Sunday, December 15, 2024

2022

Kabar dari Bukit 16 Oktober 2022

Kabar dari Bukit

 RINDU PERUBAHAN (Yer. 31:27-34)

 Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku (Yer. 31:33)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Setelah beberapa minggu lalu firman Tuhan yang diberikan bagi kita tentang penghukuman (bangsa Israel), kini kabar baik disampaikan Nabi Yeremia. “Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir” (ay. 31-32a).

 

Sebagai orang tua, ketika anak kita berperilaku tidak seperti yang kita kehendaki dan jauh dari firman Tuhan, kita merasa kecewa, marah dan mungkin menghukum. Tetapi semarah-marahnya, hati kita akan berbalik ketika melihat anak semakin menderita, memelas; dan di sisi lain, kita melihat mereka jatuh terjebak dan tidak berdaya, kalah melawan hasrat dunia dan kedagingan. Mereka pasti rindu akan pemulihan dan perubahan.

 

Itulah yang digambarkan firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini, Yer. 31:27-34. Sebelumnya umat Israel telah menyampaikan penyesalannya, mengaku dosa, dan berjanji untuk bertobat (ay. 18-19). Atas dasar itu, janji dan rencana pemulihan pun disampaikan. Penduduk Israel yang semakin menciut akibat perang dan penyakit, Allah akan melimpahi mereka dengan benih manusia dan benih hewan (ay. 27). Allah yang tadinya ingin menghukum lebih berat dengan meruntuhkan, membinasakan dan mencelakakan, kini Allah akan menjadi penjaga yang setia bagi mereka untuk membangun dan menanam. Tidak akan ada lagi kesulitan makanan dan penyakit yang melanda akan segera lenyap (ay. 28-30).

 

Tetapi rencana pemulihan itu harus diikat oleh perjanjian yang baru. Perjanjian antara Allah dengan Musa pada waktu membawa mereka keluar dari tanah Mesir, akan diperbarui, meski perjanjian itu sendiri telah mereka ingkari. Allah menginginkan sesuatu yang baru dalam perjalanan bangsa itu ke depan. Kehidupan keagamaan umat Israel bukan lagi didasarkan pada aturan imamat yang ketat dan legalistik, tetapi “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (ay. 31).

 

Melalui nas ini kita bisa melihat bahwa kasih Allah begitu besar dan kekal (ay. 20). Dia tidak ingin menghukum dan menghancurkan anak-anak-Nya; hukuman terjadi karena dosa dan ketidaktaatan. Dan terkadang Allah membiarkan penderitaan terjadi, dengan satu tujuan: mendidik dan membentuk agar lebih baik. Sangat wajar bila untuk itu diberikan syarat, diikat janji untuk memenuhinya. Nas ini juga menekankan bahwa melalui perjanjian yang baru, setiap orang akan bertanggungjawab atas dosa mereka sendiri (ay. 30).

 

Allah telah menggenapi janji-Nya melalui Yesus Kristus, sebuah Perjanjian Baru memperoleh keselamatan melalui penebusan dosa. Telah terbuka pintu bagi siapa pun yang ingin ada perubahan dalam hidupnya. Kasih Allah demikian besar bagi mereka yang takut dan berharap akan Dia (Mzm. 33:18). Allah memberikan Roh Kudus sesuai janji-Nya, menaruh Firman dalam batin dan menuliskannya dalam hati, dan bukan pada loh batu.

 

Kini kembali kepada kita masing-masing, bagaimana kita menilai menjalani kehidupan saat ini. Apakah kita cukup puas dan bahagia? Apakah kita merasa belum optimal menjalaninya? Apakah rindu akan perubahan dan sebuah dorongan?

 

Ikatlah janji dengan Tuhan bahwa kita ingin dipakai-Nya. Canangkanlah, dan rencanakan sesuatu yang baru. Jalanilah bersama Roh Kudus yang akan menjadi penjaga setia untuk membangun dan menanam, menjauhkan semua rintangan dan penyakit, agar hidup kita semakin berbuah dipakai-Nya. Jangan menunda. Tuhan rindu dan menanti untuk hal itu.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 16 Oktober 2022

Minggu Kesembilan Belas Setelah Pentakosta Tahun 2022

 BERDOA DENGAN TIDAK JEMU-JEMU (Luk. 18:1-8)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 31:27-34 atau Kej. 32:22-31; Mzm. 119:97-104 atau Mzm. 121; 2Tim. 3:14-4:5

 

Pendahuluan

Bacaan kita minggu ini tentang ketekunan dalam berdoa. Gambaran yang diberikan tentang melalui kisah seorang janda yang meminta-minta pertolongan kepada seorang hakim yang lalim dan tidak takut kepada siapapun termasuk kepada Allah, namun karena hakim itu tidak mau diganggu maka ia mengabulkan permintaaan janda itu. Dalam kisah ini dikaitkan juga hubungan ketekunan berdoa dengan akhir zaman. Melalui nats ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: janda dan hakim serta peran doa (ayat 2-3)

Ada dua gambaran yang diberikan nats ini sebagai lambang kondisi masyarakat waktu itu. Janda adalah lambang orang miskin yang tidak berdaya, membutuhkan banyak pertolongan, kaum kaum yang memerlukan perhatian sama seperti posisi anak-anak yatim-piatu di dalam Alkitab (Kel. 22:22-24; Yes. 1:17; 1Tim. 5:3; Yak. 1:27). Gambaran kedua adalah hakim sebagai lambang orang yang penuh kecukupan, berkuasa dengan segala wewenangnya, mandiri dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain. Hakim yang digambarkan dalam di sini adalah hakim Romawi dan bukan hakim dalam sistim orang Yahudi, sebab dalam agama Yahudi yang dikenal adalah tua-tua.

 

Janda itu dalam keadaan terjepit. Ia tidak meminta orang lain agar dihukum berat, hanya ia merasa diperlakukan tidak adil sebab itu membutuhkan perlindungan, sehingga ia berkata kepada hakim itu, "belalah hakku terhadap lawanku".  Memang dalam sistim hukum saat itu, hakim juga biasa mempraktekkan korupsi, koneksi dan nepotisme (KKN). Janda miskin itu tidak bisa membayar, sehingga beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Akan tetapi janda itu tidak putus asa, ia sadar memiliki senjata yang ampuh yakni ketekunan dan semangat juang. Sementara gambaran hakim ini adalah orang yang sibuk sehingga ia tidak suka gangguan. Maka ketika janda itu datang berulang-ulang untuk memohon kepadanya, ia tidak direpotkan dan akhirnya menyetujui permohonan janda itu. Ia membenarkan apa yang diminta janda itu.

 

Firman yang kita baca mengajarkan kepada kita bahwa hakim yang lalim itu saja dapat membenarkan permintaan seseorang karena keteguhan dan semangat untuk meminta. Maka apalagi Allah kita yang Mahabaik,  tentu akan lebih mendengar apa permintaan anak-anak-Nya. Memang dalam hal ini kita tidak menyamakan hakim itu dengan Allah yang Mahaadil itu. Hanya yang perlu kita lihat adalah, semangat dan ketekunan dalam meminta akan menghasilkan sesuatu. Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata, janganlah jemu-jemu untuk berdoa, teruslah meminta sampai sesuatu jawaban diberikan. Pray until something happened (PUSH), adalah pesan yang disampaikan kepada kita melalui kisah ini.

 

Kedua: meminta dan mengulur waktu (ayat 4-5b, 6-7b)

Allah kita itu baik dan Pengasih, mengetahui yang terbaik untuk kita. Ia akan memberikan sesuai dengan kebutuhan kita. Namun itu tidak berarti bahwa Allah akan selalu mengabulkan doa permohonan yang kita sampaikan. Allah dapat menolaknya apabila itu tidak baik untuk kita. Allah mengabulkan atau menolak doa kita hanya dengan pertimbangan bahwa Ia tidak menginginkan hal itu membuat kita semakin jauh dan meninggalkan Dia. Doa yang dikabulkan memang mau tidak mau akan menguatkan iman percaya kita akan kuasa dan kebaikan-Nya.

 

Allah juga kadang dapat mengulur pengabulan doa kita. Untuk itu Ia mempunyai pandangan dan pertimbangan yang sangat sempurna atas hal itu. Allah ingin melihat sejauh mana memang kita membutuhkan yang kita minta dan sejauh mana kesabaran kita menanti akan keputusan terbaik-Nya. Hal itu juga sekaligus melihat sejauh mana kita siap dengan apa yang kita mohonkan. Allah tidak menginginkan pengabulan doa menjadikan kita pribadi yang berubah dan berbeda. Melalui penguluran waktu, menunda pengabulan doa, Allah sebenarnya ingin mengembangkan katakter dan sifat-sifat positip dalam diri kita.

 

Bahkan ada kalanya Allah telah menetapkan sesuatu bagi kita. Kisah yang terjadi pada Raja Hizkia yang telah ditetapkan untuk mati sebagaimana pesan yang disampaikan oleh nabi Yesaya. Namun raja itu memohon sambil terus menangis ke dinding, sebagai gambaran betapa seriusnya ia memohon kepada Allah. Akhirnya Allah mendengar doanya, dan ia diberi perpanjangan usia 15 tahun. Doanya dikabulkan bahkan raja itu meminta tanda melalui nabi Yesaya (2Raj. 20:11). Kisah itu memberikan makna bahwa pikiran Allah dapat berubah karena doa manusia. Maka demikian jugalah pesan-Nya melalui kisah ini, permohonan yang tekun dan tidak jemu-jemu, meski dengan penguluran waktu, akan menghasilkan sesuatu bagi kita.

 

Ketiga: membenarkan dan doa yang dikabulkan (ayat 5a, 7a)

Hal ketiga dalam nats ini yang menjadi pengajaran buat kita adalah pengertian "tidak jemu-jemu berdoa dan mudah menyerah" bukan berarti bahwa kita diminta doa berpanjang-panjang, bahkan doa yang bertele-tele, menyiksa diri bahkan memaksa. Doa tetap fokus pada pokok permasalahan dan meminta dengan kerendahan hati dan ketulusan. Dengan tetap kita berdoa maka sebenarnya itu juga menempatkan permohonan kita di hadapan Allah secara konsisten, sebagai pengakuan kekuasaan Allah atas diri kita dan kita hidup dengan Dia hari lepas hari, dan tetap percaya dan berpengharapan Ia akan memberikan jawaban.

 

Doa yang terus menerus dinaikkan juga bukanlah tanda kurangnya iman, tetapi itu justru memperlihatkan kegigihan orang beriman dan ciri orang percaya. Hal yang sebaliknya tidak dikehendaki oleh Allah adalah ketika jawaban doa kita terasa lama dan sementara permasalahan yang ada dalam hidup sehari-hari seolah-olah terasa semakin menekan, maka kita berhenti berdoa. Penghentian doa permohonan kepada Allah berarti meragukan penghentian limpahan kebaikan dan campur tangan pemeliharaan Allah dalam hidup kita sehari-hari yang penuh berkat.

 

Keempat: ketekunan dan iman sampai akhir (ayat 1, 8)

Hal terakhir yang ingin diajarkan Tuhan Yesus kepada kita adalah tentang ketekunan dan keteguhan iman hingga sampai akhir. Terkabulnya doa atau tidak jangan membuat itu sebagai ukuran kesetiaan kita kepada-Nya. Permohonan adalah aspek duniawi, kedagingan dan kebutuhan kita yang sifatnya sesaat, bahkan mungkin egoistis. Itu tidak dapat membuat kita menjadi jauh apalagi lari dari iman apabila doa kita tidak dikabulkan. Justru iman kita diuji ketika kita tidak jemu-jemu berdoa hingga kedatangan-Nya kelak.

 

Dalam setiap doa permohonan yang kita naikkan, kita harus berprinsip bahwa kehendak Tuhanlah yang terjadi dan bukan kehendak kita. Bisa saja kita meminta jabatan atau keinginan lainnya (tahta, harta dan wanita) untuk kesenangan dan kemegahan kita, sehingga kita merasa itu yang terbaik untuk memuliakan Tuhan, padahal sebenarnya itu salah dan bisa menghancurkan kita. Demikian juga tekanan hidup kadang kita anggap sudah demikian berat, padahal sebenarnya kita tidak mau untuk menurunkan standar ego, sebab firman-Nya berkata, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya" (1Kor. 10:13).

 

Tuhan Yesus menguji kesetiaan dan keteguhan iman serta terus mengandalkan dan berakar pada Dia hingga kedatangan-Nya kelak (Rm. 12:12; Ef. 6:18; Kol. 4:2). Kesiapan diri dalam iman hingga akhir hidup kita dan wujud percaya bahwa Ia akan datang kembali untuk menjemput kita anak-anak-Nya tercermin dari doa yang terus kita panjatkan. Kegigihan kita seperti kegigihan janda itu bukan hanya kita maksudkan untuk memaksa Tuhan mengabulkan permintaan kita, tetapi lebih merupakan ekspresi ketidakmampuan kita melakukannya sendiri. Kita harus tetap sadar bahwa iblis yang jahat itu dapat menggunakan tipu muslihatnya untuk menggiring kita menuruti kehendaknya sehingga jauh dari Tuhan (1Tim 4:1). Doa adalah benteng kita menghadapi iblis dan si jahat (Mat 6:13), dan kalau kita bertekun dalam doa, maka kita akan dibenarkan.

 

Kesimpulan

Melalui gambaran janda yang tekun meminta dan memohon kepada hakim dalam nats yang kita baca, kita diajarkan tentang pentingnya berdoa dan tidak jemu-jemu. Doa kita dikabulkan atau tidak itu semata-mata merupakan kehendak-Nya dan pasti yang terbaik sebagai jawab-Nya. Dikabulkan jangan membuat kita bermegah dan tidak dikabulkan jangan membuat kita berhenti berdoa atau malah lari dari iman kepada-Nya. Tidak jemu-jemu juga bukan berarti doa kita harus berpanjang-panjang atau menyiksa diri, tetapi tetap berpengharapan bahwa yang mengabulkan doa kita adalah Dia Allah kita yang Mahakasih. Bagi kita yang utama adalah memperlihatkan ketekunan itu sebagai pengakuan hidup kita adalah di tangan-Nya serta kesetiaan kita hingga Tuhan memanggil kita atau akhir zaman tiba.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu 9 Oktober 2022

 Minggu Kedelapan Belas Setelah Pentakosta tahun 2022

 

BERSYUKUR DAN IMAN YANG MENYELAMATKAN (Luk. 17:11-19)

 Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 29:1, 4-7 atau 2Raj. 5:1-3, 7-15c; Mzm. 66:1-12 atau Mzm. 111; 2Tim. 2:8-15

 

Pendahuluan

Minggu ini kembali kita diberikan nats yang berhubungan dengan iman. Kalau dalam dua minggu lalu tentang buah iman yakni Lazarus diselamatkan dan dipangku Abraham, dan minggu lalu tentang pertambahan iman serta iman yang memindahkan pohon, maka minggu ini kita diberikan tentang iman yang dikaitkan dengan kerendahan hati dan keselamatan kekal. Kisahnya tentang perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem, Ia menyembuhkan sepuluh orang kusta namun hanya satu yang kembali tersungkur untuk menyatakan syukur dan terima kasihnya atas kesembuhan yang diberikan, dan dia justru orang Samaria. Melalui nats tersebut, kita diberikan pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: mencari dan datang di saat perlu (ayat 11-13)

Tuhan itu ada dan berkuasa atas ciptaan-Nya, alam semesta beserta seluruh isinya. Keberadaan dan kuasa-Nya tidak tergantung kepada pengakuan manusia. Ia adalah pemilik, pengatur dan pemelihara semuanya. Kejatuhan manusia pada dosa membuat manusia tidak lagi sempurna bahkan penuh kelemahan, termasuk penyakit dan kelemahan fisik. Penyakit kadang dianggap sebagai kutukan yang kemudian menjelalah tubuh manusia dan sering membuat manusia itu menderita dan putus asa. Salah satu penyakit yang dianggap kutukan adalah kusta, jenis penyakit yang menggerogoti tubuh manusia dengan membusuk dan sangat menular. Di era itu perkembangan metode pengobatan belum sebaik saat ini sehingga sangat sulit disembuhkan. Karena itu juga oleh para imam, penderita penyakit ini harus dikucilkan dari lingkungan, dan hanya boleh dianggap sembuh dan tahir dengan pengesahan imam untuk bisa kembali bergaul dengan penduduk lainnya (Im. 14).

 

Sebagai orang-orang yang dikucilkan dan harus berdiri cukup jauh dari Tuhan Yesus yang lewat di daerah itu, mereka harus berteriak untuk meminta perhatian-Nya (band. Im. 13:45; Bil. 5:2). Tuhan Yesus yang penuh dengan belas kasih hati-Nya tergerak melihat permohonan mereka ini. Tanpa berpikir dua kali dan juga tidak memerlukan obat, media atau sentuhan, kuasa Tuhan Yesus mampu menyembuhkan penyakit mereka dan langsung tahir. Ini adalah kuasa “Firman” yang dilandasi oleh iman yang memohon, bekerja dengan seketika dan inilah yang disebut dengan mukjizat. Tuhan senang memberi mukjizat bagi mereka yang membutuhkan meski Ia tidak mempertanyakan bahwa hasil pekerjaan-Nya berupa kesembuhan (penyakit atau penderitaan) itu akan menghasilkan keselamatan yang kekal bagi orang yang menerimanya.

 

Pertanyaan yang cukup menggoda kemudian adalah: apakah kita semua mengharapkan mukjizat dari Tuhan saat ini? Mungkin segala upaya dan usaha sudah kita lakukan dalam membebaskan dan memulihkan kita dari belenggu penyakit, hutang piutang, hubungan keluarga, hukuman dan penindasan, dan lainnya, dan kita tidak melihat lagi dengan penglihatan mata dan akal pikiran bahwa usaha dan upaya itu akan berhasil. Apakah kita seperti sepuluh orang kusta itu terus berteriak memohon kepada Tuhan Yesus untuk mendapatkan pertolongannya? Atau hal yang lebih prinsip lagi, apakah kita selama ini memang sudah mengandalkan Dia dalam hidup kita, atau berteriak memohon hanya karena terdesak dan putus asa? Namun, percayalah, walau sudah taat selama ini atau baru dan kepepet untuk memohon pertolongan-Nya, Ia adalah Allah yang Mahabaik dan penuh dengan belas kasihan. Kuncinya adalah: apakah kita tetap percaya kepada perkataan Tuhan Yesus meski itu tidak masuk akal pikiran dan firman itu belum bekerja serta kita melihat buktinya? Maka teruslah berteriak dan memohon, hingga melalui kuasa Firman-Nya kita dipulihkan dan disembuhkan dari penderitaan kita saat ini. Mukjizat pasti terjadi.

 

Kedua: sikap tersungkur dalam mengucap syukur (ayat 14-16)

Dari bacaan nats yang ada tampaknya kesepuluh orang kusta itu percaya dan pergi kepada imam tanpa disembuhkan terlebih dahulu. Artinya, penyembuhan terjadi ketika mereka berjalan menuju imam untuk memperlihatkan dirinya masing-masing. Memang akhirnya kesepuluh orang kusta itu menerima kesembuhan dan disahkan oleh para imam serta dapat kembali hidup normal bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah mukjizat yang nyata telah melepaskan mereka dari penderitaan dan pengucilan yang membuat putus asa. Bagi siapa saja, kesembuhan seperti ini pantas untuk disyukuri dan berterima kasih khususnya kepada yang memberi kelepasan itu.

 

Namun ternyata hanya satu orang yang kembali dan tersungkur untuk menyatakan syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan Yesus, sementara sembilan orang lainnya tidak kembali dan melupakannya. Mereka mungkin langsung berkumpul dengan keluarga dan lingkungannya. Memang Tuhan Yesus tidak menuntut rasa syukur dan pujian dari kita, meski Ia mempertanyakan dan pasti merasa senang apabila kita melakukannya. Kunci jawabannya adalah, apabila kita melakukannya dengan mengucap syukur, maka kita akan semakin diberkati dan semakin mengenal Dia yang memberi semua dalam kehidupan kita ini. Hanya orang yang rendah hati dan mau berterima kasih dan belajar bahwa imannya yang bekerja sehingga anugerah kesembuhan (serta berkat) dan lainnya ia terima dari Allah yang tidak terlihat.

 

Tuhan Yesus melalui nats ini mengajarkan pentingnya mengucap syukur dan berterima kasih kepada mereka yang memberi kebaikan. Sikap itu harus kita perlihatkan nyata dan tidak dalam hati saja selagi memang ada kesempatan. Kita harus melihat bahwa ucapan terima kasih adalah hutang yang perlu dibayar. Melalui rasa syukur dan terima kasih itu kemudian orang percaya menyadari betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan kita. Pujilah Dia dan jangan lupakan kebaikan-Nya (Mzm. 103:2). Ini juga dapat kita perbandingkan dengan ucapan terima kasih pada orangtua, atau ucapan terima kasih kepada sesama yang pernah berbuat baik dalam kehidupan kita. Perlu kita renungkan, apakah mungkin suatu saat mereka yang berbuat kebaikan ini (termasuk orang tua) akan kita anggap sebagai pengganggu kenyamanan kehidupan kita, ketika mereka membutuhkan pertolongan kita?

 

Ketiga: kita dan orang asing (ayat 17-18)

Dari sepuluh orang yang disembuhkan, satu-satunya orang yang kembali mengucapkan terima kasih dan rasa syukur justru orang Samaria. Padahal, mereka adalah bangsa yang direndahkan yang dibenci oleh orang Yahudi dan sama sekali tidak dihargai karena dianggap sudah tidak "asli dan murni" Yahudi, akibat perkawinan campuran. Tetapi mengapa justru mereka yang berterima kasih? Mengapa bukan sembilan orang Yahudi itu? Semua ini tentu karena adanya kesombongan rohani, mereka mau menerima kebaikan Allah tetapi tidak merespons dengan iman dan ucapan syukur. Hati mereka tidak tersentuh dan mungkin dalam hatinya malah membenci Yesus sebab ikut menyembuhkan orang Samaria itu. Apakah kita juga bersikap demikian?

 

Memang memungkinkan seseorang menerima anugerah dari Allah yang Mahakuasa tanpa perlu merasa bersyukur atau berterima kasih. Banyak orang melakukan hal itu, yang beranggapan "nothing to do with God", gak ada urusan sama Tuhan. Semua adalah proses alam atau usaha sendiri. Ini sama seperti sembilan orang tadi yang tidak memperlihatkan sikap rendah hati melalui perbuatan dan tindakan yang memuliakan Allah, seperti yang didemonstrasikan oleh orang Samaria itu. Ini merupakan tantangan bagi kita, sebab firman Tuhan berkata bahwa hal yang harus kita lakukan justru harus melebihi mereka yang tidak mengenal dan menerima kasih Tuhan Yesus (band. Mat 5:20, 47).

 

Penyembuhan orang Samaria ini juga membuktikan kasih Allah ada pada semua orang dan semua bangsa (band. Mat. 5:45). Yesus tidak memilih bahwa yang menerima anugerah-Nya adalah mereka yang berbangsa Yahudi saja. Ia datang bagi semua orang. Hal lain yang perlu dilihat secara khusus di sini yakni terjadinya persamaan kepentingan orang Yahudi dan orang Samaria. Mereka jadi bersatu dalam memohonkan kepentingan mereka yang sama. Pertentangan yang ada selama ini dalam hati mereka menjadi cair.  Memang penderitaan dan kemalangan bersama dapat meruntuhkan batas-batas perbedaan itu, baik itu perbedaan pandangan politik atau SARA (Suku, Agama, Ras, Antar golongan). Itu bisa kita lihat saat terjadi bencana alam, maka perbedaan menjadi hilang dan justru yang terjadi saling membantu. Namun sikap itu seharusnya tidak hanya terjadi pada saat kepepet dan insidentil saja, melainkan sudah harus menjadi pandangan hidup yang melekat dalam sikap dan perbuatan setiap hari. Sebab Allah baik bagi semua orang maka kita pun haruslah demikian.

 

Keempat: imanmu telah menyelamatkan engkau (ayat 19)

Kesembuhan pada sepuluh orang itu terjadi karena iman. Mereka percaya bahwa Yesus sanggup menyembuhkan meski belum melihat dan kemudian pergi kepada imam dan akhirnya terjadi kesembuhan. Keyakinan mereka akan kuasa Yesus sungguh besar. Itulah iman. Akan tetapi bagi sembilan orang yang tidak kembali, kesembuhan fisik adalah hal yang utama, bukan Tuhan Yesus yang telah menyembuhkannya. Mereka menerima kasih ilahi akan tetapi tidak menganggap sentuhan ilahi. Mereka kehilangan kepekaan rohani dan lebih mengutamakan hasil yang diperoleh bagi dirinya sendiri, bukan fokus pada pemberi karunia itu untuk kepentingan yang lebih panjang. Di sinilah bedanya diselamatkan dari persoalan (penyakit, beban pikiran, dan lainnya) tetapi tidak diselamatkan dalam kehidupan yang kekal.

 

Kita kemudian dapat melihat siapa yang sungguh-sungguh beriman dan diselamatkan. Iman adalah segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr. 11:1), yakni menyangkut keyakinan akan hal-hal yang belum terjadi dan terlihat. Seseorang dapat mengatakan bahwa ia percaya dan beriman hidupnya suatu saat akan menjadi pilot yang berhasil, pengusaha yang sukses, memiliki karir hingga puncak, dan sebagainya. Allah juga kadang memberikan kebaikan pada orang seperti itu. Akan tetapi ia melihat semua itu terjadi karena usaha kerja keras dan kerja cerdasnya. Maka perlu kita catat bahwa ini adalah iman duniawi, iman yang berlandaskan dan berasal dari kekuatan dirinya sendiri atau pertolongan keluarga atau kerabat lainnya.

 

Berbeda dengan iman yang berasal dari Allah dan berdasar kepada Allah. Ia bisa mempercayai sesuatu yang belum terjadi dan kelihatan, dan itu akan terjadi dalam hidupnya, akan tetapi ia mengandalkan Tuhan yang bekerja dalam hidupnya untuk mewujudkannya. Ia hanyalah sebagai alat dan Allah yang bekerja dalam dirinya untuk membuatnya demikian. Ia akan bersyukur apabila hal itu terjadi dan tetap bersyukur apabila itu juga tidak terjadi, sebab baginya Allah selalu memberikan yang terbaik. Kesembuhan atau keberhasilan bukan yang terutama akan tetapi melihat Allah bekerja dalam hidupnya dan akan memberikan kepadanya kehidupan kekal selamanya. Itulah iman yang menyelamatkan dan itulah yang terjadi pada orang Samaria itu, sebab imannya telah menyelamatkannya.

 

Kesimpulan

Dalam kelemahan dan kekurangan bahkan keputus-asaan kita, biasanya kita datang kepada Allah untuk meminta pertolongan-Nya. Sering kemudian Allah memberi pertolongan namun kita melupakan kebaikan-Nya itu dengan tidak menyatakan syukur dan terima kasih kepada-Nya. Kalaupun kita melakukannya mungkin hanya sekejap dan lupa dalam langkah berikutnya. Untuk itu kita jangan datang hanya saat perlu saja, melainkan menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan dan pedoman hidup kita. Kita diminta melihat kebaikan-Nya dan terus bersyukur melalui doa dan sikap perbuatan sehari-hari. Kita harus lebih baik dari mereka yang tidak mengenal Tuhan Yesus dan harus menjadi saksi untuk memuliakan-Nya. Dengan demikian itu membuktikan bahwa iman kita adalah iman yang menyelamatkan, bukan saja di dunia ini tetapi kekal selama-lamanya.

 Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 9 Oktober 2022

Kabar dari Bukit

KEKUATAN BERFIKIR POSITIF (Yer. 29:1, 4-7)

 

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yer. 29:11)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu berbahagia ini, Yer. 29:1, 4-7. Ini tentang surat Nabi Yeremia kepada umat Israel yang sedang dalam pembuangan (ay. 1). Minggu lalu kita diberitahu, bahwa penderitaan umat semasa diangkut dari Yerusalem dan dibuang ke Babel, sangatlah berat, mengingatkan kembali ke era perbudakan di Mesir (lihat minggu lalu).

 

Ada beberapa hal yang disampaikan Nabi Yeremia pada umat dan menjadi pelajaran bagi kita juga. Pertama, tidak perlu menangisi apa yang sudah terjadi, tetapi lanjutkanlah hidup. Nabi Yeremia mengatakan, “Dirikanlah rumah untuk kamu diami; buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya” (ay. 25). Artinya, tidak ada gunanya meratapi kenahasan nasib, tetapi lebih baik menghadapi realitas dan tantangan ke depan, mempersiapkan diri dengan tegak kepala.

 

Kedua, perlu fleksibilitas terhadap aturan yang ada, jika aturan itu membuat situasi lebih buruk. Memang kadang aturan dibuat dalam konteks kecil, sesaat, padahal kenyataan dan situasi terkini tidak selalu sama. Maka perlu melihat secara luas, meski hati-hati, bisa berbahaya. Oleh karenanya hikmat perlu digunakan. Orang Israel pada prinsipnya tidak menyukai kawin campur dengan suku lain, tetapi Nabi Yeremia mengatakan, “ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan; ambilkanlah isteri bagi anakmu laki-laki dan carikanlah suami bagi anakmu perempuan, supaya mereka melahirkan anak laki-laki dan perempuan, agar di sana kamu bertambah banyak dan jangan berkurang!” (ay. 26).

 

Memang ada alasannya. Ada nabi lain yang mengatakan, mereka tidak lama dibuang dan akan kembali. Namun pembelokan aturan ini oleh nabi Yeremia, mengingat mereka yang dibuang kebanyakan adalah laki-laki. Daripada menimbulkan masalah, lebih baik berpikir panjang, aturan dimaknai kembali. Ada anomali, boleh pengecualian, bila memang tidak terhindarkan lagi dan prinsipnya adalah kasih serta kepentingan yang lebih besar. Kita ingat Tuhan Yesus ketika memetik gandum di hari Sabat (Mat. 12:1-8). Tuhan akan maklum hal itu.

 

Ketiga, nabi Yeremia menganjurkan mereka berpikiran positip dan terbuka. Ia menuliskan, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (ay. 7). Jadi jangan menunggu atau merusak yang ada untuk bermimpi mendapatkan yang baru. Manfaatkan dahulu situasi yang ada untuk mewujudkan mimpimu. Dimana pun kita berada mesti menjadi berkat dan mengenalkan Tuhan kita.

 

Ini dapat kita lihat pada beberapa suku "pendatang" di Indonesia. Mereka sebagian bahkan orang pelarian. Tetapi mereka bekerja keras, berkembang dengan baik dan pesat, membawa pengaruh besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Oleh karena itu, berpikir positif dalam situasi buruk adalah kunci untuk kemajuan.

 

Ada sebuah buku terkenal, KEKUATAN BERPIKIR POSITIP. Penulisnya Norman Vincent Peale. Ia seorang pendeta, namun bukunya tidak melulu pendekatan Alkitab dalam memberikan solusi. Menurutnya ada 17 jalan untuk berpikir positip. Yang pertama adalah percaya diri, dan yang terakhir adalah bagaimana memanfaatkan Kuasa yang lebih tinggi.

 

Jadi menghadapi sesuatu yang buruk terjadi, kuncinya adalah dimulai dari diri sendiri. Tuhan memberikan rancangan yang indah damai sejahtera (ay. 11). Kita perlu mengoptimalkan upaya yang bisa dilakukan dengan tetap dalam doa. Tetapi ada kalanya kemampuan kita mentok, seolah buntu. Oleh karena itu perlu pertolongan dari “Yang Maha Kuasa”. Kuasa itu nyata dan ingin menolong kita keluar dari kesulitan.

 

Maka beranilah datang, panggillah, “Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kauketahui" (Yer. 33:3). Memang hidup ini misteri, tetapi iman kita penting mengakui bahwa Allah tidak akan membiarkan kita sendiri. Ia ingin kita sebagai pemenang dalam segala perkara. Allah tetap peduli dengan kasih-Nya yang besar.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit 2 Oktober 2022

Kabar dari Bukit

MENANTI DENGAN DIAM (Rat. 3:19-26; Mzm. 137)

Rivers of Babylon

 

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya (Rat. 3:22)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Firman Tuhan sesuai leksionari bagi kita di hari Minggu ini cukup memilukan, dari Rat. 3:19-26. Nas ini disandingkan juga dengan Mzm. 137, yang dipopulerkan melalui lagu Boney M, Rivers of Babylon.

 

Kedua nas dan lagu tersebut menceritakan penderitaan pahit bangsa Israel, saat mereka dibuang ke Babel. "Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu. Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku” (ay. 19-20).

 

“Di tepi sungai Babel, di sanalah kita duduk… Kita menangis, ketika mengingat Sion,” tutur syair lagu di bait pertama.

 

Bangsa Israel dihukum karena ketidaksetiaan, sebab mereka menyembah allah-allah lain, dan tidak peduli terhadap kaum miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Nabi Yeremia dan nabi lain sebenarnya sudah lama mengingatkan, bahkan masa empat raja berkuasa. Tetapi bangsa itu tidak mendengarkan, terus dengan kebebalan mereka. Dan akhirnya, ketidaksabaran Tuhan pun tiba; mereka dibuang, dihukum. Era kejayaan kerajaan Israel, runtuh dan punah!

 

Nas minggu ini mengajak kita menggunakan hati nurani secara murni dan bersih. Perlu melakukan refleksi: Kehidupan dan etika kekristenan itu sederhana, yang harus diikuti kita orang percaya; meski memang ada yang tidak mudah. Tetapi itu diminta-Nya sebelum kelak kita dihukum oleh Tuhan - bila tidak taat setia seperti bangsa Israel. Janganlah, misalnya, kita mudah mengucapkan Doa Bapa Kami: “Ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." Tetapi, kita tidak mengampuni orang lain!

 

Beberapa parameter lain dari Alkitab bagi kita pengikut Kristus, seperti:

 

1.         Setiap pagi menyapa Tuhan, pemberi kehidupan (Mat. 22:37; Rm. 11:36; 16:27)

2.         Penuh kasih dan tanggungjawab terhadap keluarga (Ef. 5:22-6:4)

3.         Hidup damai dengan orang lain (Ibr. 12:14)

4.         Terus berbuat baik dan menjadi berkat (Gal. 6:9-10)

6.         Memegang janji, tidak lari (Rm. 14:12; Im. 26:15)

7.         Menghormati dan mengutamakan kepentingan orang lain (Flp. 2:3-4)

8.         Menjauhi yang jahat dan tidak membuat susah orang lain (1Pet. 2:1).

 

Alkitab mengatakannya sederhana: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Mat. 7:12). Dan hukum tabur tuai yang berprinsip: Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya” (Gal. 6:7).

 

Tuhan Yesus jelas tidak menyukai umat-Nya menderita. Tetapi jalan itu perlu ditempuh agar manusia kembali ke jalan-Nya, menjadi manusia yang dibarukan lewat penderitaan (ay. 27; band. 1Pet. 1:7).

 

Kini refleksi bagi kita: Apakah Tuhan sedang marah sehingga kita dirundung duka saat ini? Apakah kita sedang mengalami penderitaan berat? Apakah kita sedang menanti pengharapan yang tidak kunjung tampak titik terangnya? Seberapa taatkah kita?

 

Namun nas minggu ini meneguhkan: tetaplah dalam iman. "TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN” (ay. 24-26).

 

Let the words of our mouth and the meditation of our hearts

Be acceptable in thy sight here tonight

Biarkanlah kata-kata dari mulut kita dan renungan hati kita

Diterima di hadapan-Mu di sini di malam ini

(lirik lagu)

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 69 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8562145
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
193
73300
73493
8223859
713430
883577
8562145

IP Anda: 162.158.189.57
2024-12-16 00:58

Login Form