Tuesday, September 16, 2025

2025

Khotbah Minggu 16 Februari 2025 - Minggu VI Setelah Epifani

Khotbah Minggu 16 Februari 2025 – Minggu VI Setelah Epifani

 

 TUBUH DAN JIWA  (Luk. 6:17-26)

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu VI setelah Epifani ini diambil dari Luk. 6:17-26. Nas ini terdiri dari dua bagian: pertama, tentang Yesus mengajar dan menyembuhkan banyak orang (ayat 17-19); dan kedua tentang ucapan bahagia dan peringatan (ayat 20-26). Tetapi penyusun leksionari membuatnya dalam satu kesatuan. Itu dimaksudkan untuk menyatakan bahwa Tuhan Yesus memiliki kuasa menyembuhkan penyakit tubuh dan juga jiwa.

 

 

 

Orang banyak dari berbagai daerah datang kepada-Nya untuk memohon kesembuhan. "Mereka datang untuk mendengarkan Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka; juga mereka yang dirasuk oleh roh-roh jahat beroleh kesembuhan" (ayat 18). Iman mereka begitu kuat dan percaya "...berusaha menjamah Dia, maka ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya" (ayat 19). Iman memang dapat mengalahkan segalanya dan membuat terjadi sesuatu yang semula dikira mustahil.

 

 

 

Tetapi Tuhan Yesus tidak hanya bicara penyakit tubuh atau pengaruh roh jahat. Ia juga memulihkan penyakit kejiwaan yang menjerat orang ke dalam masalah dan membuat hilangnya kebahagiaan. Bahagia itu enak dan perlu. Bahagia tidak tergantung pada ada atau tidak adanya masalah. Bahagia tergantung pada keyakinan bahwa Tuhan dapat menyelesaikan masalah. Bahagia tidak tergantung pada keadaan di luar, tetapi pada kekuatan sikap kita dalam menghadapi segala hal.

 

 

 

Berbahagialah yang miskin, yang lapar, menangis, dibenci, ditolak dan dikucilkan terutama oleh karena pekerjaan Tuhan (band Mat. 5 Khotbah di Bukit). Perasaan nestapa itu semua akan hilang bila kita mengetahui bahwa Tuhan mengasihi dan menjaga kita. Itu memberikan kita sukacita karena ada jaminan kita akan dimuliakan, dipuaskan, dikasihi selama-lamanya oleh Tuhan yang telah menebus kita.

 

 

 

Tuhan Yesus juga memberi peringatan kepada mereka dan kita semua, dengan mengatakan: celakalah bagi mereka yang menggantungkan hidupnya pada kekayaan, yang selalu kenyang, terlalu banyak tertawa dan menerima banyak pujian (ayat 24-26). Kita perlu waspada. Menggantungkan hidup pada hal-hal seperti itu adalah sesaat serta palsu. Sebab sesungguhnya kebahagiaan sejati terletak pada kedekatan hubungan kita dengan Bapa. Kedekatan hubungan dengan Bapa itulah yang menjaga agar tubuh dan jiwa kita sehat, menikmati perjalanan hidup ini dengan rasa penuh syukur, dan memegang janji teguh Bapa bahwa kelak kita akan menikmati upah besar dan kehidupan kekal bersama-Nya.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (2) Minggu 16 Februari 2025 - Minggu VI Setelah Epifani

Khotbah (2) Minggu 16 Februari 2025 – Minggu VI Setelah Epifani

 

 KUTUK DAN BERKAT (Yer. 17:5-10)

 

 “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!” (Yer. 17:7)

 

 

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini dari Yer. 17:5-10. Nas ini berbicara tentang kutuk dan berkat. "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk” (ayat 5-6).

 

 

 

Sebaliknya ayat 7-8 menuliskan, “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.”

 

 

 

Berkat dan kutuk merupakan dua hal gamblang yang sejak awal dipaparkan dalam Alkitab. Kejadian 1 ayat 22 dan 28 berbicara tentang berkat, tetapi kejadian 3 dan 4 telah berbicara tentang kutuk kepada ular dan manusia. Kedua kata ini memang memiliki kekuatan dan kuasa, menjadikan sesuatu baik atau buruk, tergantung latar belakang dan yang mengungkapkannya. Berkat dan kutuk kemudian dituliskan panjang lebar sebagai pilihan bagi bangsa Israel, agar selalu mendengarkan suara Tuhan dan setia (Ul. 28).

 

 

 

Allah mengasihi manusia dan tidak ingin manusia berjalan dalam hukuman dan kegelapan. Kebaikan selalu mendahului maksud Allah terhadap manusia. Oleh karena itu, Allah memberikan petunjuk, dan manusia diminta patuh; kepatuhan yang didasari kasih, bukan rasa takut. Ketidakpatuhan perlu disadari akan berakibat kutuk, yakni penghukuman berkaitan dengan dosa, perbuatan melawan dan ketidaktaatan kepada Allah (Bil. 5:21-27; Yes. 24:6; Yer. 29:18), bahkan dapat terikut ke keturunan selanjutnya (Kel. 20:5; 34:7; Bil. 14:18; Ul. 5:9).

 

 

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kutuk merupakan doa atau kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan atau bencana kepada seseorang. Ini berarti manusia juga mempunyai “hak” untuk memberikan kutuk. Ada beberapa kisah dalam Alkitab yang membenarkan hal tersebut, khususnya dalam PL. Nabi Zakharia mengutuki para pencuri dan pesumpah palsu melalui gulungan kitab yang diterbangkan (Za. 5:1-3). Goliat mengutuki Daud (1Sam. 17:43). Tetapi semua itu merupakan kedaulatan Allah, yang akan adil melihat latar belakang semuanya (Pkh. 8:9-13). Tanpa perkenaan Tuhan, tidak ada kuasa yang dapat menurunkan kutuk kepada umat-Nya. Ketika iman berada dalam Yesus Kristus, kita telah menjadi ciptaan baru (2Kor. 5:17), yang menghilangkan penghukuman dan kutuk masa lalu (Rm. 8:1)

 

 

 

Namun bagian terakhir nas minggu ini, mengingatkan kita tentang “betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu. Tetapi Tuhan yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan hasil perbuatannya (ay. 9-10). Oleh karena itu, mari kita menjaga hati dari godaan ego pikiran dan iblis si jahat, hidup seturut dengan firman-Nya, dan berusaha menyenangkan hati-Nya. Selalu ingat hukum tabur tuai (Gal. 6:7-9; 2Kor. 5:9-10). Perjanjian Baru mengajarkan kita untuk tidak mengutuk, melainkan menjadi berkat. Allah Mahaadil yang memberi penghukuman. Tetaplah taat dan percaya, mengandalkan dan menaruh harapan pada TUHAN, sehingga kita dan anak-cucu kita hidup dalam berkat dan bukan dalam kutuk.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Kabar dari Bukit, Minggu 9 Februari 2025

Kabar dari Bukit

 

 

KESIA-SIAN DALAM HIDUP (1Koe. 15:1-11)

 

 ”Tetapi karena anugerah Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan anugerah yang diberikan-Nya kepadaku tidak sia-sia” (1Kor. 15:10a)

 

 

 

Raja Salomo berkuasa, kaya, mempunyai 1.000 istri dan selir, namun merasa hidupnya sia-sia, tidak memberi kebahagiaan sejati. Dalam kitab Pengkhotbah yang ditulisnya: "Kesia-siaan belaka..., kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.... Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin" (Pkh. 1:2, 14). Apakah kita juga menjalani hidup yang sia-sia?

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah 1Kor. 15:1-11; nas tentang kebangkitan Kristus dan konsekuensinya bagi kita orang percaya. Kita tahu bahwa Yesus hidup-Nya singkat, mati kemudian bangkit, dan naik ke sorga (ay. 3-8). Lantas Roh Kudus dicurahkan sebagai Penolong, Penghibur, Pembaru, Pemimpin kita ke dalam kebenaran (Yoh. 16:13), dan sebagai meterai/jaminan (Ef. 1:13-14).

 

 

 

Roh Kudus memberi kita talenta, karunia rohani. Alkitab menjelaskan ada 18 karunia rohani berbagai ragam dengan tiga katagori kemampuan: melalui mulut/berbicara, membuat tanda-tanda kuasa Allah, dan melayani melalui tangan dan hati. Setiap orang tentunya tidak mendapatkan semua, namun pasti memiliki beberapa karunia tersebut; sebab Tuhan mengenal kita, memberi sesuai keunikan, kapasitas dan rencana-Nya. Rasul Paulus yang hidupnya penuh dosa, penganiaya Jemaat Allah, ternyata diselamatkan, diberi kasih karunia Allah dan ia membuatnya tidak sia-sia (ay. 9-10).

 

 

 

Jika kita melihat nas ini lebih dalam, maka kunci agar tidak menjalani hidup sia-sia adalah dengan pengenalan diri, seperti ditulikannya: “sebagaimana aku ada sekarang” (ay. 10). Ia mengenali dan menyadari dirinya, alasan keberadaannya (raison d'etre, reason for being). Kita juga perlu menyadari bahwa Allah memberi kita hidup, memberi talenta dan karunia rohani, tentunya Allah memiliki rencana dalam hidup kita.

 

 

 

Setelah pengenalan diri, kita juga perlu mengenal Injil dengan baik. “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu --kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya” (ay. 2). Ini senada dengan yang dituliskan, “Andai kata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (ay. 14).

 

 

 

Dalam menggunakan karunia rohani, tidak semua berjalan mulus, langsung berhasil dan berbuah bagus; kadang melalui jalan terjal dan kegagalan sebelum keberhasilan. Semua itu mestinya tetap diterima dengan rasa syukur, bukan kekecewaan, sebab kesempatan masih ada dan Allah akan menyempurnakan-Nya (Flp. 1:6). Namun iblis menggunakan cara jahat yang berasal dari Dewa Dis, menambahkan kata-kata dis di depan kata, seperti dissatisfaction (tidak puas dari satisfy = puas), disqualification (tidak mampu), disadvantage (tidak beruntung), disbelief, discourage dan sebagainya.

 

 

 

Rasul Paulus mewujudkan rasa syukurnya dengan bekerja lebih keras (ay. 10-11), agar kita percaya dan meneladani dirinya. Dengan pengenalan diri, sadar akan pemberian karunia rohani, dan pemahaman Injil Kristus, ini mendorong kita menjaga motivasi dan semangat ke tujuan hidup sesuai rencana-Nya. Mari kita periksa karunia yang diberikan Tuhan, pergunakan dengan baik dan bijaksana, agar hidup tidak sia-sia, sebab kita harus mempertanggungjawabkan pemakaiannya sesuai perumpamaan talenta yang diberikan Tuhan (Mat. 25:14-30). Bila mengabaikannya, pesan-Nya sangat jelas: “Tentang hamba yang tidak berguna itu, campakkanlah dia ke dalam kegelapan di luar. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi” (Mat. 25:30). Ampun...!

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah (3) Minggu 16 Februari 2025 - Minggu VI Setelah Epifani

Khotbah (3) Minggu 16 Februari 2025 - Minggu VI Setelah Epifani

 

 JALAN ORANG BENAR (Mzm. 1)

 

 Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemoh (Mzm. 1:1a)

 

 

 

Firman Tuhan di Minggu VII Paskah ini diambil dari Mzm. 1 yang berisi 6 ayat. Judul perikopnya “Jalan orang benar dan jalan orang fasik”. Mazmur ini dibuka dengan tujuan kehidupan, yaitu berbahagia. Hidup bahagia itu pilihan, mengambil jalan benar atau jalan orang fasik. Sangat jelas dan kontras yang mesti dipilih.

 

 

 

Pilihan muncul dari kebiasaan dan prinsip hidup yang konsisten, serta kedekatan hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Tentu, jalan yang benar tidak selalu jalan bahagia, kadang melewati tantangan berbatu. Namun, jika berjalan bersama Tuhan, maka kebahagiaan selalu datang meruak merekah. Oleh karena itu, selalulah pegang prinsip pokok untuk tidak mengambil jalan orang fasik yang penuh kesengsaraan dan ujungnya penghakiman dan kebinasaan (ay. 5-6). Kebahagiaan tidak akan pernah diperoleh dari jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan.

 

 

 

Mazmur ini mengajarkan untuk dapat berbahagia dan berada di jalan yang benar, perlu menyukai firman Tuhan dan rajin merenungkannya. Hidup memang perlu panduan, penuntun, dan Alkitab sudah sangat lengkap dan sempurna. Rambu-rambunya sungguh jelas. Memang jalannya tidak semua mudah, tetapi tidak perlu dirasakan berat. Belajar dan berlatihlah agar menjadikannya mudah. Ambil sarinya, intinya, seperti tentang kasih: Kasihilah Tuhanmu dan kasihilah sesamamu. Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang lain perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka (Mat. 7:12).

 

 

 

Jadi, sederhananya janganlah hidup dibuat rumit, apalagi merasa berat untuk melakukan firman-Nya. Mulailah dengan selalu berusaha berbuat kebaikan dan tidak berbuat hal yang orang fasik lakukan. Berusaha terus berjalan dalam kebenaran firman Tuhan, menjalankan prinsip mengasihi, dan tidak sesekali ingin menyakiti hati orang lain. Dengan begitu kita akan terus tegak berdiri, tidak tergoyahkan. “Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil” (ayat 3). Haleluya.

 

 

 

Orang yang tidak kita sukai pasti ada; orang yang tidak suka pada kita juga pasti ada. Tetapi tidak perlu menjadikan mereka musuh, apalagi menghukumnya. Ciri orang fasik mudah dikenali, yakni tidak bisa diberi nasihat, maunya mementingkan diri sendiri, suka mencemoh, sombong, penuh dengki dan amarah, tamak, tidak menjadi teladan, dan berjalan tanpa aturan yang berkenan kepada Tuhan. Maka, hindarilah bergaul dengan mereka. Jauhi. "Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik" (1Kor. 15:33). Anggap saja sudah tidak ada urusan. Toh orang seperti itu tidak akan bertahan, karena mereka itu kosong, hampa, seperti sekam yang ditiupkan angin (ayat 4-5).

 

 

 

Hidup orang yang mengandalkan Tuhan dan berlandaskan firman-Nya akan selalu disayangi-Nya. Tuhan mengenal anak-anak-Nya yang rindu untuk dituntun dan ingin berbuah menjadi berkat (ayat 6a). Berkat tidak harus berupa materi, bisa dengan banyak senyum sukacita dan selalu rendah hati. Jika pun suatu saat tersandung, berdosa, pintu pengampunan terus terbuka bagi anak-anak-Nya. Tidak dibiarkannya kita binasa seperti orang fasik.

 

 

 

Maka melalui nas minggu ini, mari kita tegaskan pilihan: aku mau hidup di jalan orang benar. Aku mau memegang prinsip, hidup mesti dibuat berbahagia berjalan bersama Tuhan dan terus berbuah.

 

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani

Khotbah Minggu 9 Februari 2025 - Minggu V Setelah Epifani

 

 PENJALA MANUSIA (Luk. 5:1-11)

 

Sekitar beberapa tahun laluis, saya bersama Ketua Umum Sinode GKSI yang menggantikan saya, berada di Pulau Sumba, NTT. Kami diundang untuk acara baptisan warga di dua desa yang sudah siap untuk menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Sebelumnya warga desa itu menganut kepercayaan suku. Sebelum acara baptisan ini, sudah beberapa kali dilakukan baptisan yang sama oleh Ketua Pengurus Wilayah Sumba GKSI. Ketika kami datang sudah ada 35 gereja sinode kami di sana. Di samping itu ada satu sekolah SMTK.

 

 

 

Firman Tuhan bagi kita pada Minggu V setelah Epifani ini, sesuai leksionari, diambil dari Luk. 5:1-11. Nas ini menceritakan Rasul Simon Petrus yang semula nelayan penjala ikan dan Tuhan ubahkan menjadi penjala manusia. Petrus sepanjang malam tidak mendapatkan ikan hasil tangkapan. Kemudian Tuhan Yesus menyuruh menebarkan jala ditempat dalam yang ditunjukkan-Nya. Petrus pun dengan berat hati menebarkan jalanya. Ternyata hasilnya sungguh luar biasa! Mukjizat. Petrus memanggil teman-temannya dan semua mendapat banyak.

 

 

 

Mengalami hal itu, Petrus pun tersungkur di depan Yesus dan berkata: "Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa." Sungguh sebuah sikap rendah hati. Ia tadi sempat meragukan Yesus. Ia merasa berdosa tak layak. Tetapi Yesus dengan kasih dan kuasa-Nya, mengatakan dengan jelas: "Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia" (ayat 10b).

 

 

Menjala manusia! Artinya, membawa jiwa-jiwa baru kepada Kristus. Ini sebenarnya tugas panggilan semua pengikut Kristus. Banyak orang dan wilayah di Indonesia yang belum mengenal-Nya. Bahkan di Sumba NTT masih banyak yang hidup dengan kepercayaan tradisional dengan peran roh-roh nenek moyang. Timbul rasa kasih. Mengapa? Karena mereka hidup dalam rasa takut. Roh-roh jahat atau roh orang mati dianggap masih sering datang mengganggu. Tentu ini menghambat pola pikir dan sekaligus menjerat hidup mereka sehingga tidak dapat cepat melangkah maju. Sementara, dalam Kristus tidak ada ketakutan dan kekhawatiran.

 

 

 

Simon Petrus telah melihat keajaiban dari Yesus. Ia pun mengaku dosanya, dan merasa tidak layak. Tetapi Yesus memanggilnya untuk ikut menjala menyelamatkan jiwa-jiwa. Kita pun sudah melihat mukjizat Yesus dalam hidup kita, yakni Dia telah menebus dosa-dosa kita, membebaskan kita dari rasa takut, memberi kita hidup yang kekal. Selayaknyalah kita mengambil bagian dalam menjala manusia. Ladang banyak yang menguning dan siap dituai (Mat. 9:37; Yoh. 4:35).

 

 

 

Pesan nas pada Minggu V setelah Epifani ini: jangan merasa mukjizat belum ada dalam hidup kita, dan merasa tidak perlu ikut menabur, menyiram, berperan dalam pekabaran Injil. Nanti kita bisa menjadi tidak layak untuk ikut menerima tuaian.

Selamat beribadah dan selamat melayani.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 62 guests and no members online

Statistik Pengunjung

12768332
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1069
3989
24649
0
86498
143416
12768332

IP Anda: 216.73.216.133
2025-09-17 04:42

Login Form