Sunday, December 15, 2024

2020

KABAR DARI BUKIT

Kabar dari Bukit

TETAP TEGUH DAN BERSAKSI

"Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga" (Mat. 10:32)

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini, Mat 10:24-39, https://alkitab.app/v/c3606fb56f64 merupakan lanjutan nas minggu lalu tentang kita diutus ke tengah-tengah serigala, dan untuk itu perlu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Mat. 10:16). Minggu ini diingatkan kembali bahwa tantangannya bisa menjadi berat. Tetaplah berhikmat, tidak mesti sok berani dan konyol. Itu bukan cara Kristiani. Kita tidak harus mati berkorban untuk Tuhan Yesus, sebaliknya Yesus yang telah mati bagi kita. Tetapi bila itu menjadi tantangan terhadap kesetiaan iman, Tuhan Yesus sangat menghargainya (ayat 32, 38).

Firman minggu ini mengatakan, kita tidak perlu melebihi Sang Guru. Tuhan meminta kita memberi sesuai talenta yang diberikan. Dalam menghadapi masa sulit dan berat, tetaplah tegar dan berani. Tuhan Yesus berkata: "Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka ...." (ayat 26). Kerajaan sorga pasti dinyatakan. Setan Beelzebul tetap akan membencinya (ayat 25).

Kita berharga di mata Tuhan (Mzm. 116:15). Oleh karena itu Tuhan akan terus menyertai, sepanjang kita hidup di dalam Dia dan menjalankan misi-Nya. "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekor pun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.... Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit" (ayat 29, 31). Sebuah argumen yang sangat kuat.

Sakit di tubuh rasanya tidak enak, tapi sakit di jiwa pasti lebih menyakitkan. "Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka" (ayat 28). Maka saatnya untuk memilih dan bersikap. Takutlah akan Tuhan, yang berkata, "Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya (ayat 34-36). Memang tidak semua bersukacita atas ajakan-Nya.

Oleh karena itu di tengah situasi berat pandemi saat ini, bagi kita yang terdampak, atau berbeban lain, tetaplah tegar dan kuat. Tuhan Yesus meminta agar kita terus menjadi saksi. "Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku" (ayat 37). Tetap bangun ikatan yang kuat bersama Tuhan Yesus. Badai pasti berlalu. "Mengikut Yesus keputusanku. Ku tak ingkar, ku tak ingkar. Walau ku sendiri, salib di depan, dunia di belakang... ku tak ingkar" (Kidung KPRI No. 103, kisah kesaksian di India, tentang kesetiaan meski harus mati bersama keluarganya). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah di rumah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin. 

Pdt. Em. Ramles Manampang Silalahi.

KHOTBAH MINGGU 21 JUNI 2020 PERJUANGAN MELAWAN DOSA (Rm. 7:15-25a)

KHOTBAH MINGGU 21 JUNI 2020

 

PERJUANGAN MELAWAN DOSA (Rm. 7:15-25a)

Bacaan lainnya: Kej. 24:34-38, 42-29, 58-67 atau Za. 9:9-12; Mzm. 45:10-17 atau Mzm. 145:8-14 atau Kis. 2:8-13; Rm. 7:15-25a; Mat. 11:16-19, 25-30

 

 Pendahuluan

Nas minggu ini kembali mengulas kedudukan hukum Taurat sebagai bagian dari salah satu cara Allah membawa manusia untuk dapat menyenangkan hati-Nya, yang diturunkan saat bangsa Israel dalam perjalanan kembali ke tanah Kanaan melalui pimpinan nabi Musa. Dalam perjalanannya, manusia berusaha berjuang untuk mematuhi hukum tersebut dan dalam kenyataannya sejarah mencatat melalui berbagai pergumulan dalam sejarah Israel; manusia gagal mematuhi hukum Taurat. Allah tidak menginginkan manusia ciptaan-Nya menjadi binasa karena tidak seorang pun bisa selamat. Melalui nas minggu ini kita diberi pengajaran penting sebagai berikut.

 

Pertama: Kuasa dosa di dalam tubuh (ayat 15-17)

Ayat-ayat ini merupakan jeritan hati seseorang yang putus asa - menggambarkan pengalaman setiap orang percaya yang berjuang melawan dosa atau mencoba berusaha menyenangkan hati Allah dengan memelihara hukum-hukum dan aturan, tanpa bantuan pertolongan Roh Kudus. Hukum Taurat sendiri itu baik dan bersifat kudus, memperlihatkan sifat dan keinginan Allah terhadap manusia untuk menjadi kudus, yang menggambarkan rupa Allah. Tetapi dosa dan kuasanya telah mengelabui manusia dengan memutar balikkan aturan yang ada. Di dalam Taman Eden, ular menipu Hawa dengan menantang kebebasannya dan menyudutkannya di satu pembatasan yang Allah telah buat. Hawa digoda penipu licik dan berhasil. Bahkan setelah kejadian itupun, manusia terus memberontak terhadap Allah. Dosa memang bisa menjadi sesuatu yang menarik dan menantang, sebab Allah mengatakan hal itu adalah salah. Itu bisa kita lihat sederhananya dengan berpikir mangga curian lebih enak rasanya dibanding mangga yang dibeli di pasar. Namun perlu waspada, ketika kita digoda untuk berbuat dosa, kita perlu melihat hukum Taurat dan aturannya yang tertulis dengan sudut pandang yang lebih luas, yakni dari cahaya kebaikan dan anugerah Allah. Jika kita melihat kasih Allah Bapa yang demikian besar, kita akan mengerti bahwa Allah sebenarnya membatasi tindakan dan sikap kita yang tujuannya membuat kita jauh dari bahaya dan penderitaan.

 

Rasul Paulus berbagi tiga hal yang dipelajarinya dalam usahanya untuk mengendalikan keinginan berbuat dosa. Pertama, pengetahuan tentang hukum dan aturan bukanlah sebuah jawaban atau jaminan akan ketaatan. Kita tahu, banyak hakim, polisi, jaksa, pengacara, dan bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi RI pun akhirnya menjadi tersangka dan dihukum. Oleh karena itu, Rasul Paulus mengatakan ia merasa lebih nyaman apabila ia tidak mengerti apa yang diinginkan oleh hukum. Ia tahu hukum Taurat itu baik tapi ia sendiri tidak mampu melaksanakannya. Ketika kita mengetahui bahwa yang kita lakukan itu sebetulnya bukan yang kita kehendaki, maka seolah-olah kita membenarkan kuasa hukum Taurat itu. Justru sebaliknya, ketika ia belajar tentang kebenaran, ia tahu bahwa dirinya sudah diselamatkan. Kedua, keyakinan diri, berupa perjuangan sesuai kekuatan diri sendiri pasti tidak berhasil. Rasul Paulus menemukan dirinya berdosa dengan jalan yang sebenarnya tidak menarik hatinya, cara-cara yang bahkan tidak menarik baginya, bahkan membenci tindakan-tindakannya yang bertentangan dengan hukum itu (Rm. 7:15-20).

 

Tetapi dosa tetap dosa kalau sudah terjadi. Ketika dosa sudah terjadi maka sebenarnya dosa telah menjadi Penguasa atau Bos dalam kehidupan, meski kita tidak suka. Dalam hal inilah terjadi kebingungan dalam diri kita, sama seperti yang dirasakan Rasul Paulus. Ia merasa memiliki pribadi ganda: satu yang asli dengan keinginan baik dan batin yang ingin ketenangan, tetapi di lain pihak ada pribadi lain yakni pribadi palsu yang mengendalikan hidupnya. Ada sebuah kekuatan yang mengendalikan sisi hidupnya yang lain, yang sulit dikalahkan dan selalu membawa dia ke bagian yang tidak menyenangkan batinnya dan secara otomatis juga hati Allah. Dengan demikian ia berkata, bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. Dalam suratnya yang lain, Rasul Paulus mengkategorikan hal yang baik dan batin itu sebagai kekuatan roh, dan hal yang jahat itu adalah kekuatan daging. "Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging--karena keduanya bertentangan--sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki" (Gal. 5:17).

 

Kedua: Kehendak bebas untuk berbuat jahat (ayat 18-20)

Rasul Paulus merendah dengan mengatakan tidak ada sesuatu yang baik di dalam dirinya. Ia mengulangi kalimat-kalimat dalam ayat sebelumnya (15-17) sebagai penegasan bahwa hal itu benar dan merupakan pergumulan yang hebat baginya. Mungkin ia merasa bahwa hal baik yang dilakukannya pun tidak memuaskan dirinya; Ia merasa dirinya tidak berhasil melakukan yang terbaik bagi Tuhan yang telah memberinya begitu banyak. Ia merasa terlalu sedikit melakukan hal baik yang membuat batinnya bergejolak dalam ketidakpuasan. Ia juga merasa bahwa segala hal baik yang ia lakukan itu hanyalah sikap rasa syukur atas apa yang diperolehnya dari Tuhan, sehingga tidak layak untuk dibanggakan. Sementara itu ia merasa terlalu banyak melakukan hal yang jahat dan itu semua disadarinya, ada kuasa didalam dirinya beban yang terbawa-bawa sehingga membuat demikian.

 

Kita perlu melihat perihal yang disampaikannya pada pasal sebelumnya yakni tentang beban dosa yang diembannya. Beban dosa ini menurutnya merupakan "warisan" dari Adam yang sering disebut sebagai dosa asal atau dosa warisan. Tentang dosa asal ini kaum Palagianisme berpendapat bahwa dosa Adam tidak mempunyai pengaruh terhadap keturunannya. Jadi dosa Adam terputus hanya pada Adam saja. Kaum Arminianisme mengatakan bahwa dosa Adam telah mengakibatkan seluruh manusia mewarisi kecenderungan untuk berdosa, yang membuat kita memiliki “natur dosa.” Natur dosa ini terjadi secara alamiah yang menyebabkan kita berdosa sebagaimana halnya natur seekor kucing yang menyebabkannya mengeong. Sama seperti Palagianisme, menurut pandangan ini, kita tidak bertanggung jawab atas dosa Adam, tapi hanya dosa kita sendiri. Memang manusia tidak dapat menghilangkan kecenderungan dan berhenti berdosa dengan kemampuannya sendiri, oleh sebab itu Allah memberi suatu anugerah umum kepada semua orang yang memampukan kita untuk berhenti berdosa atau MENJADI orang yang tidak berdosa. Dalam Arminianisme, anugerah ini disebut anugerah asal. Namun sayangnya, pandangan anugerah asal sebenarnya tidak memiliki dasar alkitabiah. Sementara Yohanes Calvin berpendapat lain, bahwa dosa Adam bukan hanya mengakibatkan kita memiliki natur dosa, tetapi juga atas kesalahan kita di hadapan Allah, maka untuk itu kita patut dihukum. Oleh karena Adam telah ditemukan bersalah dan dia berdosa, maka dosa dan hukumannya (termasuk maut dan kematian) itu menjadi bagian kita juga (Rm. 5:12-19). Ada dua alasan menurut Calvin mengapa kesalahan Adam harus dilihat sebagai dosa kita juga. Alasan pertama menyatakan bahwa suku-suku bangsa adalah di dalam Adam dalam bentuk bibit; dengan demikian ketika Adam berdosa, kita berdosa di dalam dia. Alasan lainnya adalah bahwa Adam sebagai wakil kita dan karena itu ketika dia berdosa, kita juga dinyatakan bersalah.

 

Akan tetapi, bagaimana Allah dapat meminta kita bertanggung jawab untuk dosa yang kita tidak lakukan secara pribadi? Untuk ini ada sebuah penjelasan yang dapat diterima yaitu bahwa kita bertanggung jawab untuk dosa asal ketika kita memilih untuk menerima, dan bertindak menuruti natur kita yang berdosa. Ada satu titik dalam hidup ketika kita menjadi sadar terhadap keinginan berdosa diri kita sendiri. Pada saat itu kita harus menolak natur dosa yang ada dan bertobat. Sebaliknya, apabila kita “menyetujui” natur berdosa, mengikuti dan menikmati keberdosaan tersebut, maka kita sebenarnya menyatakan persetujuan dengan perbuatan Adam dan Hawa di Taman Eden; oleh karena itu kita bersalah atas dosa mereka tanpa ikut melakukannya. Bagian atau porsi kita dalam hal ini terjadi ketika kita menerima dosa sebagai bagian hidup kita, yakni saat pertama kali kita melakukan hal yang tidak sesuai dengan firman dan kehendak Allah. Inilah yang menjadi "beban" di dalam diri setiap orang, sehingga menurut Paulus, "bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku" (ayat 19-20).

 

Ketiga: Menjadi tawanan hukum dosa (ayat 21-23)

Menjadi manusia baru bukan sekedar mengambil momen iman sesaat, melainkan menjadi serupa dengan Yesus yang membutuhkan proses panjang dan seumur hidup. Untuk itu Rasul Paulus mencoba membandingkan pertumbuhan kerohanian Kristen seperti latihan pertandingan badani (1Kor. 9:24-27; 2Tim 4:7). Sebab itu dalam awal suratnya, Rasul Paulus menyatakan tidak satupun di dunia ini yang bebas dari dosa; tidak seorangpun yang layak diselamatkan, baik mereka yang hidup dalam aliran sinkritisme yang tidak mengenal Allah, maupun mereka yang mengetahui hukum dan mencoba memelihara hukum-hukum itu. Memang dalam hal ini Rasul Paulus memberi nilai pada hukum Taurat dengan menegaskan bahwa sesungguhnya ia suka dan merindukan apa yang baik dari hukum itu, meski mengakui bahwa tetap saja ia melakukan hal yang buruk dan jahat. Dengan kata lain, ia mengakui bahwa dosalah yang membuat seseorang menjadi jahat.

 

Memang ada tekanan yang besar pada pengalaman kehidupan kekristenan setiap hari. Sering terjadi konflik bathin antara kita setuju dengan perintah Allah, akan tetapi kita tidak dapat mengikutinya. Sebagai hasilnya, kita merasakan penderitaan yang besar karena pertentangan itu. Manusia lahiriah kita diperadukan dengan manusia batiniah yang dilengkapi oleh akal budi, sebagai wujud hukum Allah dalam pemahaman Paulus. Ini menjadi sebuah pertentangan batin yang setiap orang alami. Dalam hal ini Rasul Paulus memberi pelajaran menyikapi hal tersebut. Apabila kita merasa takluk dalam pertentangan batin itu, maka kembalilah pada dasar kehidupan kerohanian kita, yakni bagaimana dosa-dosa kita telah dibebaskan oleh hukum kasih karunia (band. 2Kor. 4:16). Ini bisa membebaskan dari rasa bersalah. Dalam hal ini kita yang sudah lahir baru, yang sudah menerima kasih karunia pembebasan dosa, perlu mengingat firman-Nya: "Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya" (Gal. 5:24).

 

Oleh karena itu jangan pernah menyepelekan kekuatan dosa. Jangan juga mencoba melawannya dengan kekuatan diri sendiri. Setan itu penggoda yang licik, dan sebaliknya kita manusia mempunyai kemampuan yang hebat dalam mencari pembenaran diri sendiri. Kita sangat ahli dalam memberi dalih dan alasan mengapa kita jatuh ke dalam dosa. Padahal, itu sebenarnya tanda-tanda kita telah menjadi tawanan dosa. Menjadi tawanan (hukum) dosa atau hamba dosa berarti ada benih-benih atau racun di dalam anggota-anggota tubuh kita. Ini menjadi sesuatu yang mudah berbiak menjadi dosa, yang memperlihatkan hakekat kesetiaan pada jalan lama yakni menyenangkan dan melayani kesenangan diri sendiri dibanding dengan menyenangkan hati Allah. Manusia lama kita yang masih suka dengan dan takluk dengan hukum dosa, itulah yang perlu berubah menjadi manusia baru yang menuruti akal budi yakni hukum Allah melalui kuasa Roh Kudus (band. Kol. 3:9-10; Gal. 5:17; 1Pet. 2:11).

 

Keempat: Yesus yang melepas kita dari dosa (ayat 24-25)

Inilah yang ingin dijelaskan firman Allah minggu ini melalui Rasul Paulus, yakni menjadi seorang Kristen tidak membuat kita terbebas dari dosa dan juga terlepas dari godaan serta ujian di dalam kehidupan pribadi kita. Perjuangan melawan dosa berlangsung terus menerus. Yang utama, daripada mencoba melawan dosa dengan kemampuan diri sendiri, lebih baik kita berpegang pada kuasa yang luar biasa dari Kristus yang disediakan bagi kita. Kuasa ini adalah penyediaan pemeliharaan Allah untuk menjamin kemenangan kita atas dosa, yakni dengan Ia memberi Roh Kudus untuk hidup di dalam diri kita dan memberi kita kekuatan. Dan ketika kita jatuh, kasih-Nya menggapai untuk menolong kita bangkit kembali.

 

Maka ketika kita merasakan kebingungan atau ditaklukkan oleh dosa, mari kita mengklaim pembebasan yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada kita. Kuasa-Nya dapat mengangkat kita pada kemenangan. Kita perlu sadar bahwa tubuh dan kedagingan kita memang menjadi ajang pertempuran oleh hukum dosa dan hukum Allah. Kita menjadi orang celaka dan terbelenggu dan bersalah ketika kita takluk, menjadi tidak berdaya dan melihat kesia-siaan. Akan tetapi, kita akan menjadi pemenang ketika kita berhasil melewati pergumulan itu, saat kita bersama Yesus Kristus. Kalaupun kita sesekali kalah, datanglah mengakui kelemahan diri kita dan akan diperdamaikan kembali. Kesadaran akan adanya dua "pribadi" dalam diri setiap orang, jangan membuat kita menjadi apatis. Kita tidak perlu berputus asa dengan situasi itu. Kita hanya perlu datang dengan penyesalan berat dan memohon pengampunan, memohon kekuatan baru untuk dapat tegak kembali (Rm. 8:11,13).

 

Bagi kita yang utama adalah memahami bahwa pengetahuan tentang hukum dosa tidak memiliki makna untuk mengubah menjadi pribadi yang baik dan berakal budi. Pengharapan selalu ada yakni di dalam Kristus, yang melepaskan kita dari tubuh maut ini, yakni tubuh yang tidak abadi, dan akan digantikan dengan tubuh kemuliaan di akhir zaman. Itulah ucapan syukur kita kepada-Nya. Semua kita pada akhirnya tergantung kepada karya Kristus untuk menyelamatkan kita dari kebinasaan maut. Kita tidak mendapatkan itu dari sikap kita yang baik saja, tetapi dari penyerahan diri sepenuhnya dalam hidup baru (Yoh. 3:3; 2Kor. 5:17). Sepanjang ada dorongan melaksanakan kehendak Allah, maka Allah terus berkuasa membawa hidup kita di jalan kebenaran, dan sejatinya itu pasti berbuah hal yang sangat disukakan oleh Allah.

 

Penutup

Nas minggu ini sungguh memberikan gambaran pergumulan hati seseorang tentang bagaimana kuasa dosa bekerja di dalam tubuh setiap orang. Ini merupakan pengalaman pribadi Rasul Paulus yang menjadi firman Tuhan. Kuasa itu dapat datang dari dosa asal atau dosa turunan yang merupakan kecenderungan berdosa atau bahkan merupakan bagian kita dari dosa kakek-nenek atau orang tua kita. Kecenderungan dosa yang mengikuti keinginan daging dan dunia juga mendorong setiap orang untuk melakukan hal yang jahat, meski itu bukan kehendaknya. Inilah situasi sebenarnya dan kita menjadi tawanan dosa, hamba dosa yang tidak bisa lagi melakukan hal yang (lebih) baik. Kita bersyukur, dengan kasih Allah yang demikian besar dan melalui anak-Nya Tuhan Yesus Kristus, kita mampu lepas dari perhambaan dan menjadi pemenang dalam perjuangan melawan dosa. Oleh sebab itu kita bersyukur dan berkata, terpujilah Tuhan yang Mahabaik. Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah Minggu 14 Juni 2020 Minggu II Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 14 Juni 2020

 Minggu II Setelah Pentakosta

 

ORANG BENAR AKAN HIDUP OLEH IMAN (Rm. 3:22b-31)

Bacaan lainnya: Kej. 6:9-22, 7:24, 8:14-19 atau Ul. 11:18-21, 26-28; Mzm. 46 atau Mzm. 31:1-5, 19-24; Mat. 7:21-29

 

 Pendahuluan

Dalam pasal-pasal sebelumnya di kitab Roma ini dijelaskan bahwa semua orang (Yahudi dan bukan Yahudi) telah berbuat dosa, sehingga sebenarnya tidak ada perbedaan dan pengecualian. Dengan keberdosaan itu, manusia telah gagal mencapai kekudusan dan kebenaran sehingga tidak seorang pun layak masuk dalam kerajaan Allah. Namun apakah Allah sedemikian “kejam” sehingga tidak seorang pun bisa selamat? Bagaimana caranya Allah memberi pengampunan sehingga seseorang layak untuk dibenarkan? Allah adalah kasih namun tindakan kasih Allah itu juga memerlukan respon dari hati dan sikap manusia, untuk dapat dibenarkan dan ditebus dari jerat dosa yang membinasakan. Melalui nas minggu ini, kita diberi pemahaman bagaimana kasih Allah dan pentingnya iman sesuai dengan pengajaran berikut.

 

Pertama: Semua manusia telah berbuat dosa (Ayat 22b-23)

Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa mendapat hukuman dari Allah, yakni mereka harus keluar dari Taman Eden, serta Adam dan Hawa harus menderita susah payah dan penuh rasa sakit dalam menunjang kehidupan ini (Kej. 3:14-19). Hukuman ini juga membuat manusia semakin tidak mudah lepas dari dosa. Manusia yang diberikan kebebasan selepas keluar dari Taman Eden tidak mampu mempertahankan kekudusan dan akibatnya hubungan dengan Allah yang kudus semakin rusak. Hal itu semakin lebih sulit dengan adanya kekuatan iblis yang terus mengganggu manusia dengan segala godaan kedagingan dan kesombongan, membuat manusia mudah terjerat masuk ke dalam perbuatan dosa itu. Meski demikian, anehnya, ada juga orang yang berpikir manusia tidak perlu takut atau khawatir akibat perbuatan dosa yang mereka lakukan. Mereka ini memiliki cara pandang demikian: (1) Allah adalah Mahakasih dan Ia tidak akan menghukum siapa pun; (2)  adalah tugas Allah untuk mengampuni dosa; (3) dosa bukanlah hal yang serius-serius amat, sebab dosa juga mengajarkan dan mengandung sesuatu yang berharga; dan terakhir (4) kita boleh hidup bersikap kompromistis sesuai standar dan budaya lingkungan kita saat ini. Dan, itu wajar.

 

Memang diakui ada dosa besar dan dosa yang kecil yang sederhananya dapat dilihat dari keseriusan dampak perbuatan dosa itu bagi diri kita dan orang lain. Seorang pembunuh jelas dosanya sangat besar sebab menghilangkan nyawa orang lain, yang seharusnya menjadi hak Tuhan. Pembunuh dosanya tentu lebih besar dari seorang pembenci. Perzinahan dosanya pasti lebih besar dari sekedar timbulnya nafsu birahi. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa apabila kita melakukan dosa yang kecil saja maka kita tetap berhak atas kerajaan sorga. Sebuah dosa tetap menjadikan kita orang yang berdosa (pendosa) dan menjauhkan kita dari hidup kudus. Oleh karena itu tanpa mempersoalkan besar kecilnya, dosa tetap berupahkan maut sebab tidak memenuhi persyaratan hidup sesuai dengan ketentuan Allah yang kudus. Kita jangan menihilkan dosa yang kecil, kita juga tidak dapat mengabaikan dosa-dosa besar yang kita lakukan, sebab Allah jelas tidak dapat mengabaikan dosa.

 

Hal yang pasti, ketika manusia berdosa maka manusia kehilangan kemuliaan Allah. Sejak penghukuman Allah kepada Adam dan Hawa, yang dilanjutkan dengan penghukuman Allah atas kejahatan manusia seperti dijelaskan pada Kej 6, datangnya air bah, peristiwa menara Babel, hukuman pengasingan di Mesir, dan jatuh-bangunnya Israel sebagai bangsa, membuat Allah tidak melihat lagi penghukuman dan pengasingan sebagai jalan efektif untuk membawa manusia lebih takut dan dekat akan Allah. Kejatuhan manusia membuat gambar dan rupa Allah (Kej 1:26) itu menjadi cermin yang retak dan buruk terhadap citra kemuliaan Allah. Kehilangan kemuliaan Allah pada manusia berarti terjadinya degradasi kebenaran dan kekudusan hidup serta citra Allah dalam diri manusia. Kehadiran kemuliaan Allah yang dinyatakan melalui tiang awan dan tiang api dalam pertolongan umat Israel keluar dari Mesir (Kel. 24:16 dab), dan adanya kemuliaan pada Tabut suci Allah, tidak diapresiasi umat Israel sebagai umat pilihan-Nya. Persekutuan umat Israel dengan Allah menjadi rusak dan mereka harus menderita selama ratusan tahun di bawah penjajahan bangsa-bangsa lain, yang berakibat ketidakpastian dan terus berharap pada kedatangan Mesias, sampai akhirnya Allah menetapkan rencana-Nya untuk penyelamatan manusia dari kebinasaan. Jalan pendamaian harus dibuat agar manusia tidak menjadi jauh dan terasing dari Allah.

 

Kedua: Kristus Yesus sebagai jalan perdamaian (Ayat 24-25a)

Allah berhak murka terhadap setiap orang berdosa sebab telah murtad dan memberontak pada-Nya dan memperlakukan Allah sebagai Raja. Setelah berbagai pernyataan tentang kelemahan dan ketidakmampuan manusia serta adanya hukuman Allah, Rasul Paulus pun menyampaikan berita penyelamatan yang menggembirakan dengan tiga kata kunci dalam nas ini yang diberikan pada manusia, yakni: dibenarkan, penebusan dan pendamaian. Paulus mengambil istilah ini dari proses pengadilan yang lumrah saat itu, yakni "dibenarkan", dan dari pasar perbudakan yakni "penebusan". Seseorang yang dibenarkan berarti dinyatakan “Tidak Bersalah”. Apabila hakim di pengadilan menyatakan terdakwa tidak bersalah, maka semua tuduhan otomatis dihapus dari catatan atas dirinya. Secara hukum berarti orang tersebut seolah-olah tidak pernah didakwa apalagi dipersalahkan. Untuk itu Allah menunjukkan jalan agar dinyatakan "Tidak Bersalah" dari tuntutan hukuman akibat dosa, yakni dengan percaya Yesus telah menebus dosanya, Yesus adalah Anak Allah yang diutus dan mati bagi kita dan seluruh dunia.

 

Dalam Perjanjian Lama, seseorang yang memiliki hutang dapat dihapus hutangnya dengan dijual menjadi budak. Untuk pembebasannya maka sanak keluarganya kemudian dapat menebus atau membeli kebebasannya. Maka penyelamatan harus dilakukan melalui penebusan sesuai dengan konsep dalam Perjanjian Lama tersebut. Manusia yang sudah terikat dan menjadi hamba iblis, harus ditebus dengan nyawa juga. Konsep penebusan juga dilakukan oleh Allah ketika umat Israel harus keluar dari tanah Mesir, dengan membebaskan mereka dari perbudakan oleh bangsa itu. Penebusan lainnya dilakukan Allah ketika bertindak untuk mengembalikan umat Israel kembali dari pembuangan di Babel. Maka penebusan merupakan jalan yang serupa dilakukan oleh Allah melalui Yesus bagi orang-orang berdosa untuk bebas dari perbudakan dosa dan kembali masuk ke dalam kerajaan-Nya. Dengan demikian, kita menerima rencana Allah yakni Kristus sebagai persembahan penebusan dosa kita, dengan kata lain, Ia mati bagi kita untuk dosa-dosa yang kita lakukan, dan darah-Nya yang tercurah yakni darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa (Mat. 26:28). Darah Kristus telah menjadi percikan darah ke empat penjuru di Bait Allah sebagai pengganti diri kita (band. Kel. 24:8; Im. 16:15; 17:11), sekaligus merupakan jalan pendamaian sebagaimana istilah yang dipakai pada kemah suci yakni "korban pendamaian".

 

Allah Bapa berinisiatif menjadikan Tuhan Yesus sebagai korban pendamaian. Ia menyediakan jalan untuk mendapatkan pengampunan melalui iman kepada Tuhan Yesus. Penyelamatan manusia ini didasari oleh kasih Allah yang demikian besar, sehingga Allah melalui rencana-Nya, “menganugerahkan anak-Nya yang tunggal, sehingga mereka yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Jalan penyelesaian itu adalah kasih karunia yang bersumber dari Allah, dan karena itu adalah kasih karunia maka bersifat cuma-cuma. Allah telah menyatakan kematian Kristus adalah khusus dan cukup sebagai korban persembahan atas penebusan dosa kita. Kristus telah berdiri dan menggantikan tempat kita, membayar lunas tebusan nyawa bagi kita, dan sekaligus memenuhi kepuasan kehendak Allah. Maka ketika Allah mengampuni dosa-dosa kita, catatan kita menjadi bersih, seolah-olah kita tidak pernah berbuat dosa. Orang yang berdosa, meski pun berulang-ulang melakukan dosa karena kelemahan daging dan kekuatan Iblis, maka ia tetap harus datang kembali kepada Yesus untuk mohon pengampunan, sebab pengudusan berlangsung terus menerus. Ini adalah keistimewaan menerima kasih karunia Allah yang diberikan. Dosa yang memisahkan kita dari Allah kini dipersatukan dengan darah Kristus.

 

Ketiga: Manusia dibenarkan karena iman (Ayat 25b-28)

Ada pertanyaan yang mungkin timbul di pikiran orang: Jika Allah menghukum mereka yang tidak mengenal Kristus, bukankah Dia menjadi tidak adil? Jika Allah menyelamatkan mereka, bukankah korban Kristus menjadi tidak perlu? Dalam hal ini Rasul Paulus menyatakan, Allah dengan penuh kesabaran-Nya membiarkan dosa-dosa yang dahulu dan menanti saat yang tepat untuk menjalankan rencana-Nya melalui Yesus. Allah membebaskan manusia dari dosa dengan cara penebusan, bukan dimaksudkan bersikap tidak benar dengan menghilangkan keadilan-Nya, melainkan hanya dengan itu satu-satunya cara terbaik Allah. Semua orang telah berbuat dosa, tidak terkecuali; sementara Allah adalah Allah yang Mahakasih. Allah telah menetapkan Kristus Yesus menjadi jalan pendamaian, namun membutuhkan respon iman dari manusia atas karya penyelamatan tersebut. Orang yang percaya pada masa Perjanjian Lama pun sebenarnya telah melihat dengan iman akan kedatangan Yesus sebagai Penyelamat, namun mereka tidak tahu bahwa nama-Nya adalah Yesus dan rincian perjalanan hidup-Nya di dunia.

 

Adalah betul bahwa kebanyakan agama-agama menguraikan tugas atau perbuatan tertentu yang harus dilakukan untuk berkenan kepada Allah. Umat Yahudi juga berpikiran bahwa manusia hanya berkenan kepada Allah apabila manusia melakukan semua hukum Taurat dengan benar. Namun tidak mungkin melakukan semua hukum Taurat itu dengan benar. Juga tidak ada perbuatan atau pencapaian manusia atau kehebatan pribadi seseorang, yang dapat mendekatkan jurang perbedaan standar perlindungan moral Allah dengan ketidaksempurnaan kehidupan keseharian kita. Perbuatan baik memang penting, tetapi itu tidak dapat menghapuskan dosa dan memberikan kehidupan kekal. Maka dalam hal ini Rasul Paulus menyatakan perbuatan dan usaha ketaatan pada hukum adalah sesuatu yang tidak memberikan jaminan. Dalam hal itulah diperlukan iman. Nah, mengapa demikian mudah hanya dengan iman? Mengapa tidak perlu dengan perbuatan yang bersusah payah?

 

Mengapa Allah menyelamatkan kita hanya dengan iman? Jawaban yang bisa diberikan adalah: Pertama, iman menghilangkan kesombongan dan kebanggaan terhadap usaha manusia, sebab perbuatan melahirkan kesombongan sementara iman bukanlah hasil prestasi atau perbuatan kita. Ini yang terjadi pada manusia di era PL. Kedua, iman mengangkat hal yang Allah telah lakukan, bukan yang telah manusia lakukan. Ketiga, iman mengakui bahwa kita tidak dapat mencapai hukum dan ukuran standar Allah sendirian, untuk itu perlu pertolongan dari-Nya. Keempat, iman didasarkan atas hubungan kita dengan Allah, bukan atas prestasi kita bagi Allah. Kelima, perbuatan berpusat pada diri sendiri tetapi iman berpusat pada Allah. Dalam hal keselamatan berdasarkan iman yang membuat Kekristenan unik dalam pengajaran dan dianggap sebagai hukum yang baru, dan sekaligus mengatakan bahwa perbuatan (baik) tidak akan membuat kita benar di hadapan Allah (Rm. 3:27; 8:2; Yak. 1:25; 2:8, 9; 2:12). Dengan demikian kita percaya kepada Allah akan kemahakuasaan-Nya dan kita juga percaya akan kasih-Nya yang telah dilakukan melalui Kristus Yesus; artinya, kita diselamatkan hanya karena percaya pada apa yang telah Allah perbuat bagi kita (Ef. 2:8-10). Itulah hakekat iman yang menyelamatkan kita.

 

Keempat: Hanya ada satu Allah (Ayat 29-31)

Ada beberapa kesalah-pahaman di antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen Yunani saat itu di Roma. Orang Kristen Yahudi yang khawatir bertanya kepada Rasul Paulus sebagaimana dituliskan di awal pasal tiga ini: "Apakah iman menghapuskan seluruh hukum yang dipegang oleh umat Yahudi? Apakah iman meniadakan hukum Taurat, mengakhiri seluruh kebiasaan dan tradisi mereka, dan menyatakan bahwa Allah tidak lagi bekerja bersama-sama dengan mereka?" Pertanyaan ini sangat wajar sebab mereka merasa bermegah sebagai umat pilihan dan telah menerima hukum Taurat langsung dari Allah. Rasul Paulus tegas menjawab: "Jelas tidak!" Dalam hal ini, sesuai penjelasan Alkitab, sebenarnya ada dua fungsi hukum Taurat. Pertama, memperlihatkan jalan yang salah kepada kita. Dengan adanya hukum Taurat, kita tahu bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang tak berdaya dan karena itu kita perlu datang kepada Yesus untuk belas kasihan-Nya. Kedua, hukum Taurat sebagai kumpulan hukum moral (moral code) dan melalui hukum itu kita diberi panduan untuk dapat mengikuti dan mempertahankan moral standar Allah. Akan tetapi, meski kita tidak mendapatkan keselamatan dengan melakukan hukum Taurat, sebab tidak ada seorang pun yang mampu (terkecuali Yesus yang dapat menjalankan hukum Taurat dalam kehidupan-Nya), tetapi kita akan menyenangkan hati Allah apabila kehidupan kita semakin sesuai dengan maksud dan kehendak-Nya dalam hukum itu.

 

Menerima Yesus sebagai Juruselamat berarti meletakkan iman dan bersandar pada-Nya dan ini menjadikan diri kita benar di hadapan Allah, dan memampukan kita untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Di dalam Kristus berarti menjadi milik-Nya dan digunakan untuk kemuliaan-Nya. Mungkin timbul pertanyaan yang lain: Apa yang terjadi kepada orang yang hidup sebelum Kristus datang dan mati bagi dosa? Bagaimana dengan mereka yang dahulu memakai hukum Taurat sebagai pegangannya dan belum mengenal Tuhan Yesus? Mengapa Allah membiarkan umat-Nya di Israel sedemikian lama hingga mereka tercerai berai dahulu? Bukankah PL menuliskan, "Aku tidak akan membenarkan orang yang bersalah"? Bagaimana mungkin Yesus sebagai karya penebusan bagi orang berdosa? Kitab Roma 2:14-15 menuliskan, “Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.” Dengan demikian "hukum Taurat" atau hukum-hukum lain tersedia sebagai alat untuk menyadarkan manusia terhadap dosa, meski mereka tidak mengenal hukum Taurat yang tertulis. Allah bekerja dengan caranya yang unik dan penuh misteri. Demikian juga bagi mereka yang dahulu mati sebelum datangnya Yesus, bahwa Yesus tetap merupakan hakim dan jalan keselamatan yang dinyatakan oleh Allah Bapa kelak. Kristus menjadi pembebasan dosa dan kemerdekaan bukan hanya untuk mereka yang masih hidup, tetapi juga bagi mereka yang berdosa sebelum Yesus turun ke dunia sebagai Penebus, sebab penebusan itu prinsipnya berlaku bagi semua orang.

 

Ketika kita memahami jalan keselamatan melalui iman, maka kita secara tidak langsung akan memahami lebih baik ajaran Yahudi. Kita tahu mengapa Allah memilih Abraham, mengapa hukum Taurat diturunkan melalui Musa, dan mengapa Allah begitu sabar terhadap umat Israel berabad-abad lamanya. Iman tidak meniadakan hukum Taurat, hanya membuat Allah berurusan dengan umat Yahudi menjadi dapat kita pahami (di dalam pasal empat Rasul Paulus menjelaskan tema ini secara lebih luas, band. 5:21: 8:3, 4; 13:9, 10; Gal. 3:24-29; dan 1Tim. 1:8 tentang konsep ini). Hal ini juga bukan berarti hukum Taurat tidak bermanfaat atau dibatalkan, akan tetapi hukum Taurat menuntun kita kepada anugerah pengampunan yang diberikan oleh Allah melalui Tuhan Yesus Kristus. Inilah yang dimaksudkan nas minggu ini, semua itu meneguhkan hukum Taurat. Pendekatan Allah bukan pendekatan hukum, melainkan pemberian kasih anugerah. Jalan pengampunan hanya dengan pertobatan mengaku dosa kita di hadapan Yesus, tanpa ada persyaratan lain: siapa pun kita, latar belakang kita: baik orang kaya atau miskin, orang jahat atau setengah jahat, orang Batak atau Jawa, Yahudi atau Indonesia dan lainnya; baik mereka yang melakukan dosa yang besar dan berulang-berulang, maupun mereka yang merasa sedikit dosanya. Dengan demikian, semua orang yang mengaku Yesus adalah Tuhan dan menjadikan Dia sebagai Juruselamat, akan diterima oleh Allah yang Satu.

 

Penutup

Melalui mas minggu ini kita disadarkan kalau manusia telah melakukan perbuatan dosa dan tidak seorang pun layak di hadapan Allah. Dengan keberdosaan itu manusia layak menerima murka dan hukuman Allah, sehingga semua manusia menjadi binasa. Allah mengambil inisiatif untuk memberi damai dengan menganugerahkan Yesus Anak-Nya yang tunggal sebagai jalan pendamaian. Iman ini yang diminta dari kita, yakni mengaku Yesus adalah Penebus dan Penyelamat bagi semua orang, baik yang telah mati sebelumnya, baik yang hidup sesudahnya. Dengan manusia mengakui jalan pendamaian dan kemudian bertobat, dan menjadikan Dia sebagai Gembala hidup kita, maka kita telah diperdamaikan dan dibenarkan. Pembenaran demikian adalah sesuatu yang sah dan bukan berarti Allah membiarkan manusia begitu lama dalam keberdosaannya sampai Yesus datang ke dunia. Baik Yahudi ataupun bukan Yahudi, semua layak datang kepada-Nya memohon pengampunan dan pembenaran. Dengan demikian, melalui Yesus sebagai Tuhan, Allah kita adalah Allah yang Satu. Yang penting, bagi kita semua yang sudah percaya dan menerima dengan iman, kita patut meminta pertolongannya dengan doa agar dimampukan untuk hidup benar berdasarkan iman kepada-Nya. Karena orang benar hidup oleh iman. Tuhan Yesus memberkati.

 

KABAR DARI BUKIT

SEPERTI DOMBA DAN MERPATI

(Khotbah Mat. 9:35-10:23)

 

”Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Mat. 10:16)

Firman Tuhan di hari Minggu ini, Mat. 9:35-10:23, https://alkitab.app/v/125870364957, bercerita tentang Tuhan Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit (Mat. 9:37).

Lalu Tuhan Yesus memanggil kedua belas rasul dan mengutus mereka dan berpesan, “Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga  sudah dekat. Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma (Mat. 10:6-8).

Minggu lalu kita diingatkan tentang Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa menjadi murid-Nya. Dalam pesan minggu ini kita langsung diberi contoh, Tuhan Yesus memanggil duabelas murid. Memang memberitakan kabar baik bagi mereka yang belum mendengar dan menerima Yesus, harus dilakukan oleh para penginjil yang khusus diutus ke luar gereja. Mimbar gereja di hari Minggu lebih kepada meneguhkan dan menguatkan orang percaya, sekalian mengajak jemaat untuk mengutus.

Nas minggu ini menegaskan kembali, maksud Tuhan Yesus datang ke dunia tidak semata-mata menebus dosa manusia dan memberi kehidupan yang kekal. Sebagai yang utama, itu betul. Tetapi kalau dilihat pesan-Nya kepada para murid, Ia juga datang untuk membebaskan orang-orang miskin dan terbeban (ayat 8). Kita lihat juga pesan Tuhan Yesus yang pertama ke dunia adalah: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat. 4:17). Pernyataan kedua-Nya: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk. 4:18-19).

Oleh karena itu selain tahun rahmat pemberitaan kabar baik melalui marturia, ada tugas pembebasan yakni panggilan sosial diakonia sebagai tanggungjawab kita orang percaya. Seperti minggu lalu, penginjilan dengan pendekatan diakonia (presensi) maupun pendekatan marturia (proklamasi dan persuasi) mutlak dilakukan bersamaan.

Melalui nas minggu ini Tuhan Yesus juga memberi metode yang bagus untuk melakukan hal tersebut, agar pelayanan menjadi efektip. Pertama, janganlah memberitakan kabar baik kepada mereka  yang sudah ketahuan keras dan bandal, yang sudah menutup dirinya, seperti orang Samaria (ayat 5). Memberitakan kepada kelompok yang sulit menerima Injil, hanya buang-buang waktu dan energi. Hati kita miris ketika kita baru-baru ini membaca, adanya penolakan Alkitab berbahasa Minang. Maka pilihlah strategi dan sasaran yang tepat, yakni kepada mereka yang mau hatinya lebih terbuka, inklusif.

Nasihat kedua nas ini, agar kita memahami peta sasaran. Carilah simpul setempat yang bisa membuat sinergi, koperatif dan tidak menjadi beban. Berilah salam, dan apabila disambut kita bersyukur. “Dan apabila seorang tidak menerima kamu dan tidak mendengar perkataanmu, keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu dan kebaskanlah debunya dari kakimu” (ayat 13, band. Kis. 13:51). Nasihatnya, buatlah sederhana, meski perlu semangat juang yang tinggi dan tidak mudah menyerah. Apalagi, Tuhan Yesus akan menolong (ayat 20, 23).

Pesan ketiga, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa mengutus para penginjil sama seperti mengutus domba ke tengah-tengah serigala (ayat 16a). Ancaman penolakan mengintai, dan penganiayaan dapat terjadi. Tetap waspada terhadap majelis agama (ayat 17), penguasa dan raja-raja setempat (ayat 18), dan para pembenci (ayat 22). Untuk itu perlu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (ayat 16b).

Kita pun marilah cerdik dan tulus dalam memenuhi panggilan itu. Mari kita dukung pekabaran Injil dan pelayanan sosial terhadap saudara-saudara kita yang di Indonesia Timur dan juga di wilayah Kristiani lainnya. Dukunglah dengan doa dan dana, dukunglah dengan berupaya agar gereja-gereja kita ikut melakukannya. "Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit." Janganlah berdiam saja. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah di rumah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit (7Juni 2020)

AMANAT KEHIDUPAN

 

"Kamu harus lulus dari ITB!! Meski harus kuliah puluhan tahun, saya siap membiayai, sebab itulah tujuanmu ke Bandung"

Itulah amanat ayah saya ketika berkunjung ke penjara, saat saya ditahan karena melawan pemerintahan Suharto di tahun 1978 awal. Saya baru tingkat dua akhir, perjalanan kuliah masih panjang, bahkan belum ada gambaran berapa lama akan dipenjara. Tetapi puji Tuhan, setelah dua tahun hilang waktu kuliah (setahun dipenjara dan setahun mengikuti pengadilan), saya lebih belajar serius, kemudian lulus dengan baik dari ITB. Amanat dituntaskan. Ayah dan ibu saya hadir saat wisuda, dan saya dapat melihat betapa berbahagianya mereka. 

Firman Tuhan di Minggu Trinitas hari ini, Mat. 28:16-20, kita kenal semua sebagai perintah untuk memberitakan Injil atau Amanat Agung Tuhan Yesus - https://alkitab.app/v/0e26407fb663.

Kita pasti pernah mendapat amanat: dari orang tua, bos kantor, keluarga, bahkan mungkin dari teman. Orang yang berpikir positip dan memiliki daya juang, tentu senang bila menerima amanat. Ia merasa amanat diberikan pertanda dipercaya, dan dianggap sanggup mewujudkan amanat tersebut. Bagi orang yang bertanggung jawab, biasanya amanat diselesaikan tuntas. Ada rasa puas dan bahagia. Tetapi bagi yang tidak bertanggung jawab, ia melakukannya setengah hati. Bila tidak selesai, tidak merasa bersalah. Seribu satu alasan akan disusun, atau mencari kambing hitam. Tidak becus, itulah istilahnya. 

Ketika kita menjadi pengikut dan murid Kristus, dan mengakui-Nya sebagai Juruselamat pribadi, Penebus dosa-dosa kita, maka kita sebenarnya sudah menjadi bagian diri-Nya. Menyatu. "Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku..." (Gal. 2:20a). 

Oleh karena itu untuk Amanat Agung Tuhan Yesus, marilah kita berusaha menyelesaikannya sesuai dengan talenta dan kemampuan yang ada. Amanat-Nya jelas: "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku..." (ayat 19a). Menjadikan segala bangsa menjadi murid, berarti memberitakan Injil bagi yang belum menerima Yesus Kristus. 

Kongres Penginjilan Sedunia di Lausanne tahun 1974, menetapkan penginjilan berarti menyebarkan Kabar Baik. Penginjilan bukanlah khotbah di mimbar gereja hari Minggu. Penginjilan berarti memberitakan ke luar gereja. Bentuknya, ada dengan cara diakonia, presensi, yakni hadir memberi bantuan kasih di tengah-tengah mereka yang susah. Ada cara marturia, yakni dengan proklamasi dan persuasi melalui penginjil-evangelis yang diutus.

Apakah kita sudah mengambil bagian? Melalui doa, pikiran tenaga, waktu, atau uang kita, apakah telah ikut terlibat dalam penginjilan ke luar gereja? Perintah-Nya jelas, setiap orang harus mengambil bagian dalam amanat dan misi itu. Kita tidak bisa lari, berkelit. Tidak boleh juga ragu-ragu, seperti sebagian murid-Nya saat itu (ayat 17), sehingga Tuhan Yesus perlu menegaskan "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi" (ayat 18b). Alangkah sedih hati kita, bila saatnya tiba, Tuhan Yesus berkata kepada kita dengan terus terang: "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku... (Mat. 7:23; 25:41). Kesempatan masih ada. Ikutlah, agar Tuhan Yesus berbahagia, seperti ayah saya melihat saya diwisuda. Finish well. Mission completed. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah di rumah. Tuhan memberkati dan melindungi kita sekalian, amin.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 315 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8563537
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1585
73300
74885
8223859
714822
883577
8563537

IP Anda: 172.69.166.105
2024-12-16 02:38

Login Form