Sunday, December 15, 2024

2021

Kabar dari Bukit, Minggu 4 Juli 2021

Kabar dari Bukit

 

KASIHANILAH KAMI, YA TUHAN (Mzm. 123:1-4)

 

Lihat, seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN, Allah kita, sampai Ia mengasihani kita (Mzm. 123:2)

 

Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu ini dari Mzm. 123 yang berisi 4 ayat. Judul perikopnya: Berharap kepada anugerah TUHAN. Satu versi tafsiran mazmur menyebutkan ini bagian dari kumpulan “mazmur pendakian”, dalam kaitan memperingati anugerah Tuhan kepada Raja Hizkia, yang menambahkan 15 tahun usia kepadanya. Sebelumnya, Raja Hizkia telah divonis mati melalui pesan nabi Yesaya, tetapi kemudian Raja Hizkia memalingkan mukanya ke dinding, berdoa serta menangis dengan sangat. Allah mendengar doanya, dan memberi tambahan usia sehingga ia dapat memerintah dengan tenteram (2Raj. 20:6-10; Yes 38:5-8). Mazmur ini disebut juga nyanyian ziarah, sering dilantunkan saat umat Israel ingin berkumpul di Yerusalem, untuk mengingat penderitaan mereka saat ditindas penguasa Babel (ayat 1).

 

Jika kita menarik ke situasi sekarang, penderitaan pandemi Covid ini sungguh mengerikan. Data kemarin 3 Juli 2021, ada 27.013 yang terpapar dalam sehari, dan 494 jiwa yang pulang ke pencipta (sehari sebelumnya 539). Penyebab utama lonjakan, diduga akibat adanya mutasi virus berupa varian baru yang beragam, yakni Delta, Lambda, Alpha, Beta, Delta Plus dan lainnya. Ini ditambah lagi faktor ketidakpatuhan masyarakat, termasuk mudik sehingga bencana semakin besar.

 

Tidak disiplinnya masyarakat memang ada berbagai faktor penyebabnya. Ada yang harus keluar rumah untuk berjuang mencari hidup keseharian, atau tidak mampu membeli masker tiga lapis. Yah, kita ikut prihatin. Tetapi jika itu dilakukan karena menganggap enteng dampak virus, atau memakai masker hanya pajangan di dagu, mazmur 123 ini merefleksikannya: “jiwa kami sudah cukup kenyang dengan olok-olok orang-orang yang merasa aman, dengan penghinaan orang-orang yang sombong’ (ayat 4). Jadi, janganlah kita menjadi bagian dari orang sombong, dan menguji Tuhan, seperti umat Israel di Mara atau Tuhan Yesus digoda Iblis (Ul. 6:16; 1Kor. 10:9; Mat. 4:7).

 

Perlindungan Tuhan dan imunitas adalah kunci untuk pertahanan tubuh. Seseorang terpapar Covid banyak sisi masuknya. Ada yang tidak memakai masker. Apalagi varian baru dideteksi dapat menularkan hanya dengan berpapasan. Tetapi hal sepele juga dapat menjadi sumbernya, mulai dari ketika menekan tombol lift, tombol parkir, memegang handle pintu, terima paket dari antaran online, dan lainnya, serta kemudian kita memegang sesuatu dan memasukkan ke mulut, tanpa mencuci tangan atau memakai sanitizer.  Kita sebagai manusia tentu bisa lalai atau ceroboh. Oleh karena itu, tidak ada dasar menghakimi bahwa Tuhan telah menghukum orang-orang yang sakit Covid.

 

Mazmur 123 ini sangat tepat mengajak kita semua agar berharaplah kepada anugerah TUHAN. Kita diminta terus melayangkan mata kepada-Nya, berharap pada belas kasihan-Nya saja. Pengharapan kita “seperti mata para hamba laki-laki memandang kepada tangan tuannya, seperti mata hamba perempuan memandang kepada tangan nyonyanya, demikianlah mata kita memandang kepada TUHAN” (ayat 1-2). Dan kita “melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman" (Ibr. 12:2).

 

Doa dan nyanyian kita saat ini perlu lebih intens seperti Raja Hizkia. Penuhi dengan rintihan, “Kasihanilah kami, ya TUHAN, kasihanilah kami” (ayat 3). Semuanya untuk diri kita, teman, keluarga, dan memohon badai ini segera berlalu. Kita belum mengetahui bagaimana dunia akan lepas dari pandemi ini. Info dunia lepas dari flu Spanyol dan penyakit menular lainnya sangatlah terbatas, seperti juga flu burung, sampar, Ebola dan lainnya yang datang belakangan. Pandemi itu juga tidak seganas Covid, dan belum ada harapan nyata tentang obat penangkal atau pencegahannya. Sejarah pandemi yang panjang juga akan mengubah peradaban dan gaya hidup. Semoga kita menuju arah yang baik ke depan sesuai maksud Tuhan, yakni: semakin taat dan bergantung, takut dan rendah hati, serta hidup lebih berkarya bagi kemuliaan-Nya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Kiranya Tuhan Yesus melindungi kita sekalian, amin.

Khotbah Minggu 4 Juli 2021

Minggu VI Setelah Pentakosta 

TERUS MEMBERITAKAN (Mrk. 6:1-13)

 

“Lalu pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat, dan mereka mengusir banyak setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka.” (Mrk. 6:12-13).

 

Firman Tuhan hari Minggu ketujuh setelah Pentakosta ini dari Mrk. 6:1-13 berbicara tentang penolakan terhadap Yesus di kampung-Nya dan pengutusan kedua belas rasul. Penolakan ini didasari cara pandang melihat silsilah, keluarga, dan gaya hidup Yesus yang berbeda. Yesus yang sehari-hari mereka lihat dan tadinya (anak) tukang kayu, pergi beberapa saat, tiba-tiba saat kembali telah menjadi guru dan nabi dengan diikuti banyak murid, penuh kisah mukjizat dan ajaran kaya hikmat. Mengherankan, ajaib. Tapi nyata.

 

Tidak dapat dipungkiri, dalam satu komunitas yang memiliki standar dan nilai-nilai yang menyimpang dari ajaran Tuhan Yesus, akan ada perlawanan terhadap perubahan yang positip. Ada resistensi. Demikian juga sikap negatif lainnya, misalnya intoleransi dan permisif terhadap tindak kekerasan, jika melihat seseorang bersikap yang berbeda (misalnya SARA) maka dengan cepat diberi cap sebagai musuh dan langsung diserang. Hal lainnya juga terlihat dalam menyikapi sebuah kejadian/peristiwa, kadang orang cepat menilai dan menghakimi, meski latar belakang dan fakta kejadian belum sepenuhnya dilihat dan dikuasai.

 

Tuhan Yesus memperlihatkan keteladanan positip dalam menerima perlakuan negatif tadi. Meski sedikit heran di awalnya, Yesus lebih tidak memedulikannya dan berpikir positip memilih melakukan hal lain yang produktif: Ia tetap berbuat kebaikan dengan menyembuhkan penyakit (ayat 5), terus mengajar (ayat 6b) dan mengutus murid-murid-Nya pergi mengabarkan pertobatan.

 

Penghinaan dan penolakan tidak perlu dijawab dengan kecengengan. Sikap frontal juga tidak akan membangun respek dan rasa percaya. Melemparkan gugatan balik itu minus hikmat. Bersikap sederhana, tanpa kuatir, dan melihat itu sebagai resiko salib (ayat 4). Penolakan justru menimbulkan tiadanya karya mukjizat (ayat 5-6a), sebab mukjizat terjadi sebagai respon atas iman. Sikap sabar memaafkan dan berbelas kasihan teruslah dikedepankan. Jangan mudah berprasangka. Sinisme orang lain jangan mengurungkan niat baik.

 

Betul, sikap sekeliling kadang bisa membuat kita kecewa bahkan frustasi. Tetapi sebagai umat Kristiani dengan ciri khas KASIH, mari kita tetap berperilaku dengan mendasarkan pada perintah-Nya. Kita semua adalah utusan, "rasul-rasul", anak-anak-Nya yang memiliki tanggung jawab panggilan menjadi saksi, garam dan terang dunia. Bersikap dan bertindak sebagai utusan dan anak-anak Allah juga perlu dimulai saat ini, bukan besok, lusa, tunggu tidak sibuk, tunggu kaya, atau anak besar dan lulus semua, tunggu pensiun dsb. Tuhan Yesus memberi kuasa kepada yang percaya dan yang rindu untuk dipakai-Nya (ayat 7-13). Mari tetap memberi tempat mulia dan hormat bagi Dia yang mengutus kita. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan memberkati kita sekalian, amin.

 

Pdt. Em. Ir. Ramles M. Silalahi

 

Khotbah Minggu 27 Juni 2021

Minggu Setelah Pentakosta

 TALITA KUM (Mrk. 5:21-43)

 

Maka kata-Nya kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!" (Mrk. 5:34).

 

Firman Tuhan hari Minggu ini, Mrk. 5:21-43, bercerita tentang dua mukjizat penyembuhan Yesus dari puluhan yang pernah dilakukan-Nya: pertama, tentang seorang perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan, disembuhkan Yesus dengan hanya perempuan itu menjamah jubah-Nya saja, ia sembuh. Tentu upaya keras perempuan itu hingga melanggar aturan ditengah-tengah kerumunan orang untuk dapat menjamah jubah-Nya, membuat hati Yesus tergerak dan berkata seperti ayat 34 di atas. Semua beban setelah 12 tahun berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, menghabiskan harta tetapi malah keadaannya makin memburuk, akhirnya hilang terpulihkan.

 

Kisah kedua, anak seorang kepala rumah ibadat yang sakit parah. Ia tersungkur di depan kaki Yesus, memohon penyembuhan anaknya yang hampir mati (ayat 22). Meski dalam perjalanan diberitahu anaknya sudah mati, tetapi Yesus yang telah berjanji namun terhalang oleh pengobatan perempuan tadi, terus menuju rumah kepala itu dan berkata: "Jangan takut, percaya saja!". Sesudah Ia masuk ke rumah melihat anak 12 tahun itu, lalu memegang tangannya dan berkata: "Talita kum," yang berarti: "Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!" (ayat 41). Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan.... Semua orang yang hadir sangat takjub (ayat 42).

 

Dalam kehidupan, kadangkala kita dihadapkan pada situasi yang tanpa harapan. Putus asa. Persoalan tak kunjung selesai berakhir. Pikiran manusiawi sudah dikerahkan optimal. Upaya mencari jawaban dan solusi jalan keluar, mentok. Seperti dalam nas ini, harta perempuan itu habis berobat selama 12 tahun sia-sia, jabatan kepala rumah ibadat pun tidak punya makna untuk penyembuhan. Tetapi kitab suci berkata: Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Mrk. 9:23).

 

Iman adalah buah pengalaman. Keputusasaan dapat menumbuhkan ketergantungan total dan saat itulah iman dapat menjadi besar dan kuat. Secercah harapan untuk sebuah pertolongan Ilahi meneguhkan iman tersebut. Yang tampak kalah menurut dunia, akan menang oleh iman. Itu dapat muncul bertumbuh perlahan sejak mengenal Dia, atau seketika, dan hubungan ketergantungan pada Yesus pun semakin kuat dan berakar. Bahkan, yang didapat kadang melebihi yang diminta. Haleluya.

 

Persoalan yang kita hadapi saat ini mungkin serasa berat. Bagi kita yang peduli sesuatu, seperti kawasan Danau Toba, atau wilayah lainnya, atau masalah pribadi yang berat, berpeganglah pada iman yang dapat mengalahkan kekuatiran dan keterbatasan kita. Tetaplah melangkah, berusaha dan berjuang keras, tetapi tetap setia datang memohon merendahkan diri, dan akan tiba saatnya Tuhan Yesus memberi pertolongan. Talita kum. Hai anak, percaya saja. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan memberkati kita, amin.

 Pdt. Em. Ramles Manampang Silalahi. 

 

Kabar dari Bukit Minggu 27 Juni 2021

Kabar dari Bukit

DARI LORONG KEMATIAN (Mzm. 30:1-13)

 

Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita, supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri (Mzm. 30:12-13a)

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini dari Mzm. 30, berisi 13 ayat. Judul perikopnya: Nyanyian syukur karena selamat dari bahaya. Sesuai leksionari, di awal minggu-minggu setelah Pentakosta, temanya masih tuntunan kita dalam menjalani hidup yang penuh dengan cobaan, ujian, badai, kesusahan dan bahaya. Mazmur 30 ini sangat cocok dilantunkan oleh mereka yang hampir melewati pintu kematian, seperti sembuh dari terpapar Covid-19, atau lepas dari penyakit dan bahaya lain yang mengerikan.

 

Semua orang pasti takut pada kematian. Berbohong jika ada yang menyangkalnya. Sebab bermacam-macam bentuk ketakutan orang terhadap pintu maut itu. Ada yang takut karena merasa lorong yang akan dilewatinya tidak jelas: gelap atau terang benderang; masuk sorga atau neraka kekekalan. Ada ketakutan terhadap jalan kematiannya itu sendiri, berharap tidak melalui (rasa) sakit yang berkepanjangan, tetapi jalan singkat seperti lewat tol. Ada ketakutan lain, yakni terhadap orang-orang yang akan ditinggalkan, apakah mereka kelak dapat mandiri kokoh atau akan pecah pudar tak bermakna. Bahkan ada yang takut justru terhadap kematian orang-orang yang dikasihinya, termasuk yang meninggalkan harta bendanya.

 

Pemazmur Daud mengalami hal itu dan lolos dari lobang maut. Ia pun mengatakan, “TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur” (ayat 4). Daud pulih, setelah berseru-seru memohon pertolongan Tuhan, bahkan dengan memelas menggugah seperti di ayat 10: “Apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke dalam lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepada-Mu dan memberitakan kesetiaan-Mu?” Bahwa ia pernah melupakan Tuhan dan mengandalkan kehebatan dirinya, yang membuat Tuhan marah, semua itu sudah disadari dan disesalinya (ayat 6-8).

 

Setiap orang di saat memasuki babak penyakit kritis, misalnya, Covid-19 yang sedang mengganas, tentu mengalami dan merasakan ketakutan itu. Dan bukan hanya yang sakit, tetapi juga keluarga dekat. Hal jelas kemudian terlihat, baik yang sakit dan keluarga serta sahabat, seperti pemazmur, memohon doa belas kasihan dan pertolongan TUHAN (ayat 3, 11). Kita berharap tidak ada yang pergi ke roh dunia, dengan ritual yang tidak berhikmat, seperti yang kita lihat masih ada dalam video-video di medsos oleh beberapa suku di tanah air. Ya, menyedihkan....

 

Orang percaya mengandalkan Tuhan. Maka ketika diloloskan dari liang kubur, seperti pemazmur pun menyatakan syukurnya. Ia berjanji, “Aku yang meratap telah Kauubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita, supaya jiwaku menyanyikan mazmur bagi-Mu dan jangan berdiam diri. TUHAN, Allahku, untuk selama-lamanya aku mau menyanyikan syukur bagi-Mu (ayat 12-13).

 

Kita pun yang disembuhkan dari sakit kritis atau lolos dari kengerian di lorong kematian, mari bersikap sama. Kebangunan rohani atas kemenangan iman, jangan hanya tampak pasca kesembuhan, sekejap, lantas lenyap di selang waktu. Mari terus menaikkan syukur kita atas kebaikan Tuhan, lebih menyerahkan hidup yang berarti, dengan tidak berdiam diri, tetapi semangat sukacita melayani DIA untuk selama-lamanya. Itulah syukur terbaik kita bagi-Nya. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus menyertai kita sekalian, amin.

Kabar dari Bukit Minggu 20 Juni 2021

Kabar dari Bukit

 MELEWATI BADAI (Mzm. 107:1-3, 23-32)

 Mereka melihat pekerjaan-pekerjaan TUHAN, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib.... (Mzm. 107:24)

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini bagi kita dari Mzm. 107:1-3, 23-32. Judul perikopnya: Nyanyian syukur dari orang-orang yang ditebus TUHAN. Kata “ditebus”, menggambarkan kondisi paling ekstrem saat adanya perbudakan, tetapi setelah ditebus menjadi bebas berharga. Situasi serupa ketika kita orang yang penuh dosa dan layak dihukum, tetapi atas anugerah Tuhan Yesus ditebus dengan darah-Nya, kita merdeka dan berharga di mata Tuhan.

 

Hidup adalah perjalanan; berangkat dari satu titik dan berakhir di titik yang lain. Dalam perjalanan itu banyak hal terjadi. Kadang melewati hal indah pernuh warna-warni, dan kadang gelap kelam dengan rasa sakit. Terjadinya pun sering tidak terduga, bahkan tidak kita pahami. Pertanyaan, mengapa? Itu cukup melepas sesak, tapi sering tidak memuaskan hati.

 

Mazmur 107 berkisah tentang perjalanan hidup. Ada yang menjalani dengan rasa lapar dan haus (ayat 4-9). Ada yang menjalani dalam kungkungan penjara, tergelincir, penuh cemas (ayat 10-16). Ada yang jatuh sakit karena berbuat dosa atau kesalahan lain (ayat 17-22). Tetapi, pemazmur mengatakan, ketika semua berseru-seru kepada Tuhan, semua dilepaskan dari pergumulan mereka: yang lapar dikenyangkan dan yang haus dipuaskan; Yang terbelenggu persoalan hidup dilepaskan, keluar dari kegelapan. Mereka yang sakit bahkan hampir mati, disembuhkan dan dipulihkan. Perbuatan Tuhan sungguh ajaib, semua menang. “Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya (ayat 1-3).

 

Nas minggu ini ayat 23-32 gambaran situasi yang berbeda, yakni hidup manusia ibarat mengarungi laut dengan kapal; dari satu pulau yang fana, menuju pulau lain di seberang yang tidak fana. Tetapi badai dan gelombang laut kadang datang menerjang. Beberapa lagu rohani dengan gambaran laut ini, seperti “Di Tengah Ombak dan Arus” dan lagu Batak ”Nang Gumalunsang” sangatlah poluler.

 

Virus Corona kini di sekitar kita. Menakutkan. Tidak terduga, meluluhlantakkan semua rencana dan pengharapan. Ada yang menjadi lebih lapar dan haus akibat kondisi ekonomi yang memburuk. Ada yang terjerat hutang atau terbelenggu merasa terbuang dan tidak bisa bebas bergerak. Tentu, banyak yang sakit, terpapar, dan tidak sedikit yang terkasih dihantarkan ke liang kubur. Semuanya itu membuat jiwa kita hancur, pusing terhuyung-huyung seperti orang mabuk, dan kehilangan akal (ayat 26-27).

 

Melalui pemazmur hari ini, kita bersyukur diajarkan beberapa hal. Pertama, semua yang terjadi saat ini adalah atas sepengetahuan dan kendali-Nya (ayat 25). Ia adalah Tuhan alam semesta. Kedua, dalam badai pergumulan ini, marilah kita berseru-seru kepada Tuhan, memohon dibebaskan dari rasa sakit yang ada (ayat 6, 13, 19). Dengan meratap, kita memohon dikeluarkan dari kecemasan dan sengsara rasa takut (ayat 28). Ketiga, marilah kita lebih mendekatkan diri dengan mencintai firman-Nya, dan jauh dari ingin memberontak terhadap Dia (ayat 20).

 

Dan terakhir, untuk kita dapat dituntun-Nya ke pelabuhan sorga kesukaan kita, menang melewati badai ini, menang atas pergumulan dan rasa sakit, berjanjilah dengan tangisan untuk selalu bersyukur kepada Tuhan atas kasih setia-Nya, oleh karena perbuatan-perbuatan-Nya ajaib. Berjanjilah untuk lebih setia (ayat 11) dan menjadi saksi bagi kemuliaan-Nya, melalui umat dan majelis gereja-Nya (ayat 32). Semoga kita semua sehat-sehat dan juga orang-orang yang kita kasihi. Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.

 

Tuhan Yesus menyertai kita sekalian, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 312 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8563996
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
2044
73300
75344
8223859
715281
883577
8563996

IP Anda: 162.158.170.93
2024-12-16 03:04

Login Form