Sunday, December 15, 2024

2023

Khotbah 1 Minggu III Paskah 23 April 2023

Khotbah 1 MINGGU III PASKAH

 DILAHIRKAN BUKAN DARI BENIH YANG FANA (1Pet. 1:17-23)

 Bacaan lainnya: Kis. 2:14a, 36-41; Mzm. 116:1-4, 12-19; Luk 24:13-35

 

Pendahuluan

Dalam masa minggu pasca kebangkitan Tuhan Yesus saat ini kita kembali diingatkan bahwa Ia mati untuk penebusan dosa-dosa agar kita tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal. Penebusan oleh Tuhan Yesus bukanlah penebusan yang murah melainkan dengan darah-Nya yang mahal dan murni tidak bercacat. Firman Tuhan melalui surat Rasul Petrus ini ditujukan kepada orang-orang miskin, sehingga penggunaan kata yang berhubungan dengan nilai dan harga agak menonjol. Keselamatan sebagai karunia penebusan harus dihargai tak terhingga, sehingga hidup orang percaya pasca kebangkitan Yesus harus tetap menjaga kekudusan. Orang percaya harus menganggap pembebasan dari dosa-dosa sebagai warisan sorgawi yang harus dipertahankan. Melalui bacaan nas minggu ini kita diberikan pokok pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Sikap takut dan penebusan yang mahal (ayat 17-19)

Sikap takut yang berangkat dari rasa hormat (reverent fear) adalah sikap respek yang sehat dari orang percaya terhadap Allah. Allah adalah pencipta, penguasa, dan hakim bagi seluruh bumi dan isinya (Why. 14:7; 15:4), sehingga mau tidak mau kita tidak dapat bersikap acuh terhadap-Nya atau memperlakukan Dia dengan sembarangan. Hukum ketiga Taurat juga menyebutkan jangan menyebut nama Allah dengan sembarangan (Kel. 20:7). Alkitab mengatakan jangan takut kepada yang membunuh tubuh, tapi takutlah kepada yang dapat membunuh jiwa (Mat. 10:28). Kita tidak boleh beranggapan bahwa status istimewa kita sebagai anak-anak Allah memberi kebebasan untuk melakukan segala sesuatu yang kita kehendaki, tanpa tetap menaruh rasa takut dan hormat akan Dia. Tapi kita juga tidak perlu merasa harus tertekan akan sikap takut itu, melainkan hal itu kita lihat sebagai sikap sukacita ketergantungan seorang anak yang memperlihatkan kasih-Nya kepada Allah Bapa di sorga.

 

Perjanjian Lama dan sejarah pada umumnya memperlihatkan kekalahan manusia pada dosa dan ketakutan terhadap kematian. Kematian semata-mata dilihat sebagai sebuah hukuman atas dosa-dosa yang dilakukan yang disertai dengan hukuman berupa penderitaan baik di masa kini maupun kelak di masa kekekalan. Betul, Allah akan menjadi hakim atas segala perbuatan manusia baik yang kelihatan maupun tersembunyi, baik ucapan dan tindakan, atau melalui motivasi dan tujuan mereka melakukannya. Namun ketidaktahuan mereka terhadap kasih Allah yang demikian besar dan pengajaran yang salah, membuat semua orang terus menerus dilanda rasa takut terhadap pengadilan itu, melihat Allah adalah Hakim yang siap mengganjar setiap orang akibat dosa-dosanya. Pengadilan seolah-olah sebuah proses yang gelap menakutkan. Pengajaran dan ritual penebusan dosa melalui upacara-upacara pemberian korban dan persembahan di era PL, tidak dapat membangun keyakinan iman, bahwa pada dasarnya Allah ingin menyelamatkan manusia secara permanen (band. Ibr. 10:4). Manusia terus merasa sendirian tanpa pertolongan dan akhirnya terjebak dalam kesalahan yang berulang dan jeratan yang kuat. Dalam keadaan ini, manusia sudah menjadi budak dari dosa dan rasa takutnya pada penghukuman dan kematian itu (Rm. 8:15).

 

Sistem sosial pada masa dahulu menjelaskan bahwa seorang budak boleh ditebus apabila seseorang membayar dengan uang yang cukup untuk membeli kebebasannya, atau mengganti dengan budak lain. Pemilik budak tidak mau rugi sebab hakekatnya budak tersebut dibeli, termasuk biaya-biaya dalam menanggung hidupnya. Oleh karena itu konsep penebusan menjadi konsep ganti diri. Allah menetapkan bahwa manusia perlu diselamatkan dari semua hal itu. Allah yang Mahakasih menganugerahkan Anak-Nya yang tunggal, yaitu Yesus, menjadi manusia untuk tebusan bagi semua orang (Yoh. 3:16). Kita tidak dapat membebaskan diri kita sendiri dari perbudakan karena kita orang berdosa, sebab tebusan haruslah korban yang tidak bercacat (Kel. 12:5). Oleh karena itu Allah menetapkan Yesus sebagai tebusan bagi kita dari tirani dosa, bukan dengan uang dan materi, melainkan dengan darah Putra-Nya yang mahal (Rm. 6:6, 7; 1Kor. 6:20; Kol. 2:13,14; Ibr. 9:12). Yesus, sebagai Anak Domba Allah, korban yang tidak berdosa dan tidak bercacat, hanya Dia saja yang memungkinkan pembebasan itu (Yoh. 1:29; Rm. 3:25).

 

Kedua: Dipilih sebelum dunia dijadikan (ayat 20-21)

Pertanyaannya kemudian adalah: Mengapa harus Putra tunggal-Nya yaitu Yesus sebagai tebusan dan harus menjadi manusia? Bahkan, mengapa harus melalui penderitaan dengan cara kematian yang begitu terkutuk? Firman minggu ini meneguhkan bahwa Yesus telah ada sebelum dunia dijadikan. Allah Bapa bersama-sama dengan Putra dan Roh Kudus dalam Trinitas yang satu hakekat dan Satu Roh serta telah memahami adanya rencana penebusan itu. Allah Pencipta adalah sekaligus Allah Penebus. Melalui Alkitab kita digambarkan bahwa Allah memberikan kepercayaan kepada manusia Adam dan Hawa untuk hidup sesuai dengan rencana dan konsep Allah tetapi akhirnya mereka jatuh. Allah memberikan kepada manusia kepercayaan kemampuan, namun akhirnya menyombongkan diri dalam peristiwa menara Babel (Kej. 11:1-9). Allah membiarkan manusia bertumbuh melalui fase-fase sejarah dengan adanya Hakim-hakim, Raja-raja, Nabi-nabi, namun semua gagal dalam mewujudkan umat Allah yang kudus. Manusia takluk. Allah kemudian “menyesal” dalam pengertian, mengapa manusia harus kalah?

 

Allah dalam hal ini bukan bereksperimen melakukan semuanya sehingga manusia harus kalah terhadap dirinya sendiri dan kekuatan pengaruh iblis. Allah tetap Allah yang Mahakasih yang ingin umat-Nya tidak binasa. Allah tidak sekedar menyesal melainkan bertindak, dan jalan yang ditempuh Allah adalah jalan yang dapat masuk ke dalam akal pikiran manusia, yang dibentuk berdasarkan tradisi dan kepercayaan yang sudah ada pada manusia pada saat itu. Allah dalam pengertian melalui hikmat-Nya memakai jalan demikan untuk memudahkan dalam penyampaian dan kesuksesan rencana penyelamatan-Nya. Rencana itu yang terbaik dan bukan rencana darurat: Nubuatan-nubuatan Perjanjian Lama harus digenapi. Mesias yang dinantikan umat Yahudi harus segera datang. Keturunan Raja Daud harus digenapi. Itulah yang membuat Allah melalui Tuhan Yesus harus menjadi manusia untuk dapat menyelamatkan umat-Nya dari kebinasaan. Tebusan harus diberikan dan untuk itu darah dari Anak Domba yang tidak berdosa harus tercurah sehingga ritual dan ibadah itu menjadi lengkap. Dia adalah Penyelamat yang sempurna dan sesungguhnya telah ada sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4; Kol 1:17).

 

Yesus yang harus menderita bagi dosa-dosa kita bukanlah sekedar perenungan, bukan juga sesuatu yang diberikan Allah ketika dunia ini berjalan tanpa kendali. Pesan utamanya adalah umat Yahudi seyogiayanya mengetahui bahwa Kristus datang ke dunia dan karya penyelamatan-Nya adalah rencana Allah jauh sebelum kehidupan dunia ini. Ini otomatis memberikan jaminan bahwa Taurat tidak dibatalkan karena hukum itu tidak bekerja efektif sebab diperlakukan lebih kepada kehendak dan kepentingan para Imam dan kaum Farisi. Sejatinya Taurat dan Kedatangan Yesus adalah paralel bagian dari rencana kekekalan Allah. Dengan melalui penderitaan, kematian dan kebangkitan-Nya, ketetapan Yesus menjadi hakim bagi semua orang adalah sesuatu yang mudah diterima, sebab Ia pernah menjadi manusia dan tahu mengenai manusia dan menang dalam kemanusiaan-Nya. Ia menjadi hakim yang lengkap (Yoh. 5:22). Namun semua itu akan dinyatakan sempurna pada zaman akhir, agar kita tetap percaya dalam iman dan pengharapan yang selalu tertuju kepada-Nya.

 

Ketiga: Kasih persaudaraan yang tulus ikhlas (ayat 22)

Allah telah menebus dosa-dosa manusia dan menjadikan umat-Nya kudus, maka manusia harus memelihara dan menjaga kekudusannya itu (1Pet. 1:2). Penebusan dimaksudkan untuk kebebasan dan kemerdekaan dari belenggu dan bukan kebebasan untuk kembali berbuat dosa, sehingga kekudusan harus dipertahankan. Kekudusan itu diperlukan sebagai syarat utama untuk tetap menjadi anak-anak Allah. Namun Allah juga tidak membiarkan manusia bertarung dengan kekuatan sendiri dalam kehidupan ini menghadapi musuh-musuh. Kalau sebelumnya pada masa perjanjian lama manusia menjalani kehidupan ini dengan sendirian (meski kadang Roh Allah datang menolong), maka kini pasca Tuhan Yesus naik ke sorga, Roh Allah diam dan bersemayam di dalam hati orang percaya akan kebangkitan-Nya, percaya akan kuasa-Nya, dan menjadikan Yesus sebagai Juruselamatnya. Sikap dan keyakinan iman itu perlu dengan sepenuh hati, dengan hati yang murni dan bersih yang diwujudkan dalam ketatatan.

 

Kita terus menyucikan diri melalui ketaatan kepada kebenaran dan terus menerus dalam pertobatan yang membuat kita semakin sempurna dan mencapai patokan serupa dengan Yesus (Rm. 12:2; Yak. 4:8; Flp. 3:10). Hidup orang percaya harus tetap dalam sikap hormat dan takut kepada Allah. Allah lebih dahulu mengasihi kita sehingga kita pun layak untuk mengasihi-Nya dan mengikuti firman-Nya. Allah memerintahkan: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yoh. 13:34; Rm. 12:10; 1Tes. 4:9). Tujuan semua itu bukan hanya kita semakin berkenan kepada Allah, melainkan juga kita dapat menjadi teladan, sinar dan cahaya di tengah-tengah kegelapan dunia, dan terutama kita dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas bagi sesama (1Tes. 1:7; Mat. 5:13-15). Kita diselamatkan untuk menjadi berkat dan berbuah bagi banyak orang. Dengan mengasihi setiap orang, nama Tuhan Yesus dimuliakan dan semakin banyak yang percaya dan tidak binasa.

 

Dalam melakukan penyucian dan pengamalan kasih persaudaraan itu, firman Tuhan minggu ini mengatakan hendaklah kita bersungguh-sungguh dengan segenap hati. Kita mewujudkan kasih bukan lagi untuk mendapatkan keselamatan, sebab keselamatan sudah pasti melalui iman dan kebangkitan Kristus. Hanya kita perlu memperlihatkan dan membuktikan iman dan pertobatan dengan berbuah bagi banyak orang. Iman yang tidak berbuah dan berwujud adalah mati (Yak. 2:24-26). Karenanya mengasihi adalah perbuatan nyata iman dari orang-orang yang sudah dilahirkan kembali melalui kehidupan pribadi, keluarga, kehidupan gereja dan sosial kemasyarakatan. Kasih Allah yang telah terwujud dalam penebusan itu harus disebarkan dan mengalir melalui kasih kita kepada mereka, menjadi pengikat dalam pergaulan dan dalam persekutuan sehari-hari. Sama seperti kasih Allah yang tidak pamrih, kasih kita juga harus tulus dan tidak berpura-pura, munafik (Rm. 12:9), yang sebenarnya untuk kepentingan atau keuntungan diri sendiri saja.

 

Keempat: Dilahirkan kembali dari benih yang tidak fana (ayat 23)

Semua hal keyakinan, pengharapan dan buah-buah keselamatan dalam kasih persaudaraan serta upaya menjaga kekudusan merupakan bukti bahwa kita adalah manusia baru dan hidup baru di dalam Tuhan Yesus. Manusia baru berarti kehidupan lama sudah berlalu, dan kita dilahirkan kembali dalam hidup baru dengan tabiat dan sifat yang baru. Perubahan itu bukan karena adanya kesadaran psikologis atau kesadaran kontemplasi yang mengandalkan kemampuan manusia mengubah dirinya sendiri, melainkan didasari oleh ucapan syukur dan penyerahan diri total kepada Allah. Ada cara pandang atau paradigma bagi yang hidup baru bahwa hidup kita bukan lagi milik kita, bukan lagi tanpa asal muasal, bukan lagi tanpa tujuan dan kesia-siaan, melainkan sudah jelas bahwa keberadaan kita berasal dari rencana Allah dengan maksud dan tujuan Allah juga. Tujuan hidup kita bukan lagi kesenangan di dunia ini yang bersifat sementara, melainkan tujuan kekekalan dalam naungan hadirat Allah dengan sukacita yang berkelimpahan.

 

Seseorang bisa saja berubah menjadi baik karena kesadaran diri sendiri dan menyebut tidak ada pertolongan Allah dalam hal itu. Hasil kontemplasi manusia bukanlah tidak berarti atau bisa diabaikan. Manusia memiliki kemampuan melalui meditasi, yoga, semedi, puasa dan penahanan nafsu dan keinginan diri lainnya. Akan tetapi sepanjang hal itu merupakan pengakuan hasil upaya manusia, meniadakan pertolongan Allah dalam perubahan hidup yang baru itu, maka sebenarnya perubahan itu didasarkan pada benih yang fana. Bagi mereka Allah adalah sesuatu yang tidak terjangkau dan penuh misteri. Benih yang fana yakni kekuatan pikiran dan penahanan diri berarti benih yang mudah layu dan rusak, benih yang tidak teruji hingga akhir zaman (1Kor. 3:12-14), yang tidak tahan terhadap goncangan dan dinamika kehidupan. Benih ini sangat berbahaya bila diunggulkan, sebab dapat menipu. Terujinya benih ini adalah tatkala muncul goncangan kehidupan yang hebat, ketika usaha manusia dirasakan tidak ada harapan, maka mereka menolak perubahan itu dan menjadi putus asa bahkan akhirnya bunuh diri (band. Yud.; Mat 27.:5).

 

Seseorang yang didasari rasa syukur dan memiliki pandangan dan sikap berserah, menerima segala tekanan kehidupan tanpa ada penolakan, hanya dimungkinkan apabila dia lahir baru di dalam Kristus. Ia dapat mengatakan bahwa betapa pun beratnya penderitaan yang dia alami, betapa hebatnya sakit yang dia rasakan, ia masih tetap berkata semua yang terjadi padanya itu merupakan kehendak dan persetujuan Allah. Ia bisa sakit menahun, mengalami hal buruk dalam tubuhnya maupun kehidupannya, tapi ia tetap berkata bahwa ada rencana Tuhan di balik semuanya dan akan indah dibukakan pada saatnya. Cara pandang itu terjadi hanya karena ia telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, yang tidak layu dan hancur oleh kekejaman hidup (Yoh. 1:13). Benih yang tidak fana itu yakni firman Allah, yang hidup dan kekal, serta menjadi sumber kehidupan bagi mereka yang setia dan berserah kepada-Nya (1Tes. 2:13; 1Yoh. 3:9).

 

Penutup

Kasih dan kebaikan Tuhan melalui penebusan hidup kita hendaklah dijadikan dasar untuk bersifat takut dan hormat akan Dia. Penebusan-Nya sudah sempurna melalui penderitaan dan kematian Yesus. Allah melakukan semua itu dalam rencana awal dengan Dia sebagai Sang Penebus dan Sang Pencipta. Yesus sudah ada sebelum dunia dijadikan dan itu adalah pokok iman Kristen. Penebusan itu pun harus dijaga dengan terus menyucikan diri sehingga hidup kudus bukan pilihan melainkan cara hidup orang-orang Kristen yang telah menerima anugerah-Nya. Perubahan status dari yang terbelenggu dosa menjadi orang merdeka haruslah diteguhkan dalam mempertahankan kekudusan itu dan diwujudkan dalam sikap hidup yang berbuah dengan menyebarkan kasih persaudaraan bagi sesama. Kasih ini diminta tulus ikhlas dengan bersungguh-sungguh, tidak boleh berpura-pura dan untuk mementingkan atau mengambil keuntungan diri sendiri, kerelaan berkorban sama seperti kasih Yesus yang dinyatakan di kayu salib. Dengan demikian kita membuktikan bahwa terjadinya kelahiran baru dengan perubahan dan buah-buah itu berasal dari benih yang bukan fana yakni firman Allah yang dikaryakan melalui kuasa Roh Kudus.

Tuhan memberkati dan melindungi kita sekalian, amin.

Khotbah 2 Minggu III Paskah 23 April 2023

Khotbah 2 MINGGU III PASKAH

 HATI BERKOBAR-KOBAR (Luk. 24:13-35)

 

".... Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” (Luk. 24:32)

 

Firman Tuhan di Minggu III Paskah, Luk. 24:13-35, berkisah tentang dua orang murid yang berjalan menuju Emaus, dan tidak menyadari bahwa Tuhan Yesus ikut berjalan bersama mereka. Yesus ikut berbincang bahkan kemudian ikut makan, tetapi mata mereka terhalang. Ketika mereka menyadari, Tuhan Yesus telah lenyap dari pandangan mereka. Kisah ini mengulang peristiwa Tuhan Yesus bertemu dengan para murid dan lainnya, sepuluh kali setelah kebangkitan-Nya. Saat bertemu, ada yang melihat tubuh fisik-Nya, dan ada yang merasakan kehadiran tubuh kemuliaan-Nya, seperti menembus dinding, atau hadir dalam percakapan dua murid dalam nas ini. 

 

Kebangkitan Yesus meneguhkan iman kita adanya kebangkitan orang mati, bagi yang setia dan percaya kepada-Nya (1Kor. 15:12-13; Rm. 6:5). Ketika kelak dibangkitkan, tubuh kita berubah menjadi tubuh kemuliaan. Dan ada saat orang percaya berkumpul, tubuh daging dapat terlihat, meski keinginan daging tidak ada lagi, tidak ada kawin dan dikawinkan (Mat. 22:30). Kita perlu ingat, kerajaan sorga bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita (Rm. 14:17). Tuhan Yesus juga tidak kembali untuk menjadi penguasa dunia ini, seperti pembicaraan kedua murid yang berharap “Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (ayat 21).

 

Pengharapan sorgawi mesti ada bagi orang percaya. Kita berasal dari Roh Allah, penguasa dan pemilik sorga, dan kita tetap sebagai warga kerajaan sorga (Flp. 3:20). Roh dan nafas kita dari sorga, maka akan kembali ke sorga, sedangkan tubuh dari debu akan kembali menjadi debu (Kej. 3:19). Kita dilahirkan bukan dari benih yang fana (1Pet. 1:17-23).

 

Jika iman dan pengharapan saat ini belum kuat dalam diri kita, nas minggu ini mengajarkan agar kita bertekun dalam firman-Nya. Tuhan Yesus berkata, jangan bodoh dan lamban hati, tidak percaya pada kitab-kitab Musa dan kitab nabi-nabi (ayat 25-27). Bacalah tiap hari firman-Nya dan terapkan! Hiduplah dalam kehidupan yang penuh pengharapan.

 

Mereka yang memiliki semangat untuk terus mengenal dan menjalani hidup ini bersama dengan Dia, pasti memiliki hati yang berkobar-kobar (ayat 32). Dia akan berbicara dengan kita tentang hal yang dialami-Nya, dan kemuliaan yang telah diterima-Nya. Betul, kadang tanpa diduga, ada datang pergumulan atau rasa takut, seperti situasi wabah Covid-19 yang sangat mematikan ini. Kesedihan dan kekuatian kadang membuat kita jauh dan tidak mengenal-Nya, seperti kedua murid yang terhalang matanya. Tetapi ingatlah, kita telah dipersatukan dengan Dia melalui baptisan dan pengakuan percaya, dan terus disegarkan pada waktu Ia memecah-mecahkan roti dalam perjamuan kudus yang memberi kekuatan bagi kita.

 

Bagian akhir pesan nas minggu ini, agar kita bangkit, sebagaimana kedua murid bangun dan kembali ke Yerusalem. Mereka menceritakan kepada para murid lainnya tentang yang terjadi di tengah jalan bersama Yesus yang bangkit (ayat 34-35). Situasi saat ini jangan membuat kita "lamban dan bodoh”, mata terhalang untuk melihat Tuhan tetap berkarya. Lakukan sesuatu untuk mengenal atau melayani Dia. Bagi yang belum pernah membaca Alkitab dari Kejadian sampai Wahyu, pakai kesempatan ini. Saya membaca Alkitab penuh saat full lockdown, di penjara saat saya mahasiswa. Cari dan baca buku-buku rohani. Sering-sering berdiskusi pribadi dengan pendeta. Atau, berkaryalah dengan berbagi berkat dan tenaga, misalnya, jadi relawan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Saatnya lebih banyak bersama Dia dan bersaksi, merasakan Yesus adalah sahabat kita dalam perjalanan. Kita senang dan Tuhan pun akan senang.

Tuhan memberkati dan melindungi kita sekalian, amin.

Khotbah 1 Minggu 2 Paskah 16 April 2023

Khotbah 1 Minggu II Paskah 16 April 2023

PENGHARAPAN, IMAN DAN KASIH (1Pet. 1:3-9)

 Bacaan lainnya: Kis 2:14a, 22-32; Mzm. 16; Yoh. 20:19-31

 

 Pendahuluan

Surat 1Petrus ini ditulis pada saat orang Kristen di wilayah Roma mendapat perlakuan buruk dari kepemimpinan Nero. Sebagian besar umat Kristen di Roma berasal dari agama Yahudi, sehingga perlakuan buruk juga mereka terima dari sesama orang Yahudi dan juga dari keluarga. Mereka cukup menderita karena diperlakukan tidak adil, bahkan kadang disiksa hingga mati. Akibatnya, banyak pengikut Kristus yang ketakutan oleh perlakuan ini. Surat Rasul Petrus ini memberi penghiburan dan kekuatan bagi mereka, agar iman mereka tetap kuat di tengah-tengah penderitaan yang mereka alami. Melalui nas minggu inilah kita diberi pokok pengajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Lahir baru oleh kebangkitan Kristus (ayat 3)

Kelahiran kembali dalam nas ini lebih mengacu kepada kelahiran rohani sebagaimana dijelaskan Tuhan Yesus kepada Nikodemus tatkala menjelaskan keselamatan (Yoh. 3). Dalam buku Pedoman Iman Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) tentang kelahiran baru, dijelaskan dalam paragraf berikut. Perjanjian Lama mengacu kepada Roh Kudus pada masa yang akan datang ketika Ia tinggal di dalam umat Allah dan membawa kehidupan baru sehingga mereka dapat memenuhi kehendak Allah (Yeh. 36: 25-26; band. Yer. 31: 33). Dalam Peranjian Baru, Yesus berbicara kepada Nikodemus tentang kelahiran kembali oleh Roh Kudus sebagai satu-satunya jalan masuk ke Kerajaan Allah (Yoh. 3: 1-8). Ada istilah-istilah Alkitab lain yang mirip: Lahir dari Allah (1Yoh. 2: 29; 3: 9; 4: 7; 5: 4, 18; Yoh. 1: 13); “Dilahirkan kembali oleh Firman Allah” (1Pet. 1: 23, band. Yak. 1: 18), “Ciptaan Baru” (2Kor. 5: 17; Gal. 6: 15), “Buatan Allah” (Ef. 2: 10; 4: 24).

 

Kelahiran kembali menandakan saat dan cara kita memasuki kesatuan dengan Kristus, suatu perubahan serempak dari kematian spiritual menuju kehidupan spiritual, suatu kebangkitan spiritual (Ef. 2: 1-5). Peristiwa ini terjadi sekali untuk selama-lamanya pada permulaan kehidupan Kristen yang baru. Kelahiran kembali berbeda dengan pertobatan yang erat hubungannya dalam hal menitikberatkan dalam perbuatan Allah yang memberi hidup baru. Pertobatan berarti tindakan manusia untuk berbalik dari dosa kepada kebenaran. Melalui kelahiran kembali, orang percaya menerima watak rohani baru yang terungkap dalam perhatian dan minat-minat baru. Orang yang telah mengalami kelahiran baru - terutama memperdulikan “hal-hal dari Allah” seperti Firman-Nya, umat-Nya, pelayanan-Nya, kemuliaan-Nya, dan di atas semuanya itu adalah Tuhan Allah sendiri. Mereka juga menerima kuasa baru untuk menolak dosa dan menaati serta melayani Tuhan.

 

Belum tentu kelahiran kembali dan kesadaran akan perubahan disertai emosi-emosi tertentu. Keinginan dan sikap baru mungkin bisa timbul secara berangsur-angsur. Seseorang yang dibesarkan dalam keluarga Kristen dan menerima pengajaran sejak kecil, mungkin tertarik pada Kristus dan mencapai kedewasaan dengan keyakinan jelas mengenai Kristus tanpa mengalami krisis tertentu sebagai tanda dilahirkan kembali. Setiap orang tidak perlu menunjukkan waktu dan tempat tertentu sebagai saat kelahiran kembali. Banyak orang dapat menyatakannya dan memberikan “kesaksian” tentang cara mereka bertobat dan mengalami kelahiran kembali, tetapi tidak harus demikian. Bahkan ada orang yang pernah mengalami krisis emosi dan rohani, yang mungkin disebut atau dianggap “pertobatan”. Selanjutnya itu tidak memberi bukti bahwa ia dilahirkan kembali dalam arti sejati. Mengenai soal waktu, ketidaktahuan orang akan waktu kelahiran barunya tidak membuktikan bahwa ia tidak hidup! Bukti bahwa kelahiran kembali oleh Roh Kudus telah terjadi bila keinsyafan orang itu sendiri yakni pengakuan Kristus sesungguhnya adalah Tuhan dan Juruselamatnya, serta bukti-bukti kehidupan Roh Kudus di dalam dan melalui Dia.

 

Kedua: Pengharapan yang tersimpan di sorga (ayat 4-5)

Rasul Paulus mencoba menjelaskan pesan dari Tuhan tentang janji yang diberikan kepada umat Yahudi sebelumnya, yakni tanah Kanaan (Bil. 32:9; U.l 2:12; 19:9). Meskipun mereka telah menerima janji tanah Kanaan, tetapi karena dosa dan kecemaran mereka yang merupakan pengaruh berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain, maka janji itu diambil kembali. Dosa dan ketidaktaatan membuat janji hanya sebagai suatu kenangan lama yang meredup saja. Akan tetapi orang Kristen memiliki janji yang berbeda, bukan berupa tanah atau tempat di bumi ini, yang bisa hilang atau rusak, melainkan sebuah tempat abadi di kota Allah yang tidak dinodai oleh dosa-dosa. Tempat itu abadi dan tidak lekang oleh masa. Bahkan di masa kini orang Kristen sudah bisa merasakannya, pemenuhan janji itu, dalam wujud keyakinan dan sukacita damai sejahtera dalam menghadapi semua perjalanan hidup.

 

Pengharapan dasarnya adalah iman. Kitab Ibrani mendefinisikan "iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr. 11:1). Sesuatu yang kita harapkan dan (belum/tidak) kita lihat haruslah berdasarkan janji. Janji ini merupakan gambaran yang akan terjadi di masa depan berdasarkan apa yang seseorang sudah alami/ketahui dan mampu untuk memberikannya. Seseorang yang tidak memiliki informasi akurat tentang suatu tempat atau kuasa untuk memberikan jalan kepada orang lain untuk sampai ke tempat itu, jelas pembual. Seseorang, sebut saja Si A, yang bukan dari Afrika Selatan dan belum pernah ke Afrika Selatan, tentu tidak mengenal atau mempunyai kemampuan untuk membawa orang lain ke Afrika Selatan. Memberi janji dengan memberi gambaran Afrika Selatan dan menunjuk jalan ke Afrika Selatan, itu jelas Si A adalah pembual. Tetapi kalau saya yang dari Toba Samosir Sumut dan tahu jelas tentang Samosir, dan mampu memberi jalan ke Samosir, maka saya bukan pembual dan saya serius dalam memberi janji itu.

 

Tuhan Yesus memberikan janji kepada setiap orang percaya bahwa ada sorga, ada kehidupan setelah kematian. Yesus dapat berkata demikian sebab Ia datang dari sorga dan memperlihatkan kuasa dari sorga, serta telah bangkit dan menang dari kematian naik kembali ke sorga. Selama di bumi dalam pelayanan-Nya, Ia telah memperlihatkan hubungan yang demikian dekat dengan Bapa-Nya pemilik sorga, memperlihatkan kuasa-kuasa sorga dalam pelayanan-Nya yakni kasih yang begitu besar dan juga berbagai mukjizat yang dahsyat. Maka Ia jelas datang dari sorga. Dengan dasar itulah Tuhan Yesus mengatakan bahwa tersedia tempat di sorga bagi orang percaya yang setia dan berbuah. Kita akan menerima bagian yang tidak dapat cemar atau rusak, yang tidak dapat punah binasa yang tersimpan di sorga, dan ini berbeda jauh dengan tanah Kanaan yang dijanjikan bagi umat Yahudi. Semua pengharapan kita yakni hidup abadi dengan damai sukacita dan kehidupan yang lepas dari beban hidup, ada tersimpan di sorga yang disediakan oleh Yesus bagi kita orang yang percaya (Rm. 8:17; Kol. 1:5).

 

Ketiga: Penderitaan sebagai bukti kemurnian iman (ayat 6-7)

Ada beberapa alasan mengapa orang Kristen pada masa itu menjadi target penganiayaan orang lain. (1) Mereka menolak menyembah kaisar sebagai Allah sehingga dianggap sebagai pemberontak atau pengkhianat. (2) Mereka juga menolak untuk beribadah di kuil-kuil pagan. (3) Mereka dianggap tidak mendukung cita-cita kekaisaran Romawi yang penuh dengan kekuasaan dan penaklukan, yang membuat orang-orang Roma menghina orang Kristen yang dianggap sebagai pengorbanan sia-sia. (4) Mereka menolak dan melindungi diri dari budaya-budaya Romawi yang pagan dan amoral dan menakutkan. Itu risiko bagi orang Kristen saat itu dan juga pada saat ini, tatkala orang percaya menjadi sinar dalam kegelapan maka harus menerima tantangan dan ujian itu sebagai proses pemurnian iman. Semua orang percaya harus memikul salib dan menyangkal diri, yang pada akhirnya membuat kita semakin berkenan kepada Tuhan Yesus.

 

Sebagaimana proses pembuatan emas yang dibakar, segala kotoran yang membuat tidak murni menjadi terpisah mengambang ke atas, sehingga mudah untuk disaring atau diambil kotorannya. Ini merupakan proses membuang segala hal yang tidak kita inginkan dalam kemurnian termasuk dalam iman kita. Demikian juga kita pada segala pencobaan, pergumulan dan penganiayaan, itu semua memurnikan dan memperkuat iman kita, membuat kita semakin berguna bagi Tuhan. Ujian pergumulan itu tidak perlu kita lari dari padanya, atau bertanya-tanya: "Mengapa Aku?" Adalah lebih baik kita merespon penderitaan dengan sikap positif, yakni sebagai berikut: (1) Penuh keyakinan, bahwa Allah tahu, merencanakan, dan mengarahkan hidup kita tantang sesuatu yang baik (Rm. 8:28). Kadang mungkin itu susah masuk akal, tetapi Allah selalu menyediakan kasih dan kuasa-Nya untuk memimpin kita ke masa depan yang lebih baik. (2) Bertekun dan bersabarlah, ketika menghadapi segala sikap amarah, kesedihan atau rasa sakit (Yak. 1:2-3; 1Pet. 4:12). Kita dapat mengekspresikan kesedihan kita, tetapi jangan menjadikan itu sebagai kepahitan dan sikap putus asa. (3) Penuh keberanian, sebab Yesus adalah Sahabat dan Penyelamat, maka kita tidak perlu takut. Dia yang sudah menderita bagi kita tidak akan meninggalkan kita, Dia akan membawa kita melewati segalanya dengan penuh kemenangan.

 

Firman Tuhan minggu ini mengatakan bahwa kita perlu bergembira atas semua pergumulan dan penderitaan. Iman sejati pasti teruji dan tahu bahwa tujuan Allah bukan untuk menjatuhkan. Apabila kita berhasil melewatinya sebagai pemenang, maka dikatakan, "Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu - yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api - sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya." Hal yang kita alami dalam penderitaan masa kini dalam pengertian untuk memuliakan Tuhan, bukan karena ketidaktaatan atau kemauan sendiri, dan semua itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang akan kita terima kelak pada masa Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan menyediakan sesuatu yang tidak bisa kita bayangkan, Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia (Rm. 8:18; 1Kor. 2:9)." Sebuah gambaran yang sungguh menggembirakan dan membangkitkan hati.

 

Keempat: Sukacita yang mulia dalam kasih (ayat 8-9)

Anak-anak Tuhan perlu memperlihatkan kesejatian imannya melalui kemenangan dalam proses pergumulan dan penderitaan dengan tetap setia.  Sikap menyerah, putus asa apalagi sampai murtad menyangkal Tuhan Yesus jelas merupakan suatu kekalahan dan menghilangkan peluang emas yang diberikan oleh Tuhan bagi kita. Kegagalan merasakan penyertaan Tuhan dalam segala sesuatu yang kita alami, bukanlah kegagalan Dia dalam melindungi anak-anak-Nya. Alkitab berkata bahwa pada kita tidak diberikan pencobaan yang melampaui kemampuan kita (1Kor. 10:13). Ini sangat jelas. Akan tetapi kalau kita menyerah, lari dan takluk, maka sebetulnya kita yang gagal mengenal Dia, mengenal kasih-Nya, mengenal penyertaan dan kuasa-Nya dalam melewati pergumulan itu. Oleh karena itu, pengenalan Tuhan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tatkala ujian dan pencobaan datang, kita sudah dapat melihat dengan mata rohani bahwa Allah bekerja bersama kita dalam menghadapi hal itu (Rm. 8:28).

 

Orang Kristen di Roma tidak pernah melihat Tuhan Yesus selama hidup-Nya. Mereka tidak melihat-kuasa-kuasa mukjizat yang dilakukan-Nya. Mereka hanya mendengar dan berdasarkan saksi-saksi lantas percaya. Namun kemudian tantangan yang mereka hadapi demikian hebat hingga mengancam jiwa mereka. Dalam hal ini Rasul Petrus mengatakan, bersyukurlah dan pujilah Tuhan atas semua itu, bahwa meski mereka belum pernah melihat Yesus, tapi mereka mengasihi-Nya. Mereka setia dan tetap teguh dalam penderitaan yang diakibatkan oleh iman mereka, yang membuktikan pengenalan mereka demikian sempurna hingga tetap taat. Dalam hal ini benar yang dikatakan oleh beberapa ahli, bahwa pengenalan akan Yesus melalui beberapa tahap, yang diawali dengan adanya hasrat dan kerinduan. Langkah ini kemudian perlu diikuti dengan kesetiaan dan keterbukaan diri dalam melihat keberadaan kita di tengah-tengah dunia dengan segala kehebatan alam semesta serta tawaran nikmat dan godaannya. Kegagalan manusia dalam melawan itu mestinya memberi pandangan bahwa manusia sendirian tidak mampu. Ada keinginan duniawi dan roh jahat yang membuat manusia mudah jatuh dan berdosa. Manusia pasti kalah dan bahkan ada yang sampai terjerat tidak bisa lepas merdeka. Inilah yang membuka kesadaran bahwa manusia perlu diselamatkan oleh kuasa yang lebih tinggi yaitu kuasa Roh Kudus.

 

Firman Tuhan mengatakan bahwa kita perlu bergembira dengan sukacita yang mulia dan tidak terkatakan karena melalui kelahiran baru kita melihat keberadaan Allah. Ada pengharapan dan ada penyertaan. Pengenalan Allah dalam hal ini menjadi suatu kekayaan rohani bagi mereka yang percaya dan bergantung kepada-Nya (Kol. 1:27). Pengenalan melalui penderitaan yang Tuhan izinkan membuat pemahaman yang lebih mendalam menuju panggilan persekutuan pribadi dengan Kristus. Kita tetap dan terus mengasihi-Nya tanpa perlu melihatnya. Kita tidak perlu seperti Tomas yang ingin melihat bekas paku pada tangan-Nya dan mencucukkan jarinya ke dalam bekas paku untuk percaya (Yoh. 20:24-30). Kita adalah orang-orang yang berbahagia yang tidak melihat, namun percaya. Meski kita tahu pengenalan kita masih samar-samar, namun kita yakin percaya pada firman Tuhan, jalan pengenalan terhadap Dia yang mengatakan, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1Kor. 13:12; band. 1Yoh. 3:2). Inilah kunci dan penggenapan tujuan hidup kita, yakni “kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” Itulah inti perlindungan dan jaminan Allah.

 

Penutup

Melalui kelahiran baru kita mendasarkan diri pada penebusan Tuhan di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kematian. Kuasa kebangkitan-Nya juga menghidupkan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dia bangkit untuk memberikan jaminan bahwa Dia dari sorga dan kembali ke sorga untuk menyediakan sesuatu yang indah yang tidak rusak dan layu bagi kita yang percaya kepada-Nya. Ada pengharapan yang memampukan kita melihat semua janji surgawi itu melalui kebangkitan-Nya. Namun kita hidup di dunia ini yang penuh tantangan. Kadang kita diuji dan dicoba untuk memperlihatkan kemurnian iman kita, sebagai bukti sejati bahwa kita adalah orang-orang setia dan taat. Ujian dan cobaan melalui penderitaan yang kita alami, bukanlah untuk menjatuhkan kita, melainkan iman kita semakin dimurnikan. Hal itu semua membuktikan bahwa kita berpegang teguh kepada-Nya, percaya penuh tanpa perlu melihat-Nya. Dengan demikian iman kita semakin diteguhkan dan jiwa kita diselamatkan. Iman, pengharapan, dan kasih, itulah gambaran yang diberikan kepada kita orang percaya.

Selamat hari Minggu dan beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 16 April 2023

Kabar dari Bukit

 KEBANGKITAN DAN JALAN BARU (Kis. 2:14a, 22-32)

 "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan sukacita di hadapan-Mu" (Kis. 2:28)

 Salam dalam kasih Kristus.

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini adalah Kis. 2:14a, 22-32. Nas ini merupakan Khotbah Petrus setelah Tuhan Yesus bangkit dari kubur. Kebangkitan-Nya memberi semangat baru bagi murid untuk memberitakan Dia. Tadinya murid yang lesu darah, kini seolah memiliki kuasa baru. Dan ini dimulai oleh Petrus di kota Yerusalem.

 

Khotbah Petrus ini menjelaskan, Yesus yang ditentukan dan dinyatakan Allah kepada orang Israel dengan kekuatan, mukjizat dan tanda-tanda yang dilakukan-Nya, malah mereka salibkan dan bunuh (ay. 22-23). Tetapi Petrus mengutip Mazmur Daud (Mzm. 16:8-11), salib bukan lagi kutuk tetapi sebuah jalan yang mesti ditempuh. Allah Bapa “tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan” (ay. 27). Ini sekaligus bukti bahwa orang percaya juga akan dibangkitkan! Haleluya.

 

Pendeta William Barclay, penulis buku seri terkenal berjudul Pemahaman Alkitab Setiap Hari, menjelaskan lima hal tentang nas minggu ini:

           pertama, salib bukanlah tindakan darurat melainkan rencana Allah;

           kedua, dengan penyaliban dan kebangkitan-Nya, kita semakin diteguhkan tentang pengorbanan dan kasih Allah;

           ketiga, penyaliban merupakan tindakan kejahatan yang menjijikan dan menakutkan, buah dari dosa (Kis. 2:23; 3:13; 4:10; 5:30);

           keempat, penyaliban dan kebangkitan adalah penggenapan nubuatan PL;

           kelima, kebangkitan menegaskan Yesus adalah pilihan dan Anak Allah (ay. 32).

 

Petrus mengatakan umat Yahudi telah melakukan kesalahan besar. Maka melalui nas ini kita belajar menghindari kesalahan yang membawa kita melakukan kejahatan serupa. Kita perlu belajar dan memahami orang lain terlebih dahulu, sebelum menghakimi apalagi menghukum langsung. Perbedaan selalu ada dalam hubungan manusia dan kehidupan, namun mencari solusi yang berbuah kebaikan, itu seni yang perlu ditemukan.

 

Menunda sehari berespon dan menghindari reaksi frontal adalah salah satu cara tidak terperosok dalam kesalahan besar. Sebagaimana perbedaan antara Rasul Paulus dan Petrus, Paulus kemudian mencari jalan baru, dengan membiarkan Petrus meneruskan misinya di kalangan umat Yahudi. Ia kemudian memilih pelayanan untuk orang bukan Yahudi dan melakukan tiga kali perjalanan ke seluruh kekaisaran Romawi; dan justru berbuah sangat lebat.

 

Selalu ada penyebab terjadinya perbedaan, dapat berawal dari salah pengertian, tidak sesuai harapan satu pihak, perbedaan nilai-nilai, irihati, kesombongan, terjadi krisis, kritik berlebihan dan prasangka (Yak. 4: 1-3). Ini biasanya timbul akibat sisi negatif persaingan, keangkuhan, amarah dan kebencian, harta, dan ada juga yang dari sononya suka ribut (Ams. 6:14; 10:12; 13:10; 15:18; Kel 22:9; 2Tim 2:23).

 

Melalui nas minggu ini kita diajak lebih bersemangat bercerita tentang Yesus dan berbuat kebaikan. Jika terjadi perbedaan pendapat atau cara yang membawa kepada perselisihan, langkahnya adalah memilih dengan bijak, dengan cara memisahkan diri seperti yang dilakukan Rasul Paulus, mengabaikan, atau menemukan kesamaan, bahkan membuat perbedaan menghasilkan kolaborasi.

 

Kebangkitan membuahkan kelahiran baru, bukan sekedar pertobatan yang hanya berbalik dari dosa. Melalui kelahiran baru, orang percaya menerima karakter rohani baru yang tercermin dalam perhatian, cara berpikir dan minat-orientasi baru serta kesiapan melayani Tuhan.

 

Kitab 2Korintus mengajar agar kita teguh dalam niat baik, berani dan konsisten, jujur dan berdasar fakta serta firman Tuhan, tidak lari dari masalah, lembut tegas dan disiplin. Dengan begitu kita akan menemukan jalan yang indah. Sebagaimana firman-Nya, “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; Engkau akan melimpahi aku dengan sukacita di hadapan-Mu” (ay. 28).

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah 1 Minggu 2 Paskah 2023

Khotbah 2 Minggu II Paskah - 16 April 2023

 YA TUHANKU ALLAHKU (Yoh. 20:19-31)

 "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (ayat 29).

 Firman Tuhan di Minggu II Paskah Yoh. 20:19-31 berbicara tentang kehadiran Yesus di tengah murid-murid-Nya setelah kebangkitan-Nya. Mereka yang masih ketakutan terhadap pengejaran orang Yahudi, tiba-tiba didatangi Yesus dengan sapaan menenangkan: "Damai sejahtera bagi kamu.... Terimalah Roh Kudus."

 

Kehadiran Tuhan selalu menyenangkan dan menenangkan. Ketakutan hilang, sukacita merebak. Persoalan dengan sesama berupa kekecewaan dan kepahitan yang sering disimpan, Yesus lembut berpesan: ampunilah (ayat 23). Damai sejahteralah.

 

Tetapi sering manusia tidak taat atau tidak percaya. Atau ingin hasil atau bukti dulu. Seperti Tomas dalam nas ini, menuntut ingin melihat lobang paku dan mencucukkan tangannya ke dalam lambung-Nya. Mungkin dia terlalu kecewa, mengapa Yesus mati? Ia pun menyendiri sehingga ketika Yesus mendatangi murid-murid, ia tidak ada.

 

Yesus sabar dan setia. Menerima semua apa adanya. Dia menyapa, memberi kesempatan dan bukti. Ketika bertemu, Ia berkata kepada Tomas: ".. jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Respon Tomas sigap, sujud dengan pengakuan iman: “Ya Tuhanku dan Allahku!” Kekecewaan ataupun keangkuhan Tomas sirna. Ketakutan para murid juga lenyap, berganti sukacita.

 

Dalam kehidupan, kadang harapan dan keinginan belum semua terpenuhi. Doa seolah mengawang belum terkabul. Egoisme kita pun menyeruak. Kekecewaan muncul. Ingin bukti cepat bahwa Allah mendengar dan penolong. Kita lupa, Allah Mahatahu dan memberi yang terbaik bagi kita. Maka jangan menyendiri menjauhi Tuhan. Jangan juga sok pintar mau ngatur. Berefleksi dan berdoa, sampai bisa berkata: Ya, Tuhanku dan Allahku!

 

Itulah sikap terbaik kita anak-anak-Nya. Dia telah bangkit dan Roh Kudus diberikan sebagai jaminan kasih dan kuasaNya bagi kita (ayat 22). Semua itu lebih dari cukup. Yang terbaik pasti kan tiba. "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Haleluya.

Selamat hari Minggu dan beribadah.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 691 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8564986
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3034
73300
76334
8223859
716271
883577
8564986

IP Anda: 162.158.162.223
2024-12-16 03:28

Login Form