Sunday, December 15, 2024

Khotbah Minggu 19 Oktober 2014

Khotbah Minggu 19 Oktober 2014

 

Minggu XIX Setelah Pentakosta

 

INJIL DENGAN KEKUATAN ROH DAN KEPASTIAN YANG KOKOH

(1Tes 1:1-10)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 33:12-23 atau Yes 45:1-7; Mzm 99 atau Mzm 96:1-9, 10-13; Mat 22:15-22

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Tes 1:1-10 selengkapnya: Buah Pemberitaan Paulus

 

1:1 Dari Paulus, Silwanus dan Timotius kepada jemaat orang-orang Tesalonika yang di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu. 1:2 Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami. 1:3 Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita. 1:4 Dan kami tahu, hai saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu. 1:5 Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu. 1:6 Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus, 1:7 sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. 1:8 Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu. 1:9 Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar, 1:10 dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.

 

-----------------------------

 

Pendahuluan

Tesalonika merupakan ibukota dan sekaligus kota terbesar dengan penduduk 200.000 dari propinsi Makadonia dibawah pemerintahan Romawi. Kota ini dapat dikatakan sebagai salah satu pintu awal Injil masuk ke wilayah Eropa, setelah Rasul Paulus mendengar akan pilihan ke Makadonia dibanding dengan pilihan ke arah Arabia di selatan (Kis 16:9). Pada saat surat ini ditulis - perkiraannya sekitar tahun 50 M - jemaat Tesalonika merupakan jemaat baru yang belum terlalu dewasa. Rasul Paulus beserta pelayan Tuhan lainnya tidak dapat tinggal lama di sana karena adanya penolakan yang hebat, sehingga pengajaran tentang Tuhan Yesus belum banyak yang disampaikannya. Oleh karena hatinya terus terpaut di sana, ia kemudian mengutus Timotius kembali untuk melihat perkembangan jemaat tersebut. Dalam perjalanannya ke Korintus, Rasul Paulus menuliskan surat ini sebagai bagian dari pengajaran kristiani kepada jemaat di sana dan juga bagi kita semua.  

 

Pertama: Pentingnya keakraban para hamba Tuhan (ayat 1-3)

Setelah minggu lalu kita membaca firman Tuhan tentang perselisihan yang terjadi di antara dua pelayan Tuhan di jemaat Filipi, sebaliknya yang terjadi di jemaat Tesalonika ini. Hubungan para pelayan Tuhan sangat dekat dan akrab dan ini bisa dilihat bagaimana cara mereka bersama-sama menyapa dalam surat ini. Rasul Paulus juga tidak perlu menonjolkan sendirian kerasulannya. Ia menyadari bahwa hubungan di antara para pelayan Tuhan sangat penting, sebab sangat menentukan dalam membangun iman jemaat. Prinsip kasih yang diajarkan dan dikhotbahkan para pelayan seyogianya itu tampak dalam kehidupan sehari-hari, sebab jikalau tidak, maka jemaat akan mengatakan OMDO atau NATO (omong doang dan No Action Talk Only) saja. Sebaliknya apabila jemaat melihat itu nyata, maka itu akan menjadi kesaksian hidup dan rasa syukur bagi sesama orang percaya dan dapat menarik perhatian bagi yang belum mengenal Tuhan Yesus untuk menjadi pengikut-Nya. Hal kedua yang diperlihatkan oleh Rasul Paulus (dan rekan-rekan sekerjanya – lihat Kis 15:22, 39-40, 16:1-3; 17:1-10) adalah perhatian yang penuh bagi jemaat yang dipimpinnya. Mereka menyapa dengan dengan berkat dari Allah yaitu kasih karunia dan damai sejahtera (band. Rm 1:7-10; Ef 5:20). Keselamatan yang dianugerahkan membuat sesama jemaat dan hamba Tuhan masuk ke dalam persekutuan bersama, dan ini yang seharusnya membangun keakraban. Setelah keakraban maka penyertaan dan anugerah kasih Tuhan dialami dengan damai sejahtera.

 

Sikap yang menempatkan jemaat sebagai yang utama dan menyebutnya mahkota sangat kental dalam ungkapan ini (band. 1Tes 2:19; 3:9). Setelah memberi berkat Rasul Paulus kemudian mengungkapkan rasa syukur atas keberadaan mereka yang menjadi bagian dari orang percaya di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Rasa syukur atas kebersamaan mereka juga ditambahkan dengan selalu membawa jemaatnya ke dalam doa-doa mereka. Doa syafaat bagi mereka yang kita kasihi tentu akan memberikan dampak perhatian Allah pada mereka yang disebut, terlebih dinaikkan oleh para hamba-Nya yang sering dianggap lebih memiliki kuasa sebab para pelayan adalah mereka-mereka yang seharusnya orang benar (Yak 5:16b). Adalah tanggungjawab hamba Tuhan untuk terus membawa jemaat dan orang-orang yang disekitarnya untuk didoakan (Yak 5:16a). Dalam hal ini Rasul Paulus memperlihatkan teladan seorang hamba Tuhan yang mengasihi jemaat Tuhan. Apabila ini lalai dilakukan hamba Tuhan, maka sebenarnya ia perlu merenungkan panggilannya untuk melayani Tuhan dengan melayani sesama. Di lain pihak, jemaat juga perlu mendoakan para pelayannya agar segala yang menjadi tanggungjawab pelayan dapat dijalankan dengan baik oleh karena pertolongan Allah (2Kor 1:11; 2Tes 3:1).

 

Hal utama yang perlu dilihat oleh Paulus dari jemaat adalah tentang iman, kasih dan pengharapan mereka. Sebagaimana dikatakan dalam 1Kor 13:13, di atas segala berkat dan karunia yang diberikan kepada jemaat untuk bertumbuh, yang tinggal adalah ketiga hal yaitu: iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. Oleh karena itu Rasul Paulus mengamati ketiga hal tersebut yang dilakukan oleh jemaat, melalui Timotius. Rasul Paulus menemukan bahwa jemaat tersebut melakukan pekerjaan imannya dengan baik sesuai dengan keadaan sulit yang mereka hadapi (band. 2Tes 1:11; Yak 2:14), demikian juga dengan usaha kasih mereka, dan terakhir adalah ketekunan pengharapan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus (band. Rm 5:2-5). Sungguh jemaat yang layak diteladani. Pujian Rasul Paulus sangat penting untuk meningkatkan rasa hormat dan kebanggaan mereka yang sekaligus merupakan kemuliaan bagi Allah Bapa yang mengasuh mereka. Hamba Tuhan yang lebih menonjolkan kelemahan atau kekurangan jemaat tidak akan membangun.  Bahkan, mengutarakan kelemahan dan kekurangan dengan cara yang salah malah akan menurunkan semangat jemaat. Pujian juga secara otomatis akan mendorong jemaat mengerahkan potensi yang lebih besar untuk memberikan yang terbaik, sementara kritik malah membunuh potensi yang ada. Bagaimanapun, pasti tidak ada jemaat yang sempurna dan ada kekurangan, sebab kesempurnaan hanya terjadi setelah semua digenapi pada kedatangan-Nya, ketika semua umat-Nya dikuduskan secara total.

 

Kedua: Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh (ayat 4-5)

Hal kedua Rasul Paulus mengingatkan status jemaat Tesalonika sebagai umat pilihan Allah. Dipilih berarti dikasihi Allah (Ef. 1:4). Hal-hal lain yang membuat kebimbangan dan bahkan perdebatan (nanti dalam pasal berikutnya diuraikan yakni tentang kematian dan kedatangan Yesus kedua kalinya), semua menjadi tidak penting dan berada jauh dari keutamaan sebagai pilihan Allah. Ya memang adalah sulit untuk memahami secara bersamaan tentang kedaulatan Allah dalam memilih diri kita, dengan tanggungjawab kemanusiaan kita dalam mengikuti Dia. Meskipun mungkin kita tidak memahami sepenuhnya bagaimana kedua kebenaran ini berjalan bersamaan, tapi kita dapat mengatakannya sebagai hubungan kausal, demikian: Menjadi umat terpilih datang dari hati Allah (dan bukan dari pikiran kita) yang merupakan anugerah untuk menjalankan misi-Nya dan menyenangkan hati-Nya (sehingga bukan mengabaikan-Nya), dan itu harus melahirkan rasa syukur (dan bukan keluhan). Sementara tanggungjawab kemanusiaan kita adalah secara aktif terus mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Pelindung, fokus dalam kehidupan untuk menyenangkan hati-Nya, dan berbagi kasih dan Injil kepada orang lain. Pilihan Allah kepada kita juga sekaligus memberi tantangan untuk menjalani kehidupan ini untuk dibuat berharga bagi kita sendirnya dan bagi-Nya. 

 

Ketika Allah memilih kita, Ia memberi kekuatan untuk mengikuti dan melayani-Nya. Kuasa itu datang dari Roh Kudus dan Injil; kita tidak perlu tahu bagaimana proses itu yang mana lebih dahulu. Yang jelas, Injil datang dengan kuasa dan itu membawa kekuatan pengaruh bagi setiap pribadi, keluarga, termasuk jemaat Tesalonika. Roh Kudus juga membuat seseorang mengerti Injil. Pengurapan Roh Kudus membuat Injil diterima dengan kepastian yang kokoh sebagai firman Allah. Ketika firman disampaikan dan direnungkan, hidup pasti menjadi berubah (Luk 4:32-37; Kis 1:8; Rm 1:16; Gal 3:22). Pengalaman selama 2000 tahun lebih, Injil dan kekristenan bukan sekedar kumpulan kejadian atau cerita yang menarik; tetapi merupakan kuasa Roh Allah bagi siapa saja yang memercayainya (band. Yoh 14:23-26; 15:26-27; 1Kor 2:4). Kita tidak perlu mengkaji teoritis perbedaan logos dan rhema, yang tertulis dengan tidak tertulis, kata-kata atau makna, sebab bagaimanapun, Allah bekerja dengan cara yang tidak bisa difahami manusia yang kemampuannya terbatas. Kita tidak dapat memahami keajaiban cara, jalan dan maksud pikiran Allah. Iman datang dari pendengaran, itu betul, tetapi jelas bukan “kebenaran” eksklusif dalam arti menutup kebanaran lain bahwa iman dapat datang dari membaca firman dan melihat, atau orang tuli juga bisa beriman. Sebuah ayat jelas tidak bisa mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, oleh karena itu selalu diminta melihat keseluruhan Injil.

 

Rasul Paulus menekankan hal yang dia alami dan lakukan di Tesalonika dengan menuliskan, "Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu". Jemaat telah melihat hal yang dikhotbahkan Rasul Paulus, Silas dan Timotius selama mereka di Tesalonika menjadi bukti bagi mereka dengan melihat ketiga hamba-hamba Tuhan ini hidup di dalam kuasa-Nya dan dapat menjadi teladan. Ketiga hamba Tuhan ini melakukannya sebab memiliki keyakinan yang kokoh tentang iman dipilih Allah dan Injil yang diberikan. Jadi, ketika kita mengaku bahwa iman adalah anugerah dan bukan merupakan buah dari pikiran, maka sebenarnya kita secara otomatis mengaku kita adalah orang yang dipilih. Ketika kemudian firman atau Injil itu semakin kita dengarkan, renungkan dan lakukan, maka iman kita semakin bertumbuh dan kemudian berbuah dalam pelayanan. Inilah yang diperlihatkan para Rasul yang menulis surat ini sehingga mereka mengatakan, “bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.”Keyakinan bertiga ini yang membuat mereka berbuah dengan mengabarkan Injil. Kini, bagaimana dengan kita? Apakah hidup kita meneguhkan tentang yang kita imani atau malah kontradiksi dengannya? Setelah kita menerima Allah telah memilih kita, bagaimana respon kita tentang hal tersebut? Mari kita renungkan, apa yang sudah Allah lakukan dengan kuasanya setelah kita pertama menerima firman dan beriman Yesus adalah Tuhan? Apakah kita cukup berbuah? Apakah kita berbuah lebat? (Yoh 15:5).

 

Ketiga: Menjadi teladan dalam menghadapi penindasan (ayat 6-8)

Meski pesan keselamatan dibawa dalam sukacita kepada setiap orang percaya di Tesalonika (dan orang percaya umumnya), tetapi juga membawa jemaat itu pada penderitaan yang hebat karena penolakan dan penganiayaan dari orang Yahudi dan juga orang Romawi (Kis 17:5; 1Tes 3:1-4). Mereka membenci pengikut Yesus. Memang, hal yang dilaporkan oleh Timotius sangat menyenangkan hati Tuhan melalui Rasul Paulus. Sebagai jemaat yang baru bertumbuh, Rasul Paulus mendengar jemaat menerima dengan keteguhan meski penindasan datang. Paulus memujinya dan meminta agar yang mereka lakukan itu semua didasari oleh iman akan Allah yang benar di dalam Tuhan Yesus. Mereka juga tetap diminta bekerja dan berkarya oleh dasar kasih, ketabahan dan keteguhan didasarkan oleh pengharapan akan kembali datangnya Tuhan Yesus. Semua ini merupakan tanda-tanda karakter yang efektip orang Kristen di segala abad. Untuk itu Rasul Paulus meminta jemaat agar teguh pada perintah Tuhan dan mengikuti teladan para hamba-Nya menjadi pelaku yang setia (1Kor 4:16). Semua itu dikerjakan dengan sukacita sejati dari Roh Kudus sebagai respon terhadap firman kebenaran dan keselamatan yang telah mereka terima (Yoh 16:33; 2Kor 6:10; Gal 5:22; Ibr 12:2; 1Ptr 2:19-21).

 

Banyak orang percaya saat ini berpikir bahwa penderitaan bukanlah bagian dari kehidupan orang Kristen. Merek berpikir kehidupan kekristenan hanya penuh dengan berkat-berkat dalam arti yang sempit yakni kesenangan dan sukacita. Ketika datang penderitaan, mereka bertanya: Mengapa aku? Mereka merasa seolah-olah Allah telah meninggalkan mereka; bahkan menuduh-Nya tidak lagi sebagai pelindung yang seharusnya dilakukan-Nya pada anak-anak-Nya. Tetapi semua orang percaya harus menyadari kenyataan: dunia ini penuh dengan dosa karena itu orang percaya menderita. Allah mengetahui sebagian orang percaya perlu sebagai martir iman dan mengalami penderitaan. Untuk itu dari pada kita bertanya "Mengapa aku?" lebih baik bertanya "Mengapa bukan aku?" Iman kita dan nilai-nilai dalam dunia ini memang cenderung bertabrakan. Oleh karena itu perlu ada pengorbanan, teladan, perlu ada martir yang dapat memperlihatkan iman, kasih dan pengharapan yang dimiliki orang percaya. Kisah martir dan keteguhan seseorang pasti menyebar meluas dan keteladanan itu yang memberikan motivasi bagi orang lain untuk mau berkorban bagi kemuliaan Kristus Yesus. Kekristenan tidak dapat menjadi seluas sekarang ini tanpa adanya penderitaan yang panjang yang dialami umat percaya selama ratusan tahun di awalnya. Demikian halnya kabar jemaat Tesalonika sebagai teladan bergema keluar Makedonia dan Akhaya hingga ke seluruh wilayah Mediterania.

 

Salah satu cara menjadi lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan dalam melayani Tuhan adalah menyadari bahwa penderitaan itu akan datang. Seorang PNS yang setia pada Tuhan dan berperilaku jujur pasti akan dicemoh orang sekelilingnya. Olok-olok sok suci pasti diterimanya. Seseorang yang menginjil bisa saja kemudian menjadi target kekerasan atau bulan-bulanan mereka yang dari garis keras. Jika kita sudah mengetahui adanya penderitaan itu, maka kita tidak menjadi terkejut atau shock ketika hal itu terjadi. Yang kedua, kita lebih siap sebab kita tahu Yesus juga menderita dan menderita bagi kita. Apa yang dialami oleh Tuhan Yesus dan juga para rasul menjadi inspirasi dan sumber kekuatan bagi kita dalam melayani. Yesus memahami ketakutan kita, kelemahan dan bahkan jika timbul kekecewaan kita (Ibr 2:17-18; 4:14-16). Yang ketiga, kita seharusnya tetap merasa aman sebab Ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita (Mat 28:18-20), dan Dia berdoa bagi kita sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara (Ibr 7:24-25). Di dalam rasa sakit, penganiayaan, atau penderitaan, tetaplah teguh percaya kepada-Nya. Mari kita terus bersaksi dan memberikan teladan meski kita harus berkorban untuk itu, agar kerajaan Allah semakin diperluas di dalam Tuhan Yesus.

 

Keempat: Berbalik dan melayani Allah (ayat 9-10)

Semua orang percaya harus memberi respon yang sama terhadap Injil kabar baik dan keselamatan yang disampaikan, sebagaimana jemaat Tesalonika perlihatkan: berpaling pada Allah dan melayani Allah. Kehidupan masa lalu jemaat Tesalonika penuh dengan berhala-berhala dengan segala kuasanya, dan terbelenggu pada dosa-dosa kehidupan terbuka di wilayah yang sudah maju saat itu; itu semua harus ditinggalkan. Kini mereka telah bertobat dan inilah yang dipuji Rasul Paulus. Injil dan kuasa Roh telah membuat mereka menjadi manusia baru. Demikian juga dengan kita saat ini, kehidupan yang bertentangan dengan kehendak Allah sebaiknya kita tinggalkan. Kehidupan berupa dosa-dosa mengandalkan hidup pada berhala-berhala modern, seperti uang dan kekayaan, jabatan, prestise dan kehormatan, perlu dijauhkan apalagi sampai kita melanggar firman Tuhan untuk mendapatkan atau mempertahankannya. Perubahan hidup baru dengan berbalik kepada Allah harus diisi dengan melayani-Nya yang didasari iman, kasih dan pengharapan, sebagai buah nyata dari pilihan Allah terhadap kita yang dikasihi-Nya. Kita dikasihi Allah maka kita wajib mengasihi Allah (1Yoh 4:10).

Yesus berjanji akan kembali datang untuk menjemput orang-orang percaya yang dikasihi-Nya. Apapun yang kita alami saat ini sebagai konsekuensi dari penerimaan kita terhadap Tuhan Yesus, termasuk apabila kita menderita sakit dan teguh percaya pada kuasa penyembuhan-Nya, maka pertahankanlah itu. Ia adalah Allah yang hidup dan yang benar. Semua yang terjadi dalam hidup kita berada dalam pengendalian-Nya dan kuasa-Nya. Oleh karena kita tetap setia menunggu kedatangan Yesus kedua kalinya yang turun kembali dari sorga. Dalam penantian itu kita lebih sungguh-sungguh dalam mengenal Dia dan berusaha lebih melayani-Nya, sebab kita hanya memiliki waktu yang sedikit sebelum Yesus kembali. Kita harus siaga dan siap-siap sebab kita tidak tahu kapan Yesus itu akan kembali. Yesus telah dibangkitkan dan kuasa itu ada pada-Nya untuk membangkitkan semua orang percaya kelak untuk bersama-sama menerima kemuliaan dari Bapa. Melayani Allah hanya dapat dilakukan dengan sepenuhnya berserah dan tunduk kepada-Nya. Penantian yang tekun dengan hidup melayni bagi Allah merupakan awal yang diperlukan sebelum kemuliaan dari sorga itu dinyatakan.

 

Siap sedia untuk waktu itu berarti juga kesungguhan dalam pertobatan, dalam arti berbalik arah dan orientasi (1Kor 12:2; Gal 4:8-9). Berbalik arah juga bukan berarti mereka diam menanti kedatatangan tanpa bekerja melakukan sesuatu. Demikian juga dengan adanya perselisihan-perselisihan (selanjutnya hal ini diulas dalam pasal 4:9 dan 5:13) agar dapat dibereskan sebelum Tuhan Yesus kembali. Yesus datang bukan saja untuk menjemput dan mengangkat orang percaya yang dikasihi-Nya, tetapi juga akan menghakimi semua umat manusia. Bagi mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan dan mengutamakan dirinya sendiri, maka murka Tuhan akan datang padanya. Rasul Paulus memang menekankan murka Allah dalam masa kesengsaraan besar yang kelak akan datang (band. Kis. 17:31; 1Tes 2:16; Rm 3:5). Namun murka Allah hanya bagi orang-orang yang tidak taat dan bangsa-bangsa yang tidak percaya (Yoh 3:18; Mat 25:30). Namun bagi orang percaya hal itu tidak perlu menjadi takut, sebab iman telah menyelamatkan kita yang menjadi milik-Nya dari segala bentuk murka yang ada, apakah melalui masa kesengsaraan besar atau tanpa hal itu (Rm 5:9; Why 3:10). Tuhan Yesus telah membebaskan kita dari semua beban dosa dan ketika Ia datang kita telah sempurna dikuduskan-Nya dan siap untuk dimuliakan-Nya.

 

Penutup

Memasuki minggu ini kita diajarkan tentang banyak hal dari nas yang kita baca dan renungkan. Hal pertama adalah pentingnya kesatuan hati di antara pelayan Tuhan dan hubungan yang akrab dengan jemaatnya. Ketiga hamba Tuhan dalam nas ini memberikan keteladanan itu. Mereka melihat jemaat sebagai mahkota yang harus dikasihi dan dipedulikan. Meski ada penolakan dan penganiayaan yang dialami di sana, hati mereka tetap terpaut pada jemaatnya. Hal itu disebabkan adanya keyakinan akan Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh akan anugerah keselamatan yang telah diberikan melalui Tuhan Yesus. Mereka diingatkan sebagai pilihan Allah dan memuji apa yang telah dilakukan jemaat Tesalonika tentang perbuatan iman, kasih dan pengharapan, meski ditengah-tengah penderitaan. Ini menjadi teladan dan kesaksian yang hidup bukan saja di wilayah dekat tetapi sampai keluar hingga ke Mediterania. Untuk itu mereka tetap melakukan sesuai dengan kehendak-Nya, berbalik dari hal-hal berhala dan perselisihan dan fokus melayani Allah. Allah telah mengasihi mereka sehingga mereka seyogianya terus mengasihi Allah dengan terus berharap akan kedatangan Yesus kedua kalinya. Dengan demikian mereka dan kita juga akan jauh dari penghukuman dan murka Allah.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).

 

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 40 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8561932
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
73280
41991
73280
8223859
713217
883577
8561932

IP Anda: 162.158.170.105
2024-12-15 23:51

Login Form