Sunday, December 15, 2024

2022

Kabar dari Bukit Natal Minggu 25 Desember 2022

Kabar dari Bukit

DAMAI DI JALAN LAIN (Mat. 2:1-12)

Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia (Mat. 2:2b)

 

Salam dalam kasih Kristus. Selamat hari Natal untuk kita semua.

PGI dan KWI menetapkan Tema Natal 2022 bagi umat Kristen di Indonesia, yaitu: '...Pulanglah Mereka ke Negerinya Melalui Jalan Lain' (Mat. 2:12).

 

Tema yang unik dan brilian tersebut diambil dari Matius 2:1-12, dan itulah sebagai firman Tuhan bagi kita di hari Minggu dan Natal ini. Nas ini berkisah tentang upaya gigih orang-orang majus mencari Kristus (ay. 1-8). Mereka ingin tahu, mengenal, dan ingin menyembah-Nya. Sebagai ahli filsafat dan ahli kekuatan gaib, yang disebut orang bijak dari Timur, mereka percaya seorang Raja telah lahir dan tuntunan bintang-bintang akan membawa mereka kepada-Nya (ay. 9).

 

Pesan pertama nas ini, agar kita seperti orang Majus, yang demikian semangat untuk bertemu Yesus - yang saat itu diperkirakan sudah berusia 1 - 2 tahun. Nas ini membuat kita harus merenung, adakah semangat, sikap, dan kesungguhan hati orang majus juga bergelora di dalam hati kita: ingin bertemu, mencari Tuhan, dan mengenal Dia lebih dekat?

 

Pertanyaan lebih dasar, apakah kita yakin memerlukan Tuhan (Yesus)? Atau, kita mengatakan, semua Tuhan dan agama sama; yang lain juga bagus, filsafat juga bagus. Padahal kebenaran sesungguhnya yang harus kita pegang: Yesus adalah yang terbaik. Temukan dan carilah kebenaran itu.

 

Pesan kedua nas ini agar kita terus menyembah Dia. Seperti orang Majus, “... masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur” (ay. 10-11).

 

Sikap kita saat bersekutu dan berjumpa Tuhan Yesus, itu merupakan ekspresi buah kerinduan, sukacita dan rasa hormat terhadap Dia. Orang Majus datang dari jauh dan ketika menemukan-Nya, mereka sujud menyembah dan memberi yang terbaik. Kita juga selayaknya memuaskan rindu bertemu Yesus, memberi yang terbaik dari hati dan pikiran serta talenta yang diberikan Tuhan kepada kita.

 

Pertanyaannya adalah, bagaimana sikap dan hati kita saat menyembah Tuhan dalam keseharian? Natal berarti, Dia “ada dan tinggal di antara kita” (Yoh. 1:14). Mungkin kita ingin bertemu Tuhan, berdoa, tapi hanya memohon daftar yang panjang. Adakah kita berdoa sujud menyembah di pagi hari, dan bersyukur di malam hari? Sudahkan kita selalu berusaha semakin menyenangkan hati-Nya?

 

Mengenal Yesus saja, tidaklah cukup. Kita perlu mengakui keajaiban kelahiran dan karya-Nya, kuasa-Nya, dan untuk itu layak menyerahkan hidup serta menaruh hormat menyembah-Nya dengan sepenuh hati.

 

Pesan ketiga sesuai tema Natal, “pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain”. PGI dan KWI menuliskan, kita orang percaya “berada di keberagaman umat Pancasila dan NKRI. Kebhinekaan tersebut adalah realitas dan kekuatan yang diharapkan menjadi semangat dan stimulus dalam membangun kembali kehidupan dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19.” Kita bersama, pulih bersama, bangkit lebih kuat (recover together, recover stronger).

 

Orang Kristen yang sudah bertemu Yesus, kehidupannya selayaknya berubah mengambil “jalan lain”, tidak lagi menjalani hidup dengan cara lama, tetapi dengan cara baru, menjadi manusia baru.” Mengambil ‘jalan lain” berarti menghilangkan pikiran negatif dan prasangka buruk. Mencari jalan lain, berarti mengembangkan budaya hidup damai, bersaudara, saling memahami, menerima, mendengarkan, dan saling menghargai dengan semangat kebersamaan dan perbedaan. Berusahalah menjauhi konflik dan menjadi pembawa damai (Mat. 5:9).

 

Dalam pesan penutupnya, PGI dan KWI menyampaikan, “Semoga dalam menyambut dan merayakan Hari Natal ini, kita sungguh merasakan kasih-Nya. Allah Sang Kasih selalu bersama dengan kita, Imanuel, Allah beserta kita.... Ia juga selalu menjaga kita sehingga kaki kita tidak pernah goyah (bdk. Mzm. 121:3) dalam mencari dan menemukan jalan-jalan kreatif agar karya keselamatan Allah dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin orang.” Terpujilah Yesus yang kita rayakan kelahiran-Nya.

Selamat hari Natal untuk kita semua, dan selamat hari Minggu serta beribadah dengan penuh sukacita.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Natal 25 Desember Tahun 2022

 Khotbah Hari Raya Natal Tahun 2022

 KASIH KARUNIA ALLAH SUDAH NYATA (Tit. 2:11-14)

Bacaan lainnya: Yes. 9:2-7; Mzm. 96; Luk. 2:1-14, 15-20

 

Pendahuluan

Nas di hari natal ini mengambil tema kasih karunia yang nyata sebagai wujud telah lahirnya Tuhan Yesus menjadi manusia. Kita mengetahui bahwa Allah menjadi manusia oleh karena kasih-Nya yang demikian besar akan dunia ini, bagi orang yang percaya untuk diselamatkan sehingga mereka memperoleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Sukacita itu mungkin belum semua dapat merasakannya, karena pergumulan dan persoalan yang dihadapi, sama seperti pada masa itu masih banyak terjadi penjajahan, perbudakan dan dampaknya berupa ketidakadilan, kemiskinan dan penderitaan. Nas ini merupakan pengharapan agar semakin dikuatkan. Meski pembebasan fisik itu belum seluruhnya digenapi mengingat hari Tuhan belum tiba, namun pengharapan terhadap keselamatan harus dijaga. Berita kelahiran Mesias itu adalah momen yang membawa sukacita, menjadi kasih karunia bagi semua orang. Melalui nas di hari natal ini, kita mendapatkan sukacita sebagai berikut.

 

Pertama: Kasih karunia itu menyelamatkan (ayat 11)

Kecenderungan manusia berbuat dosa atau “dosa asal” merupakan hal yang tidak terbantahkan. Adanya godaan dan keinginan tubuh serta naluri kesombongan yang dieksploitir oleh setan membuat manusia terus berbuat dosa dan tidak mudah lepas dari jeratnya. Dari sudut pandang duniawi, memang bisa dikatakan, perbuatan dosa dapat memberikan rasa “enak” sesaat, akan tetapi kita tahu bahwa perbuatan itu melanggar perintah Tuhan dan tidak disukai oleh-Nya. Oleh karena itu, Alkitab berkata semua manusia telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Dari sudut pandang “keadilan dunia”, perbuatan dosa yang “kecil” mungkin dapat ditebus dengan denda, perbuatan baik yang banyak atau kerja sosial. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukan sedemikian besar, misalnya membunuh atau tindakan pemerkosaan, maka tebusan atau denda tidak akan bisa dibayar dengan perbuatan baik. Hukum PL atau agama tertentu mengatakan: mata ganti mata, nyawa ganti nyawa. Kalau itu tidak menyangkut nyawa maka kitab PL mengajarkan tebusan dengan hewan korban bakaran dapat menghapus dosa.

 

Dalam kerangka itu kemudian Allah menetapkan Yesus anak-Nya menjadi manusia dan menjadi tebusan bagi semua orang yang percaya. Menjadi tebusan tidak lagi memperhitungkan jumlah dan berat kesalahan serta dosa yang dimiliki, melainkan mengacu kepada pertobatan yang dilakukan dan ketaatan menjadi murid-Nya. Inilah kasih karunia itu yang datang dari Allah dan menjadi nyata ketika Allah menetapkan Yesus menjadi manusia dan menyatakan kasih-Nya bagi semua orang. Inilah penggenapan janji dan rencana Allah untuk keselamatan manusia. Semua itu adalah belas kasihan dan kebaikan Allah untuk maksud menyelamatkan mereka yang mengasihi-Nya (1Tim. 2:4). Oleh karena itu Alkitab berkata bahwa kasih karunia itu menjadi nyata di dalam Tuhan Yesus Kristus dan menyelamatkan (band. 2Tim. 1:10).

 

Maksud kasih karunia dan kemurahan Allah tentu untuk menuntun kita kepada pertobatan (Rm. 2:4) sebagai syarat utama keselamatan. Tanpa ada pertobatan maka tidak ada kasih karunia. Sebab itu Yohanes Pembaptis dan Yesus sendiri sejak awal mengobarkan agar manusia bertobat (dahulu dan segera) karena kerajaan Allah sudah dekat, dan kasih karunia itu telah di depan mata. Namun manusia dengan kesombongannya bisa menolak kasih karunia itu (Gal. 2:21), atau menerima dengan sia-sia dalam arti tidak memanfaatkannya (2Kor. 6:1), atau menjauhkan diri (Ibr. 12:15) dan hidup di luar kasih karunia itu (Gal. 5:14). Namun, alangkah sayangnya, kalau kita melakukan itu. Bukankah Allah telah demikian baiknya menggenapi janji-Nya dan kini menjadi nyata, serta siap menebus dan berkarya dalam diri kita? Maka carilah terus kasih karunia itu dengan penuh ketekunan dan keberanian (Ibr. 4:16).

 

Kedua: Kasih karunia itu mendidik dan memberi hikmat (ayat 12)

Dalam ayat 12 ini dikatakan bahwa kasih karunia itu mendidik. Kasih karunia dengan Roh (Kudus) mendidik dan memimpin hidup kita agar meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi. Meninggalkan kefasikan berarti berhenti membuat orang lain (sesama) menanggung susah; selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang dan jauh dari pertengkaran, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, dan saling membenci (Tit. 3:2-3). Meninggalkan keinginan duniawi berarti tidak hidup dalam kejahilan, taat, tidak sesat, tidak menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, dan tidak angkuh atau sombong (band. 2Tim. 2:19-26; 1Yoh. 2:16). Kita harus menyadari bahwa kepuasan dan kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang tidak dapat kita bawa ke sorga dan tidak dapat kita perlihatkan kepada Allah. Maka mengapa kita harus menghabiskan pikiran dan tenaga untuk sesuatu yang tidak kita bawa ke sorga?

 

Kita yang sudah memperoleh kasih karunia itu juga harus penuh hikmat dengan hidup bijaksana, dalam arti melihat semua persoalan hidup dari sudut kacamata rohani, bukan duniawi, serta berusaha mendapatkan pengajaran melalui firman Tuhan. Melalui pengajaran maka kita hidup dengan sikap yang adil dan itu adalah ibadah yang baik kepada Tuhan. Sikap adil merupakan kewajiban terhadap sesama dan itu bukti kesetiaan terhadap Allah. Memang orientasi hidup kita adalah saat Tuhan datang nanti kedua kalinya, tetapi sangat ditekankan bahwa sikap hidup seperti itu harus dimulai dari dunia sekarang ini. Roh Kudus memberi kuasa supaya kita bisa hidup dengan cara yang demikian dan mampu membendung godaan dan manipulasi si jahat untuk berbuah lebih baik.

 

Perubahan yang demikian lebih terfokus pada orientasi tujuan hidup yang bukan lagi untuk kesenangan diri, melainkan menempatkan Tuhan sebagai hal yang utama dan istimewa. Segala hal yang dapat mengubah tempat Tuhan dalam pilihan sehari-hari, kini menjadi tersingkirkan: apakah itu demi keluarga, kebanggaan berupa penghargaan dan kedudukan, atau kenikmatan tubuh dan harta duniawi. Kasih karunia dan keselamatan itu bukan untuk dinikmati sendiri, tetapi ada tanggung jawab untuk membagikannya kepada orang lain. Itu adalah respon syukur dari manusia yang menerimanya, yakni membagikannya kepada orang lain. Pelanggaran prinsip ini membuktikan bahwa kasih karunia yang diberikan itu sebenarnya sudah menjadi sia-sia dan tidak memanfaatkannya sebagai kekuatan untuk menyenangkan hati Allah pemberi kasih karunia itu.

 

Ketiga: Kasih karunia itu penuh pengharapan untuk kemuliaan (ayat 13)

Hidup di dalam kasih karunia dan Roh yang menghasilkan didikan dan hikmat, membuat kita kadang harus mengadapi kesulitan dan penderitaan. Kadang hal itu datangnya tanpa alasan sebab musabab dan penjelasan yang bisa dicerna oleh akal sehat, meski kadang itu datangnya bisa dari sikap atau perbuatan orang lain. Memang seperti dikatakan orang bijak melalui pengalaman, “tidak mudah untuk hidup benar di tengah-tengah orang yang tidak benar.“ Maka pengharapan adalah satu-satunya menjadi sauh yang kuat dan membuat kita menjadi lebih tegar dan kokoh menghadapi segala persoalan. Pengharapan dalam sisi duniawi sering kali terbatas, tetapi pengharapan pada sisi sorgawi luar biasa besar dan menguatkan, dan itu akan dipulihkan di dunia melalui datangnya Tuhan Yesus.

 

Pengharapan terhadap datangnya Tuhan Yesus memberi tiga manfaat yang bisa kita antisipasi. Pertama, kita secara pribadi akan hidup bersama-sama dengan Yesus baik dalam pengertian melalui kematian badani maupun melalui pengangkatan. Kedua, kedatangan Tuhan Yesus menjamin pembebasan kita dari segala dosa-dosa dan penghukuman; dan terakhir, kedatangan Tuhan Yesus akan memberikan dunia baru dan langit baru sebagai pemulihan alam semesta dan kehidupan ini, yang pasti akan berwujud lebih indah dengan tidak ada lagi tangisan dan kesedihan. Dalam kehidupan yang baru itu kita tentu akan mengambil bagian dengan segala kemegahan dan kemuliaan yang layak kita terima nantinya.

 

Kasih karunia yang memberi pengharapan kemuliaan melalui datangnya Tuhan Yesus itu merupakan kekuatan hidup yang baru. Hidup kita akan dipenuhi dengan Roh dan antusiasme (enthuastic=en theos= di dalam Tuhan) menjadikan kita ibarat menantikan kedatangan seorang Raja yang besar dan agung,  yang membuat semua sisi kehidupan kita harus dipersiapkan bersih, teratur, apik dan cantik, agar Raja yang akan datang itu menjadi gembira sebab menyukakan hati-Nya. Dua kata ini yakni “berharap” dan “hidup” memang berkaitan dan saling mempengaruhi, sebab dikatakan bahwa mereka yang tidak berpengharapan justru ibarat mayat hidup kehilangan gairah dan optimisme, dan mereka itu adalah pecundang, orang yang kalah. Akan tetapi mereka yang penuh harap, menjadi lebih hidup dan bersemangat, sehingga mereka layak untuk mendapatkan kemuliaan. Pengharapan itu harus dimiliki oleh semua orang percaya, tanpa mempermasalahkan waktu tepatnya tiba, melainkan dengan pikiran setiap saat bunyi terompet sangkakala bisa menghentak dan Raja Kemuliaan itu menyatukan kita dengan Dia dan semua orang dikasihi-Nya.

 

Keempat: Kasih karunia itu membebaskan dan menguduskan (ayat 14)

Apabila seseorang menerima kasih karunia yang sudah nyata di dalam Yesus Kristus, maka dirinya harus berubah. Harus ada tampak perubahan dari sikap dan tindakannya sebagai buah dari pertobatan dan respon otomatis dari penerimaan kasih karunia itu. Apabila seseorang sudah menerima kasih karunia itu namun masih terus berbuat dosa, maka sebenarnya ia belum memahami makna pertobatan, penerimaan kasih karunia, dan keselamatan. Kasih karunia itu mendorong seseorang untuk menyenangkan hati Tuhan yang telah berbaik hati memberi keselamatan meski dengan dosa dan kesalahan yang sedemikian besar. Kasih karunia itu bekerja melalui Roh yang menguasai hati dan pikiran penerimanya, dan begitulah cara Roh bekerja melalui kasih karunia. Semua itu adalah buah kuasa inkarnasi Yesus menjadi manusia dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kelahiran Yesus sebagai kasih karunia merupakan kuasa inkarnasi yang dapat mengubah manusia lama menjadi manusia baru. Kuasa kasih karunia itu menjadi keajaiban yang mampu mengubahkan pribadi dan sikap hidup yang diberikan Tuhan Yesus melalui Roh Kudus. Pembebasan dalam nas ini yang berlatar belakang jerat penjajahan dan perbudakan, lebih menekankan pembebasan dari jerat iblis dan godaannya, yang membuat manusia hidup bergelimang dengan dosa dan penderitaan yang menyertainya. Seorang manusia yang dijerat tanpa bisa melakukan sesuai kehendaknya, adalah sasaran kasih karunia itu. Kebebasan dari yang jahat dimaksudkan agar manusia dapat memilih jalan yang lebih baik untuk dapat menyenangkan Tuhannya dan sekaligus bersukacita dalam melakukan hal itu. Tidak mungkin orang bersukacita dalam jerat, dalam perhambaan, tetapi sukacita hanya lahir karena kebebasan dan kebebasan itu dipakai untuk perbuatan baik. 

 

Pembebasan dari yang jahat dan tidak benar untuk melakukan perbuatan baik dan inilah yang menjadi ciri yang menerima kasih karunia. Dengan pembebasan itu dan terbitnya semangat untuk berubah dan berbuah membuat penerima kasih karunia perlu dikuduskan sebab Allah adalah kudus. Menjadi kudus berarti kita menjadi istimewa, spesial, diakui sebagai anak-anak-Nya dan menjadi milik Tuhan (1Pet. 2:9). Namun setiap orang yang menerima kasih karunia itu juga harus menyadari bahwa penerimaan kasih karunia itu dan proses pengudusannya, hanyalah dengan syarat ia hidup di dalam terang dan kekudusan, sebab jikalau masih hidup dalam gelimang dosa maka kasih karunia itu menjadi tidak berarti dan pengudusan pun tidak terjadi (1Yoh. 1:7). Ini seperti kata nabi Yesaya, “berhentilah berbuat jahat; belajarlah berbuat baik (Yes. 1:16b-17a). Seseorang yang berbuat jahat, bukanlah milik Tuhan, melainkan masih menjadi milik iblis atau hidup untuk dirinya sendiri. Semua proses pemberian kasih karunia, pengudusan dan menjadi milik Tuhan hanya dimaksudkan agar kita dapat hidup di dalam terang dan sekaligus melakukan perbuatan baik (Mat. 5:16; Ef. 2:10).

 

Penutup

Nas di hari yang istimewa ini mengingatkan kita kembali tentang kasih karunia Allah yang baik itu melalui Yesus telah menjadi nyata. Allah menjadi manusia dengan lahir di kandang domba adalah Jalan dan Kebenaran yang baru dalam menjalani kehidupan ini. Semua itu tujuannya adalah keselamatan hingga nanti di dalam kekekalan. Jalan itu diberi petunjuk melalui didikan agar kita semakin taat dan bijaksana dan itu adalah ibadah yang baik kepada Tuhan. Memang kadang kala kita harus menderita karena kasih karunia itu, tetapi nas ini mengingatkan agar kita terus berpengharapan, berpengharapan akan kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya. Kita akan terus dibekali, dikuduskan dan menjadi milik kepunyaan-Nya. Dalam penantian dan pengharapan itu juga, setiap orang percaya dan penerima kasih karunia itu diminta terus untuk berkarya melalui perbuatan baik.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah Minggu Adven IV - 18 Desember 2022

Khotbah Minggu Adven IV – Tahun 2022

DIPANGGIL MENJADI MILIK KRISTUS (Rm. 1:1-7)

Bacaan lainnya: Yes. 7:10-16; Mzm. 80:1-7, 17-19; Mat. 1:18-25

 

Pendahuluan

Paulus menulis surat ini kepada jemaat di Roma yang belum pernah dikunjunginya (mungkin juga oleh para rasul dan pemimpin lainnya), namun hatinya tetap rindu ingin melihat jemaat tersebut. Ia menulisnya saat masih di Korintus pada perjalanan penginjilannya yang ketiga dan terakhir (Kis. 20:3; Rm. 15:25). Jemaat di Roma ini terbentuk mungkin setelah beberapa orang berkunjung ke Yerusalem di hari pentakosta Yahudi mendengar kabar baik tentang Tuhan Yesus (Kis. 2:10), dan beberapa peziarah atau pelancong (sebagian bukan orang Yahudi) yang mendengar di lain tempat, seperti Priskila dan Akwila di Korintus (Kis 18:2; Rm 16:3-5) dan mengembangkan iman mereka setelah kembali ke kota Roma. Kitab Roma juga merupakan kitab yang ditulis dengan sangat sistematis tentang iman orang percaya, dan pasal 1 yang merupakan bacaan kita minggu ini merupakan pengantar dan berisi pelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Hati seorang hamba (ayat 1)

Surat Paulus diketahui selalu dengan salam dan memperlihatkan kepedulian kepada pihak yang ditulisnya. Bagi yang belum pernah ditemuinya, adalah wajar apabila ia memperkenalkan dirinya. Itu adalah sikap rendah hati. Terlebih saat itu ada beberapa pihak yang mempertanyakan kerasulannya, sebab ia bukan murid Tuhan Yesus secara langsung, sebagaimana Matius, Petrus, dan lainnya. Sikap menyapa dengan rendah hati ini perlu kita teladani sebab seringkali kita berkomunikasi dengan pihak lain (seperti surat, email, sms, wa, bbm dan lainnya), isinya jangan langsung “nyaplak”, tanpa “basa-basi” salam atau pengharapan, seperti menyebut Syalom, Selamat Pagi/Siang/Malam, Horas, semoga sehat-sehat dan lainnya. Paulus dan kita belajar dari sikap Tuhan Yesus yang merendahkan diri-Nya dengan turun dari sorga menjadi manusia dan hamba (Flp. 2:6-8).

 

Sikap rendah hati Rasul Paulus juga diperlihatkan ketika ia menyebut dirinya sebagai hamba. Dalam arti sebenarnya hamba adalah budak, seseorang yang tidak memiliki hak asasi pribadi yang seluruhnya sudah menjadi hak si pemilik. Kalaupun ia menyebut dirinya sebagai rasul, maka itu hanya merupakan kata umum yang berarti utusan (apostle/apostolos=utusan), bukan dalam pengertian kedudukan dengan hak-hak khusus. Ia perlu menyebut dirinya sebagai utusan atau rasul hanya dengan tujuan agar pembaca suratnya (di Roma) memahami posisi dan tugas dirinya dalam komunikasi tersebut, yakni mewakili Tuhan Yesus. Ia juga menegaskan bahwa sebenarnya ia adalah rasul yang paling hina dari segala rasul (1Kor. 15:9). Namun kita mengakui, meskipun ia tidak “langsung” murid Tuhan Yesus semasa hidup-Nya, ia memperoleh karunia yang luar biasa dan karya yang dijalaninya mulai mempersiapkan dirinya dan perjalanan penginjilannya, membuat kita tidak ragu bahwa kerasulannya adalah sah dan semua yang diterimanya sebagaimana dituliskannya dalam surat-suratnya adalah langsung dari Tuhan Yesus.

 

Ia menyadari para murid langsung Tuhan Yesus (seperti Matius, Yohanes, Petrus, dan lainnya) semuanya berlatar-belakang Yahudi dan meneruskan misi Tuhan Yesus bagi umat Yahudi saja. Oleh karena itu melalui ilham, suara dari Tuhan Yesus, Paulus menerima langsung tugas panggilan merintis menginjili orang-orang yang bukan Yahudi (Kis. 26:17; Rm. 11:13; Gal. 2:8) dan inilah yang ditegaskannya kepada ke jemaat Roma, yang pada saat itu merupakan campuran antara orang Yahudi, Yunani dan lainnya. Pada ayat 5 ia juga mengatakan bahwa panggilan Tuhan Yesus itu merupakan kasih karunia, terlebih latar belakangnya adalah penganiaya orang-orang percaya. Ia juga merasa telah dikuduskan melalui karya Tuhan Yesus di Golgota. Penyebutan dirinya sebagai hamba Kristus juga jelas memperlihatkan sikapnya bahwa ia sesungguhnya sudah menjadi milik Kristus. Itulah sikap seorang pemberita Injil yang sejati yang layak kita teladani.

 

Kedua: Janji dan keturunan Daud (ayat 2-3)

Rasul Paulus melakukan semua itu sebab mengakui kekuatan Injil, dalam bentuk kitab Perjanjian Lama yang sudah meluas dikenal saat itu (kitab Septuaginta), dan juga kitab-kitab para murid Tuhan Yesus yang sudah mulai dituliskan dan beredar, serta khususnya yang diterimanya dari Tuhan Yesus secara langsung. Ia memahami akan janji yang diberikan Allah kepada umat Yahudi dan kepada umat manusia, bahwa keselamatan akan diberikan bagi semua orang, bukan hanya orang Yahudi tetapi bagi siapa saja yang bersedia menerima kehadiran Allah di hatinya. Allah mempunyai jawaban atas penderitaan rohani bangsa Yahudi setelah sekian lama dijajah oleh bangsa-bangsa lain.

 

Sebagai orang Yahudi, Paulus tahu persis tentang kisah kebesaran Raja Daud dan kejayaannya dalam memerintah bangsa Israel dan juga menguasai bangsa-bangsa lainnya. Berangkat dari keturunan Isai dan menjadi pelayan Saul, hingga kemudian menjadi panglima perangnya, Raja Daud kemudian naik takhta dengan pertolongan Tuhan, tanpa harus melakukan kudeta dan kekerasan terhadap Saul. Raja Daud pada masa keemasannya mempersatukan keduabelas suku-suku Israel, bahkan memperluas kerajaan Israel dengan menguasai wilayah-wilayah sekitarnya. Semua wilayah yang dikuasainya tunduk pada perintahnya dan bahkan memberi persembahan yang layak bagi seorang Raja yang berkuasa.

 

Rasul Paulus tahu bahwa ada janji kebesaran yang akan datang kembali dari tahta dan Putra Daud, yang akan berkuasa dan memberikan keselamatan bagi banyak orang. Rasul Paulus telah melihat janji itu menjadi nyata ketika Yesus lahir di kandang domba berupa seorang bayi mungil manusia. Sesuai dengan silsilah yang kita lihat di Mat 1, maka garis keturunan itu jelas sehingga Yesus adalah Putra Daud menurut kedagingan dari "ayahnya" Yusuf, meski ia lahir dari kuasa Roh Kudus. Janji itu juga meneguhkan hal yang dituliskan dalam kitab Kejadian 15, bahwa keturunan wanitalah (sebab Yesus tidak lahir dari benih pria atau Yusuf) yang akan meremukkan kepada ular si penghasut yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Dengan silsilah dan sejarah demikian, maka Yesus, Tuhan kita, adalah manusia sejati.

 

Ketiga: Injil bagi semua bangsa (ayat 4-5)

Firman Tuhan yang kita baca menyebut Roh Kekudusan, yang sebenarnya menunjuk kepada Roh Kudus, Allah kita dalam wujud Roh yang kembali mengambil peran dalam kelahiran Yesus. Roh Kudus juga yang memelihara pertumbuhan kedagingan Yesus termasuk dalam hubungan dengan ibu dan keluarga-Nya. Roh Kudus memberi hikmat kepada Yesus sehingga Ia bertumbuh semakin bijak dan pandai dalam kitab-kitab suci, yang membuat para imam dan orang Farisi kagum. Yesus juga memperlihatkan kuasa dari sorga dengan membuat banyak mukjizat kesembuhan bahkan menghidupkan orang mati. Namun keberanian Tuhan Yesus untuk menegur para imam dan orang Farisi dalam menafsirkan kitab suci dan penerapannya, serta kecemburuan yang timbul dengan kuasa Yesus yang begitu besar, membuat Ia dibenci dan akhirnya dibunuh dengan cara dihina dan disalibkan hingga mati di Golgota.

 

Kembali Roh Kekudusan atau Roh Kudus menunjukkan karya-Nya dengan membangkitkan Yesus dari kematian-Nya. Kebangkitan inilah yang meneguhkan kedudukan Yesus sebagai Anak Allah dan Allah dalam wujud Manusia, meneguhkan Ia adalah Mesias, dengan tugas menyelamatkan manusia dari kematian selama-lamanya. Allah menyatakan kuasa Yesus melalui kebangkitan-Nya (2Kor. 13:4; Kol. 2:12). Banyak orang lain atau nabi yang membuat mukjizat, ada juga nabi yang naik ke sorga, tetapi hanya Yesus yang bangkit dari kematian, berinteraksi dengan manusia selama 40 hari dan akhirnya naik ke sorga disaksikan oleh banyak orang. Kuasa dan anugerah ini tidak pernah ada pada manusia lain, tidak juga pada nabi-nabi lain.

 

Dengan kuasa yang dimiliki-Nya, Yesus manusia sejati itu sah menjadi Tuhan, dan diteguhkan sebagai Allah sejati. Pelayanan-Nya yang demikian singkat membuat Yesus harus menyerahkan tugas misi tersebut kepada para murid, khususnya Amanat Agung yang disampaikan sebelum naik ke sorga. Yesus memberi karunia khusus kepada para murid untuk melaksanakan misi tersebut, dan ketika para murid memperdebatkan soal keselamatan itu hanya untuk orang Yahudi, Allah melalui cara-Nya yang unik, Yesus “seolah-olah hidup kembali” dan memanggil Saulus yang kemudian bertobat dengan nama Paulus, memberitakan keselamatan itu bagi semua bangsa, bukan hanya untuk orang Yahudi. Allah memiliki hak prerogatif dengan daulat penuh untuk memilih rasul-Nya. Kasih Allah untuk semua dan tidak membeda-bedakan suku, ras, bangsa-bangsa dan golongan. Semua bangsa dipanggil melalui para rasul (termasuk Paulus) dan utusan-utusan misionaris hingga abad ini agar semua berbalik dan menerima Injil berita keselamatan, menjadi taat kepada-Nya, bukan dalam ketaatan legalistik peraturan, akan tetapi berupa kasih karunia keselamatan yang bukan hanya di dunia ini tetapi juga hingga kelak pada kekekalan.

 

Keempat: Dipanggil menjadi milik Kristus (ayat 6-7)

Melalui para rasul, semua bangsa dipanggil menjadi pengikut Kristus. Rasul Paulus menekankan kata dipanggil dua kali dalam nas ini. Kunci kalimat dipanggil dalam pengertian inisiatif keselamatan dan menyelamatkan ada pada Tuhan dan kita manusia merespon atas panggilan itu. Dipanggil dan menjadi orang percaya dan beriman kepada Kristus adalah kasih karunia, bukan karena kehebatan kita, akan tetapi kasih Tuhan yang memilih kita dan hati kita terbuka oleh pimpinan Roh Kudus. Kita dipanggil untuk menjadi milik-Nya (band. Yud. 1:1; Why. 17:14) untuk taat dan setia kepada-Nya, melalui iman, Firman, ketekunan dan karya. Kita menjadi milik-Nya saat kita hidup, tetapi kita juga menjadi milik-Nya saat kita mati, dan kita hidup dan mati adalah seluruhnya untuk Tuhan (Rm. 14:8).

 

Orang percaya dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus. Kekudusan hidup itu sangat penting sebab Allah kita adalah Allah yang kudus sehingga yang berinteraksi dengan Dia haruslah kudus, sebagaimana kisah Musa ketika memasuki hadirat-Nya (Kel. 3:1-6; Im 11:44). Tujuan pengudusan ini bukan untuk membuat kita eksklusif terpisah dari sekeliling, melainkan menjadi orang yang dikhususkan untuk menjadi milik-Nya, melayani, dan mengemban misi-Nya. Melalui pengudusan kita juga dibentuk seturut dengan kehendak-Nya sepanjang kita taat dan setia (Ef. 4:22-24). Proses pengudusan ini berlangsung terus menerus yang diawali dengan pengakuan bahwa dosa-dosa kita telah dihapus dan ditebus dengan korban tubuh Yesus di Golgota.

 

Ayat terakhir dalam nas ini meminta kita untuk menjadi saluran berkat bagi semua orang. Menjadi berkat tidak hanya dalam bentuk pemberian uang, materi atau tenaga, bantuan informasi, tetapi juga melalui doa yang dipanjatkan pada Tuhan agar pihak lain yang berkomunikasi dengan kita memperoleh berkat melalui doa kita. Itulah makna doa syafaat, doa perantara. Kalimat-kalimat lengkap seperti kiranya kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu sekalian, adalah yang terbaik, akan tetapi singkatan GBU, TYM atau YBU merupakan bentuk doa kita kepada pihak yang berkomunikasi dengan kita.

 

Kesimpulan

Firman Tuhan yang kita baca minggu ini menjadi bekal yang baik dalam menyongsong peringatan lahirnya Tuhan Yesus Kristus. Kita diminta untuk terus merendahkan diri kita dan bersikap sebagai hamba dan sekaligus melihat diri kita menerima mandat sebagai utusan Kristus di dunia ini. Kita bersikap demikian karena janji yang diberikan-Nya melalui nabi-nabi telah menjadi nyata dengan peristiwa di Betlehem, Putra Daud telah menjadi manusia, sehingga kita menjadi pasti menerima janji-janji yang diberikan-Nya. Untuk menggapai itu, melalui ketaatan dan kesetiaan, kita dikuduskan-Nya secara terus menerus untuk bisa tetap menjadi milik-Nya. Kita dipanggil sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang mengikut Dia. Mengikut dan menjadi saksi bagi-Nya, membuat Kristus hadir bagi semua dan kita benar-benar milik-Nya dan hidup (mati) kita adalah bagi Dia. Dengan demikian panggilan dan pemilihan Allah kepada diri kita tidak menjadi sia-sia. Tuhan Yesus memberkati.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 18 Desember 2022

Kabar dari Bukit

MENOLAK PERTANDA (Yes. 7:10-16)

Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel (Yes. 7:14b)

Salam dalam kasih Kristus.

Dalam kehidupan sehari-hari, jawaban atas doa dan pengharapan tidaklah selamanya langsung Tuhan berikan. Nasihat yang lazim: tunggu! Semua akan indah pada waktunya (Pkh. 3:11). Tapi, ada juga hamba Tuhan yang berkata: sebetulnya doa sudah dijawab dan diberi dalam iman, tapi wujudnya nanti; Bisa aja, ...hehehe. Memang kadang ada yang tidak sabaran, meminta jawaban segera, atau pertanda, bahkan mengancam akan murtad. Whoaaaa.... Ini yang salah!

Meminta tanda itu sebenarnya Alkitabiah. Saya pernah mengalaminya, tapi bukan tuntutan, melainkan meminta tanda petunjuk dari Tuhan. Ceritanya, selepas dari grup Bukaka, saya dipinang oleh dua perusahaan. Bingung juga, mana yang akan dipilih? Saya juga memberikan syarat dan kondisi yang sama. Tapi melalui doa, Tuhan memberikan hikmat, agar saya meminta kepada mereka untuk mengirim email/surat sebagai konfirmasi; perusahaan yang duluan mengirimkan, itulah pilihan Tuhan.

Puji Tuhan, petunjuk-Nya benar. Perusahaan yang terlambat mengirim, kemudian ditutup; dan pimpinannya masuk penjara!! Ini kisah perusahaan jalan tol Ciawi – Sukabumi, yang saya sebelumnya sebagai direktur utama.

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu Adven IV yang berbahagia ini adalah Yes. 7:10-16. Judul perikopnya: Pemberitaan mengenai Imanuel. Ini kisah bangsa Yehuda sedang dalam tekanan, akan ada serangan dari bangsa Aram dan Efraim/Israel. Raja Ahas yang ketakutan, ingin meminta bantuan raja Asyur. Tetapi Nabi Yesaya memberi nasihat kepada Ahas, agar tidak meminta bantuan dari luar, tetapi percaya saja kepada Allah dan itu hanyalah gertakan (ay. 6-7).

Raja Ahas tidak sabaran, dan menolak pertanda. Kemudian Yesaya dengan sedikit kesal mengatakan, “Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel” (ay. 13b-14).

Ayat inilah kemudian digenapi ketika malaikat berkata kepada Yusuf dalam mimpinya, bayi yang lahir itu akan diberi nama Imanuel - yang berarti: Allah menyertai kita (Mat. 1:23). Dia-lah Yesus yang kita rayakan di sukacita Natal ini.

Nas minggu ini mengajarkan agar janganlah kita mengandalkan pikiran, menolak suara hamba Tuhan dan pertanda. Allah telah memberi petunjuk kepada Ahas: “Teguhkanlah hatimu dan tinggallah tenang, janganlah takut dan janganlah hatimu kecut...” (ay. 4) Ahas hanya perlu menanti dalam iman, Tuhan pasti akan bertindak (ay. 9). Tetapi, kadang manusia berpikir situasinya sudah genting, harus diselesaikan, cari jalan keluar sendiri!! Ahas mengandalkan pikirannya yang terbatas, dan tetap meminta bantuan Asyur (2Raj. 16:5-18; 2Taw. 28:16-21).

Waktu dan cara pandang Tuhan tidaklah sama dengan manusia (Yes. 55:8-9; Mzm. 94:11) Seringnya kita merasakan genting dan kritis, padahal itu dari ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan. Atau, mungkin terlalu menjaga gengsi, harga diri, nama, padahal semuanya sia-sia, sementara. Bersama Tuhan, bersabarlah dan bertekunlah. Tetaplah percaya dan berdoa, didasari iman yang kuat. Sebab doa tanpa iman, apalagi tidak sungguh-sungguh, memang hilang kuasanya (Yak. 5:15-17).

Meminta pertanda itu bagus, tapi memaksakan tanda terjadi, atau tidak percaya sama sekali, sama saja tidak percaya Tuhan. Dan, sebagaimana Ahas, yang menolak tanda dan tidak percaya, akibatnya dihukum. Asyur malah kemudian menyerang Yehuda; bantuan yang menjadi bencana!

Mari belajar berhikmat, serta percaya kepada suara Tuhan, baik melalui doa atau melalui hamba-Nya. Imanuel, Allah kini menyertai kita!

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 11 Desember 2022

Kabar dari Bukit

MERAYAKAN KEMENANGAN (Yes. 35:1-10)

 

Mereka itu akan melihat kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita. Kuatkanlah tangan yang lemah lesu dan teguhkanlah lutut yang goyah (Yes. 35:2b-3)

 

Salam dalam kasih Kristus.

Dalam manajemen dan kepemimpinan, ada pendekatan yang dahulu sangat popular untuk meningkatkan produktivitas, yakni metoda pentungan dan wortel (stick and carrot); Metoda ini mengandalkan daya tarik bonus jika mencapai target, tetapi dihukum bila tidak tercapai. Memang sejarahnya, cara ini dipakai untuk keledai yang menarik gerobak; sebuah wortel digantung di depan keledai agar menarik lebih cepat, dan akan dipukul bila berjalan lambat. Metode ini sudah kurang popular dan hanya dipakai untuk pekerjaan yang mengandalkan otot, lebih transaksional. Metoda yang lebih pas adalah performance appraisal yang digabung dengan merit system.

 

Firman Tuhan di Minggu Adven III adalah Yes. 35:1-10. Judul perikopnya: Keselamatan bagi umat TUHAN. Pasal ini menggambarkan dunia baru Israel yang indah penuh sukacita, setelah sebelumnya pasal 34 menjelaskan penghukuman kepada bangsa-bangsa lain yang menindas mereka. “Padang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; seperti bunga mawar ia akan berbunga lebat, ... ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai” (ay. 1-2a).

 

Nas minggu ini memberikan gambaran seperti perjalanan hidup manusia. Selalu ada pergumulan dan tantangan, dan sekaligus ada pengharapan - yang jangan sampai hilang. Bagi kita orang percaya, kita imani, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia....” (Rm. 8:28).

 

Kadang kala pergumulan dan rasa sakit yang kita alami  datangnya dari orang lain. Mungkin penyebabnya tidak mampu kita cerna, sebab tidak mudah memahami cara berpikir orang lain. Nah, jika yang kita terima sesuatu yang buruk, maka pesan yang kuat seperti dituliskan pada ayat 4: "Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu akan datang dengan pembalasan dan dengan ganjaran Allah. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!"

 

Jangan bertindak bodoh mengikuti emosi. Sebuah kalimat buruk atau tindakan ceroboh, tidak mudah untuk menghapusnya dengan permintaan maaf. Dan kita yang didera tindakan buruk juga tidak perlu membalaskannya. Allah bekerja, dan pembalasan itu adalah hak Tuhan (Rm. 12:19; Ul. 32:35). Doa Tuhan Yesus di Taman Getsemani menjadi rujukan kita. Ia menyerahkan diri-Nya kepada Bapa dan menerima kehendak Bapa (Mat. 26:39).

 

Pada saat gelombang, pengharapan adalah sauh yang kuat (Ibr. 6:19), namun menjadi dayung kuat di kala tenang. Pengharapan sesuatu yang aktif. “Tuhan ingin kita menjadi seorang pemenang, bukan seorang yang cengeng,” tulis Joel Osteen dalam bukunya, Your Best Life Now. Yang perlu kita lakukan, menurutnya, jangan mau jatuh, tetaplah berdiri, meski semua upaya dilakukan (Ef. 6:13). Temukanlah kekuatan dalam kesukaran, dan melihat Tuhan telah menyimpan sesuatu yang lebih indah jika bertahan dan melaluinya. Bersabar dan berteguh hati (Yak. 5:7-10), penegasan nas paralel minggu ini (lihat di bawah).

 

Pesan kuat lainnya nas minggu ini, Allah hadir di tengah-tengah kita. Kuasa-Nya dahsyat untuk memulihkan, “mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka. Pada waktu itu orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai (ay. 5b-6). Tiga puluh lima keajaiban yang telah diperlihatkan Yesus Kristus, membuktikan kuasa-Nya memulihkan.

 

Setiap pergumulan dan rasa sakit yang kita lewati akan memberi penilaian kinerja dan sistem merit (kemampuan) kita lebih baik, naik, naik, naik. Sebagai pemenang kita pun akan merayakan, seperti nas minggu ini menuliskan: “orang-orang yang dibebaskan TUHAN akan pulang dan masuk ke Sion dengan bersorak-sorai, sedang sukacita abadi meliputi mereka; kegirangan dan sukacita akan memenuhi mereka, kedukaan dan keluh kesah akan menjauh” (ay. 10). Terpujilah Tuhan.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 318 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8564034
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
2082
73300
75382
8223859
715319
883577
8564034

IP Anda: 108.162.227.31
2024-12-16 03:06

Login Form