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri (Mzm. 30:12-13a)

 

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 30, berisi 13 ayat. Judul perikopnya: Nyanyian syukur karena selamat dari bahaya. Sesuai leksionari, di awal minggu-minggu setelah Pentakosta, temanya masih tuntunan kita dalam menjalani hidup yang penuh dengan cobaan, ujian, badai, kesusahan dan bahaya. Mazmur 30 ini sangat cocok dilantunkan oleh mereka yang hampir melewati pintu kematian, seperti sembuh dari terpapar Covid-19, atau lepas dari penyakit dan bahaya lain yang mengerikan.

 

 

 

Semua orang pasti takut pada kematian. Berbohong jika ada yang menyangkalnya. Sebab ada bermacam-macam bentuk ketakutan orang terhadap pintu maut itu. Ada yang takut karena merasa lorong yang akan dilewatinya tidak jelas: gelap atau terang benderang; masuk surga atau neraka kekekalan. Ada ketakutan terhadap jalan kematiannya itu sendiri, berharap tidak melalui (rasa) sakit yang berkepanjangan, tetapi jalan singkat seperti lewat tol. Ada ketakutan lain, yakni terhadap orang-orang yang akan ditinggalkan, apakah mereka kelak dapat mandiri kokoh atau akan pecah pudar tak bermakna. Bahkan, ada yang justru takut terhadap kematian orang-orang yang dikasihinya, termasuk yang meninggalkan harta bendanya.

 

 

 

Pemazmur Daud mengalami hal itu dan lolos dari lubang maut. Ia pun mengatakan, “TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur” (ayat 4). Daud pulih, setelah berseru-seru memohon pertolongan Tuhan, bahkan dengan memelas menggugah seperti di ayat 10: “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepada-Mu dan memberitakan kesetiaan-Mu?” Bahwa ia pernah melupakan Tuhan dan mengandalkan kehebatan dirinya, yang membuat Tuhan marah, semua itu sudah disadari dan disesalinya (ayat 6-8).

 

 

 

Setiap orang di saat memasuki babak penyakit kritis, misalnya, Covid-19 yang sedang mengganas, tentu mengalami dan merasakan ketakutan itu. Dan bukan hanya yang sakit, tetapi juga keluarga dekat. Hal jelas kemudian terlihat, baik yang sakit dan keluarga serta sahabat, seperti pemazmur, memohon doa belas kasihan dan pertolongan TUHAN (ayat 3, 11). Kita berharap tidak ada yang pergi ke roh dunia, dengan ritual yang tidak berhikmat, seperti yang kita lihat masih ada dalam video-video di medsos oleh beberapa suku di tanah air. Ya, menyedihkan....

 

 

 

Orang percaya mengandalkan Tuhan. Maka ketika diloloskan dari liang kubur, seperti pemazmur pun menyatakan syukurnya. Ia berjanji, “Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita, supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu” (ayat 12-13).

 

 

 

Kita pun yang disembuhkan dari sakit kritis atau lolos dari kengerian di lorong kematian, mari bersikap sama. Kebangunan rohani atas kemenangan iman, jangan hanya tampak pasca kesembuhan, sekejap, lantas lenyap di selang waktu. Mari terus menaikkan syukur kita atas kebaikan Tuhan, lebih menyerahkan hidup yang berarti, dengan tidak berdiam diri, tetapi semangat sukacita melayani DIA untuk selama-lamanya. Itulah syukur terbaik kita bagi-Nya. 

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu VI Setelah Pentakosta – 30 Juni 2024

Khotbah (1) Minggu VI Setelah Pentakosta – 30 Juni 2024

 

 TALITA KUM (Mrk. 5:21-43)

 

 Maka kata-Nya kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" (Mrk. 5:34).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini, Mrk. 5:21-43, bercerita tentang dua mukjizat penyembuhan Yesus dari puluhan yang pernah dilakukan-Nya: pertama, tentang seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan, disembuhkan Yesus dengan hanya perempuan itu menjamah jubah-Nya saja, ia sembuh. Tentu upaya keras perempuan itu hingga melanggar aturan ditengah-tengah kerumunan orang untuk dapat menjamah jubah-Nya, membuat hati Yesus tergerak dan berkata seperti ayat 34 di atas. Semua beban setelah 12 tahun berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, menghabiskan harta tetapi malah keadaannya makin memburuk, akhirnya hilang terpulihkan.

 

 

 

Kisah kedua, anak seorang kepala rumah ibadat yang sakit parah. Ia tersungkur di depan kaki Yesus, memohon penyembuhan anaknya yang hampir mati (ayat 22). Meski dalam perjalanan diberitahu anaknya sudah mati, tetapi Yesus yang telah berjanji namun terhalang oleh pengobatan perempuan tadi, terus menuju rumah kepala itu dan berkata: "Jangan takut, percaya saja!". Sesudah Ia masuk ke rumah melihat anak 12 tahun itu, lalu memegang tangannya dan berkata: "Talita kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" (ayat 41). Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan.... Semua orang yang hadir sangat takjub (ayat 42).

 

 

 

Dalam kehidupan, kadangkala kita dihadapkan pada situasi yang tanpa harapan. Putus asa. Persoalan tak kunjung selesai berakhir. Pikiran manusiawi sudah dikerahkan optimal. Upaya mencari jawaban dan solusi jalan keluar, mentok. Seperti dalam nas ini, harta perempuan itu habis berobat selama 12 tahun sia-sia, jabatan kepala rumah ibadat pun tidak punya makna untuk penyembuhan. Tetapi kitab suci berkata: Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Mrk. 9:23).

 

 

 

Iman adalah buah pengalaman. Keputusasaan dapat menumbuhkan ketergantungan total dan saat itulah iman dapat menjadi besar dan kuat. Secercah harapan untuk sebuah pertolongan Ilahi meneguhkan iman tersebut. Yang tampak kalah menurut dunia, akan menang oleh iman. Itu dapat muncul bertumbuh perlahan sejak mengenal Dia, atau seketika, dan hubungan ketergantungan pada Yesus pun semakin kuat dan berakar. Bahkan, yang didapat kadang melebihi yang diminta. Haleluya.

 

 

 

Persoalan yang kita hadapi saat ini mungkin serasa berat. Bagi kita yang peduli sesuatu, seperti kawasan Danau Toba, atau wilayah lainnya, atau masalah pribadi yang berat, berpeganglah pada iman yang dapat mengalahkan kekuatiran dan keterbatasan kita. Tetaplah melangkah, berusaha dan berjuang keras, tetapi tetap setia datang memohon merendahkan diri, dan akan tiba saatnya Tuhan Yesus memberi pertolongan. Talita kum. Hai anak, percaya saja.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 23 Juni 2024

Kabar dari Bukit

 

 

KESEMPATAN ATAU BATU SANDUNGAN (2Kor. 6:1-13)

 

 ”Kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, yang telah kamu terima” (2Kor. 6:1)

 

 

 

Ada dikotomi atau pembelahan dua bagian orang percaya, yakni hamba dan murid. Hamba lebih dimaksudkan bagi pelayan dengan jabatan gerejawi atau lembaga Kristiani, sementara murid merupakan sebutan umum bagi siapa saja yang percaya dan mengikut Tuhan Yesus. Namun satu hal yang sama, hamba atau murid adalah duta atau utusan Kristus di dunia ini (2Kor. 5:20). Sebagai duta, seperti duta besar, ada yang kebagian tugas untuk negara kecil dan ada untuk negara besar. Namun tugas utamanya sama, menjaga dan meninggikan harkat negara/pengutusnya.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah 2Kor. 6:1-13. Nas ini ada dua bagian: pertama tentang Paulus dalam pelayanannya (ay. 1-10); kedua tentang permintaan agar tidak ada noda kekafiran pada orang percaya (ay. 11-13).

 

 

 

Sebagai duta-duta Kristus, setiap momen perlu dikreasikan menjadi kesempatan untuk berkarya dan membuat kita lebih didengar-Nya. Allah telah memberi talenta dan kasih karunia kepada kita semua. Ia tidak pernah menjadikan manusia bersisi buruk semua, pasti ada sisi baiknya. Itulah pola talenta. Maka sebuah ironi, jika itu tidak digunakan dan sia-sia. Oleh karena itu, poin pertama pesan nas ini, tantangan dan penderitaan apapun merupakan kesempatan yang bagus untuk memperlihatkan jati diri kita sebagai duta agar berkenan bagi-Nya dan diselamatkan (ay. 1-2).

 

 

 

Pesan kedua, seseorang perlu diuji untuk mempelihatkan integritas dan kesetiannya. Dan itu akan lebih nampak saat ada beban dan penderitaan. "Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu" (1Kor. 3:12-13). Sebagai duta Kristus, kita diminta agar menjadi emas dan perak, tidak mudah hancur dan menjadi batu sandungan (ay. 3).

 

 

 

Pesan ketiga nas minggu ini, agar kekristenan kita tidak bermuka ganda. Sebagai duta Kristus, tetaplah memperlihatkan kesabaran ketika datang kesesakan dan kesukaran, deraan, atau kesusahan lainnya (ay. 4-5). Semua dihadapi dengan kemurnian dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik; semangat memberitakan dan membela kebenaran dan kekuasaan Allah dengan menggunakan senjata-senjata keadilan (ay. 4-7; 2Kor. 10:4; Ef. 6:11-18a). Kita percaya, Tuhan punya alasan dan maksud dalam semua peristiwa.

 

 

 

Beberapa ahli teologia mengatakan, nas ini sangat indah. Rasul Paulus menggunakan bahasa yang kontra makna, yakni dua istilah berlawanan dipakai untuk penegasan maksud. Kita kutip ayatnya: “ketika dihormati dan ketika dihina; ketika diumpat atau ketika dipuji; ketika dianggap sebagai penipu, namun dipercayai, sebagai orang yang tidak dikenal, namun terkenal; sebagai orang yang nyaris mati, dan sungguh kami hidup; sebagai orang yang dihajar, namun tidak mati; sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu” (ay. 8-10). Maka dalam segala situasi, kita harus siap, baik atas rencana Tuhan maupun akibat perbuatan (dosa) sendiri.

 

 

 

Pesan terakhir, agar terus membuka lebar hati kita. Terus biarkan suara Tuhan masuk. Jangan membiarkan hati kita beku dan menyempit, termasuk kepada sesama, meski mereka tidak menyukai kita. Lihat kesempatan dan jangan menjadi batu sandungan. Itulah ciri orang Kristen sejati.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 24 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8562433
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
481
73300
73781
8223859
713718
883577
8562433

IP Anda: 172.70.189.182
2024-12-16 01:33

Login Form