Sunday, December 15, 2024

2023

Khotbah 2 Minggu V Pra Paskah Tahun 2023

Khotbah ke-2 Minggu 26 Maret 2023 – Minggu V Pra Paskah

 PENGENDALI HIDUP (Yoh. 11:1-44)

 

Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan” (Yoh. 11:4).

 

Firman Tuhan di Minggu V Pra Paskah, Yoh. 11:1-44, kembali nas yang panjang tentang kebangkitan Lazarus dari kematian. Lazarus adalah adik Maria dan Marta, perempuan yang pernah meminyaki kaki Tuhan Yesus dengan minyak mur dan menyekanya dengan rambutnya (ayat 2, Luk. 10:38-42). Semula mereka berdua mengirim pesan kepada Tuhan Yesus tentang saudaranya Lazarus yang sakit, memohon agar Dia datang menyembuhkannya. Tetapi Yesus menunda kedatangan-Nya, bahkan sempat menyatakan Lazarus sudah mati, yang ditafsirkan murid-murid-Nya sebagai tertidur (dalam bahasa Yunani, kata tidur dan mati kadang sama dipakainya).

 

Yesus kemudian datang setelah Lazarus mati empat hari (ayat 17). Maria yang menyambut Yesus di luar rumah, menyatakan saudaranya itu telah mati dan sudah dikuburkan dan berbau. Marta pun berkata kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati" (ayat 21). Tetapi Yesus berkata kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.... Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati" (ayat 23, 25).

 

Sebagai orang Yahudi (terkecuali orang Saduki), Marta percaya akan kebangkitan orang mati di akhir zaman. Tetapi yang dimaksud oleh Tuhan Yesus adalah kebangkitan Lazarus pada saat itu. Menakjubkan. Ia pun menyuruh orang mengangkat batu penutup kuburan Lazarus, menengadah ke atas, meminta kepada Bapa-Nya. Mukiizat pun terjadi, Lazarus bangkit dari kematiannya dengan kaki tangannya masih terikat kain kafan. Dan Yesus berkata kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi” (ayat 44).

 

Nas minggu ini mengajarkan kepada kita banyak hal, terutama di tengah badai wabah virus Corona-19 yang melanda kita dan dunia saat ini. Pertama, Tuhan Yesus adalah pengendali hidup manusia. Ia berkuasa atas hidup dan matinya manusia. Ia berkuasa atas maut dan kematian. Untuk ini berserah adalah kata kunci menyikapinya. Kedua, semua hal yang dialami orang-orang percaya ada dalam kendali-Nya. Untuk itu kita perlu lebih mengenal Dia dengan segala rencana dan karya-Nya. Kunci menyikapinya adalah: "Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu" (Yak. 4:8a). Tuhan akan senang bila kita dekat kepada-Nya.

 

Ketiga, kita diajar untuk lebih berhikmat, sebagaimana Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya: "Siapa yang berjalan pada siang hari, kakinya tidak terantuk, ... Tetapi jikalau seorang berjalan pada malam hari, kakinya terantuk, karena terang tidak ada di dalam dirinya” (ayat 9-10).

 

Melawan badai virus Corona tidak mudah, harus disiplin bersama, dan bagus memilih menghindar; juga tidak diperhadapkan dengan iman yang seolah menguji Tuhan. Kita juga tidak perlu terlalu paranoid, atau berlebihan menanggapinya. Tuhan Yesus tidak membangkitkan tubuh orang mati saja, tetapi juga rohani kita untuk bangkit (ayat 26).

 

Terakhir, di dalam setiap kejadian dan peristiwa termasuk melalui badai virus Corona, kita diminta untuk melihat, mencari, dan menggumuli rencana Tuhan bagi kita untuk berkarya demi kemuliaan nama-Nya. Semoga Tuhan mengasihi kita dan badai ini cepat berlalu.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 19 Maret 2023

Kabar dari Bukit

 MENCARI PEMIMPIN BARU (1Sam. 16:1-13)

 

"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1Sam. 16:7b)

Salam dalam kasih Kristus.

 

Ada banyak orang menanti calon presiden kita berikutnya. Situasinya agak ngeri-ngeri sedap, meski telah banyak hasil survei dan jelas figurnya. Beberapa koalisi malah telah terbentuk, namun calonnya belum pasti meski mereka sudah memiliki tiket untuk mencalonkan.

 

Sebut saja koalisi KIB dari Partai Golkar, PPP dan PAN; koalisi Gerindra dengan PKB. Rencana koalisi Nasdem yang masih gentayangan meyakinkan mitra; dan PDIP yang memiliki tiket sendiri masih menunggu “wangsit”. Ada juga ide “gila”, meneruskan Pak Jokowi menjadi tiga periode. Tapi inilah INDONESIA kita. Semoga ke depan lebih awal sudah terbuka sebagaimana negara maju.

 

Firman Tuhan di hari Minggu berbahagia ini adalah 1Sam. 16:1-13. Kisahnya mirip di atas, yakni mencari pemimpin baru Israel, setelah Tuhan menolak Raja Saul karena tidak taat dan perilaku jahatnya (1Sam. 15). Nabi Samuel yang bersedih kemudian diutus Tuhan kepada Isai, orang Betlehem, sebab di antara anak-anaknya akan dipilih seorang raja pengganti (ay. 1).

 

Setelah bersiasat melalui upacara pengorbanan sesuai ritual PL, Samuel kemudian meminta anak-anak Isai untuk ditampilkan; mulai dari Eliab putra pertamanya. Tadinya Samuel tertarik untuk mengurapinya sebagai calon raja. Tetapi TUHAN berfirman: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (ay. 7). Nah, pelajaran pertama bagi kita dari nas minggu ini, agar menilai pemimpin atau seseorang, tidak hanya memakai mata dan perasaan saja, juga perlu mencari tahu isi hati, ketulusan dan jejak rekamnya.

 

Demikianlah seterusnya ketujuh anak Isai dimajukan, tetapi Tuhan tidak memilih mereka (ay. 10). Ternyata masih ada yang bungsu; dan tampillah Daud dengan wajah kemerah-merahan, matanya indah dan parasnya elok. Lalu TUHAN berfirman: "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia." Samuel pun mengurapi Daud dengan minyak dari tabung tanduk yang dibawanya (ay. 12-13).

 

Kembali ke pencalonan presiden, kepedulian terhadap pemimpin hal yang baik. Bagi kita umat percaya, kepedulian utama pengganti Pak Jokowi haruslah dapat menjamin tetap diberlakukannya UUD ‘45, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Kita tidak ingin mendapatkan pemimpin seperti raja Saul yang mengelabui Tuhan, dan menyelewengkan kepercayaan yang diberikan kepadanya (ay. 2a).

 

Semakin meluasnya ideologi yang ingin mengubah Pancasila dengan ideologi impor, sangatlah mengkhawatirkan kita. Adanya upaya diluaskannya sistem syariah dalam lingkup lokal seperti di Aceh, tentu membahayakan NKRI ke depan. Demikian juga tetap sulitnya umat Kristen membangun rumah ibadah, kebaktian di rumah, penginjilan, itu menjadi beban orang percaya dalam berbangsa dan bernegara.

 

Nas minggu ini mengajarkan kita cara untuk mendapatkan pemimpin baru yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Jangan hanya khawatir atau bersedih seperti nabi Samuel. Para hamba Tuhan dan kita semua ikut peduli, melakukan ibadah khusus, doa syafaat jemaat dan kelompok, sebagaimana perintah Tuhan kepada nabi Samuel (ay. 2-6). Kita berdoa memohon hikmat Tuhan dan kuasa-Nya agar bekerja melalui elit partai, para pemimpin dan rakyat pemilih.

 

Melalui doa kita semua, pemimpin baru kita dalam lingkup organisasi kecil hingga bernegara, nantinya akan seperti Daud, “Sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas dirinya (ay. 13). Melalui presiden kita yang baru nantinya, kiranya kerajaan dan nama Tuhan Yesus semakin bebas diperluas dan ditinggikan.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu IV Pra Paskah Tahun 2023

KHOTBAH 1 MINGGU IV PRA PASKAH – Tahun 2023

PERGUMULAN DAN KESAKSIAN

(Yoh. 9:1-41)

 Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu IV Pra Paskah dari Yoh. 9:1-41. Ini kisah yang panjang tentang Tuhan Yesus menyembuhkan orang buta sejak lahir, hingga berkembang ke masalah melakukan pekerjaan di hari Sabat. Tentang orang yang lahir buta, murid-murid bertanya kepada Yesus: "Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (ayat 2). Hal seperti ini tentu juga kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari, ketika sebuah pergumulan penderitaan datang, dapat berupa sakit, kecelakaan membuat cacat fisik, atau penderitaan berat lainnya ke dalam kehidupan kita pribadi, keluarga atau sahabat.

Apa dosaku? Apa dosa orang tuaku, sehingga aku/dia mengalami hal seperti ini? Itu pertanyaan lumrah yang manusiawi. Dan Tuhan Yesus menjawab dengan sangat tegas dan mencerahkan melalui nas ini: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (ayat 3). Artinya, dalam setiap situasi, Allah dapat bekerja untuk menyatakan kuasa dan kemuliaan-Nya, meski dalam penglihatan manusia itu berupa penderitaan fisik atau jiwa.

Betul, Alkitab berkata dosa membawa konsekuensi ke anak cucu, sebagaimana isi hukum Taurat kedua (Kel. 20:7) dan pengakuan Raja Daud, "Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku" (Mzm. 51:5). Tetapi ketika kita di dalam Tuhan Yesus, rantai dosa ini telah putus oleh penebusan-Nya atas segala dosa-dosa kita termasuk dosa turunan, melalui baptisan dan pengakuan percaya, serta kita pun terus berusaha taat kepada-Nya. Dan, kita juga setia menyatakan pekerjaan Allah di sekitar kita.

Tantangan dan godaan selalu ada. Dalam nas ini, kaum Farisi ingin menjebak Tuhan Yesus dengan alasan melakukan pekerjaan di hari Sabat (penolakan yang sama pada penyembuhan di kolam Betesda, Yoh. 5:1-18). Orang yang dicelikkan matanya itu pun terus didesak untuk menyudutkan Yesus, tetapi justru pengakuannya menjadi kesaksian bagi yang mendengar (ayat 11, 17). Bahkan ia mengatakan: "Kita tahu, bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya.... Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa” (ayat 31, 33). Ia bersaksi tentang Yesus meski ia harus dibuang dari kelompoknya (ayat 34).

Di tengah masalah pandemic Virus Corona 2019 yang menakutkan dunia, kita perlu bersaksi mengikuti perkataan Tuhan Yesus di ayat 3-4: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja. Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia.”

Banyak hal yang orang percaya dapat perbuat sebagai kesaksian pekerjaan Allah, menjadi terang bagi sesama. Berkarya nyata, dan bukan dengan sombong rohani seolah-olah menguji Tuhan mengabaikan bahaya. Bagi yang tidak melakukan dan hanya takut semata atau mementingkan diri sendiri, kita juga diingatkan-Nya dalam ayat 41 terakhir: “Sekiranya kamu buta (tidak tahu - penulis), kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu” (band. Yak. 4:17). Nah, apapun pergumulan kita, jadikanlah itu kesaksian untuk kemuliaan-Nya. Itulah jalan menyenangkan hati Tuhan.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 2 Minggu IV Pra Paskah Tahun 2023

Khotbah 2 Minggu IV Pra-Paskah Tahun 2023

HIDUP SEBAGAI ANAK-ANAK TERANG (Ef. 5:8-14)

 Bacaan lainnya: 1Sam. 16:1-13; Mzm. 23; Yoh. 9:1-41

 

Pendahuluan

Firman Tuhan menjelaskan bahwa mereka yang diam di Efesus dahulunya hidup di dalam kegelapan. Mereka melakukan berbagai perbuatan yang membuat murka Allah dan selayaknya mereka mendapatkan penghukuman. Semua hal itu terjadi karena sebelumnya mereka tidak mengenal Kristus Yesus yang membawa terang ke dalam hidup mereka. Sebagai orang yang sudah menerima terang dan hidup di dalam-Nya, maka kita dan mereka dipanggil untuk memiliki pola hidup yang berbeda dengan mereka yang tidak percaya dan terus dalam kegelapan. Melalui nas minggu ini kita diberi pelajaran bagaimana kita hidup sebagai anak-anak terang dan apa tanggung jawab kita setelah menerima terang itu.

 

Pertama: Kamu dahulu adalah kegelapan (ayat 8-9)

Kalau kita membaca ayat-ayat sebelumnya, hidup di dalam kegelapan berarti terlibat percabulan dan rupa-rupa kecemaran, perkataan yang kotor, kosong atau yang sembrono tidak pantas, menjadi orang sundal, cemar atau serakah, penyembah berhala, atau tersesat dengan kata-kata yang hampa. Dalam ayat 15 disebutkan juga hidup seperti orang bebal dan dalam pengaruh anggur yang memabukkan (ayat 18). Seseorang yang berada dalam kegelapan tidak hanya terjebak dalam situasi yang menjerat keadaannya saat ini, sebab dalam kegelapan ia tidak hanya kehilangan orientasi situasi keberadaannya, tetapi juga arah pengharapan yang benar akan langkah selanjutnya dalam tujuan hidupnya. Ia hanya bisa meraba-raba tanpa penglihatan, dengan kemungkinan jatuh ke situasi yang lebih buruk. Jalan keluar seolah suram kelam dan oleh karena itu seseorang yang berada dalam kegelapan sangat membutuhkan terang cahaya agar bisa keluar dan melangkah ke tempat yang lebih aman. Seseorang yang hidup dalam kegelapan (kejahatan) sangat membutuhkan terang cahaya kebaikan dan kebenaran yang bersumber dari Kristus.

 

Hidup di dalam kegelapan dan terang memberi kontras dan perubahan dari beberapa kondisi sebagai berikut:

 

Saat di kegelapan                                         Saat di terang

           Mati dalam penghukuman              Hidup oleh kasih Kristus

           Sasaran murka Allah                                   Memperoleh kasih Allah dan keselamatan

           Mengikuti jalan dunia                                 Berdiri teguh dalam Kristus dan kebenaran

           Musuh Allah                                     Anak-anak Allah

           Menjadi budak setan                                   Bebas dalam Kristus mengasihi, melayani dan

diam bersama-Nya

           Jatuh dalam keinginan jahat                      Bangkit bersama Kristus dalam kemegahan

 

Sebagai orang yang sudah menerima dan beriman pada Kristus dan menerima terang-Nya, maka kini seluruh kegiatan hidup kita harus mencerminkan iman tersebut. Dengan menjadi percaya dan berada dalam terang, kita harus hidup di atas standar moral orang lain yang hidup dalam kegelapan, sehingga dapat memancarkan kebaikan Allah bagi orang lain (band. Khotbah Yesus di bukit Mat. 5:15-16). Hidup sebagai anak-anak terang berarti kita menempatkan diri sebagai orang bertobat, dengan tingkah laku kepribadian yang diperbaharui sesuai dengan kedudukan kita sebagai anak-anak Allah. Kita yang sudah menerima pengampunan perlu menjaga kekudusan dan kebesaran Allah melalui cerminan diri kita, dengan memperlihatkan hadirnya Roh Kudus dalam hati dan menghasilkan buah-buah Roh (Gal. 5:22-23; Mat. 7:16-20). Demikian kerasnya peringatan dalam nas ini hingga mengatakan bahwa kita pun tidak boleh berkawan dengan mereka, dalam arti bergaul secara aktif dalam kehidupan sehari-hari tanpa tujuan untuk mengubah mereka.

 

Kedua: Ujilah yang berkenan kepada Tuhan (ayat 10)

Dalam ayat 1-7 diberikan perbandingan kontras antara hidup dalam kegelapan dan terang untuk memudahkan kita melihat perbedaan nyata antara keduanya. Hidup sebagai anak-anak terang artinya berperilaku di dalam kasih sebagaimana Kristus Yesus telah mengasihi kita, jauh dari kecemaran sepatutnya orang-orang kudus, dan terus-menerus mengucap syukur. Hidup di dalam terang berarti berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, hidup seperti orang arif dengan mempergunakan waktu yang ada karena menyadari hari-hari sekarang ini adalah jahat, terus berusaha mengerti kehendak Tuhan, serta penuh dengan Roh. Hidup di dalam terang diungkapkan melalui mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani, serta segenap hatinya bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan. Dengan demikian, sungguh sangat jelas bagaimana kita hidup di dalam terang tersebut. 

 

Namun kadang batas gelap-terang ini dibuat samar atau abu-abu seolah tidak bisa membedakan antara hitam dengan putih (perumpamaan kegelapan sebagai hitam dan kebaikan sebagai putih). Mungkin kita berdalih atau mencari alasan-alasan khusus yang mencoba membela diri dengan mencari pembenaran atau pemaafan bahwa kita “harus” atau “terpaksa” melakukan tindakan kegelapan, dengan alasan hanya sementara. Untuk itu firman Tuhan ini mengingatkan bahwa melakukan itu perlu diuji, apakah memang itu tujuan utama kita. Dalam beberapa situasi, kisah Robin Hood perampok untuk membagikannya kepada kaum miskin dapat “dibenarkan”. Namun kalau kemudian kita ikut hidup menikmati hasil kejahatan itu maka tujuan mulia itu sudah tercemar. Demikian pula motivasi dalam melakukan perbuatan terang itu, untuk mendapatkan pujian dan kemegahan diri sendiri, atau semua itu kita serahkan bagi kemuliaan nama-Nya, dengan prinsip “biarlah Ia menjadi besar dan aku menjadi kecil” (Yoh. 3:30).

 

Demikian pula penonjolan diri sebagai individu atau kelompok. Kita sebagai orang percaya harus memperlihatkan suatu persekutuan orang percaya yang saling mendukung, yakni dalam kesatuan sebagai berikut:

           Satu dalam Allah, Allah Bapa yang memelihara kita hingga kekekalan

           Satu dalam Tuhan, Kristus dan kita adalah milik-Nya

           Satu dalam Roh, Roh Kudus yang menghidupkan dan berbuah

           Satu dalam iman, komitmen tunggal kita pada Kristus

           Satu dalam tubuh, persekutuan orang percaya yakni gereja

           Satu dalam baptisan, tanda dipersatukan dengan Allah melalui gereja-Nya

           Satu dalam pengharapan, kemegahan dalam masa mendatang

 

Apabila kita menamakan diri sebagai orang percaya dalam kasih Yesus, tetapi masih saling menjelekkan atau meninggikan denominasi gereja tempat kita bersekutu, maka sebenarnya kita melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Terang yang kita bawa harus mampu membedakan dengan jelas tentang yang baik dan apa yang buruk.  Ukuran dan pengujian sebenarnya adalah: apakah semuanya untuk menyenangkan hati-Nya dan kemuliaan-Nya?

 

Ketiga: Telanjangilah perbuatan kegelapan itu (ayat 11-13)

Kitab Efesus secara umum dari awal menekankan setiap anak-anak Allah bukan saja dipanggil sebagai anak-anak kekasih Allah dan penurut, tapi juga harus menjadi prajurit Allah (Ef. 6:11-13; band. 2Tim. 2:3). Dengan demikian kita dipanggil tidak hanya untuk menikmati hidup di dalam terang dan bersekutu untuk mendapatkan sukacita semata, akan tetapi kita dipanggil untuk berjuang bagi terang yang lebih besar. Standar norma hidup kristiani yang tinggi harus diperlihatkan pada semua orang. Firman Tuhan mengajarkan, “Tidak seorang pun yang menyalakan pelita lalu meletakkannya di kolong rumah atau di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk, dapat melihat cahayanya” (Luk. 11:33). Pada bagian lain dikatakan, “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” (Flp. 4:5). Standar kebaikan, keadilan dan kebenaran merupakan kaidah yang dapat dipegang. Sama seperti yang dikatakan melalui tiga filter penguji dari Socrates sebelum kita menyampaikan sesuatu kepada orang lain, perlu kita ketahui terlebih dahulu apakah hal itu: benar, baik, dan membawa manfaat. Bahkan dalam ayat minggu ini dikatakan, menyebutkan atau sekadar membicarakan perbuatan-perbuatan jahat itu di tempat-tempat tersembunyi, dalam arti gosip atau bisik-bisik itu dilarang.

 

Rasul Paulus menginstruksikan kita untuk membuka atau menelanjangi perbuatan-perbuatan ini, seperti seorang peniup pluit (whistle blower), sebab diamnya kita bisa dianggap setuju dengan perbuatan itu. Allah menginginkan setiap orang berdiri di atas kebenaran dan setiap orang percaya harus berbicara keras tentang hal yang benar dan baik. Kita harus menentang dan mengungkapkan kejahatan sehingga kejahatan itu tidak berkembang seperti virus yang menjalar kepada orang lain bahkan ke seluruh tubuh masyarakat (Mzm. 94:16). Sikap memihak kepada Allah harus terlihat benar-benar membenci dosa dan bukan abstain atau netral. Sikap menjauhi mereka juga bukan dalam arti kita tidak peduli terhadap perbuatan mereka, melainkan membenci perbuatannya dan bukan orangnya. Semoga dengan sikap kasih dan siap mengampuni itu mereka dapat melihat terang yang sangat indah sehingga mereka bertobat dan menikmati terang itu. Sikap kita harus optimis seperti kata firman, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya” (Yoh. 1:5; 3:19-21; 1Yoh. 1:5-7).

 

Sikap kita harus tegas dan tidak boleh mendua atau munafik, dalam arti kata tidak samanya kata dengan perbuatan, tidak samanya hakekat dengan tampilan. Adalah terlihat aneh ketika kita hidup sebagai seorang prajurit/perwira, tapi tingkah laku kita bagaikan seorang artis selebritis “murahan”. Kepatuhan menjadi hal yang utama untuk terus menjadi sempurna. Kesalahan dan ketidak sempurnaan sesaat karena kekhilafan harus diperlihatkan dengan sikap penyesalan dalam. Memberi contoh buruk menjadi dosa yang buruk. Kita tidak bisa mengekspresikan diri sebagai seorang dokter atau atlit tapi pola hidup kita tidak terjaga sehat. Bila kita melakukan hal itu maka bukan saja kita mempermalukan Kristus yang telah menolong kita, tetapi kita juga menjadi bahan olok-olok dan tertawaan. Kehadiran kita sebagai terang haruslah merupakan model dan teladan yang merupakan teguran bagi sekitar kita yang hidup dalam kegelapan, meski tampak luar kita dibenci oleh mereka (Yoh. 7:7; 15:18).

 

Keempat: Bangunlah, hai kamu yang tidur (ayat 14)

Mereka yang hidup terus di dalam kegelapan akan mendapatkan hukuman dari Allah (1Kor. 6:9-10), sementara mereka yang setia dan terus berupaya hidup di dalam terang Kristus akan mendapat kasih Allah hingga kekekalan. Mereka yang tadinya terlelap dalam waktu yang sia-sia diminta menggunakan waktu secara efektif untuk melakukan sesuai dengan kehendak Allah. Mereka yang terlelap dan tertidur diminta bangun melihat terang dan melayani Tuhan. Jadi dalam hal ini mereka tidak tertidur dan memahami bahwa perbuatan-perbuatan kegelapan tidak berbuahkan apa-apa, sehingga harus menghindarinya, dan meninggalkan perbuatan kesenangan yang menghasilkan dosa (1Tes. 5:5).

 

Kalimat “Bangunlah….” ini tampak bukan kutipan langsung dari Perjanjian Lama, tetapi mungkin dari sajak atau lagu-lagu yang cukup dikenal oleh orang Efesus saat itu. Kalimat itu mungkin dilatarbelakangi oleh kitab Yesaya (26:19; 51:17; 52:1; 60:1) dan Mal. 4:2, yang dipakai saat pembaptisan keluar dari air. Baptisan saat itu dipakai juga bagi mereka yang bertobat dari penyambahan berhala, dan keberadaan mereka dalam kegelapan berhala itu dianggap tertidur dan saat dibaptis menjadi terbangun. Oleh karena itu Rasul Paulus mendorong orang Efesus untuk bangun dan bangkit dan menyadari kondisi yang berbahaya bagi mereka, khususnya yang sudah terjatuh tergelincir (band. Rm. 13:11). Terang yang dibawa Kristus memiliki daya untuk membangkitkan, membersihkan dan memulihkan dan siap menjadi berkat bagi semua orang.

 

Dalam ayat berikutnya disebutkan agar kita yang menerima terang itu bersikap seksama hati-hati di tengah-tengah zaman yang jahat, dengan mempergunakan waktu sisa yang ada dan sangat berharga bertindak sebagai prajurit Kristus, membangunkan orang-orang untuk melihat terang dari Kristus (Yes. 60:1). Ada tiga hal katanya di dunia ini yang sekali kejadian tidak pernah kembali, yakni waktu, kesempatan dan ucapan (khususnya yang salah menyakitkan). Waktu dan kesempatan adalah anugerah yang kita miliki namun berlalu sangat cepat dan tidak bisa kembalikan. Oleh karena itu di tengah waktu yang terus berjalan dan kesempatan menabur dan menuai selalu terbuka, kita membiasakan ucapan yang menyenangkan, dan merapat ke dalam barisan prajurit Kristus sehingga melalui terang dan pelayanan kita nama Tuhan dimuliakan.

 

Penutup

Sebagai anak-anak terang kita harus hidup jauh dari kegelapan yang membuat hati Allah bersedih. Kita sebagai umat-Nya hendaklah meneladani Yesus Kristus dengan hidup sesuai dengan panggilan kita. Semua yang kita lakukan pun sebagai perbuatan terang perlu diuji apakah sesuai dengan kehendak-Nya dan menyenangkan hati-Nya, berdasarkan kebaikan, keadilan dan kebenaran. Kita dipanggil bukan hanya untuk menjadi teladan dan model sebagai orang yang sudah menerima kasih dan pengampunan, tetapi kita juga dipanggil untuk menelanjangi perbuatan-perbuatan kegelapan orang lain agar itu tidak menjadi virus menular bagi yang lain. Tindakan itu sekaligus untuk membuktikan bahwa kita sebagai prajurit Allah yang siap untuk membangunkan orang lain agar tidak terjerat dalam kegelapan, dan mereka dapat menikmati terang yang membebaskan dan menikmati kasih Allah yang berkelimpahan sebagai anak-anak terang. Naikkanlah doa kepada Tuhan agar kita dibimbing-Nya ke arah hidup terang sehingga dapat mengerti rencana indah-Nya.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 12 Maret 2023

Kabar dari Bukit

 MENCOBAI TUHAN (Kel. 17:1-7)

 "Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?” (Kel. 17:2b)

 Salam dalam kasih Kristus.

 

Firman Tuhan di hari Minggu berbahagia ini bagi kita adalah Kel. 17:1-7. Nas ini menceritakan masalah tidak adanya air untuk diminum di Masa dan Meriba, saat umat Israel dalam perjalanan keluar dari Mesir yang dipimpin Musa. Kejadian sebelumnya juga terjadi di Mara, air menjadi pahit (Kel. 15:22-24).

 

“Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?" Musa menjawab: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?" (ay. 2).

 

Menghadapi umat yang menuntut keras, Musa pun berseru-seru kepada TUHAN. Dan atas belas kasih-Nya, mereka diberi air dengan cara Musa memukulkan tongkatnya ke gunung batu dan dari dalamnya keluar air (ay. 6). Tongkat ini juga yang dipakai oleh Musa sebelum mereka keluar dari Mesir, saat bertarung mukjizat dengan para ahli sihir Firaun (Kel. 7-11).

 

Perjalanan panjang di padang gurun yang panas tentu melelahkan. Umat Israel meminta air, sebenarnya sesuatu yang manusiawi, mengingat air minum adalah kebutuhan dasar. Tetapi ada yang perlu dilihat yakni sikap mereka yang bersungut-sungut menghadapi ujian dan tantangan.

 

Umat Israel selayaknya tahu betul kasih dan penyertaan Tuhan atas mereka selama perjalanan: dibebaskan dari perbudakan, keluar menyeberang Laut Teberau yang dikeringkan Tuhan, diberi makanan manna, dituntun tiang api dan awan, dan lainnya. Tetapi umat masih bebal menuntut tanpa rasa hormat dan bersyukur.

 

Alkitab mengajarkan orang percaya haruslah bersikap kasih, takut dan hormat terhadap Tuhan (Mat. 22:37; 1Pet. 2:17; 1Tim. 1:17). Ini sikap yang terpuji. Jadi janganlah seperti umat Israel yang menuntut dan meragukan: “Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?” (ay. 7). Ini bagaikan air susu dibalas air tuba, kata pepatah.

 

Tuhan Yesus lebih tegas dalam PB dengan berkata kepada iblis: Janganlah engkau mencobai Tuhan (Mat. 4:7). Demikian juga kaum Farisi dan ahli Taurat yang mencobai Yesus, Dia langsung menghardiknya (Mat. 16:1; 19:3; 22:18). Ini ditegaskan kembali dalam kitab Yak. 1:13, “Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun.”

 

Alkitab menjelaskan mereka yang meragukan dan mencobai Allah akan dihukum. Ada yang mati dipagut ular (1Kor. 10:9; Bil. 21:5-6). Apalagi bila bersungut-sungut mereka pasti dihukum termasuk umat Israel yang dalam nas ini, tidak satu pun akhirnya ikut memasuki tanah perjanjian Kanaan (Ibr. 3:9; Bil. 16:41-49). Bahkan Musa dan Harun yang dianggap meragukan kuasa Tuhan saat mengeluarkan air dari batu, akhirnya tidak diberi kesempatan ikut masuk ke tanah perjanjian (Bil. 20:1-13).

 

Hubungan kita dengan Tuhan memiliki aspek pribadi, kedekatan, dan kedalaman spiritual. Hubungan tertinggi dalam hal ini adalah ketika manusia menyadari hidupnya bukan lagi miliknya (Gal. 5:24-25). Janganlah kebaikan Tuhan yang telah mati berkorban disalib demi menebus dosa-dosa kita, dikalahkan oleh kedagingan dan nafsu sesaat sehingga terus menuntut keinginan yang merusak hubungan yang ada.

 

Melalui nas mingggu ini, mari kita tetap bersandar penuh kepada Dia, apapun yang kita alami tetaplah bersikap takut dan hormat, dan dalam iman kita tahu Tuhan tidak akan meninggalkan kita dan segala perkara yang ada dapat kita tanggung bersama Dia (Mzm. 37:24; Flp. 4:13). Sabar dan bertekunlah, jangan pernah meragukan kuasa dan kasih-Nya.

 

Selamat hari Minggu dan beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 256 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8565378
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3426
73300
76726
8223859
716663
883577
8565378

IP Anda: 172.70.143.45
2024-12-16 03:50

Login Form