Sunday, December 15, 2024

2022

Khotbah Minggu 24 Juli 2022

Minggu Ketujuh Setelah Pentakosta 2022 

MINTALAH, MAKA AKAN DIBERIKAN KEPADAMU

(Luk 11:1-13 dan Mat 6:9-13)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari:

Hos 1:2-10 atau Kej 18:20-32;  Mzm 85 atau Mzm 138;  Kol 2:6-15, 16-19

 

Pendahuluan

Minggu ini bacaan kita adalah tentang Doa Bapa Kami dan hal pengabulan doa. Meski teks dalam nats Lukas ini tidak selengkap dengan Mat 6:9-13, namun dalam sistim leksionari tahun A (Matius) bacaan Mat 6 ini tidak dicantumkan, maka pada nats Lukas ini kita akan membahas Doa Bapa Kami tersebut secara bersamaan. Juga pada kitab Luk 11 ini, Doa Bapa Kami digabungkan dengan hal pengabulan doa, yang pada kitab Matius itu nats ini terpisah dalam Mat 7:7-11. Maka pembahasan nats Luk 11 ini sebenarnya merupakan pembahasan kedua nats dalam kitab Matius tersebut.

 

Dari bacaan tersebut kita memperoleh banyak hal tentang pedoman hidup tentang Doa Bapa Kami sebagai berikut.

 

Pertama: berdoa kepada Allah Bapa (ayat 11:1-2a,11-13 dan Mat 6:13b)

Berdoa adalah menaikkan permohonan kepada Allah yang Maha Kuasa. Kita berdoa kepada-Nya sebab Ia adalah Raja kita dan berkuasa atas diri kita. Ia pencipta kita bagaikan tukang periuk yang menciptakan kita sebagai periuk tanah liat (Rm 9:20-21). Ia berdaulat tetapi Ia juga Bapa kita yang dapat berinteraksi dengan kita dalam mencapai tujuan-Nya melalui hidup kita. Ia menjadi Bapa sebab kita telah percaya dan menerima-Nya sehingga diberi-Nya kuasa dan mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya (Yoh 1:12).

 

Allah Bapa kita adalah Allah yang penuh rahmat dan penuh kuasa. Ia adalah Allah yang penuh kasih dan selalu memberi yang terbaik bagi kita. Pada ayat 11 dan 12 dikatakan, “Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking?” Demikian juga Bapa kita akan memberikan sesuai dengan kebutuhan kita dalam mengemban misi yang diberikannya dalam hidup kita. Allah kita adalah Allah yang baik dan selalu peduli, meski kata peduli ini tidak harus diterjemahkan sebagai pemenuhan semua keinginan kita. Ia perkasa sebab Ia mampu memberikan semua keperluan itu. Tetapi Ia tidak akan memberikan segala keinginan kita. Keperluan dan kebutuhan sangat berbeda dengan keinginan, apalagi keinginan yang sudah dikuasai oleh keinginan daging. Jelas keinginan seperti itu justru akan merusak dan membahayakan kehidupan kita dan Allah tidak akan mengabulkannya.

 

Kita menyebut Allah Bapa di sorga bukan berarti Ia jauh dari kita. Ia bukan Allah yang bertakhta bagaikan tuan tanah pemilik bumi dan alam semesta yang sedang berpergian ke sorga. Pengertian sorga lebih kepada pemberitahuan bahwa Allah adalah agung dan berdaulat (band. 2Taw 20:6; Mzm 115:3). Pernyataan Bapa di sorga adalah Bapa yang bertakhta dan berdaulat, seorang Bapa yang memerintah atas segala sesuatu. Dia adalah Raja segala Raja.

 

Kedua: berdoa bagi Allah (ayat 112b; Mat 6:10)

Mungkin timbul pertanyaan, mengapa kita berdoa bagi Allah? Bukankah Allah itu Maha Kuasa dan Perkasa? Mengapa Ia masih membutuhkan doa kita? Apakah ada manfaatnya? Sebelum menjawab hal itu, perlu kita lihat isi bagian doa bagi Allah ini, yakni ada tiga bagian: berdoa bagi nama Allah, berdoa bagi kerajaan Allah, dan berdoa bagi kehendak Allah.

 

Allah memang Maha Kuasa dan Perkasa. Namun Ia tidak menginginkan semua rencana-Nya dilakukan-Nya sendiri. Allah telah menetapkan menciptakan manusia yang serupa dan segambar dengan Dia dalam mewujudkan misi dan rencana-Nya untuk dunia ini. Allah tidak menciptakan robot-robot yang bertindak menurut program “Tukang Periuk”, melainkan Ia menetapkan menciptakan manusia yang memiliki hati dan kehendak. Manusia yang diciptakan-Nya memiliki “kebebasan” (relative) dalam memutuskan apakah manusia itu ingin bekerjasama dengan Allah dalam mewujudkan rencana dan misi-Nya tersebut? Dalam hal inilah kita sebagai anak-anak-Nya diminta bekerja sama dalam tugas itu.

 

 

Kita berdoa bagi nama Allah sebab nama Allah harus dipertahankan dalam keagungan dan kemuliaan-Nya. Sama seperti dalam sambutan protokol, nama-nama selalu disebutkan didahului dengan “yang terhormat”, “yang dimuliakan” (biasanya bagi pembesar dan raja-raja di bumi), atau sebutan lainnya. Nama Allah harus kita pertahankan agar tetap Agung dan Mulia. Demikian juga dengan kerajaan-Nya, kita berdoa bagi kerajaan-Nya dalam pengertian agar semakin banyak orang yang bekerja untuk memperluas dan memperbesar kerajaan-Nya. Kita berdoa bagi kehendak-Nya karena Ia menginginkan agar semua isi dunia ini mengaku dan mengikut Dia melalui Tuhan Yesus yang diutus-Nya sebagai Juruselamat manusia. Allah berkehendak agar tercipta damai sejahtera bagi isi dunia ini sebagaimana pesan pertama Tuhan Yesus bagi dunia. Itulah yang dikehendaki agar kita ikut berpartisipasi dalam tugas itu melalui doa dan perbuatan kita.

 

Ketiga: berdoalah bagi diri/kita sendiri (ayat 11:3-4; Mat 6:11-13a)

Tuhan Yesus tidak melupakan bahwa kita sebagai manusia memerlukan beberapa kebutuhan. Dalam Doa Bapa Kami ini, Tuhan Yesus mengajarkan kita agar meminta tiga hal pokok yakni: makanan, pengampunan, dan perlindungan.

 

Tubuh fisik kita terdiri dari beberapa unsur materi dan dapat berkurang atau rusak sesuai dengan faktor waktu dan usia. Ada proses dalam tubuh kita dengan prinsip kimia-fisika bahwa tubuh membutuhkan materi dan energy, agar bisa berproses lanjut, terutama apabila tubuh dalam pertumbuhan dan melakukan pergerakan maka dibutuhkan energi akan lebih besar lagi. Semua proses itu berlangsung dalam tubuh daging kita yang diciptakan dengan sempurna. Oleh karena itu, kita membutuhkan makanan (dan minuman) untuk proses tersebut. Tubuh tidak baik menyimpan makanan untuk dipakai dalam 1 minggu ke depan. Yang terbaik adalah asupan makanan dan minuman dipakai dan dibutuhkan dalam satu hari ke depan termasuk untuk pertumbuhan fisik. Ini dilakukan secara kontinu. Apabila ada kelebihan, maka akan disimpan dalam bentuk lemak dan itu sangat tidak menyehatkan. Keserakahan memang membawa hal buruk. Kalau ada berkat jasmani yang berlebih, maka sebenarnya itu mesti dipakai untuk kepentingan yang lebih panjang sesuai dengan rencana Allah, bukan untuk dihabiskan atau berfoya-foya dalam sehari. Oleh karena itu, dalam doa tersebut hanya diminta makanan untuk hari ini. Allah kita itu adalah Allah Penyedia (Provider) yang mengetahui kebutuhan kita.

 

Hal kedua yakni pengampunan. Kita secara sadar atau tidak sadar melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan dan juga kepada sesama manusia. Perbuatan yang menyakitkan hati Tuhan dan sesama manusia itu akan menimbulkan luka, apalagi bila kita terlihat tidak menyesalinya. Tiadanya pengampunan dari Tuhan membuat segala sesuatunya menjadi sulit dan buyar. Tanpa pengampunan dari Tuhan (termasuk usaha kita mendapatkan pengampunan dari manusia, terlepas apakah mereka memberikan atau tidak), maka tidak akan ada pengudusan. Tanpa pengudusan, maka komunikasi dan hubungan dengan Allah akan terputus. Dalam konteks Doa Bapa Kami ini, permohonan pengampunan itu menjadi penting, dan Allah kita adalah Allah Pengampun (Pardoner).

 

Hal ketiga adalah perlindungan. Meski kita berusaha hidup dalam kebenaran dan ketulusan, namun tidak bisa dipungkiri kita berada dalam lingkungan atau masyarakat yang belum benar dan tulus. Banyak hal jahat di sekeliling kita, baik atas inisiatif dari iblis dan setan-setan maupun didorong oleh kedagingan manusia. Kadang hal yang jahat itu datang tidak terelakkan baik atas seizin Tuhan maupun karena godaan iblis pada kita, yang mengetahui titik-titik lemah untuk menyerang kita. Oleh karena itu dalam Doa Bapa Kami kita memohon perlindungan dari-Nya agar menjauhkan kita dari yang jahat, sebab Allah kita itu adalah Allah Pelindung (Protector).

 

Keempat: tentang meminta, mencari, dan mengetuk (ayat 11:5-10)

Pada ayat 5 Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang seseorang yang pergi ke rumah seorang sahabatnya di tengah malam karena membutuhkan roti untuk tamunya yang baru tiba dari perjalanan, kemudian berusaha mengetuk pintu rumah sahabatnya agar ia mendapatkan roti untuk disajikan. Tuhan Yesus memberi contoh bagaimana orang tersebut harus berusaha meski di tengah malam dan meminta kepada sahabatnya itu, mengetuk pintu rumahnya, meski ada konsekuensi bahwa sahabatnya tersebut akan memberikan dengan “berat hati”, karena ia tidak mau diganggu lebih lama (band. Luk 18:1-8 tentang hakim yang tidak benar dengan seorang janda).

 

Tuhan Yesus menakankan bahwa kita harus meminta. Tanpa meminta maka Allah tidak tahu akan kebutuhan yang sesuai dengan rencana kita dalam menjalani hidup sesuai dengan rencana-Nya. Permintaan harus spesifik dan tidak berlebihan. Meminta itu bukan sesuatu yang salah dan sebagaimana dikisahkan oleh Tuhan Yesus, orang tersebut pergi meminta walau malam hari. Artinya dalam meminta tersebut ada perjuangan dan perlu pengorbanan. Hal yang perlu dilihat juga adalah orang tersebut meminta bukan untuk dirinya melainkan untuk sahabatnya yang datang berkunjung yang sedang kelaparan.

 

Jawaban sahabatnya tidak mungkin mengatakan bahwa pintu sudah tertutup meski sudah malam hari. Artinya, peluang selalu ada dan kita perlu gigih dalam meminta. Tuhan Yesus ingin menekankan bahwa kesungguhan dan kegigihan dalam berdoa merupakan pertimbangan utama bagi Allah untuk mengabulkan doa kita, sepanjang Allah berpikir bahwa hal itu memang kita perlukan. Ketekunan, kegigihan dan pengabulan doa merupakan faktor yang berkaitan. Tetapi kuncinya tidak berhenti disitu, sebab Tuhan Yesus juga menekankan kata mencari, maka kita harus berusaha melihat alternatif yang lebih baik dan setelah berusaha untuk mengetuk kembali agar doa kita mendapatkan jawaban. Kita harus berprinsip bahwa Allah kita adalah Allah yang Maha Baik dan peduli kepada keperluan kita dalam menjalankan misi-Nya di dunia ini.

 

Kesimpulan

Dalam minggu ini kita diberikan pengajaran isi Doa Bapa Kami dan kaitannya dengan pengabulan doa. Kalau dalam sebelum nats ini Tuhan Yesus menekankan pentingnya doa yang benar (tidak di persimpangan jalan tetapi masuk ke kamar), maka dalam minggu ini kita diajarkan tentang berdoa kepada Allah yang benar, berdoa bagi Allah untuk menyatakan kita adalah bagian dari misi-Nya dan berdoa bagi diri/kita sendiri. Dalam berdoa itu perlu ketekunan dan kesungguhan agar doa kita terjawab, sebab Allah kita adalah Allah Penyedia (Provider), Allah Pengampun (Pardoner) dan Allah Pelindung (Protector). Maka berdoalah: mintalah, carilah dan ketuklah terus menerus.

 

Tuhan Yesus memberkati. Amin

 

Pdt. Ramles M. Silalahi

 

Kabar dari Bukit 17 Juli 2022

Kabar dari Bukit

IBADAH YANG BERCELA (Amos 8:1-12)

“TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub: “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” (Amos 8:7)

Horas, syalom....

Firman Tuhan bagi kita di hari yang berbahagia ini dari Amos 8:1-12. Ini kelanjutan renungan minggu lalu (Amos 7:7-17), yang melalui penglihatan ketiga kepada nabi Amos, mengingatkan Israel dan kita semua, agar selalu memperhatikan orang miskin dan yang memerlukan pertolongan. Penglihatan keempat adalah nas minggu ini. Tuhan menunjukkan buah-buahan musim kemarau dalam bakul kepada nabi Amos. Buah-buahan adalah simbol persembahan umat kepada Allah di altar.

Tetapi Tuhan berkata kepada Amos: "Kesudahan telah datang bagi umat-Ku Israel. Aku tidak akan memaafkannya lagi. Nyanyian-nyanyian di tempat suci akan menjadi ratapan pada hari itu" (ay. 2b-3a). Tuhan telah marah, bangsa Israel tidak lagi menunjukkan perubahan dan pertobatan. Doa nabi Amos telah didengar dan dikabulkan di dua peringatan sebelumnya, tetapi kini Tuhan melihat tidak ada kemauan pertobatan lagi.

Pada masa itu orang-orang kaya Israel memberi upah pekerja sangat rendah dan mencurangi, pedagang menjual terigu yang busuk. Semua mereka rancang menginjak hak orang miskin dan lemah. Tidak ada rasa takut. Ini terjadi karena umat merasa adalah bangsa pilihan. Mereka rajin beribadah di Bait Alah, menyanyi, berdoa dan memberi persembahan. Umat dan pemimpin lebih fokus pada megahnya bangunan, riuhnya ibadah raya, dan mengutamakan kepentingan mereka sendiri.

Ibadah mereka jalankan dan memberi persembahan menurut ukuran manusia. Semua berpikir itu akan menyenangkan hati Tuhan. Tetapi Tuhan ternyata tidak melihat itu. Tuhan ingin agar umat lebih banyak berbuat konkrit. Nyata. Jangan menipu, jangan berlaku curang. Jangan berpikir yang utama adalah keuntungan semata.

Kemarahan Tuhan digambarkan begitu menyeramkan. Ada banyak bangkai: ke mana-mana orang melemparkannya dengan diam-diam. Tuhan menjauh (ay. 12) dan membuat malapetaka kekelaman: matahari terbenam di siang hari dan membuat bumi gelap pada hari cerah (ay. 9). Kelaparan akan datang melanda, dan juga kehausan. Nyanyian menjadi ratapan, mereka memakai kain kabung dengan kepala gundul sebagai tanda berkabung (ay. 10).

Nas minggu ini  memperingatkan kita semua, jangan seolah kita telah mengikut Kristus maka menjadi aman selamat. Janganlah sibuk pada acara dan ritual ibadah semata termasuk jamuan kasih, memahami firman tapi dalam kenyataan mengabaikan kasih. Pusat keselamatan kita adalah Kristus, sehingga arah dan tindakan mestilah sama serupa dengan Kristus. Jangan menindas, bersikap arogan; tetaplah rendah hati, menjadi lebih baik di hadapan Tuhan. Pertobatan tidak pernah terlambat sebelum Tuhan memutuskan akan menghukum kita, sebagaimana penglihatan kepada nabi Amos. Semoga kita terus dimampukan untuk melakukannya.

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 10 Juli 2022

 

Kabar dari Bukit

 

 

ACT – ACTION KASIH

 

 

Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi (Amos 7:7-8b)

 

 

Horas, syalom....

 

ACT ini viral lagi. Tetapi buruk. Aslinya, Aksi Cepat Tangggap, membantu yang kesusahan khususnya akibat bencana. Dikelola saudara kita di sebelah. Tapi menurut media, dana donasi diambil pengurus melebihi ketentuan Kementrian Sosial; Kehidupan pengurus pun tidak sesuai dengan visi misi; Yayasan, yang menurut aturan baku, pengurus tidak boleh menikmati, ternyata dilanggar. Lantas, pernyataan KPK bahwa ada dana yang mengalir mendukung teroris. ACT pun dipelesetkan menjadi Ayo Cepat Transfer. Menurut media, Yayasan ini akan ditutup. Sungguh ironi, niat baik untuk berbuat kasih berbuntut buruk.

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini, dari Amos 7:7-17. Pasal 7 – 9 kitab ini menceritakan lima penglihatan nubuatan nabi Amos, terkait hukuman Allah yang akan dialami oleh kerajaan Israel. Dua penglihatan pertama telah menubuatkan hukuman. Tapi nabi Amos, seorang peternak desa, memohon pengampunan. Allah pun setuju bersabar.

 

 

Penglihatan ketiga adalah nas minggu ini. Nabi Amos melihat Tuhan berdiri dekat sebuah tembok yang tegak lurus, dan di tangan-Nya ada tali sipat (ay. 7). Sipat adalah timah hitam yang dipakai para tukang, digantung dengan benang, untuk melihat tegak lurusnya dinding atau tiang bangunan. Jelas ini pesan Allah ingin menegakkan kebenaran dan keadilan, menghukum yang salah. Amos kembali memohon pengampunan, tetapi tidak lagi diberi kesempatan. "Sesungguhnya, Aku akan menaruh tali sipat di tengah-tengah umat-Ku Israel; Aku tidak akan memaafkannya lagi," firman-Nya seperti di atas.

 

 

Melalui nas minggu ini, Allah berpesan: dosa pasti mempunyai konsekuensi. Dosa yang merupakan perbuatan melanggar firman-Nya, akan berdampak buruk. Ya, mungkin kadang Allah bersabar, apalagi jika hamba-Nya ikut memohon. Tetapi tidak selamanya demikian. Keadilan dan kebenaran, tetap harus ditegakkan.

 

 

Nabi Amos mengingatkan bangsa Israel, bahwa Allah menghukum bangsa Israel karena tidak memedulikan keadilan sosial. Orang miskin tidak diperhatikan, malah diperlakukan buruk (Am. 2:7; 4:1). Uang dan harta menjadi yang utama (3:10,15; 6:4-6). Ibadah dibuat megah, tetapi kasih nyata tidak diwujudkan bagi yang memerlukan. Bangsa Israel dipilih untuk menjadi teladan, menjalankan rencana Allah di kawasan dan bagi dunia; ternyata gagal!

 

 

Kasus ACT refleksi bagi kita dan gereja. Jangan terlalu terus mengutamakan ibadah, perayaannya. Jangan terlalu sibuk bernyanyi dan bersekutu, lupa memberi bagi yang memerlukan. Wujudkan kasih dengan nyata. Lihat kaum miskin dan yang membutuhkan kasih sayang dan pertolongan, agar tidak sesat. Penelitian dan disertasi saya  menjelaskan hal ini juga, dana persembahan umat, sedikit sekali yang dipakai untuk pelayanan sosial dan kasih nyata.

 

 

Kehebatan dan keistimewaan manusia di masa lampau, jangan disombongkan. Itu bisa hilang dan diabaikan, seperti kepada bangsa Israel, umat pilihan-Nya dalam nas ini. Nubuatan ketiga ini bentuk kemarahan Allah terhadap mereka yang tidak bertobat, berpaling menjalankan perintah-Nya. Allah menghukum Israel untuk memberi pelajaran. Ini juga pesan kepada kita umat-Nya. Dia adalah Allah semesta. Allah mengasihi umat-Nya, mengajar dengan cara menghajar.

 

 

Mari melihat diri kita sendiri. Sudahkan cukup besar memberikan kasih nyata kepada yang membutuhkan, termasuk keluarga? Semoga demikian kita adanya.

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 17 April 2022

Minggu Keenam Setelah Pentakosta 2022

 

JANGAN MENYUSAHKAN DIRI DENGAN BANYAK PERKARA (Luk 10:38-42)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Am 8:1-12 atau Kej 18:1-10a; Mzm 52 atau Mzm 15; Kol 1:15-28

 

Pendahuluan

Nats minggu ini berbicara tentang dua wanita kakak-beradik Marta dan Maria, yang rumahnya disinggahi oleh Tuhan Yesus dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem. Ketika Yesus masuk ke rumah mereka, Marta langsung sibuk dengan keramah-tamahan, sementara Maria langsung duduk bersimpuh mendengarkan kabar baik dari Tuhan Yesus. Hal ini menjadi persoalan bagi Marta. Maria dan Marta bersaudara dengan Lazarus yang dibangkitkan oleh Tuhan Yesus dari kematian. Dari nats yang singkat minggu ini, kita diberi pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: pentingnya keramah-tamahan (ayat 38-39)

Marta merupakan kakak tertua dari Maria dan Lazarus. Memang kebiasaan dalam rumah tangga, kakak tertua yang mengambil kendali dan tanggungjawab. Oleh karena itu, ia langsung berperan sebagai orang yang sibuk atas urusan kunjungan Tuhan Yesus ke rumah mereka. Terlebih, keramah-tamahan merupakan kebutuhan sosial dalam budaya Yahudi, sama seperti bagi masyarakat Timur lainnya. Keramah-tamahan dianggap adat-istiadat dan sangat perlu diperhatikan. Tidak jarang, bagi masyarakat tertentu, tuduhan tidak beradat atau tidak tahu tata krama dianggap lebih kejam dari pada tuduhan tidak beragama atau tidak bertuhan.

 

Akan tetapi jelas ini cara pandang yang salah, sebab adat bukanlah yang utama atau dasar kita dalam berperilaku, melainkan kasih dari Tuhan (dapat dibaca melalui agama) adalah dasar kita. Kita tidak perlu melakukan sesuatu dalam adat atau keramah-tamahan – apapun itu – demi untuk mendapatkan pujian orang, sebab pelayanan demi mencari pujian adalah sesuatu yang salah. Memang ada orang yang bersedia bekerja keras dengan harapan dipuji orang lain, atau mendapatkan imbalan tertentu lainnya. Akan tetapi ketika tidak dipuji atau tidak diberikan oleh orang lain, maka ia akan marah-marah, mengeluh atau menggerutu seperti Marta. Bahkan, kadang kala persiapan atau pelayanan yang tidak sempurna saja, bisa menimbulkan menyalahkan orang lain yang berakibat keributan.

 

Perbedaan juga dapat terjadi antara pribadi yang suka sibuk dan ramai dengan yang menyukai ketenangan. Dalam hal kisah ini, tuan rumah Marta harus memahami tamu, apa yang menjadi keinginannya, bukan memaksakan pola yang dikehendakinya. Memang ini bukan masalah salah atau benar, akan tetapi bisa menjadi pemaksaan sesuai dengan selera dan keinginan kita. Tujuan tuan rumah adalah menyenangkan tamu, sehingga keinginan tamu yang mesti diikuti. Contoh kecil, misalnya, perlunya menanyakan apakah minuman yang dikehendaki: kopi, teh manis, air putih dingin atau lainnya? Tidak asal sajikan. Demikian juga dengan makanan, alangkah bijaknya kalau waktunya jam makan, maka makan bersama harus ditawarkan, tidak perlu dipersoalkan yang dihidangkan itu indomie atau pesan dari restauran. Kita tidak pelu mengabaikan keramah-tamahan tersebut, sepanjang pada tempat dan sikap yang wajar serta menyenangkan semua pihak.

 

Kedua: menempatkan prioritas (ayat 40)

Yesus dalam perjalanan ini sedang dalam pergumulan menuju ke penderitaan bahkan kematian-Nya, sehingga Ia memerlukan ketenangan. Kadang ketenangan memang mahal harganya. Ini tidak mudah dan memerlukan hikmat yang besar. Sementara Marta berpikir bahwa Tuhan Yesus memerlukan banyak hal untuk menyenangkan hati-Nya, sehingga ia sekuat tenaga berusaha untuk menyediakan hal yang banyak itu. Meski menyediakan banyak hal itu membuat kekuatiran sehingga timbullah keluhan.

 

Hal itulah yang terjadi pada Marta, sehingga ia memperlihatkan “kekesalannya” pada Tuhan Yesus dengan perkataan, "tidakkah Engkau peduli?". Marta berpikiran seolah-olah Yesus membiarkan Maria hanya duduk tenang mendengarkan kisah dan pengajaran dari-Nya. Marta juga mungkin merasa perhatian Yesus terhadap apa yang dilakukannya tidak seimbang, menganggap tidak ada empati dan antusias terhadap pelayanan yang diberikannya. Namun Tuhan Yesus menyambut kekesalan Marta tersebut dengan bijak, bukan Ia tidak peduli pada Marta yang bersusah payah menjadi tuan rumah yang baik, akan tetapi, Ia tidak membutuhkan banyak hal, melainkan ketenangan dan kesempatan untuk Ia dapat memberikan pengajaran kepada mereka yang rindu mendengar-Nya. Kehadiran Marta lebih berarti bagi Tuhan Yesus dibandingkan dengan segala makanan dan minuman yang disajikan Marta.

 

Inilah pesan kedua dari nats minggu ini. Jangan pelayanan kita bagi Tuhan sebenarnya adalah untuk menyenangkan diri sendiri dan bukan untuk Dia. Melakukan yang baik menurut kita tidak selamanya yang terbaik bagi Tuhan. Doing good is not always the best. Ia rindu agar kita memiliki waktu yang cukup untuk mendengar-Nya melalui firman dan renungan, agar kita lebih mengetahui maksud Tuhan dalam hidup kita. Itu juga sebabnya kata yang dipakai (ēkouen - Yun) berarti terus-menerus mendengarkan Tuhan Yesus. Kesibukan dalam pelayanan (fisik) di gereja atau tempat pelayanan lainnya jangan sampai membuat kita kehilangan saat-saat penyembahan, doa dan persekutuan dengan-Nya, melainkan mengambil waktu yang cukup agar jiwa dan rohani kita semakin bersih dan berkenan kepada-Nya.

 

Ketiga: jangan menyusahkan diri dengan banyak perkara (ayat 41)

Sebenarnya Maria dan Marta mencintai Yesus. Keduanya melayani -Nya. Tetapi Marta berpikir bahwa cara Maria melayani Tuhan Yesus itu salah dan membuat Yesus tidak senang. Namun yang terjadi sebenarnya adalah, Marta tidak menyadari bahwa ia justru mengabaikan Yesus, sementara Maria memberikan perhatian yang penuh. Atau mungkin Marta bisa juga cemburu dengan apa yang dilakukan oleh Maria dalam melayani Yesus tersebut, yang hanya duduk saja mendengar apa yang disampaikan oleh Tuhan Yesus.

 

Yesus tidak menyalahkan Marta karena dia mengurusi pelayanan rumah tangga berikut keribetannya itu. Akan tetapi, Yesus melihat bahwa Maria yang duduk di kaki-Nya yang menyambut Dia dengan tepat, dan Maria mengetahui yang utama dalam kunjungan itu. Yang utama adalah perlu prioritas, bagaimana caranya dan kapan kita perlu sibuk dengan banyak perkara (ribet tetek-bengek) itu. Saat bertemu Yesus adalah saat yang paling utama, sama seperti misalnya, hari minggu kita lebih mengutamakan apa? Apakah pergi beribadah atau urusan social lain hingga beribadah terlupakan?

 

Apakah kita demikian sibuknya sehingga tidak punya waktu lagi untuk bersama Yesus dan mendengarkan Dia? Jangan sampai kita ditegur oleh Yesus seperti Marta karena kuatir dan menyusahkan diri dengan hal-hal yang tidak hakiki, sehingga tidak mempunyai banyak waktu lagi untuk bertemu dengan-Nya. Melayani Allah dapat membuat kehilangan hakekat dengan menyibukkan diri sendiri yang sebenarnya tidak lagi sebagai pelayanan penuh bagi-Nya. Hal yang lebih fatal lagi, apabila kita berpikir bahwa cara yang benar melayani Yesus adalah hanya melalui perbuatan kasih, sehingga tidak perlu memperdengarkan kabar baik penginjilan. Itulah pesan ketiga minggu ini.

 

Keempat: memilih yang terbaik (ayat 42)

Melayani dan mengasihi Tuhan memang banyak pilihan. Akan tetapi jangan sampai kita melakukan kesalahan dalam memilih sehingga focus lebih pada diri sendiri. Perlu hikmat sehingga pemilihan waktu dan kegiatan benar-benar untuk menyenangkan hati-Nya. Memang di era modern kesibukan seperti saat ini, kecendrungan melayani Allah dengan berbagai kegiatan menjadi pilihan yang menyenangkan, terlebih bila melibatkan banyak orang dan masuk dalam liputan media gereja atau lainnya. Ini bisa berbahaya dan menjebak.

 

Tuhan Yesus menekankan sebaliknya. Ia lebih memuji Maria yang mengetahui yang terbaik. Duduk bersama Yesus berarti menyenangkan hati-Nya dan banyak sajian yang kita nikmati secara rohani. Mengutamakan Allah itulah kasih yang terbesar. Kita tahu apa yang menyenangkan hati Tuhan hanya apabila kita selalu memberi telinga bagi suara-Nya. Kesibukan kegiatan pelayanan di luar rumah juga dapat mengurangi intensitas dalam merenungkan firman Tuhan bersama-sama keluarga. Penting mengutamakan mendengar Firman Allah daripada mengerjakan berbagai hal yang bukan terbaik.

 

Apakah sikap sebagai orang percaya sudah sama dengan sikap Maria? Menjadi murid bukan berarti menyibukkan diri pada hiruk piruk pelayanan, melainkan membuat keseimbangan khususnya  belajar dan mendengar firman-Nya. Apa yang dilakukan oleh Marta dan Maria keduanya baik, sepanjang kita mengetahui dengan tepat saat dan waktu yang tepat. Kesibukan melayani Tuhan bukanlah alasan untuk tidak punya waktu merenungkan firman Tuhan dan mendapatkan yang terbaik. Terlebih, sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus, Maria mendapatkan sesuatu yang tidak akan diambil dari padanya.

Kesimpulan

Apa yang ingin disampaikan oleh Tuhan Yesus kepada kita melalui bacaan minggu ini adalah agar kita dengan tepat dapat memahami makna keramah-tamahan dengan sepatutnya dan sesuai dengan keinginan tamu. Jangan sampai kita terlalu mengurusi banyak perkara yang bahkan membuat tamu tidak nyaman, apalagi membuat kita kuatir dan penuh kekesalan, keluhan bahkan hujatan kepada orang lain. Justru yang terutama dan terpenting adalah mendapatkan prioritas dalam hidup dan memilih yang terbaik, yang orang lain  tidak akan dapat mengambilnya dari hidup kita, yakni lebih banyak dalam penyembahan, doa dan persekutuan dengan Dia. Haleluya, terpujilah Tuhan.

Tuhan Yesus memberkati.

 

Pdt. Ramles M. Silalahi

 

Khotbah Minggu 10 Juli 2022

 Minggu Kelima Setelah Pentakosta

 PERBUATLAH KASIH, MAKA ENGKAU AKAN HIDUP (Luk. 10:25-37)

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Am. 7:7-17 atau Ul. 30:9-14; Mzm. 82 atau Mzm. 25:1-10; Kol. 1:1-14

 

Pendahuluan

Bagi umat Yahudi, ahli Taurat adalah seorang pakar hukum perjanjian lama. Mereka sangat menghapal teks ayat-ayat yang tertulis dan sering dijadikan sebagai nara sumber dalam diskusi-diskusi pengajaran agama dan kerohanian. Oleh karena itu, kadang mereka bersikap sombong dan merendahkan pihak lain. Dalam nats minggu ini kita membaca tentang ahli Taurat yang sedang menguji Yesus dengan sebuah pertanyaan yang menjebak. Pertanyaannya dihubungkan dengan hidup yang kekal, yang dalam perjanjian lama dan bagi umat Yahudi tidak terlalu banyak pembahasannya dan merupakan pokok diskusi yang hangat. Dari bacaan nats minggu ini kita diberikan pemahaman sebagai berikut.

 

Pertama: hukum pertama yakni kasih kepada Allah (ayat 25-27a)

Tuhan Yesus menjawab ahli Taurat tersebut dengan pertanyaan balik, bagaimana tertulis dalam kitab perjanjian lama tentang memperoleh hidup yang kekal? Sebagai ahli Taurat yang menghafal teks, ia mengutip Ul 6:5 dengan benar, diambil dari pengakuan iman (kredo) mereka, yakni pertama adalah mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan dan akal budi. Dari teks tersebut tampak mengasihi Allah haruslah dengan seluruh kemampuan dari diri kita, tidak hanya hati (perasaan) melainkan juga dari kedalaman batin, perasaan, kepribadian, fisik jasmaniah, pikiran dan seluruh hidup kita.

Allah menginginkan pengenalan dan persekutuan kita dengan Dia harus istimewa dan dari seluruh hidup yang kita miliki. Allah kita adalah Allah pencemburu dan tidak mau diduakan (Kel. 20:5; 1Kor. 10:22). Kita menempatkan diri sebagai ciptaan dan pengemban misi-Nya dengan rasa syukur yang penuh kasih, taat dan memberi prioritas utama kepada Dia (band. Rm. 13:9-10; 1Kor. 13:1-13). Kasih kepada Allah juga membuat kita tetap harus menaruh rasa hormat dan kerinduan dalam persekutuan dengan-Nya, menciptakan keterikatan yang kokoh, penyerahan diri dan ketergantungan sebagaimana hubungan Bapak dengan anak. Semua ini dibungkus dalam iman yang kuat dan tidak goyah di dalam Kristus Yesus.

Mengasihi Allah juga berarti ketaatan dalam standar firman dengan menjauhi dosa dan mengikuti kehendak-Nya. Ulangan 11:13 menyebutkan “Jika kamu dengan sungguh-sungguh mendengarkan perintah yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, sehingga kamu mengasihi TUHAN, Allahmu, dan beribadah kepada-Nya dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu….”  Kita mengaku bahwa keberadaan di dunia ini sebagai utusan-Nya dan ikut mengambil bagian dalam memperluas kerajaan-Nya, mempergunakan semua talenta yang diberikan oleh Allah kepada kita. Mengasihi Allah juga berarti kesiapan berkorban dengan mengurangi keinginan diri sendiri bahkan kesiapan dalam penderitaan apabila situasi menghendakinya. Kita harus mengakui bahwa Allah telah mengasihi kita dan mengirim dan mengorbankan Anak-Nya kepada dunia untuk menebus dosa dan kesalahan kita sehingga kita diselamatkan.

 

Kedua: hukum kedua yakni kasih kepada sesama (ayat 27b-29)

Hukum kedua yang disebutkan ahli Taurat tersebut merupakan kutipan dari Im. 19:18, 34 yakni mengasihi sesama (band. Mat. 19:16-22 dan Mrk. 10:17-22 tentang kasih yang lain). Tuhan Yesus dengan sengaja menceritakan perumpamaan ini karena didasari permusuhan berat yang telah lama berlangsung antara orang Yahudi dengan orang Samaria. Oleh karena itu, dalam menjawab Yesus, ahli Taurat itu tidak menyebut dan membenarkan orang Samaria tersebut, meski ia mengetahuinya. Ia justru tampak tidak memahami makna kasih yang sebenarnya.

Mengasihi sesama manusia adalah sesuatu yang mutlak. Kita mengasihi manusia karena mengasihi Allah, dan keduanya memang tidak dapat dipisahkan. Bahkan dikatakan, kita tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak kita lihat kalau kita tidak mangasihi manusia yang jelas kita lihat. Dalam 1Yoh. 3:11 dikatakan, “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi” (band. Mat. 22:39; Rm. 13:9; Yak. 2:8). Tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mengasihi orang lain dan tidak ada alasan bagi kita untuk membenci mereka, sebab dalam ayat berikutnya disebutkan, membenci mereka itu ibarat kita seperti pembunuh.

Makna dari mengasihi sesama juga bisa kita bandingkan dengan Luk. 6:31, “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” Atau dalam bahasa lain, “apa yang tidak kau kehendaki dilakukan orang kepadamu, janganlah perbuat hal itu terhadap mereka.” Ahli Taurat menyadari bahwa dirinya telah terjebak oleh kata-katanya sendiri, mungkin ia tidak menaati hukum tersebut, sehingga ia berdalih tentang definisi. Kurangnya kasih dalam diri kita mungkin mudah untuk dijustifikasi, tetapi sebaliknya kita diminta agar jangan berpandangan picik tentang kasih terhadap sesama, sebab mengasihi sesama berarti mengasihi Allah. Bagi kita yang tidak peka terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain, Alkitab dengan jelas menyatakan dengan jelas bahwa kita tidak akan masuk kedalam hidup kekal (Mat. 25:41-46; 1Yoh. 3:16-20).

Ketiga: siapakah sesama kita (ayat 31-36)

Tuhan Yesus memberikan perumpamaan yang sangat bagus karena melibatkan banyak pihak. Pertama ia menyebut lokasi kejadian yakni di jalan dari Yerusalem ke Yerikho yang memang terkenal menyeramkan yang secara otomatis orang yang dirampok itu kemungkinan besar beragama Yahudi. Orang tersebut selain dirampok juga dipukuli sehingga tergeletak tidak berdaya. Seorang imam lewat dan Yesus mengatakan ia terus berjalan sambil menghindar, mungkin dengan pemikiran bahwa orang tersebut telah mati dan ia ketakutan tersentuh sehingga tidak tahir dan tidak bisa melaksanakan tugas keimamannya. Artinya, ia mementingkan seremoni ibadah dibandingkan dengan perbuatan kasih terhadap seseorang yang jelas-jelas sangat membutuhkan.

Ketika seorang suku Lewi (pembantu imam) lewat, maka hal yang sama ia lakukan, menghindar, mungkin dengan pemikiran tidak mau mengambil resiko, berpikiran bisa saja itu jebakan dan buat apa menyusahkan diri. Namun, seorang Samaria lewat dan orang tersebut kemudian berhenti mengambil resiko atas harta dan nyawanya, menolong dia yang terluka, membawanya ke tempat penginapan, dan membayar semua biaya-biayanya. Tuhan Yesus langsung menohok kemunafikan ahli Taurat tersebut, yang meganggap orang Samaria lebih rendah, menganggap sesama manusia itu hanya orang Yahudi, tetapi justru orang Samaria tersebut menolong orang (Yahudi) tersebut sampai tuntas. Ia tidak membedakan orang yang dikasihinya, tidak bersikap diskriminasi, meski mungkin ia tahu orang itu adalah orang Yahudi, tetapi ia menjalankan apa yang dikatakan Tuhan Yesus, yakni agar kita mengasihi “musuh”.

Pengertian kasih kepada sesama jangan disempitkan kepada satu golongan saja. Kasih itu universal dan tidak terbatas sumber dan aplikasinya. Pengertian sesamamu dalam ayat tersebut bukanlah sekedar teman kita saja, golongan, kelompok suku bahkan agama kita saja. Memang dalam Alkitab ada ayat yang memberi petunjuk, agar dalam mengasihi kita terlebih dahulu mengutamakan perbuatan baik kepada kawan-kawan yang seiman (Gal. 6:10), tetapi itu bukan berarti kita menutup diri berbuat baik bagi siapa saja, khususnya pada saat mereka sangat membutuhkan, sebagaimana kejadian kepada orang yang dirampok dan dilukai itu.

 

Keempat: pergilah dan perbuatlah demikian (ayat 37)

Dari uraian di atas, maka sikap kita ketika melihat setiap orang dalam kesusahan, maka haruslah merasa mereka itu sebagai sesama dan wajib menolong meski kita orang itu “musuh”. Kasih tidak cukup hanya diutarakan dalam sikap belas kasihan dan perasaan sedih. Kasih berarti tindakan yang memenuhi kebutuhan seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak melihat orang yang benar-benar membutuhkan, terlebih apabila ia dalam keadaan yang tidak mampu, maka pertolongan itu harus konkrit tidak cukup hanya dalam perasaan dan belas kasihan saja.

Para ahli Taurat banyak beranggapan bahwa hidup kekal dapat diraih dengan berusaha menaati hukum Taurat. Akan tetapi berbeda, kita dinilai bukan atas kehadiran kita di gereja tiap minggu atau atas pengakuan iman (creed) yang kita ucapkan, melainkan atas kehidupan dan perbuatan kasih yang kita lakukan setiap hari. Kasih kepada sesama yang konkrit bagi yang benar-benar membutuhkan, itu jelas lebih berharga dibanding persembahan kita ke dalam kantong persembahan. Dalam 1Yoh. 3:18 disebutkan, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”

Di lain pihak Tuhan Yesus juga ingin menyampaikan kepada ahli Taurat bahwa hidup kekal yang dimaksudkannya bukanlah soal ketaatan legalistic atau berhubungan dengan  keturunan, melainkan kepada pemahaman dan aplikasi dari ajaran yang diberikan. Kebanggaan ahli Taurat akan penghafalan ayat-ayat tidak memiliki makna dalam kelayakan masuk dalam kehidupan kekal. Tuhan Yesus menekankan bahwa hidup kekal itu bukan sesuatu yang utama menjadi sasaran, melainkan bagaimana melalui kasih dalam kehidupan sehari-hari, sebab itulah yang penting sehingga Tuhan Yesus berkata, “perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” 

 

Kesimpulan

Melalui nats minggu ini, Tuhan Yesus membongkar anggapan ahli Taurat atau kita tentang makna Taurat yang sesungguhnya. Ia menyadarkan kita bahwa hidup kekal bukan masalah pengakuan iman atau warisan, melainkan kepada hubungan pribadi dengan Allah dan aplikasinya pada sesama. Kita tidak mencari siapa-siapa orang yang layak disebut sebagai sesama akan tetapi harus berpikir bagaimana kita bisa menjadi sesama bagi orang lain. Perumpamaan ini juga berlaku bagi gereja, apakah kita sudah membuat gereja sebagai tempat penginapan atau penampungan bagi mereka yang terluka dan membutuhkan, sebab iblis sebagai perampok terus menerus melakukannya kepada orang berdosa atau yang belum terselamatkan, sebab mereka ini adalah yang dirampok dan dilukai. Sebab, hanya orang yang mempraktikkan kasih menunjukkan bahwa ia memiliki hubungan dengan Allah dan hidup yang kekal.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 62 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8562065
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
113
73300
73413
8223859
713350
883577
8562065

IP Anda: 172.70.189.182
2024-12-16 00:40

Login Form