2024
2024
Kabar dari Bukit Minggu 9 Juni 2024
Kabar dari Bukit
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (2Kor. 4:16-5:1)
”Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal" (2Kor. 4:18)
Sesuai leksionari pada kalender gereja, di minggu-minggu Pentakosta ini tema renungan kita merupakan penuntun menjalani hidup di kala penuh cobaan, ujian, kesusahan, dan badai. Dua minggu lalu renungan kita adalah "Menang atas Penderitaan" dari 2Kor. 4:1-15. Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah lanjutannya, yakni 2Kor. 4:16-5:1. Judul perikopnya: Jangan tawar hati, juga waktu menghadapi maut.
Ya, tubuh kita terus menua, akan semakin merosot jika beban berat dan kesusahan banyak menerpa. Sebagaimana disampaikan Rasul Paulus, tubuh manusia ibarat bejana tanah liat yang rapuh. Tetapi nyata bagi kita orang percaya, isi bejananya adalah "kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami" (ay. 7b). Itu adalah harta rohani berupa iman yang teguh mengandalkan penyertaan Tuhan, pengharapan kekekalan sebagai tujuan hidup, dan kasih terhadap sesama; semuanya menjadi pendorong kita agar tidak mudah menyerah.
Resiko terbesar ancaman dan kesusahan adalah kematian, yang semua orang takut menghadapinya; bahkan mereka yang hendak bunuh diri juga umumnya perlu melawannya. Rasa takut itu dapat berupa masuk neraka dan belum siap; takut akan proses menuju kematian mungkin lewat sakit berat, berkepanjangan; meninggalkan orang yang dikasihi, seperti suami/istri, anak, orangtua; atau takut justru yang dikasihi mati terlebih dahulu.
Rasul Paulus memahami kesusahan jemaat Korintus. Pertentangan internal akibat perbedaan tafsir, dan ancaman para pembenci dari orang Romawi dan Yahudi orthodox yang semakin berani, semua dapat berujung pada kematian. Untuk itu Rasul Paulus menekankan agar fokus terhadap kekekalan, bukan kesusahannya; "Tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal" (ay. 17).
Memelihara rasa takut dan kekhawatiran memang tidak membantu (Mat. 6:27; Flp. 4:6). Rasa sakit pun tidak perlu dilawan dengan respon tubuh, tapi melihat dengan mata rohani bahwa rasa sakit dan penderitaan itu, "ringan dibandingkan dengan kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya" (ay. 17). Ini tentunya hanya dapat dilalui dengan mengimani, "manusia batiniah kita terus dibaharui dari sehari ke sehari" (ay. 16b).
Rasul Paulus memiliki keyakinan kuat tentang hidupnya di dalam Kristus, dan itu membuat dirinya tidak kuatir sedikit pun tentang segala ancaman dan risiko yang timbul. Semua penderitaan yang datang tidak dilihat sebagai "kesalahan" atau "hukuman", melainkan sebuah ujian untuk meningkatkan iman. Ketika kita menderita, hal itu bukan berarti kita melakukan sesuatu hal yang mutlak salah. Sebaliknya, melalui penderitaan ingin dibuktikan kita adalah orang yang setia. Maka pergunakanlah hal itu untuk membangun kerohanian dan karakter kita. Jangan sampai membuat kita jatuh dan gentar. Seorang Kristen sejati tetaplah tegar.
Penutup firman-Nya, "Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia" (ay. 5:1). Namun ingatlah nasihat Yohanes Calvin, sorga bukanlah "lokasi/tempat", tetapi keadaan pikiran (state of mind), yakni lepasnya tubuh fana yang melorot ini dan jiwa kita menuju kekekalan hidup bersama Bapa dengan tubuh baru kemuliaan. "Dan Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan kemah-Nya di atas mereka. Mereka tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi" (Why. 7:15-16). Alangkah indahnya!
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta – 9 Juni 2024
Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta – 9 Juni 2024
Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel! Sebab pada TUHAN ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan (Mzm. 130:7)
Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita diambil dari Mzm 130, terdiri dari delapan ayat. Judul perikopnya: Seruan dari dalam kesusahan. Dalam renungan minggu lalu Mzm. 29, disebutkan bahwa manusia akan lebih mencari Tuhan saat dalam kesusahan. Seruan memanggil Tuhan lebih keras. Nah, pertanyaannya, bagaimana bentuk kesusahan manusia itu sampai ia berseru-seru meminta pertolongan Tuhan?
Bentuk kesusahan digambarkan sangat bagus dalam Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) No. 10, berjudul “Dari kungkungan malam gelap”. Lagunya mungkin kita tahu dan coba dengarkan, sekaligus merasakan bahwa orang yang susah dan menderita itu seolah dalam kungkungan malam gelap, terpenjara dan menakutkan.
Kesusahan pertama ialah rasa sakit dan aib. Kita bisa membayangkan penyakit dalam tubuh, apalagi berkepanjangan dan menimbulkan rasa sakit perih. Kadang, rasanya tidak tahan hingga mengerang dan menjerit-jerit. Demikian juga adanya aib yang datang, ke pribadi kita maupun keluarga. Dampaknya memalukan sehingga inginnya membenamkan wajah, takut bertemu orang lain.
Kesusahan kedua ialah hidup yang bercela, apalagi datangnya seperti gelombang bah menderu. Hidup bercela menimbulkan pergumulan keras dan aib besar. Kesusahan ini sering menimbulkan bentuk ketiga kesusahan dalam lagu tersebut, yakni perasaan gelisah dan merasa sesat. Ini membuat hati kecewa dan sendu, bertanya, mengapa semua ini terjadi? Mengapa aku?
Kesusahan keempat, berbentuk rasa takut terhadap maut, beranggapan dunia kematian lorong gelap dan seram. Datangnya seperti menerjang, tidak tahu hal yang terjadi setelah nyawa kita diambil. Takut akan maut dan kematian kadang timbul bukan hanya menyangkut dirinya, tetapi juga pada mereka-mereka yang akan ditinggalkan: bagaimana kelak kehidupan mereka, terutama bila belum mandiri dan masih memerlukan tuntunan.
Pada ayat 3 nas minggu ini, kita diberi pengertian bahwa kesusahan dan penderitaan dapat terjadi karena dosa. Allah Mahaadil dan Mahatahu yang penuh hikmat, mengatur hukuman atas dosa yang diterima di dunia, atau kelak di masa penghakiman. Penjelasan Alkitab cukup jelas tentang ini dan itu milik Allah. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menghakimi sesuatu peristiwa yang terjadi, sebab kemampuan dan hikmatnya sangat terbatas.
Pemazmur juga mengajarkan bahwa Allah kita memberi pengampunan (ayat 4 dan 8). Oleh karena itu manusia diminta berserulah kepada Allah, berharap kesusahan dan penderitaan dilewatkan dan dibebaskan. Seruan orang percaya mestilah seturut dengan firman Tuhan tentang pengharapan akan belas kasihan Tuhan (ayat 5). Jadi bukan memaksa. Kita perlu percaya, Tuhan kita yang perkasa akan memberi solusi terang, melebihi pengawal yang mengharapkan pagi hari (ayat 6).
Di dalam Tuhan, kita menerima pembebasan (ayat 7). Kita mesti percaya bahwa apapun juga yang terjadi, semua itu dalam rencana Tuhan yang indah. Jika kita merasa ada terikat pada dosa tertentu, maka saatnya untuk bertobat dan kembali. Martin Luther menyebut Mzm. 130 sebagai mazmur pertobatan. Jika kita sedang merasa sulit memahami peristiwa yang terjadi, maka tetaplah berseru, sebab Tuhan ingin kita lebih dekat kepada-Nya. Katakanlah seperti dalam lagu NKB tersebut:
“Yesus, Tuhan, ‘ku datanglah;
masuk ke dalam t’rang mulia;
Yesus, ‘ku datanglah."
Selamat selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Kabar dari Bukit Minggu 2 Juni 2024
Kabar dari Bukit
PANGGILAN DAN PELAYANAN (1Sam. 3:1-20)
”Berbicaralah, TUHAN, sebab hamba-Mu ini mendengar" (1Sam. 3:9b)
Salah satu perbedaan pekerjaan dengan pelayanan adalah perihal upah. Upah pekerja sudah ditetapkan sebelumnya, langsung dapat dinikmati; sementara pelayanan khususnya untuk Tuhan, upah sifatnya janji iman, belum nyata. Namun hal yang lebih prinsip lagi, dalam pelayanan faktor panggilan sangat utama; bukan melamar seperti pekerja. Oleh karena itu, menghayati panggilan sangat penting dalam pelayanan.
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah 1Sam. 3:1-20. Kisah ini tentang Samuel yang masih remaja, belum mengenal Tuhan, sedang tidur dan merasa namanya dipanggil (ay. 2-7). Ia yang tinggal bersama Nabi Eli di Bait Allah, kemudian berlari menghadap Eli, tapi merasa tidak memanggilnya. Tiga kali berulang, dan Nabi Eli tahu yang memanggilnya adalah Allah sendiri. Eli pun menasihati, bila ada panggilan lagi, agar Samuel menjawab: "Berbicaralah, Tuhan, sebab hamba-Mu ini mendengar” (ay. 9-10). Allah pun berbicara langsung kepada Samuel (ay. 11-18).
Samuel yang memang sudah dinazarkan ibunya Hana untuk menjadi hamba Tuhan (pasal 1), perlu mendapat pelatihan dan persiapan. Eli bersedia membimbingnya sebab anak-anaknya telah gagal dibimbingnya, karena suka mencuri persembahan yang dibawa oleh umat (pasal 2). Samuel yang lugu, mendengar suara Tuhan menyampaikan kekecewaan-Nya terhadap anak-anak Eli. Samuel pun semakin teguh hingga ia menjadi nabi besar umat Israel (ay. 19-20).
Memenuhi panggilan Tuhan ke dalam pelayanan perlu dihayati dasar dan motivasinya. Pertama, Tuhan memberi talenta dan karunia rohani kepada setiap orang untuk dipakai secara efektip dalam hidupnya; ada yang besar dan kecil sesuai rencana-Nya. Mat. 25:14-30 menjelaskan, ada yang diberi lima talenta dan menghasilkan lima talenta juga. Namun ada diberi satu talenta, malah menyembunyikannya dalam tanah sehingga tidak menghasilkan sama sekali. Tuhan pun menghukumnya, mencampakkan ke tempat gelap yang penuh ratap dan kertak gigi karena dianggap jahat dan malas.
Hal kedua, dalam pekerjaan kita bisa bernegosiasi soal imbalan upah. Tapi dalam pelayanan, memperoleh sesuatu dari pelayanan bukanlah motivasi baik, melainkan ungkapan syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas anugerah keselamatan dan berkat yang diperoleh, sebagaimana Hana mempersembahkan hidup Samuel.
Hal ketiga, pelayanan memerlukan kesiapan pengorbanan diri. Seseorang yang melayani mesti membuat dirinya bagaikan lilin yang memberi terang, meski dirinya sendiri hancur dan lenyap. Pelayanan mesti dilihat sebagai upaya mendapatkan pertumbuhan rohani dan bukan imbalan kenikmatan daging dan dunia. Motivasi yang salah, akan membawa kekecewaan dan kegaduhan, tidak membawa damai (Mat. 5:9).
Hal keempat, melayani Tuhan tidak terbatas dalam gereja atau jabatan. Semua orang percaya diminta menjadi terang dan garam di tengah dunia, terlepas bidang pekerjaan dan tempat. Pandangan Howards Hendricks sangatlah bagus yang mengatakan, tidak ada ayat alkitab yang menyuruh orang sesat agar pergi ke gereja, tetapi banyak ayat yang menyuruh orang percaya untuk pergi ke dunia orang sesat. Mereka ini memerlukan terang dan garam untuk memaknai hidup. Tugas panggilan kitalah untuk menebarkannya.
Hal terakhir, kita tidak boleh berdalih bahwa Tuhan tidak pernah memanggil untuk melayani-Nya. Kita pasti pernah membaca firman-Nya, atau mendengar khotbah di gereja dan persekutuan. Khotbah yang alkitabiah adalah suara Tuhan melalui hamba-Nya, masuk ke hati nurani, berbisik memanggil kita. Sekarang, semua tergantung respon kita, melayani-Nya dan bertumbuh secara rohani, atau terus mengejar dunia.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu III Setelah Pentakosta – 9 Juni 2024
Khotbah (2) Minggu III Setelah Pentakosta
BERSATU KUAT (Mrk. 3:20-35)
Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan (Mrk. 3:24-25)
Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 3:20-35 bercerita tentang Yesus dan Beelzebul serta sikap keluarga-Nya. Mukjizat dan ajaran-Nya juga semakin disukai dan orang banyak semakin mengikuti Dia. Tetapi di lain pihak, keluarga juga semakin kuatir (ayat 20-21) dan ahli-hali Taurat pun semakin membencinya dan terus berniat membunuhnya; bahkan ada yang datang dari Yerusalem (ayat 22-30). Mereka belum memahami Yesus sama sekali. Ini semua mencerminkan kesalahan universal manusia, yang sering lebih melihat dari sudut diri sendiri dan kepentingannya. Akibatnya, sering tidak sinkron dan situasi tidak damai sejahtera. Belajar memahami, melihat dari sudut pandang lain, tidak degil atau cepat mengambil kesimpulan, adalah hikmat Illahi yang harus dikedepankan.
Pesan lain nas minggu ini ada tiga: Pertama, melawan musuh itu harus melihat kekuatan sendiri. Jangan asal hantam. Bersatu padu jalan terbaik sehingga lebih mudah menang. Apapun persoalan dan pergumulan kita, bersama dalam barisan membuat beban semakin kecil. Membiarkan yang lain bekerja sendiri, apalagi cuma ikut memberi nasihat muluk saja, sangat berbahaya. William Blake pernah berkata, orang yang cuma ingin tetapi tidak bertindak, laksana mengembangkan penyakit sampar. Sadis, tapi mungkin itu kenyataannya.
Kedua, tetap percaya pada kuasa Allah yang bekerja dalam segala hal. Menghujat-Nya seolah tidak memahami diri kita dan tidak mau campur tangan (ayat 29), suatu sikap yang dibenci-Nya. Allah bekerja seperti angin, tidak tahu kapan dan kemana bertiupnya (ayat 27; band. Yoh. 3:8). Kemampuan manusia terbatas. Tapi juga jangan mencobai-Nya (Kis. 5:3-4), memadamkan (1Tes. 5:19), apalagi mendukakan-Nya (Ef. 4:30-31). Justru, berusahalah hidup penuh dengan Roh-Nya (Ef. 5:18). Mukjizat itu nyata. Tetap berdoa, mohon pertolongan-Nya, dan terus bekerja, bekerja, bekerja.
Ketiga, pernyataan Yesus yang sangat keras: "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?" Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya dan berkata: "Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku" (ayat 33a-35).
Bercermin dari sikap Yesus, jangan menyatakan bagian dari keluarga kalau tidak bersatu dalam nilai-nilai keluarga. Jika mengaku orang percaya atau bagian sebuah perkumpulan, berbuatlah sesuatu. Kita hidup dalam ketergantungan dan pergumulan bersama. Semua mestinya berusaha memberi dan melakukan yang terbaik. Banyak hal yang perlu dilakukan: ada ladang menguning, ada benih yang belum ditabur, banyak serangan gulma sebelah yang merongrong iman saudara kita, dan lainnya. Mengeluh tidak menolong. Analisis saja tidak membantu. Mari lakukan sesuatu. Rapatkan barisan, dan singsingkan lengan baju. Gloria in excelsis Deo.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Khotbah Minggu II Setelah Pentakosta - 2 Juni 2024
Khotbah Minggu II Setelah Pentakosta
SABAT DAN MANUSIA (Mrk. 2:23 - 3:6)
"Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat" (Mrk. 2:27-28).
Firman Tuhan hari Minggu ini dari Mrk. 2:23 - 3:6, memberi pesan tentang makna hari Sabat; kisah tentang murid-murid Yesus memetik bulir gandum dan Dia menyembuhkan seorang yang mati sebelah tangannya di hari Sabat. Bagi umat Yahudi khususnya kaum Farisi, hari Sabat adalah hari yang sakral seperti tertuang dalam 10 perintah Allah (Kel. 20:10 ). Orang dilarang bekerja termasuk memetik gandum.
Sabat berarti perhentian, tatkala Allah menciptakan alam semesta enam hari lamanya dan beristirahat di hari ketujuh. Siklus yang baik dan teruji. Konon, negara Korea pernah mencoba siklusnya diubah menjadi sepuluh hari untuk meningkatkan produktivitas, tetapi hasilnya lebih buruk. Oleh karena itu kita perlu memahami Sabat dari beberapa sudut pandang. Pertama, Allah menciptakan perintah itu untuk kebaikan manusia. Allah memberi kesempatan beristirahat dan bersekutu (lebih lama) dengan-Nya untuk menikmati berkat-Nya (Kej. 2:3; Kel. 20:11). Manusia perlu dan wajib disegarkan jiwa dan tubuhnya.
Kedua, Allah memberi perintah bukan sebagai beban, atau kuk kaku yang membuat manusia terbelenggu. Hakekat semua perintah Allah ada pada dua hukum utama: Mengasihi Allah dan sesama. Kasih mengalahkan legalitas. Murid-murid yang sedang lapar, sama seperti penjelasan Yesus tentang Daud memakan roti sajian (1Sam. 21:1-6), atau orang yang sakit, perlu segera disembuhkan. Tuhan melihat hati. Sabat merupakan halte bagi manusia untuk bersekutu dan lebih peduli dengan sesama.
Ketiga, Sabat memberi pesan bahwa Allah adalah pengendali hidup kita semua. Sabat merupakan peringatan akan kasih Allah, yang membebaskan dan menyelamatkan (Ul. 5:15). Allah adalah pemilik dan Tuhan atas hari Sabat. Sebuah kesempatan "bersenang-senang karena Tuhan" (Yes. 58:14).
Keempat, Sabat juga perlu dipahami sebagai hari pertama dalam seminggu sebagai peringatan akan kebangkitan-Nya. Manusia perlu menyadari hubungannya dengan Allah telah dipulihkan melalui pengorbanan di kayu salib, dan memperoleh kemenangan melalui kebangkitan Yesus.
Ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum-hukum Alkitab sesuatu yang baik, tetapi itu jangan sampai membuat kita kehilangan hukum kasih, dan terutama pengecualian saat yang khusus untuk lebih peduli sesama. Bagi Tuhan itu intinya, dan tidak mesti demi Tuhan lantas berdebat demi kedegilan ego (Mrk. 3:5). Hukum dan peraturan demi kebaikan manusia, dan kita perlu berhikmat menjalani semua itu.
Selamat beribadah dan selamat melayani.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven IIIKhotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven III KAPAK...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven IIIKhotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven III PEMULIHAN...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 8 Desember 2024Kabar dari Bukit DOA UNTUK ANAK DAN PEMIMPIN (Mzm. 72:1-7,...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 329 guests and no members online