2024
2024
Khotbah (1) Minggu X Setelah Pentakosta – 28 Juli 2024
Khotbah (1) Minggu X Setelah Pentakosta – 28 Juli 2024
MUKJIZAT LAGI (Yoh. 6:16-21)
Sesudah mereka mendayung kira-kira dua tiga mil jauhnya, mereka melihat Yesus berjalan di atas air mendekati perahu itu. Maka ketakutanlah mereka. Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Aku ini, jangan takut!" (Yoh. 6:19-20).
Firman Tuhan hari Minggu ini dari Yoh. 6:16-21 menuliskan tentang Tuhan Yesus berjalan di atas air. Kisah yang populer dan nyata. Yesus memperlihatkan kuasa-Nya.
Jika minggu lalu ditekankan perlunya untuk melihat latar belakang terjadinya mukjizat, hari ini kita melihat tujuan mukjizat Yesus. "Mukjizat merupakan kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia" (kbbi.web.id). Ada kuasa adikodrati. Jika peristiwanya dapat dicerna oleh akal, atau berlaku kaidah ilmiah sebab akibat, jelas itu bukan mukjizat. Apalagi sulap atau trik, kita anggap itu hiburan saja.
Mukjizat ada sepanjang masa. Terus. Bagi yang tidak percaya, atau percaya mukjizat ada hanya dalam Alkitab dan sudah berhenti saat Yesus naik ke sorga, ya tidak apa-apa. Tetapi itu sama seperti tidak percaya Allah kita adalah Allah yang hidup dan penuh kasih. Tidak percaya dapat terjadi karena tidak memahami makna mukjizat dan tujuannya. Mukjizat ada untuk menyatakan kedaulatan Tuhan, melegitimasi kehadiran-Nya, mendukung para utusan-Nya, menguatkan dan melegakan umat-Nya, serta tentu saja semua bagi kemuliaan-Nya. "Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Rm. 11:36).
Oleh karena itu, melalui nas minggu ini yakni kisah Tuhan Yesus berjalan di atas air dan kisah mukjizat lainnya, kita melihat optimisme. Kita terima dengan iman; bukan pikiran. Kita memiliki harapan atas segala persoalan. Dalam tantangan kehidupan, berbagai ragam hal pribadi, organisasi bahkan berbangsa, mari tetap melihat Tuhan bekerja dan mukjizat tetap terjadi. Bagi kita orang percaya yang diselamatkan oleh Yesus di kayu salib, itu sudah merupakan mukjizat terbesar yang pertama kita terima.
Kita pun wajib memiliki cita-cita. Pengharapan. Perlu tantangan hidup yang besar bagai membangun padang gurun yang kita ingin lewati. Itu bagus. Meski sekarang sepertinya tampak mustahil, tidak apa-apa. Berharap anak-anak kita menjadi berkat yang dipakai Tuhan, atau kita tetap sehat terus berkarya dan melayani hingga usia tua, atau misalnya melihat kampung halaman Kawasan Danau Toba bersih cantik, masyarakatnya sejahtera tetap berbudaya Batak yang Kristiani, itu jelas bukan sesuatu yang sia-sia. Tuhan akan campur tangan.
Mukjizat tetap kan terjadi. Tetaplah berdoa dan bekerja, mendayung perahu kehidupan dengan terus mengendalikan arah kemudi. Tetapi jangan hanya “omong doang” senang berwacana. Bertekunlah hingga tujuan tercapai. Dan, kelak Ia datang dan berkata kepada kita: "Aku ini, jangan takut!".
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (2) Minggu X Setelah Pentakosta – 28 Juli 2024
Khotbah (2) Minggu X Setelah Pentakosta – 28 Juli 2024
MAKIN DEKAT, TUHAN (Mzm. 145:10-18)
Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau (Mzm. 145:10)
Firman Tuhan di hari Minggu ini sesuai leksionari adalah Mzm. 145:10-18. Judul perikopnya: Puji-pujian karena kemurahan Tuhan. Ini penutup Mazmur Daud sebelum masuk ke himne Doksologi Mzm. 146 – 150, yang selalu dibuka dengan kata Haleluya.
Raja Daud memberi gambaran Tuhan sungguh luar biasa. Sebutannya di bawah ini:
• Kerajaan-Nya mulia (ay. 11-12b)
• Perkasa (ay. 12a)
• Kerajaan-Nya kekal segala abad (ay. 13a)
• Setia dalam segala perkataan dan perbuatan-Nya (ay. 13b)
• Penopang bagi semua orang yang jatuh (ay. 14a)
• Penegak bagi semua orang yang tertunduk (ay. 14b)
• Memberi makanan dan mengenyangkan pada waktunya (ay. 15-16)
• Adil dalam segala jalan-Nya (ay. 17)
• Dekat kepada setiap orang yang dalam kesetiaan berseru kepada-Nya (ay. 18).
Ia menuliskan hal tersebut berdasar pengalaman pribadinya yang panjang. Tentu, kebesaran dan keagungan Allah tidak tergantung kepada manusia, apalagi oleh seseorang. Pertanyaannya justru bagi kita, apakah kita setuju dan pernah merasakan hal tersebut? Karya besar apa yang kita alami dan rasakan setelah percaya dan menjadi pengikut-Nya?
Keberadaan dan kebesaran Tuhan sangat realistis. Cara mudah melihat karya Allah tentu pada alam semesta. “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya” (Mzm. 19:1). Sejarah agama dan kebudayaan menjelaskan manusia membutuhkan Tuhan dengan alasan tertentu. Pandangan olah pikir filosofis cukup logis, bahwa ada Kuasa Supranatural yang mengatur semua aspek kehidupan jagad raya. Berbagai bentuk penyataan Tuhan di dalam alam semesta sangat jelas, seperti alam semesta dengan keindahannya, keberaturan, kesatuan sistem, juga kompleksitas dan kesempurnaan makhluk hidup, dan hal lainnya.
Tetapi di luar eksistensi kasat mata dan filosofis seperti itu, bagaimana dengan pengalaman rohani kita sendiri? Mungkin kita pernah mendengar kesaksian orang tentang betapa baiknya Tuhan, dan dahsyat karya perbuatan dan mukjizat-Nya. Tetapi apakah kita sudah merasakan hal yang serupa? Adakah pengalaman yang membebaskan kita dari hal “menyakitkan dan menakutkan”, yang menguatkan kerohanian kita? Apakah kita merasa ada pembaruan akal budi oleh Roh Kudus?
Kita berada di masa yang sulit saat ini. Pandemi Covid-19 sedang mengganas, membuat semua tidak berkutik: kaya, miskin, berpangkat, kuat dan merasa sehat, pendeta, petani dan lainnya, sama untuk virus bernama indah ini. Nasihat “jangan khawatir” dan “jangan takut” mungkin sering kita dengar. Tetapi hal yang lebih penting adalah, bagaimana kita berjalan bersama Tuhan menghadapi “ancaman dan bahaya” yang bisa datang setiap waktu?
Janganlah hanya oleh besarnya berkat-berkat yang membuat kita memuji dan memuliakan-Nya. Atau ketika menaikkan doa-doa panjang kita teringat akan Dia. Kini, saatnya kita untuk lebih dekat kepada Tuhan. Jaga jarak, no way. Mari lebih sering menyapa Dia melalui doa dan firman-Nya, bersyukur menyanyikan kidung penyembahan, dan terutama ikut menjadi bagian kecil dari misi besarnya sebagai garam dan terang bagi sesama.
Mari terus mendekatkan diri kepada-Nya untuk kita semakin tahu, bahwa Dia adalah Allah yang hidup dan setia penuh kasih. Maka, ketika cobaan dan ujian apapun datang, kita siap berkata: Allahku yang perkasa, berada di dekatku. Batu deritaku, ‘kan kubentuk menjadi Betelku, kokoh teguh.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (1) Minggu IX Setelah Pentakosta – 21 Juli 2024
Khotbah (1) Minggu IX Setelah Pentakosta – 21 Juli 2024
KASIH DAN MUKJIZAT (Mrk. 6:30-34)
"Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka" (Mrk. 6:34).
Firman Tuhan hari Minggu ini diambil dari Mrk. 6:30-34, yang berkisah tentang Yesus memberi makan lima ribu orang, dan Mrk. 6:53-56 tentang Yesus menyembuhkan orang-orang sakit di Genesaret. Namun seringkali orang hanya melihat mukjizat-Nya semata dan tidak memperhatikan latar belakang yang menjadi pesan lebih penting bagi orang percaya. Apalagi, Yesus paling banyak melakukan mukjizat dibandingkan dengan nabi atau tokoh agama lainnya. Jelas, itu salah satu bukti Yesus adalah Tuhan.
Pada nas pertama diceritakan para murid melaporkan hasil kerja mereka. Kecapaian dan lapar, tetapi ternyata masih banyak orang yang datang untuk mendengar ajaran-Nya. Rencana rehat menyepi yang perlu, akhirnya batal. Tugas pelayanan tetap yang utama. Ituah pesan pertama firman minggu ini.
Kedua, para murid yang kecapaian merasa terusik dengan orang banyak itu, tetapi Yesus berbelas kasihan pada mereka. Murid kemudian berhitung, perlu mengeluarkan dana 200 dinar (1 dinar = upah kerja harian) untuk memberi makan 5.000 orang. Maka pesan kedua nas minggu ini, agar kita terus mengasah dan mengedepankan perasaan belas kasihan, empati, ikut merasa sepenanggungan terhadap pihak lain yang memerlukan. Meneladani Yesus yang penuh belas kasih menjadi panggilan kita.
Jika kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk memberi (dukungan), paling tidak, dengan memiliki rasa belas kasihan, Tuhan akan membukakan jalan untuk memampukan, sehingga kita dapat memberi dan bahkan berlebih seperti dua belas bakul roti dan ikan. Allah sumber segala berkat. Pudarnya hasrat ingin membantu, cuek, tidak peduli, membuat Allah juga tidak memakai hidup kita sebagai berkat bagi orang lain. Firman Tuhan mengatakan: "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan juga" (Mat. 5:7).
Pesan ketiga, penerimaan terhadap mukjizat tergantung iman dan bukan karena pengetahuan akan firman. Murid-murid Yesus yang baru kembali memberitakan pertobatan dan datangnya kerajaan Allah, belum melihat bahwa Yesus sanggup melakukan sesuatu pada persoalan yang ada. Mereka mudah menyerah, kalah sebelum bertanding. Padahal Yesus adalah solusi. Jadilah solution maker. Maka pesan ketiga nas minggu ini, jangan lari dan takut pada permasalahan yang kita hadapi. Ingat mukjizat Yesus dan ingat lagu: Bersama Yesus lakukan perkara besar, bersama Yesus tidak ada yang sukar....
Pesan keempat nas minggu ini (ayat 53-56) bahwa untuk menerima mukjizat, tetap usaha harus dilakukan. Kesembuhan yang terjadi dengan bertindak dalam bagian kita: .... berlari-larilah mereka ke seluruh daerah itu dan mulai mengusung orang-orang sakit di atas tilamnya kepada Yesus, di mana saja kabarnya Ia berada (ayat 55). Semangat berjumpa dengan Yesus tanpa peduli tantangan, akan memudahkan melihat mukjizat-Nya. Iman akan mukjizat Yesus sering bersifat sederhana: Dan semua orang yang menjamah (jumbai jubah-Nya) menjadi sembuh (ayat 56a). Mulailah dari sana dan kita akan melihat mukjizat itu nyata.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 21 Juli 2024
Kabar dari Bukit
DIPERSATUKAN DI DALAM KRISTUS (Ef. 2:11-22)
"Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat" (Ef. 2:17)
Kita melihat banyak aliran gereja, atau denominasi; sebagai kelompok di bawah satu organisasi, nama, struktur, dan ajaran tersendiri. Sayangnya denominasi seringnya membuat jarak, lantaran mengaku memiliki ajaran (termasuk liturgi) yang paling baik dan benar.
Sejarah manusia penuh dengan pertikaian antar kelompok. Bila kita membaca sejarah, itu tidak terlepas dari sikap merasa kelompoknya lebih hebat. Kisah kekejaman Adolf Hitler yang ingin ras Arya menguasai dunia, sebuah sejarah tragis. Dalam sejarah gereja juga demikian. Ada saat terdahulu, sebuah denominasi merasa dirinya paling benar dan kuat, kemudian melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan firman-Nya. Semoga tidak terulang lagi.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Ef. 2:11-2, dengan judul perikop: Dipersatukan di Dalam Kristus. Nas ini dilatarbelakangi oleh adanya pandangan orang Yahudi terhadap orang Romawi yang tidak bersunat, kelompok inferior. Orang Yahudi menganggap dirinya umat perjanjian dan penuh pengharapan, “dekat” dengan Allah (ay. 12), dan yang bukan orang Yahudi adalah yang “jauh”. Ada perasaan sombong, unggul terhadap yang lain.
Namun nas firman ini menjelaskan sebagai pesan pertama, bahwa masalah lahiriah yakni keturunan dan kedagingan tidaklah penting di hadapan Allah (ay. 11). ".... dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat..., tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu (Kol. 3:11a; 1Kor. 7:19). Kini, semua telah diperbaharui dengan kedatangan Kristus. Tembok pemisah telah dirubuhkan dan perseteruan telah dihapuskan. Rasul Paulus sengaja mengambil istilah tembok pemisah, dinding pembagi antara umat non-Yahudi, umat Yahudi, para imam dan Imam Besar di Bait Suci. Melalui Kristus, tembok itu hilang, "untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu" (ay. 16).
Pesan kedua, Yesus Kristus membawa damai sejahtera. Damai tidak sebatas tidak adanya perseteruan dan pertentangan, tetapi ada rasa tenteram, kasih, kesatuan, tidak takut dan khawatir. Damai sejahtera (Yun: eirene; Ibr: shalom) dibawa Yesus sebagai alat pendamaian dengan Allah. Dan gereja sebagai Tubuh Kristus sebagai alat pendamaian dunia dan sesama, membuat yang jauh menjadi dekat (ay. 13-14).
Pesan ketiga, kita orang percaya diminta menjadi manusia baru, dengan mempertahankan perubahan sebagai prinsip hidup melalui akal budi (ay. 15; Rm. 12:2), siap terus dibentuk seturut kehendak Allah. Dengan kasih dan damai sejahtera, kita bebas dari kebencian, permusuhan, dibentuk "dalam satu Roh agar beroleh jalan masuk kepada Bapa" (ay. 18). Kasihlah yang dapat mempersatukan semua orang, dan agar kasih dapat bekerja maka harus mau menyangkal diri, memikul salib, dan berkorban meneladani Tuhan Yesus.
Mungkin kita belum melihat di dunia adanya kesatuan itu. Tidak perlu kecewa dan putus asa. Ada saat kelak, semua dipersatukan di sorga dalam gereja yang kudus dan am. Maka pesan terakhir firman-Nya hari ini, bagi yang setia dan mau terus dibentuk, kita akan menjadi "kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah... Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan... tempat kediaman Allah, di dalam Roh" (ay. 19-22). Indahnya pengharapan dan penantian.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah (2) Minggu IX Setelah Pentakosta – 21 Juli 2024
Khotbah (2) Minggu IX Setelah Pentakosta – 21 Juli 2024
PERJANJIAN DENGAN ALLAH (Mzm. 89:1-4, 19-26)
Aku hendak menyanyikan kasih setia TUHAN selama-lamanya, hendak memperkenalkan kesetiaan-Mu dengan mulutku turun-temurun. Sebab kasih setia-Mu dibangun untuk selama-lamanya; kesetiaan-Mu tegak seperti langit (Mzm. 89:1-2)
Mengapa datang kemalangan dan derita pada seseorang? Ini pertanyaan yang lazim. Secara garis besar, Alkitab khususnya kitab Amsal, menjelaskan ada beberapa faktor penyebabnya: pertama, mereka kurang berhikmat sorgawi, bodoh atau bebal, misalnya, makan banyak-banyak dan tidak berolah raga, maka kemudian kena stroke; atau berkendara ugal-ugalan, kemudian bertabrakan hingga menderita luka parah.
Kedua, cobaan dari iblis dengan persetujuan Tuhan atau Tuhan sendiri yang ingin menguji seseorang, khususnya tentang kemurnian iman (1Pet. 1:5). Kisah Ayub sangat jelas; juga Tuhan Yesus dicobai di padang gurun (band. 1Pet. 2:19; 4:13-14). Dalam menghadapi ini, sering kali akal kita tidak mampu memahami ihwal yang terjadi, dan sangatlah bagus jika menganggapnya sebuah misteri Ilahi, bukan menghujat. Dan bagi yang beriman kuat, melaluinya dengan tetap berpegang: “... Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai, Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya” (1Kor. 10:13).
Tetapi ada juga orang yang hidupnya mendapatkan berkat melimpah, dan terus bertambah-tambah setiap hari. Tentu tidak semua dalam ukuran harta materi. Alkitab mengajarkan hal ini bukan saja karena ia hidup berhikmat dari Allah dan selalu bersyukur, tetapi Alkitab juga menegaskan bisa saja karena ada janji Allah terhadap kakek moyangnya, sehingga hidupnya terus diberkati. Berkat dan kutuk memang dua hal yang jelas dipaparkan dalam Alkitab, sebagaimana dituliskan dalam Ulangan 28, termasuk kepada keturunan ketiga dan keempat dalam Hukum Taurat ketiga (Kel. 20:5).
Firman Tuhan di hari Minggu Adven IV diambil dari Mzm. 89:1-4, 19-26. Ini sebuah nyanyian pengajaran tentang janji Allah. Pada ayat 1-4, seolah ada keluhan terhadap janji Allah atas umat Israel yang menderita saat itu. Pemazmur mewakili umat berkata: “Engkau telah berkata: Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun!" (ayat 3-4).
Umat Israel sesuai 2Sam. 7:1-17, percaya ada janji Allah kepada Daud melalui nabi Natan mengenai keluarga dan kerajaan Daud. “Tetapi kasih setia-Ku tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu. Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selama-lamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya" (2Sam. 7:15-16). Inilah yang dituntut umat. Dan kita pun dalam situasi susah, kadang menuntut Allah: di mana kasih setia-Mu?
Sebagai orang percaya, kita melihat Allah adalah Pribadi, dan Dia Allah yang hidup; maka perjanjian antara kita dengan Allah menjadi sesuatu yang wajar. Alkitab dan sejarah membuktikan, janji Allah teguh dan pasti, bahkan Allah kadang bersumpah meneguhkan janji-Nya (Kej. 15:13, 18; Kis. 2:20; Ibr. 6:17). Ia adalah Allah yang penuh kasih setia dan tidak pernah gagal dalam janji-Nya. Jadi, meski kadang jalan kehidupan yang kita lewati menanjak dan penuh liku serta ada rasa sakit, semua itu dalam kendali-Nya, dan percayalah itu untuk kebaikan kita. “Penderitaan adalah gada, bukan kapak, atau pedang,” tulis Matthew Henry dalam buku kedua tafsiran Mazmur yang lumayan tebal.
Minggu Adven IV adalah masa penuh pengharapan, sebelum semua digenapi di malam Natal. Bagi kita yang belum membuat janji dengan Allah dalam menjalani kehidupan ini, saatnya untuk melakukan. Perjanjian dengan Allah kadang inisiatif Allah, kadang atas inisiatif manusia. Sebagaimana pemazmur yang kembali imannya terhadap janji Allah di ayat 19-26, memang sungguh dahsyat dan penuh pengharapan, yakni seperti mahkota di atas kepala, urapan minyak kudus; musuh tidak akan menyergap dan menindas, tetapi justru sebaliknya lawan serta orang-orang yang membenci akan dihancurkan, membuat tangan menguasai laut, dan tangan kanan menguasai sungai-sungai, serta tanduk kita akan meninggi (ayat 19-23, 25).
Kini saatnya kita membangun atau membarui janji dengan Allah. Tuliskan atau katakan secara gamblang, hal nyata yang akan dilakukan untuk menyenangkan hati Tuhan di hadirat-Nya, dan meteraikan semuanya dengan kuasa Roh Kudus. Agungkan dan utamakan hal itu dalam hidup kita. Itu bukan saja untuk hidup kita, tetapi juga bagi keturunan kita. Kesetiaan dan kasih-Nya selalu menyertai (ayat 2, 24) sehingga ada saatnya kelak, kita pun layak berseru sebagaimana ungkapan pemazmur di ayat 26: “Bapaku Engkau, Allahku dan gunung batu keselamatanku.”
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven IIIKhotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven III KAPAK...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven IIIKhotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven III PEMULIHAN...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 8 Desember 2024Kabar dari Bukit DOA UNTUK ANAK DAN PEMIMPIN (Mzm. 72:1-7,...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 44 guests and no members online