Sunday, December 15, 2024

2024

Kabar dari Bukit Minggu 14 Juli 2024

Kabar dari Bukit

 

 PERJALANAN IMAN DAN STATUS (Ef. 1:3-14)

 

 ”Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus” (Ef. 1:9)

 

 

 

Bagaimana perjalanan iman seseorang? Selain definisi iman pada Ibr. 11:1, iman adalah kepercayaan dan ketergantungan kepada kuasa yang Mahatinggi, dan bagi kita dikenal dalam nama Yesus Kristus. Iman juga sebuah anugerah, pemberian Allah (1Kor. 12:9), lantas sebuah proses yang bisa bertumbuh (selain mengecil). Dalam hal ini peran manusia dalam menapak perjalanan dan membangun imannya sangatlah penting.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah Ef. 1:3-14. Perikop ini dalam versi aslinya merupakan satu kesatuan kalimat panjang, padat ajaran. Isinya saling berhubungan, diawali status seseorang saat beriman pada Kristus, kemudian perubahan status dan perjalanan imannya. Semua status dilimpahkan kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian (ay. 7), sesuai dengan rencana kerelaan-Nya (ay. 9).

 

 

 

Jika kita mengurut ayat-ayat perikop ini, maka berikut tahapannya:

 

 

 

1. Kita dipilih Tuhan (ay. 4a)

 

2. Dikuduskan dan menjadi tidak bercacat (ay. 4b)

 

3. Diangkat menjadi anak-anak-Nya (ay. 5)

 

4. Memperoleh penebusan dan pengampunan (ay. 7)

 

5. Dipersatukan di dalam Kristus (ay. 10)

 

6. Dimeteraikan dengan Roh Kudus sebagai jaminan memperoleh seluruh janji-Nya (ay. 13-14).

 

 

 

Sungguh paparan yang indah menakjubkan. Kita dipilih bahkan sebelum dunia dibentuk (ay. 4), dengan maksud dipisahkan dari keduniaan meski kita hidup di dunia. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu” (Yoh. 15:16). Kita perlu dikuduskan menjadi tidak bercacat agar dapat menjadi bagian keluarga Allah yang Mahakudus.

 

 

 

Setelah itu kita diangkat sebagai anak-anak-Nya (ay. 5). Proses ini dalam hukum Romawi adalah proses adopsi, bukan dilahirkan. Status adopsi meneguhkan kita ikut memiliki segala warisan dari Allah Bapa (Rm. 8:17; Gal. 4:7), dengan segala kekayaan kasih dan kemuliaan-Nya (Ef. 1:7; Flp. 4:19). Namun dalam hal ini kita lebih mengutamakan kekayaan rohani, yang tujuannya adalah damai sejahtera dan keselamatan; bukan kekayaan materi untuk kesenangan diri.

 

 

 

Dengan pengangkatan itu maka status kita telah ditebus, yang tadinya milik nafsu diri dan iblis, kini menjadi anak-anak Allah. Penebusan sesuatu yang lumrah pada era Romawi, yang tadinya budak dan terikat kini statusnya dimerdekakan. Perlu juga dipahami, kita dimerdekakan bukan dalam arti agar bebas melakukan sesuai kehendak hati, melainkan bebas dari kuk perhambaan dan dosa/maut serta mengetahui kebenaran (Gal. 5:1; Yoh. 8:32).

 

 

 

Kita dipilih bukan menjadi manusia terasing, melainkan bagian dari umat Allah yang dipersatukan dalam jemaat dengan Kristus sebagai Kepala (ay. 10). Dipersatukan dalam gereja di dunia dan dipersatukan dalam gereja yang kudus dan am/universal kelak di sorga, sebagaimana dinyatakan dalam Pengakuan Iman Rasuli.

 

 

 

Inilah janji Allah kepada kita, dan tidak layak mempertanyakan apalagi meragukannya. Roh Kudus telah diberikan untuk menuntun kita dalam keseharian di dunia ini, melewati semua proses perubahan status tersebut berikut perjalanan iman agar terus bertumbuh dan berbuahkan sesui tujuan dan kehendak-Nya. Kita telah menjadi bagian rencana Allah ketika menciptakan dunia ini, yang semuanya akan menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya (ay. 12,14). “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rm. 11:36). Terpujilah Allah, dan teruslah bersyukur.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

Khotbah (1) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

 

 NURANI DAN DOSA (Mrk. 6:14-29)

 

 “Karena itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud untuk membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci, jadi ia melindunginya” (Mrk. 6:19-20a).

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu ini Mrk. 6:14-29 bercerita tentang Raja Herodes yang membunuh Yohanes Pembaptis dan meletakkan kepalanya di atas tampan untuk memenuhi permintaan Herodias istrinya dan anaknya. Herodias dendam karena Yohanes menegor Herodes yang mengambil Herodias, isteri Filipus saudara tirinya (ini melanggar hukum Taurat ke-10, Kel. 20:17; Im. 18:16; 20:21).

 

 

 

Dendam melahirkan pembunuhan. Ternyata bukan makhluk hidup saja yang dapat melahirkan. Dosa juga melahirkan dosa. Dendam Herodias merambat ke putrinya dan menular lagi ke Herodes dan merenggut penjagal Yohanes. Herodes terlalu jumawa harus memenuhi umbaran janjinya. Yohanes, orang yang benar dan suci dipenggal kepalanya (ayat 27). Yang membunuh dengan pedang akan terbunuh dengan pedang (Mat. 26:52). Kejahatan akan berbuahkan kejahatan (band. Ef. 5:11). Siklus alami yang lazim terjadi.

 

 

 

Herodes sebetulnya senang mendengar ajaran Yohanes. Tapi hatinya selalu terombang-ambing dan sedih saat harus memenggalnya (ayat 20, 26). Dendam Herodias bagaikan setan yang terus mencari waktu yang tepat melampiaskannya. Jiwa dan nuraninya telah teracuni dan rusak. Ini pentingnya kita menjaga hati nurani agar selalu bersih; hati yang telah mendapat cahaya Tuhan; perasaan hati yang murni dan yang sedalam-dalamnya (kbbi.web.id). Hati nurani yang kotor penuh dendam, langsung menjadi pendakwa dan racun bagi diri. Seperti dikatakan Matthew Henry, teolog penulis, “kemarahan dan dendam itu bagaikan hantu yang terus mengejar, sampai ia terpuaskan.” Dan masalah besarnya, dosa itu dapat menyeret orang lain, dapat melahirkan dosa lainnya lagi.

 

 

 

Kelemahan dan kedagingan kita kadang datang, itu wajar. Sakit hati bisa muncul. Solusinya, benih dosa itu harus diputus. Keinginan menghentikannya hanya dengan beroda mohon pertobatan. Firman Tuhan berkata, "Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat, bahwa hatimu telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan" (Kis. 8:22-23). Bebaskan rasa takut. Herodes takut kehilangan simpati umat Yahudi. Istrinya Herodias takut kehilangan posisi sebagai ratu. Khayalan kosong dari rasa takut yang tidak bermanfaat, itu harus dijauhkan. Iman kita sebagai benteng, semestinya hidup dan tidak mati. Tuhan kita itu Allah yang hidup, dan selalu terbuka dan mengampuni kita yang datang berserah kepada-Nya.

 

 

 

Tutur kata, perilaku, tabiat dan karakter perlu dijaga. Integritas dipelihara. Timbul rasa damai. Kedamaian muncul hanya dengan senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia (Kis. 24:16). Semua itu terjadi, jika kita terus menjaga dan membersihkannya. Kesukaan akan firman Tuhan akan meneguhkannya, dan membuat iman kita tidak mudah terombang-ambing. Mulailah hari-hari kita dengan membaca sebuah renungan pagi. Jiwa dan hati nurani pun terjaga. Itu akan memberi warna kehidupan kita seharian, menjadi sebuah kuasa dan kesaksian untuk kebaikan dan kebenaran. Kesaksian yang bebas dari rasa takut. Mari seperti Yohanes, mengutarakan kebaikan dan kebenaran, meski dengan resiko atau pengorbanan; bukan Herodes atau Herodias.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 7 Juli 2024

Kabar dari Bukit

 

 DURI DALAM DAGING (2Kor. 12:2-10)

 

 ”Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna" (2Kor. 12:9)

 

 Peribahasa "duri dalam daging" biasanya dipakai jika ada gangguan atau rasa sakit dalam diri seseorang. Untuk kelompok, peribahasa ini lebih bernada negatip, yakni dalam keluarga atau kelompok, kehadiran seseorang menjadi batu sandungan. Semua yang dilakukannya cenderung berdampak buruk, senada dengan perumpamaan "kerikil dalam sepatu", menimbulkan rasa tidak enak dan sulit dihilangkan.

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini adalah 2Kor. 12:2-10. Perikop ini menjelaskan bahwa sebenarnya Rasul Paulus memiliki kesempatan untuk bermegah atas apa yang sudah dicapai dan dialaminya. Ia samarkan pengalamannya di Damsyik, ketika ia menjadi buta, saat dipanggil Tuhan untuk melayani-Nya; sebuah kesempatan yang menurutnya ia diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga dan firdaus (ay. 3-4).

 

 

 

Namun Rasul Paulus mengatakan, bukan kehebatan-kehebatan yang dialami seseorang yang perlu diungkapkan sebagai bukti kebaikan dan kasih Tuhan, “.... tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku” (ay. 5b). Justru yang ditampilkan Paulus adalah kelemahannya, dan melihatnya sebagai sumber kekuatan.

 

 

 

Rasul Paulus menyebut kelemahan itu sebagai “duri dalam daging". Ia juga tidak ragu mengatakan itu adalah perbuatan iblis. Telah tiga kali ia berdoa agar duri itu diangkat dari tubuhnya, namun Tuhan tidak mengabulkannya (ay. 7-8). Ada banyak dugaan tentang “duri dalam daging" ini, sesuatu berupa penyakit dalam tubuh atau pada tampilan fisik.

 

 

 

Namun Rasul Paulus melihat dengan mata rohani bahwa kelemahan itu sesuatu yang dizinkan Tuhan. Kelemahan memang membuat ketergantungan, menyadarkan keterbatasan diri, memberi peluang kita dibentuk menjadi sesuatu yang baru. Tuhan memiliki maksud agar melalui kelemahannya Paulus tidak menjadi sombong, lupa diri. Tuhan tidak suka terhadap orang sombong (Ams. 16:5; Mat. 23:12). Rasul Paulus mengartikan kelemahannya berarti, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Kemudian dilanjutkannya, "Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku" (ay. 9).

 

 

 

Iman memang tidak berarti hanya menerima yang kita inginkan dari Tuhan, tetapi iman juga menerima apa yang Tuhan berikan tanpa meragukan rencana dan maksud Tuhan. Seperti Ayub berkata: "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" (Ayub 2:10). Luar biasa!

 

 

 

Apakah kita saat ini memiliki kelemahan dalam tubuh atau rupa dan situasi yang tidak sesuai dengan harapan kita? Bila kini kita ada dalam kesulitan, persoalan hidup yang berat, seolah tidak terpecahkan dan terperikan, mari belajar dari nas ini, melihat kelemahan yang ada sebagai jalan Tuhan campur tangan. Tidak perlu berkecil hati dan menganggap Tuhan tidak sayang kepada kita. Lihatlah dengan mata rohani, Tuhan punya maksud. Lantunkan KJ 438, "Apapun juga menimpamu Tuhan menjagamu." Sebagaimana kata Paulus, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (ay. 10b).

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (2) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

Khotbah (2) Minggu VIII Setelah Pentakosta – 14 Juli 2024

 

 IMAN, AMAN DAN IMUN (Mzm. 85:9-14)

 

 Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, Tuhan. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umat-Nya dan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya, supaya jangan mereka kembali kepada kebodohan? (Mzm. 85:9)

 

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita adalah dari Mzm. 85:9-14. Judul perikopnya: Doa mohon Israel dipulihkan.  Mazmur ini ditulis oleh bani Korah, dibuka dengan ungkapan syukur sekaligus ratapan. Allah telah mengasihi umat Israel sejak awal, mengampuni dosa-dosa mereka, dan amarah Tuhan telah surut. Tetapi kini umat merasa dihukum kembali, murka Tuhan bangkit dan mereka menderita. Melalui pemazmur, umat ingin dipulihkan, diselamatkan, dan agar kehidupan kembali penuh sukacita (ayat 2-8).

 

 

 

Situasi ini sangat umum dan membenarkan, ketika kehidupan berjalan lancar dan baik, manusia cenderung melupakan Tuhan. Semua yang diperoleh, seolah buah kehebatan diri semata. Tetapi ketika manusia tidak berdaya, akal pikiran buntu, apalagi dirundung sakit, manusia merasakan perlunya pertolongan. Sering uang atau daya tidak menolong. Pemazur lain mengekspresikannya: “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung, dari manakah akan datang pertolonganku?” (Mzm. 121:1).

 

 

 

Mau tak mau kita pun melihat diri kita tahun-tahun lalu, melihat bangsa kita, bahkan seisi dunia tentang pandemi Covid yang menimpa. Tidak utama lagi mencari penyebab munculnnya jenis virus ini, meski yang jelas pasti ada keteledoran sehingga tidak satu negara pun yang bebas dari bencana ini. Memang selalu lebih baik fokus pada penyelesaian, mencari jalan keluar dari bahaya yang lebih besar. Tadinya, semua berpikir vaksinasi adalah kuncinya, tetapi kenyataannya, yang sudah divaksin pun tetap terpapar, meski resiko kematian menjadi rendah.

 

 

 

Mazmur minggu ini mengajarkan beberapa hal bagi kita. Pertama, kita perlu membuka mata dan telinga untuk mengetahui maksud dan rencana Tuhan atas semua yang terjadi. Sabda-Nya: “Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah...” (ayat 9a). Kedua, manusia perlu belajar kembali tentang tujuan keberadaannya di dunia ini. Rencana Tuhan adalah damai sejahtera (Yer. 29:11), tetapi manusia berulang berbuat kebodohan (ayat 9b), sehingga pandemi besar berupa virus kembali melanda.

 

 

 

Pengajaran ketiga, tetaplah berjalan dalam IMAN, bahwa “keselamatan dari pada-Nya dekat pada orang-orang yang takut akan Dia” (ayat 10). Ratapan perlu diubah menjadi keyakinan iman, Tuhan Yesus baik dan berbelas kasih (ayat 8). Dengan iman kepada Yesus, ada ketenangan dan pengharapan. Tetapi, ada juga penekanannya yakni ketaatan, dan jika itu dilakukan, maka hasilnya sangat baik (ayat 11). Oleh karena itu, kita perlu taat mengikuti anjuran pemerintah dan para ahli, menjalankan prosedur kesehatan 3M dan 5M secara AMAN.

 

 

 

Tuhan berkehendak agar semua menjadi lebih baik lagi ke depan. Ayat terakhir nas ini berkata: “Bahkan TUHAN akan memberikan kebaikan, dan negeri kita akan memberi hasilnya.” Pandemi ini mengajarkan kita, untuk berusaha hidup sehat. IMUN tubuh perlu baik, didapatkan dengan disiplin dalam asupan, pikiran positif, dan olah tubuh. Tetaplah melangkah dengan IMAN, AMAN, dan IMUN yang prima, dan semua akan dipulihkan-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah (1) Minggu VII Setelah Pentakosta –7 Juli 2024

Khotbah (1) Minggu VII Setelah Pentakosta –7 Juli 2024

 

 KASIHANILAH KAMI, YA TUHAN (Mzm. 123:1-4)

 

 Lihat, seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita (Mzm. 123:2)

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah dari Mzm. 123 yang berisi 4 ayat. Judul perikopnya: Berharap kepada anugerah TUHAN. Satu versi tafsiran mazmur menyebutkan ini bagian dari kumpulan “mazmur pendakian”, dalam kaitan memperingati anugerah Tuhan kepada Raja Hizkia, yang menambahkan 15 tahun usia kepadanya. Sebelumnya, Raja Hizkia telah divonis mati melalui pesan nabi Yesaya, tetapi kemudian Raja Hizkia memalingkan mukanya ke dinding, berdoa serta menangis dengan sangat. Allah mendengar doanya, dan memberi tambahan usia sehingga ia dapat memerintah dengan tenteram (2Raj. 20:6-10; Yes 38:5-8). Mazmur ini disebut juga nyanyian ziarah, sering dilantunkan saat umat Israel ingin berkumpul di Yerusalem, untuk mengingat penderitaan mereka saat ditindas penguasa Babel (ayat 1).

 

 

 

Jika kita menarik ke situasi sekarang, penderitaan pandemi Covid ini sungguh mengerikan. Data 3 Juli 2021, ada 27.013 yang terpapar dalam sehari, dan 494 jiwa yang pulang ke pencipta (sehari sebelumnya 539). Penyebab utama lonjakan, diduga akibat adanya mutasi virus berupa varian baru yang beragam, yakni Delta, Lambda, Alpha, Beta, Delta Plus dan lainnya. Ini ditambah lagi faktor ketidakpatuhan masyarakat, termasuk mudik sehingga bencana semakin besar.

 

 

 

Tidak disiplinnya masyarakat memang ada berbagai faktor penyebabnya. Ada yang harus keluar rumah untuk berjuang mencari dana hidup keseharian, atau tidak mampu membeli masker tiga lapis. Yah, kita ikut prihatin. Tetapi jika itu dilakukan karena menganggap enteng dampak virus, atau memakai masker hanya pajangan di dagu, mazmur 123 ini merefleksikannya: “jiwa kami sudah cukup kenyang dengan olok-olok orang-orang yang merasa aman, dengan penghinaan orang-orang yang sombong’ (ayat 4). Jadi, janganlah kita menjadi bagian dari orang sombong, dan menguji Tuhan, seperti umat Israel di Mara atau saat Tuhan Yesus digoda Iblis (Ul. 6:16; 1Kor. 10:9; Mat. 4:7).

 

 

 

Perlindungan Tuhan dan imunitas adalah kunci untuk pertahanan tubuh. Seseorang dapat terpapar virus Covid karena banyak sisi masuknya. Ada yang tidak memakai masker. Apalagi varian baru dideteksi dapat menularkan hanya dengan berpapasan. Tetapi hal sepele juga dapat menjadi sumbernya, mulai dari ketika menekan tombol lift, tombol parkir, memegang handle pintu, terima paket dari antaran online, dan lainnya, serta kemudian kita memegang sesuatu dan memasukkan ke mulut, tanpa mencuci tangan atau memakai sanitizer.  Kita sebagai manusia tentu bisa lalai atau ceroboh. Oleh karena itu, tidak ada dasar menghakimi bahwa Tuhan telah menghukum orang-orang yang sakit Covid.

 

 

 

Mazmur 123 ini sangat tepat mengajak kita semua agar berharaplah kepada anugerah TUHAN. Kita diminta terus melayangkan mata kepada-Nya, berharap pada belas kasihan-Nya saja. Pengharapan kita “seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN” (ayat 1-2). Dan kita “melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman" (Ibr. 12:2).

 

 

 

Doa dan nyanyian kita saat ini perlu lebih intens seperti Raja Hizkia. Penuhi dengan rintihan, “Kasihanilah kami, ya TUHAN, kasihanilah kami” (ayat 3). Semuanya untuk diri kita, teman, keluarga, dan memohon badai ini segera berlalu. Kita belum mengetahui bagaimana dunia akan lepas dari pandemi ini. Info dunia lepas dari flu Spanyol dan penyakit menular lainnya sangatlah terbatas, seperti juga flu burung, sampar, Ebola dan lainnya yang datang belakangan. Pandemi itu juga tidak seganas Covid, dan belum ada harapan nyata tentang obat penangkal atau pencegahannya. Sejarah pandemi yang panjang juga akan mengubah peradaban dan gaya hidup. Semoga kita menuju arah yang baik ke depan sesuai maksud Tuhan, yakni: semakin taat dan bergantung, takut dan rendah hati, serta hidup lebih berkarya bagi kemuliaan-Nya.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 44 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8561936
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
73284
41991
73284
8223859
713221
883577
8561936

IP Anda: 108.162.227.57
2024-12-15 23:54

Login Form