2014
Khotbah Minggu 2 Maret 2014
Khotbah Minggu 2 Maret 2014
Minggu Transfigurasi – Minggu Terakhir sebelum Pra Paskah
TUHAN ADALAH SATU-SATUNYA HAKIM
(1Kor 4:1-5)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 49:8-16a; Mzm 131; Mat 6:24-34
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nats 1Kor 4:1-5 selengkapnya dengan judul: Tuhan adalah satu-satunya Hakim
4:1 Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. 4:2 Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. 4:3 Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiri pun tidak kuhakimi. 4:4 Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. 4:5 Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah.
----------------------------
Pendahuluan
Nats minggu ini merupakan puncak pertama dari bacaan 1 Korintus setelah beberapa topik yang muncul minggu-minggu lalu akibat pertentangan dan perpecahan yang terjadi di jemaat Korintus. Kesimpulan pertama merupakan sesuatu yang harus dihadapi setiap orang dalam kehidupannya, yakni yang disebut dengan pertanggungjawaban dan penghakiman. Penghakiman itu tidak hanya nanti di akhir zaman tetapi juga kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap manusia tidak bisa menghindari hal itu. Berdasarkan nats minggu ini kita diberi pembelajaran sebagai berikut.
Pertama: Jadilah hamba yang dapat dipercaya (ayat 1-2)
Paulus mendesak jemaat di Korintus untuk memikirkan apa yang disampaikannya. Petrus (Keyfas) dan Apolos bukanlah pemimpin kelompok-kelompok jemaat, melainkan hamba-hamba Tuhan Yesus yang dipercaya untuk membukakan rahasia dari hikmat Allah melalui penebusan Kristus di kayu salib (band. 2:7). Seorang hamba hanya menyampaikan apa yang Tuannya pesankan saja, melakukan sesuai dengan petunjuknya. Rasul Paulus menggunakan kata hamba dalam ayat ini yakni huperetes (hypo eretes) yang berarti pendayung (di bawah). Seorang pendayung pada masa dahulu berada di posisi bawah dan hanya menggerakkan dayungnya sesuai dengan arah dari kapten kapal, yang dalam hal ini adalah Tuhan Yesus sendiri.
Kata berikutnya yang dipakai adalah oikonomos, yang berarti penatalayan atau manager. Ini lebih kepada tugas administrasi dan teknis saja. Penatalayan tugasnya adalah mengatur segala sesuatu termasuk memelihara sesuai dengan selera pimpinan atau pemilik, apakah itu raja, pejabat atau pemilik rumah. Maka sebagai seorang penatalayan Tuhan, kita hanya menyajikan apa yang tertulis dalam Alkitab sesuai dengan kehendak Pemimpin kita yakni Tuhan Yesus. Dalam beberapa hal yang memerlukan penafsiran atau pemakaian kata-kata dan maksud yang sulit, atau "tampak seolah-olah bertentangan", maka diperlukan hikmat dari Roh Kudus yang lebih intensif, agar pemahamannya tidak salah. Dalam menafsirkan atau menerapkan firman Tuhan kata kuncinya tetap pada tiga dasar, yakni: kasih, pengorbanan dan kesatuan. Tiga kata ini sangat penting dalam Alkitab yang merupakan ciri dan pola Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya, sehingga apabila berdasar pada ketiga kata itu, maka niscaya terhindar dari penonjolan diri dan perpecahan. Jangan menonjolkan diri atau kehebatan pribadi, apalagi menambah-nambah firman Tuhan akan mendapat malapetaka (Why 22:18).
Rasul Paulus menuliskan, "Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu" (Kol 1:25; band. Ef 1:9). Oleh karena itu dalam mengambil peran sebagai hamba pendayung atau penatalayan, yang dibutuhkan adalah ketaatan pada perintah pimpinan, seseorang yang dapat dipercaya. Hamba atau pekerja yang tidak taat dan tidak dapat dipercaya tidak akan mendapat tempat dalam jangka waktu yang lama, hak mengelola dan hak istimewa yang diberikan akan dicabut. Orang-orang seperti ini akan diberhentikan/dipecat, dijauhi dan bahkan dihukum apabila perlu. Ada "trust" dan integritas yang hilang. Oleh karena itu dalam setiap hari kehidupan kita, Allah menghadirkan pada diri kita banyak kesempatan yang menantang untuk kita melakukan hal yang benar dan sesuai dengan kehendak-Nya, sejalan dengan prinsip Alkitab dan berkenan kepada-Nya, sehingga kita terhindar jauh dari penghakiman dan penghukuman.
Kedua: menghakimi diri sendiri (ayat 3)
Jemaat Korintus yang agak terpecah menjadi kelompok-kelompok, senang menilai para pemimpin mereka. Mereka menjadi fanatik terhadap pemimpinnya, menganggap kelompok mereka dan pemimpinnya yang terbaik, merendahkan dan menghakimi pemimpin yang lain. Memang dalam kehidupan ini ada tiga kemungkinan penghakiman yang akan kita alami. Pertama, penghakiman oleh sesama manusia. Kedua, penghakiman oleh diri sendiri. Ketiga, penghakiman oleh Allah. Penghakiman oleh sesama manusia sering kita alami. Manusia senang menilai perbuatan orang lain, membanding-bandingkan, khususnya melihat kelemahan dan akhirnya menghakimi. Hal itu akan lebih menonjol apabila perbuatan itu salah, keliru atau dianggap tercela, maka orang dengan mudah menghujat dan menghakimi. Memang cara evaluasi manusia tidak terlepas dari latar belakang, kepentingan, keterbatasannya sebagai manusia. Apalagi, apabila dasar menghakimi itu adalah iri hati atau dendam sakit hati, maka hujatan akan lebih mudah keluar.
Namun Paulus mengatakan dalam nats ini ia tidak mau ambil pusing dengan pendapat orang lain. Ia tidak bersedia mengakui penghakiman orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Apa yang dia sampaikan hanyalah dari Tuhan dan itu tugasnya. Bagi dia, prinsip anjing menggonggong kafilah berlalu. Namun bagi kita perlu disadari bahwa memperlakukan prinsip ini perlu hati-hati dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam iman. Rasul Paulus menuliskan, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji" (2Kor 13:5; band. 1Tim 4:16). Demikian pula dalam hubungan dengan orang lain, kadang apa yang dikatakan mereka terhadap diri kita bisa ada atau bahkan banyak benarnya, sehingga perlu bijak menyikapi. Dalam bahasa nats minggu ini, "memang aku tidak sadar akan sesuatu", itu bisa terjadi. Kadang seorang pemberi kritik bertujuan baik. Jangan mempersoalkan cara mengkritiknya, tapi lihatlah isi kritiknya. Jangan melihat jari telunjuknya, tapi lihatlah yang ditunjuk, itu kata bijaksana yang perlu diperhatikan.
Penghakimam kedua adalah oleh diri sendiri, seperti yang dinyatakan Rasul Paulus: "malahan diriku sendiri pun tidak kuhakimi." Penghakiman diri sendiri bernuansa ganda, bisa positip dalam arti self contemplation, perenungan diri yang berbuahkan penyesalan dalam arti positip hasrat memperbaharui. Namun yang bahaya adalah menghakimi dan berbuah menyalahkan diri sendiri karena perbuatan atau kejadian sesuatu. Ini bisa berakibat fatal berupa menghukum diri sendiri dan perbuatan itu terus menghantui. Padahal, solusinya hanyalah datang pada Tuhan mohon pengampunan, dan apabila itu berdampak pada orang lain, maka berusahalah memohon maaf dan memulihkan hubungan dan kerugian pihak lain, baik moril atau materil. Bentuk lain menghukum diri sendiri yang sering terjadi adalah tidak menerima kenyataan berupa keadaan fisik. Mulai dari hal sederhana, seperti jerawatan, rambut keriting, gigi "menonjol" atau "kekurangan" fisik lainnya, yang membuat seseorang merasa minder dan tertutup. Oleh karena itu perlu ada memaafkan diri sendiri, yakni menerima keadaan kekurangan diri kita. Jangan lari dari diri sendiri, kita harus menerima dan memberi penghargaan terhadap diri sendiri dalam batas-batas yang wajarn dan mengakui itu adalah pemberian Tuhan.
Ketiga: Tuhan sebagai hakim (ayat 4)
Penghakiman ketiga adalah dari Tuhan, Allah penguasa alam semesta. Penghakiman di akhir zaman baik terhadap mereka yang sudah mati atau yang masih hidup pada saat itu pasti ada. Itu semua hak Allah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta. Dalam PL tertulis, "Ia akan membalas kepada mereka perbuatan jahat mereka, dan karena kejahatan mereka Ia akan membinasakan mereka; TUHAN, Allah kita, akan membinasakan mereka" (Mzm 94:23). Manusia dengan beragam tingkah laku dan perbuatan jahat semasa hidupnya tidak akan lepas dari tanggungjawab. Dalam pengakuan iman rasuli kita juga dikatakan, bahwa kita percaya Yesus akan datang kembali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Hukuman atas kejahatan itu kadang diberikan pada saat masih hidup dan dapat diberikan setelah kematian pada akhir zaman. Memang ada juga hukuman yang berlaku turun temurun bila tidak dilakukan pertobatan (Kel 20:5). Hitler tidak akan lepas dari perbuatannya. Tidak mungkin para penjahat perang yang tidak tertangkap lepas dari kejahatan mereka. Semua bentuk kejahatan pasti ada imbalan hukumannya.
Para penjahat masa lalu atau masa kini, baik terhadap kemanusiaan, terhadap alam dan lingkungan, atau terhadap pemerintah dan rakyat dalam bentuk korupsi, tidak bisa bersembunyi di hadapan Allah. Mereka bisa menyembunyikan dirinya atau hasil perbuatan jahatnya di dunia, tetapi tidak akan lepas dari hukuman Allah. Alkitab berkata, "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab" (Ibr 4:13). Pertanggungjawaban tidak hanya dalam perbuatan yang besar, tetapi juga terhadap hal-hal yang kecil, seperti dinyatakan oleh Tuhan Yesus, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman" (Mat 12:36). Oleh karena sering dikatakan bahwa tidak ada istilah dosa kecil dan dosa besar, semua harus dipertanggungjawabkan.
Demikian pula sebaliknya. Mereka juga yang berbuat banyak kebaikan kepada banyak orang dan bahkan rela menderita untuk melakukan itu pasti akan mendapatkan upah kelak. Terlebih bila mereka melakukan itu atas dasar kasih dari Tuhan dan mengabarkan kasih Yesus kepada sesama. Apa yang dilakukan oleh Ibu Theresa di India atau Nelson Mendela di Afrika wajar mendapatkan upah yang baik kelak. Allah mengetahui segala situasi kondisi seseorang dalam berbuat. Ia mengetahui pergumulan dan pertimbangan setiap orang dalam melakukan sesuatu. Allah mengetahui latar belakang motivasi orang berbuat sesuatu, apakah itu untuk kepentingan dirinya atau memang dasarnya kasih dari Allah. Semua tidak ada rahasia bagi-Nya, sehingga Allah akan memberikan penghakiman yang objektif. Maka kita siap-siaplah memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati (1Pet 4:5; Ibr 10:30; 14:4, 12). Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (Rm 2:6).
Keempat: jangan menghakimi (ayat 5)
Dalam kehidupan gereja atau kemasyarakatan, ada godaan untuk menghakimi rekan-rekan kristiani atau sepelayanan kita, dengan mengevaluasi apakah mereka pengikut yang benar dari Kristus. Peringatan Rasul Pulus kepada jemaat Korintus merupakan peringatan juga bagi kita saat ini. Akan tetapi hanya Allah yang tahu hati seseorang dan hanya Dia yang berhak untuk menghakimi. Ketika kita menghakimi orang lain, maka sebenarnya kita sudah menempatkan diri bahwa pelayanan kitalah yang terbaik, dan itu merupakan sikap kesombongan. Kita tetap harus ingat firman Tuhan yang berkata, "Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama (Rm 2:1; Yak 4:12). Terlebih lagi, jangan kita pergunakan alasan utuk mengevaluasi perbuatan atau pelayanan seseorang sebagai alat untuk membalaskan dendam atau sakit hati. Penilaian kita pasti tidak objektif. Penghakiman manusia pun sementara, bukan yang sebenarnya dan bukan yang terakhir. Semua harus sabar menanti sampai Tuhan datang untuk penghakiman yang objektif dinyatakan.
Ada saatnya Allah akan menerangi yang membuat kita mengerti secara rohani dari hal-hal kegelapan dan yang tersembunyi (Luk 11:36; Yoh 1:9; Ef 1:18; 3:9; Ibr 6:4; Why 18:1). Apabila itu baik, maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah (Mat 16:27; 25: 21-dab; 1Kor 3:11-14). Memang betul bahwa kita harus menghadapi rekan-rekan yang jatuh ke dalam dosa, akan tetapi kita tidak boleh menghakimi apa yang terbaik kita paksakan bagi orang lain dalam melayani Allah. Dalam 1Kor pasal 5 ayat 12-13 kita diminta untuk tidak mengkritik atau menggossip atau melakukan penilaian yang terburu-buru kepada teman-teman sepelayanan, sebab itu akan melukai hati mereka. Memang kadang ada orang yang dengan bangga mengaku seorang Kristen atau pelayanan yang hebat tapi dibalik itu ia melakukan hal-hal yang tampak secara kasat mata tidak sesuai dengan firman Tuhan. Ini perlu kita nasehati dengan bijak dan penuh kasih tanpa harus berkonfrontasi (Mat 18:15-17).
Mungkin ada kalanya pendekatan persuasif dan progresif sesuai Mat 18:15-17 tidak efektip. Pendekatan kasih dan nasehat tidak ditanggapi positif. Kita harus mengutamakan kepentingan yang lebih besar yakni jemaat, jangan sampai melihat firman Tuhan diabaikan. Sesuai dengan firman Tuhan kita perlu melakukan langkah tambahan dengan tahapan sebagai berikut. Pertama, jangan bersekutu dengannya (1Kor 5:2-13). Kedua, jemaat memberikan penolakan bersama, akan tetapi pengampunan dan keterbukaan selalu ada bagi mereka yang mau bertobat (2Kor 2:5-8). Ketiga jangan bergaul dengan mereka ini, dan apabila harus bertemu, perlakukanlah bahwa mereka sebagai orang yang perlu dinasehati (2Tes 3:14-15). Dan terakhir, apabila setelah dua kali diingatkan dan belum bertobat, maka keluarkanlah mereka dari persekutuan jemaat (Tit 3:10). Tindakan ini perlu untuk menjaga kemurnian jemaat dan tidak mengganggu dalam pelayanan yang lebih baik.
Penutup
Melalui bacaan minggu ini kita diingatkan untuk menjadi anak-anak dan hamba Tuhan yang dipercaya. Allah telah memberikan keistimewaan kepada kita untuk menerima firman Tuhan keselamatan dan tanggungjawab kita juga untuk menyampaikan firman itu kepada orang lain. Namun yang utama dalam penyampaian itu hendaklah kita menjadi orang yang dipercaya, tidak melebih-kurangkan, atau menonjolkan kehebatan pribadi. Kita pasti akan menghadapi pertanggungjawaban dan penghakiman, bukan saja di akhirat tetapi juga di dunia ini. Penghakiman di dunia oleh orang lain harus kita sikapi dengan bijak dan penghakiman diri sendiri juga haruslah berbuahkan pembaharuan dan bukan menghukum diri sendiri. Hal yang terakhir, hendaklah kita jangan menghakimi, akan tetapi biarlah Allah yang memiliki hak untuk itu yang akan menghakimi kelak, sesuai dengan hikmat dan objektifitas yang dimiliki-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).
Khotbah Minggu 23 Februari 2014
Khotbah Minggu 23 Februari 2014
Minggu Efipani VII
KAMU ADALAH MILIK KRISTUS
(1Kor 3:10-11, 16-23)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Im 19:1-2, 9-18; Mzm 119:33-40; Mat 5:38-48
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nats 1Kor 3:10-11, 16-23 selengkapnya dengan judul: Dasar dan Bangunan
3:10 Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. 3:11 Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus. 3:16 Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? 3:17 Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu. 3:18 Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. 3:19 Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: "Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya." 3:20 Dan di tempat lain: "Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka." 3:21 Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: 3:22 baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya kamu punya. 3:23 Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah.
-----------------------------------
Pendahuluan
Sebagaimana disebutkan dalam khotbah minggu lalu, istilah peran yang menjadi kawan sekerja Allah dalam pertumbuhan gereja adalah penyiram dan pemupuk (1 Kor. 3: 6, 9). Adapun istilah peran yang senada dalam surat-surat lain, yakni: menanam dan mengelola kebun Tuhan (1 Kor. 3: 5-9); memanen ladang Tuhan (Mat. 9: 37-38); dan mengembangkan tubuh Kristus (Rm. 12: 4-8; Ef. 4: 16). Dalam nats minggu ini kita diberikan gambaran lain yakni membangun bangunan Tuhan (1 Kor. 3: 10-13). Semua peran ini tujuannya memperluas kerajaan Tuhan di bumi melalui orang percaya dan gereja/jemaat-Nya. Dalam peran itu kita ditekankan juga merupakan Bait Allah yang sekaligus menjadi milik Kristus yang perlu kudus, dengan hidup berdasarkan hikmat Allah. Melalui nats minggu ini kita diberi pengajaran melalui Paulus seorang guru yang hebat sebagai berikut.
Pertama: ahli bangunan yang cakap (ayat 10-11)
Rasul Paulus memakai bangunan sebagai perumpamaan karena mungkin ia cukup akrab dengan istilah itu, sebab ada banyak bangunan-bangunan rumah dan sinagoga di sekitarnya. Ia juga mungkin sering melihat saat pembangunannya, dengan melihat sebuah bangunan haruslah memiliki pondasi yang kuat untuk dapat didirikan bangunan yang kokoh dan megah di atasnya. Sebuah bangunan tanpa pondasi adalah salah dan pondasi yang buruk tidak berumur lama. Bahkan Tuhan Yesus sendiri sudah mengajarkan bahwa rumah yang dibangun di atas pasir akan mudah roboh (Mat 7:26). Seberapa bagus pun material yang dipakai untuk dinding, plafon dan atap bangunan, itu tidak ada artinya apabila pondasinya tidak kokoh. Maka demikian jugalah pondasi sebuah jemaat atau gereja atau semua orang percaya adalah Yesus Kristus yang kokoh, yakni Allah sendiri (band. Ef 2:20). Tidak ada pondasi lain sebaik itu, apalagi berupa keinginan dan ambisi pribadi maka akan mudah runtuh. Pondasi yang beralaskan Tuhan Yesus berarti semua kegiatan yang dilakukan oleh jemaat adalah hanya untuk kemuliaan Tuhan Yesus.
Meskipun ayat-ayat ini dimaksudkan untuk jemaat, namun dapat diterapkan dalam kehidupan pribadi. Kita sebagai pribadi juga harus memiliki pondasi hidup yakni Tuhan Yesus. Dia adalah dasar dan juga tujuan keberadaan kita. Seluruh kehidupan yang kita bangun harus sesuai terhadap pola dan layout pondasi yang diberikan Tuhan Yesus (2Tim 2:2). Penambahan "ruang" (pekerjaan dan pelayanan) dalam pola hidup kita haruslah dimaksudkan dalam tatanan ruang kegiatan yang sesuai dengan firman-Nya, dan itu merupakan pelayanan bagi kemuliaan nama-Nya. Ini yang dimaksudkan dengan tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Pertanyaannya: apakah pondasi yang kita bangun di atas jemaat dan gereja kita adalah untuk ketinggian nama-Nya, atau untuk kepuasan diri atau kelompok, sehingga kegiatannya hanya untuk menyenangkan hati kita saja, dengan membuat kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan amanat Tuhan Yesus? Apakah pondasi hidup kita adalah kemampuan diri kita, sehingga yang kita bangun di atas hidup kita adalah kepuasan diri atau berupa harta bendawi, sukses, keamanan atau ketenaran? Pikirkanlah dan hati-hatilah terhadap godaan iblis.
Firman Tuhan menyatakan bahwa kita harus membangun sesuai dengan kasih karunia yang diberikan kepada kita. Allah memilih Paulus orang berdosa untuk membangun di atas dasar itu. Segala berkat, kecakapan dan karunia (rohani) sebagaimana Paulus harus diberikan untuk ikut membangun jemaat, agar Pemberi karunia tidak menjadi kecewa terhadap kita (band. Rm 12:3). Selain pondasi yang kokoh, jemaat harus dibangun dengan pelayanan yang benar untuk orang lain. Kita bisa mereview apa yang sudah kita bangun untuk orang lain? Apakah orang lain juga kita bangun hanya dengan bahan yang mudah hancur? Dalam membangun jemaat harus dihindari prinsip "tidak ada akar rotan pun jadi". Semua harus yang terbaik yang diberikan. Jangan kita mudah puas dengan tujuan jangka pendek saja, dengan hikmat dunia yang mengagung-agungkan akal pikiran manusia semata. Orang percaya sebagaimana jemaat di Korintus harus membangun dirinya untuk kehidupan yang abadi, dan tahan terhadap guncangan dan pergumulan. Dengan begitu, maka kita akan menjadi pekerja yang cakap.
Kedua: kita adalah bait Allah (ayat 16-17)
Firman Allah dalam bentuk pertanyaan menekankan kepada jemaat di Korintus bahwa mereka adalah Bait Allah yang berarti kesatuan terpadu (unified assembly) dan Roh Allah diam di dalamnya. Seorang pribadi juga adalah tubuh dan Roh Allah diam di dalam hati orang percaya. Sebuah jemaat jangan melihat diri mereka hanya sebagai kumpulan dari individu-individu saja atau kumpulan dari kepentingan yang berbeda, dan bersaing untuk mencari yang terbaik. Sebuah jemaat bukan tempat pentas mencari idol pujaan orang yang lebih banyak sebagaimana American Idols. Jemaat bukan hanya sebuah organisasi tetapi juga organisme yang hidup sebagai satu tubuh dengan Kristus sebagai kepala (Ef 1:22; 2:21; Kol 1:18). Kesatuan itu penting seperti Firman Tuhan dalam Yoh 17:21-23 yang menyatakan supaya semua menjadi satu (Ut Omnes Unum Sint), sebagaimana Yesus dan Bapa adalah satu.
Jemaat sebagai bangunan dan Allah diam atau tinggal sebagai Roh di dalamnya (Rm 7:17-18; 8;9-11; 1Tim 6:16). Pemahaman ini sama dengan ketika Allah tinggal dan diam di dalam Tabernakel. Pada Mat 16:18 Tuhan Yesus mengatakan kepada Petrus: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Oleh karena itu firman Tuhan berkata tidak ada yang dapat membinasakan sebuah jemaat. Meski pemikiran ini dilatarbelakangi pada masa itu bahwa tidak seorang pun boleh mengganggu Bait Allah (Kenisah), namun perjalanan sejarah gereja membuktikan bahwa pernyataan itu benar adanya. Tujuan dari pernyataan ini juga adalah untuk menjaga setiap pribadi maupun jemaat agar hidup kudus (band. 1 Pet 1:15). Jadi hal yang disampaikan firman Allah pada kita ini merupakan metode pemuridan untuk menjaga kekudusan tadi, sebab Allah adalah kudus. Pola kehidupan yang tidak berkenan kepada Allah di tengah-tengah penduduk Korintus yang beragam haruslah dijaga untuk tidak terkontaminasi pada umat gereja-Nya, sebagaimana umat Yahudi menjaga kesucian Tabernakel.
Demikian pula dalam pelayanan. Apakah kita menempatkan orang lain, misalnya gembala, ketua sinode atau lainnya sebagai pondasi, atau kita tetap pada Kristus? Roh Allah diam di tubuh kita berarti hidup kita harus menghasilkan buah-buah Roh. Apakah kita menggunakan kemampuan dan karunia rohani kita untuk membangun orang lain di dalam jemaat atau hanya memanfaatkannya untuk kepentingan diri sendiri? Apakah kita menggunakan firman Tuhan sebagai dasar pengajaran atau hanya adaptasi dari hikmat dunia ini saja dengan kata-kata yang kosong? Pada ayat 13 sampai 15 dinyatakan soal upah bagi mereka yang memberikan kontribusi bagi pembangunan jemaat, yang pada hari Tuhan akan diungkapkan motivasi dan ketulusan semua orang dalam melakukan itu. Allah akan menetapkan siapa saja yang setia dan melakukan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Pekerjaan yang baik akan mendapatkan upah yang baik dan pekerjaan yang setengah hati atau bermotivasi salah akan berkurang nilainya. Mereka yang ikut membangun dengan tulus akan diselamatkan dan mereka yang tidak tulus justru seperti terjadinya kebakaran bangunan, semua milik dan perbuatannya akan hangus hilang tak berbekas. Pertanyaannya, apa yang kita lakukan dalam minggu-minggu ini untuk ikut membangun gereja-Nya, baik melalui diri sendiri maupun bagi orang lain?
Ketiga: hikmat yang sia-sia (ayat 18-20)
Rasul Paulus mencoba mengelompokkan mereka yang membangun jemaat. Pertama, mereka yang membangun di atas dasar Kristus yang kokoh (1Kor 3:4). Kedua, mereka yang membangun tetapi memakai bahan yang tidak tahan uji (ayat 15); dan yang terakhir, mereka yang tidak ikut serta dalam pembangunan jemaat bahkan ikut merusak dan membinasakan (ayat 17). Kelompok terakhir ini merusak jemaat dengan berbagai cara, yakni ikut serta dalam kejahatan dan keduniawian, mengaku pengikut Yesus tetapi berbuat hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah, mengajarkan hal-hal yang tidak benar dan palsu serta memasukkan hikmat dunia ke dalam ajaran gereja (Kis 20:30; Flp 1:18; Kol 2:8; 1Yoh 4:1; Why 16:13). Perlu kita ketahui juga bahwa pada saat surat ini ditulis, belum semua firman Allah "dibukukan/dikanonkan" sehingga penafsiran agak lebih bebas saat itu. Mereka yang melakukan hal tersebut di atas dengan sengaja, bertindak seolah-olah segala perbuatan mereka itu dapat dibenarkan dengan dukungan hikmat dunia, akan tetapi mereka sebenarnya mereka menipu diri sendiri (Gal 6:3).
Firman Tuhan tidak mengatakan kepada jemaat Korintus untuk mengabaikan pencarian pengetahuan dan hikmat dunia. Allah memberi kita akal pikiran dan mandat budaya demi untuk kelangsungan hidup yang penuh dengan damai sejahtera dan keseimbangan. Ia hanya mengingatkan bahwa hikmat dunia ini akan membawa mereka jauh dari Tuhan. Itu jelas bukan hikmat Allah sama sekali dan akan menjadi sia-sia. Hikmat manusia akan menghasilkan kebenaran diri sendiri. Hikmat Allah jauh lebih berharga dan itu yang harus menjadi utama. Mereka juga jangan memakai hikmat dunia dalam menilai para pengajar dan pemimpinnya, sehingga yang terjadi perselisihan dan perpecahan. Ini jelas merupakan kebodohan bagi Allah seperti firman-Nya, berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh (Rm 1:22). Bagi orang percaya, lebih baik kita bodoh dalam arti merendahkan diri di hadapan Allah memohon hikmat-Nya, dan itu akan menyenangkan hati Tuhan (Flp 2:3).
Kebanggaan atas hikmat dunia ini juga yang membuat mereka lebih menilai cara menyampaikan dibanding dengan isi pesan, memilih bungkus dari pada isi. Orang sering terkesima dengan hal itu, seperti mementingkan rumah indah, padahal keluarga bahagia adalah isinya; mementingkan kecantikan daripada kepribadian, penampilan kharisma daripada karakter, jabatan daripada pelayanan, lebih banyak bicara daripada bekerja, dan lainnya. Oleh karena itu dengan cara seperti ini, Rasul Paulus mencoba mengutip kitab Ayub bahwa mereka berhikmat dalam kecerdikannya sendiri, yang membuat rancangan orang yang belat-belit digagalkan (Ay 5:13). Kerohanian jemaat harus tulus dan menuju kepada pelayanan bagi kemuliaan Tuhan dan bukan untuk kepentingan diri sendiri. Kita tahu bahwa Allah mengetahui segala rancangan-rancangan manusia; yang sesungguhnya semuanya adalah sia-sia belaka (Mzm 94:11).
Keempat: kamu adalah milik Kristus dan milik Allah (ayat 21-23)
Setiap pelayan Allah bekerja untuk-Nya melalui jemaat-Nya. Mereka bekerja dan melayani untuk kepentingan jemaat dan kemuliaan Tuhan, sehingga tidak perlu untuk memegahkan manusia (2Kor 10:7). Paulus, Apolos dan pelayan Allah yang bekerja di sana adalah untuk kepentingan jemaat di Korintus, sehingga tidak perlu mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka. Ini sama seperti murid-murid Yesus juga pernah mempersoalkan, siapa yang terbesar di antara mereka dan berusaha untuk dapat berdiri/duduk di sebelah Yesus (Mat 18:1-4). Tetapi Tuhan Yesus mengatakan bahwa yang paling banyak melayanilah yang akan lebih besar (Mat 23:11), dan itu tidak berdasarkan ukuran manusia, melainkan berdasarkan ukuran Allah. Allah melihat hati yang tidak seluruhnya dapat dilihat oleh manusia (1Sam 16:7; Luk 16:15).
Jadi tidak perlu masing-masing orang berkata: Aku golongan Paulus; Aku golongan Apolos; Aku dari golongan Kefas. Paulus menekankan sebaliknya, bahwa para rasul dan hamba Tuhan ini ada untuk menjadi pelayan-pelayan, bukan mereka yang harus melayani para rasul atau guru/pengajar ini. Jadi maksudnya bahwa para pengajar menjadi milik jemaat di Korintus, mereka yang menjadi pelayan, dan bukan jemaat menjadi milik pengajar/hamba Tuhan. Adalah tugas mereka untuk membawa jemaat kepada Kristus sehingga jemaat menjadi milik Kristus seutuhnya, bukan menjadi milik pengajar apalagi menjadi milik diri mereka sendiri. Menjadi milik Kristus berarti menjadi milik Allah dan berhak menerima janji-janji Allah (Gal 3:29). Kita memiliki pengharapan itu di dalam Kristus (Rm 8:28).
Firman Tuhan mengatakan bahwa kehidupan dan kematian, waktu sekarang maupun nanti adalah milik kita sendiri. Kita yang sudah diselamatkan melalui iman mengetahui tujuan kehidupan yang kita lalui saat ini dan ke arah mana kita setelah kematian. Semua itu telah menjadi milik kita dan ikut mengendalikan sampai ke akhir zaman. Kita dikuatkan oleh Roh Allah untuk melewati perjalanan itu. Sementara mereka yang tidak percaya, merupakan korban kehidupan yang tersapu oleh keadaan saat ini dan masih terus bertanya-tanya apakah ada arti kehidupan ini baginya selain dinikmati, dan tidak mengetahui bagiannya setelah kematian. Orang yang tidak percaya akan selalu diikuti oleh bayangan maut dan sesuatu di balik kematiannya. Untuk orang percaya, hal itu tidak terjadi sebab Tuhan Yesus telah menebus kita dari dosa dan kematian (1Yoh 4:18). Orang percaya dapat menikmati hidup yang layak karena mereka mengerti tujuan hidupnya. Kita dapat berhasil melupakan masa lalu dan dosa-dosa kita. Kematian hanyalah awal dari kehidupan abadi bersama Allah. Sehingga pada akhirnya nanti kita terbukti menjadi milik Kristus dan secara otomatis menjadi milik Allah.
Penutup
Sebagaimana Rasul Paulus, hikmat Allah membentuk kita menjadi ahli bangunan yang cakap dalam meneruskan lanjutan pondasi yang sudah diletakkan yakni Yesus Kristus. Kita diberi kasih karunia dalam pelayanan sekaligus menjadikan tubuh kita sebagai Bait Allah dalam membangun bait Allah yang lebih besar yakni gereja atau jemaat-Mya. Kita tidak perlu mempertentangkan peran siapa yang lebih besar dan mendewakan masing-masing pengajar atau gembala atau sinode kita. Itu berasal dari hikmat manusia yang mencari kemegahan dan akhirnya tetap akan sia-sia. Akan tetapi kita harus berpikir semua rasul, pengajar, hamba Tuhan adalah alat Tuhan yang dipakai untuk membangun jemaat, membawa orang-orang kepada Kristus, membangun menjadi milik Allah sehingga janji-janji Allah menjadi bagian hidup kita saat ini dan kelak di keabadian. Mari kita terus doakan jemaat tempat kita bergereja dan para hamba Tuhannya, agar kita semakin bertumbuh dan seluruh bangunan jemaat itu membawa kemuliaan bagi nama Yesus Kristus.
Tuhan Yesus memberkati.
(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven IIIKhotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven III KAPAK...Read More...
-
Khotbah (3) Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven IIIKhotbah Minggu 15 Desember 2024 - Minggu Adven III PEMULIHAN...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 8 Desember 2024Kabar dari Bukit DOA UNTUK ANAK DAN PEMIMPIN (Mzm. 72:1-7,...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 19 guests and no members online