Sunday, December 15, 2024

Khotbah Minggu Adven III - 11 Desember 2022

 Khotbah Minggu Adven III Tahun 2022

BERSABAR DAN BERTEGUH HATI (Yak. 5:7-10)

Bacaan lainnya: Yes. 35:1-10; Mzm. 146:5-10; Mat. 11:2-11

 

Pendahuluan

Kitab Yakobus salah satu kitab yang padat sebab membahas hubungan iman dengan perbuatan. Pasal 1 kitab ini menjelaskan orang percaya harus berdiri teguh sebab memiliki iman. Dengan iman itu kita harus berkarya dan bukan iman yang mati (pasal 2), sementara pasal 3 mengajar kita untuk memelihara lidah dalam bercakap-cakap sebagai buah iman yang baik. Pasal 4 tentang perasaan kita sebagai orang percaya yang diminta taat dan tunduk pada kehendak Allah, dan terakhir pasal 5 yang menjadi bahan renungan kita minggu ini, berbicara tentang sikap kita dalam bersabar dan berteguh hati. Bagian ini sebenarnya merupakan terusan dari peringatan Yakobus terhadap orang kaya yang membuat orang miskin menjadi menderita, dan nas ini merupakan kekuatan dan penghiburan bagi mereka.

 

Pertama: Bersabar seperti petani menunggu musim (ayat 7)

Ada beberapa ayat dalam Alkitab yang menempatkan petani sebagai referensi. Pertama, Alkitab menyebutkan bahwa "seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya" (2Tim. 2:6). Kedua, sesuai dengan nas minggu ini, bahwa petani harus bersabar menanti hasil itu. Pada kitab Injil Matius dan lainnya diibaratkan juga soal kerajaan Allah itu seperti menabur benih (seperti petani), dan petani yang baik akan menaburkan di tanah yang baik, bukan dipinggir jalan atau di tanah yang keras atau penuh semak duri, dan menjaga tanamannya dari segala gangguan dan hama. Dari ketiga pokok nas itu dapat dilihat bahwa seorang petani untuk dapat memperoleh hasil yang baik, hendaklah penuh dengan hikmat: dari masa mulai menanam, melihat lahan dan musim, bekerja keras selama masa pengolahan dan pemeliharaan, dan terakhir bersabar dalam menanti hasil yang baik dari semua jerih payahnya itu.

 

Meskipun benihnya baik dan ditabur di tempat yang baik, saat menanam yang tepat, dijaga dari segala gangguan, seorang petani juga tetap harus bersabar agar tanamannya bertumbuh; ia tidak dapat mempercepat proses panen yang lebih cepat. Petani mesti menanti dengan pengharapan akan hujan musim semi (untuk masa pertumbuhan) yang memberi hasil banyak pada ladangnya. Namun dalam penantian itu banyak hal yang dapat dilakukan oleh petani, seperti memberi pupuk dan menjaga agar ilalang, hama dan pencuri tidak datang merusak tanamannya. Itu semua pekerjaan dan karya yang harus ia lakukan dan juga melalui rintangan yang harus dia hadapi agar panennya tidak rusak dan mendapatkan hasil buah yang baik. Ia harus bersabar dan itu merupakan pengharapan dan kepercayaan pada pemeliharaan Allah yang Mahakuasa atas tanamannya itu.

Demikian juga orang percaya dalam penantian datangnya Kristus menjemput kita dari dunia ini. Kita tidak dapat melakukan apapun agar Kristus datang lebih cepat. Tapi pengharapan dan penantian kita bukanlah pengharapan yang pasif. Dalam penantian itu kita diminta untuk terus bekerja dan berkarya mewujudkan buah dari iman dalam membangun kerajaan-Nya. Datanglah kerajaan-Mu dalam Doa Bapa Kami bermakna demikian. Orang percaya sama halnya dengan petani harus hidup dalam iman, mencari dan melihat pengharapan di depan akan buah dari kerja dan karya iman dalam kehidupan yang dipraktekkan. Jangan berpikir bahwa Kristus tidak datang. Berkaryalah dalam iman untuk membangun kerajaan-Nya, yang pasti datang bila saatnya tiba. Dalam berkarya itu mungkin dapat muncul kesulitan dan penderitaan, menanggung ketidakadilan dan penganiayaan, tetapi seperti petani tadi kita diminta bersabar dan percaya tetap pada pemeliharaan Allah (Rm. 8:28; 12:12).

Kedua: Jangan bersungut-sungut dan mempersalahkan (ayat 8-9a)

Ketika sesuatu terjadi tidak sesuai dengan keinginan hati, maka lazimnya yang muncul adalah kecewa, rasa kesal dan dapat timbul sungut-sungut. Bahkan ada kalanya kita menyalahkan orang lain atas ketidaksesuaian itu, kerugian atau rasa sakit yang kita alami. Memang lebih mudah menyalahkan orang lain dibanding dengan ikut merasa bertanggungjawab dan prioritas mencari jalan keluar dari masalah yang ada. Akan tetapi perlu disadari, bersungut-sungut dan menyalahkan pihak lain adalah perbuatan yang dapat merusak dan menjadi dosa. Sebelum kita menyalahkan dan menghakimi orang lain, kita ingatlah Kristus yang akan datang menghakimi (Mat. 7:1-5; 25:31-46). Kristus tidak membiarkan kita lari dari tanggungjawab dan memindahkan segala perbuatan dosa itu kepada orang lain.

 

Jelas, setiap orang pasti tidak menyukai masalah dan tidak seorang pun yang tahu eaktunya mendapat masalah. Semua orang berusaha jauh dari masalah dan penderitaan. Doa Bapa Kami juga menegaskan agar kita jauh dari pencobaan. Kalau seseorang melakukan korupsi atau pembunuhan, maka tentu sudah terpikirkannya bahwa suatu saat ia akan menghadapi masalah pengadilan dan penjara. Mungkin saja ia berpikir dapat lolos dari pengadilan di dunia ini, tetapi ia tidak akan lolos dari pengadilan sorgawi. Ia juga bisa menyalahkan atasan atau orang lain untuk berdalih atau menghindar, tapi itu menjadi percuma dan sia-sia. Hidup juga tidak selalu demikian, bahkan seringkali kita tidak tahu mengapa masalah itu datang kepada kita? Kadang Tuhan tidak menjawab alasannya dan karena itu menuduh Tuhan tidak adil, bertindak sewenang-wenang atau tidak peduli. Padahal, Allah memiliki rencana sendiri yang manusia kadang kala tidak bisa menjangkau dan memahaminya.

 

Kita mendapatkan pelajaran hidup dari kisah Ayub bahwa mengenal dan mengetahui Allah lebih baik daripada mendapatkan jawaban-Nya. Ia berbuat kesalahan dengan cara menuruti keinginannya dengan berdialog dengan teman-temannya untuk mengetahui mengapa ia harus menderita dan terus bertanya kepada Tuhan, mengapa semua itu terjadi pada dirinya. Ayub yang berusaha menyalahkan Tuhan karena dihasut teman-temannya, akhirnya menyadari Allah mengasihinya, dan menyadarkan kita bahwa tidak selamanya penderitaan merupakan penghukuman karena dosa. Oleh karena itu penderitaan harus dihadapi dan dijadikan sebagai ujian dan jalan pertumbuhan iman. Sebagaimana Ayub, seorang yang penuh dengan iman, sabar dan tabah dalam penderitaan memberi inspirasi dan keteladanan, akhirnya memperoleh kemenangan dan berkat yang lebih banyak.

 

Ketiga: Hakim berdiri di depan pintu (ayat 9b)

Sebagaimana dinyatakan pada bagian awal, nas ini merupakan kelanjutan peringatan kepada orang kaya. Mereka yang kaya sering bertindak sewenang-wenang dan tidak peduli pada mereka yang miskin. Tindakan seperti itu jelas membuat mereka dihukum dan peringatan datangnya hari Tuhan membuat firman ini mengambil istilah: hakim pada hari Tuhan itu sudah berdiri di depan pintu. Artinya, mereka yang mengabaikan keadilan dan kasih sayang akan diadili dan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka yang jahat. Kita tidak bisa mengatakan bahwa firman itu salah, sebab kenyataannya setelah 2000 tahun Hakim itu tidak datang dan dunia belum berakhir. Poin yang ditegaskan adalah bahwa kesempatan akhir dari pertobatan itu terbatas dan pintu itu bisa tertutup setiap saat dan Hakim yang adil itu ada berdiri di sana (band. Mat. 24:33; Mrk. 13:29).

 

Kedatangan Tuhan Yesus dan berdirinya Sang Hakim di pintu merupakan dasar kesabaran dan pengharapan orang percaya. Itu menjadi motivasi agar kita bertekun dalam iman dan menjadi sumber penghiburan atas penderitaan yang kita alami. Tuhan Yesus menjadi Hakim yang adil bagi mereka yang berbuat jahat dan memberi pahala dan upah bagi mereka yang setia dan bersabar, serta membebaskan dari beban yang diderita. Melalui cara pandang dan melihat dengan mata rohani akan rencana Tuhan yang indah, semakin menguatkan kita dalam menghadapi masalah dan penderitaan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh ahli, seseorang dapat kuat menanggung dan melewati beban penderitaan hanya didasarkan keyakinan bahwa beban itu memiliki arti dan makna dalam hidupnya. Tanpa kesadaran dan pemahaman itu, maka biasanya orang dapat mudah kalah dan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya, yang sayangnya sering tidak berkenan kepada Tuhan.

 

Keempat: Meneladani penderitaan para nabi (ayat 10)

Nas ini mengingatkan kita juga untuk mengambil teladan dari penderitaan para nabi. Kita dapat melihat banyak nabi-nabi yang menderita dan bahkan harus dibunuh demi untuk membela Allah, mulai dari Musa yang harus menderita karena menyediakan keinginan umat Israel (Kel. 17:1-7), Daud yang harus menderita oleh perbuatan jahat Saul (1Sam. 20-27), para nabi yang dibunuh (1Sam. 22 dan 1Raj. 18:3-4), Daniel bersama rekan-rekannya harus dimasukkan ke dalam kandang singa (Dan. 6), dan kisah Ayub di atas yang harus kehilangan harta dan anak-anaknya (Ay. 1:8-12; 2:3-7). Penderitaan tokoh dan para rasul di Perjanjian Baru juga merupakan kisah yang memberi keteladanan dan inspirasi bagi kita, seperti Stefanus yang dibunuh (Kis. 6-7), Petrus, Yohanes, Timotius, dan Paulus yang dipenjara tanpa ada kejelasan, bahkan Yakobus yang dibunuh oleh Herod demi untuk menyenangkan orang Yahudi (Kis. 12:1-2).

 

Penderitaan dapat datang karena ketaatan pada Tuhan sebagaimana dialami oleh para nabi (dan rasul) di atas. Demikian juga dengan umat Israel harus menanggung beban yang lebih berat karena ketaatan mereka dengan mengerjakan pembuatan batu bata yang lebih banyak (Kel. 5:4-9). Tetapi semua itu tergantung kepada kita, bagaimana merespon atas penderitaan itu. Kisah Ayub memberikan bukti bahwa respon itu tergantung kepada bagaimana kita beriman kepada Allah (Ay. 3:11; 21:22) Rasul Paulus melihat bahwa hal yang dideritanya membawa kemajuan dalam pemberitaan Injil (Flp 1:12-14). Semua itu akan memberikan pengembangan internal kerohanian kita, sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya, “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya (1Pet. 5:10; band. Im. 26:40-45)

 

Kita lihat juga Tuhan Yesus harus menderita bagi kita, diolok-olok para Imam dan ahli Taurat (Mrk. 15:31). Akan tetapi itu semua membuat Yesus semakin sempurna, “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -- yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan ---, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan (Ibr. 2:10). Alkitab berkata, “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu" (Mat. 5:12). Oleh karena itulah kita diminta untuk terus berkarya, tidak putus asa dan lalai, menggunakan waktu yang tersedia untuk menyambut Sang Raja Kemuliaan, meninggalkan segala perbuatan yang jahat dan membuat diri kita tidak bercatat dan kudus, sebab itulah yang berkenan kepada-Nya.

 

Penutup

Dalam menyongsong peringatan lahirnya Sang Raja Kemuliaan itu, Yakobus mengingatkan orang percaya untuk bersabar sampai kedatangan Kristus yang kedua kali. Kita harus bersabar bagaikan petani yang menanti hasil panen. Kerja keras dan menjaga gangguan dari segala godaan menghasilkan buah yang baik dan lebat. Apabila dalam melaksanakan karya itu kita harus menderita, walau tidak jelas sebab musababnya, maka kita tetap diminta sabar dan berteguh hati, tetap setia kepada Allah. Bersabar dan berteguh dalam pengharapan dan penantian sampai Hakim itu berdiri di depan pintu, menegakkan kebenaran dan menghukum mereka yang jahat, sebagaimana para nabi (dan rasul) telah menderita, begitu jugalah sikap kita dalam menghadapi segala penderitaan.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 64 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8562127
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
175
73300
73475
8223859
713412
883577
8562127

IP Anda: 172.70.189.50
2024-12-16 00:55

Login Form