Sunday, December 15, 2024

Khotbah Minggu 15 Juni 2014

Khotbah Minggu 15 Juni 2014

 

Minggu TRINITAS - Minggu I Setelah Pentakosta

 

PRIBADI SEMPURNA DAN HIDUP DAMAI SEJAHTERA

(2Kor 13:11-13)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 1:1-2:4a; Mzm 8; Mat 28:16-20

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> Pembinaan -> Teologi

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 2Kor 13:11-13 selengkapnya dengan judul: Salam

 

13:11 Akhirnya, saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna. Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu! 13:12 Berilah salam seorang kepada yang lain dengan cium yang kudus. Salam dari semua orang kudus kepada kamu. 13:13 Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian

 

-------------------------

 

Pendahuluan

Nas minggu ini merupakan akhir dari surat Paulus kepada jemaat di Korintus dengan perintah, salam dan berkat. Ada lima perintah yang jelas disampaikan firman Allah dalam nas ini kepada jemaat, yakni: (1) bersukacitalah; (2) usahakan dirimu sempurna; (3) terimalah nasihat; (4) sehati sepikirlah; (5) hiduplah dalam damai sejahtera. Maksud dari semua ini adalah agar jemaat selalu menjaga kesatuan di antara mereka sambil mereka terus menyelesaikan permasalahan yang dihadapi sebagaimana diuraikan pada pasal-pasal sebelumnya. Dalam surat ini juga Rasul Paulus mengatakan rencana kunjungannya untuk mengetahui perkembangan jemaat itu. Dari bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut tentang perintah, salam dan cium kudus serta berkat itu.

 

Pertama: Bersukacita dan usahakanlah dirimu supaya sempurna (ayat 11a)

Bagaikan seorang ayah yang ingin anaknya bertumbuh menjadi dewasa, demikian pesan Allah melalui Rasul Paulus kepada jemaat Korintus dan kita semua agar menjadi orang percaya yang dewasa. Ditengah-tengah pergumulan yang dialami oleh jemaat Korintus sebagaimana diuraikan dalam pasal-pasal sebelumnya, firman Tuhan mengatakan tetaplah bersukacita. Demikian pula dalam persoalan dan pergumulan hidup kita sehari-hari, kita juga harus tetap dalam sikap bersyukur dan bersukacita, dalam arti bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan dan bertekun dalam doa (Rm 12:12). Bersukacita dalam pengharapan berarti kita mengimani Allah akan memberikan pertolongan dalam melewati pergumulan itu dengan kemenangan. Kita juga diminta agar dalam situasi kesesakan yang kita alami, kita tetap sabar terhadap diri sendiri dan juga sabar pada pertolongan Allah. Sikap itu akan saling mendukung ketika kita tambahkan bertekun dalam doa, sebab doa kepada Allah kita yang hidup membuat kita terus terhubung dan kuasa-Nya akan mengalir dalam kehidupan kita dan memampukan kita melewati semuanya dengan baik.

 

Perintah kedua adalah agar jemaat Korintus mengusahakan diri mereka menjadi sempurna (katartizo yang lebih berarti memulihkan kepada keadaan semula). Untuk melihat apakah sempurna, sebagaimana ayat-ayat sebelum nas ini, tiap orang perlu menguji diri sendiri, menyelidiki, apakah kita tetap teguh di dalam iman, apakah kita benar-benar tetap sebagai orang Kristen sejati. Sebagaimana kita melakukan pemeriksaan umum tubuh fisik (general check up) di rumah sakit/klinik, Rasul Paulus meminta kita untuk memeriksa kerohanian kita. Kita harus mencari pertumbuhan kehadiran Kristus dan kuasa-Nya di dalam kehidupan kita, sehingga dengan begitu kita tahu bahwa kita adalah seorang Kristen sejati dan bukan penipu. Ada prinsip, jika kita tidak mengambil langkah bertumbuh lebih dekat kepada-Nya, berarti kita menarik diri lebih jauh dari-Nya, sebab iblis dan si jahat terus bekerja. Kalau kita tidak maju itu sama dengan mundur, meski kadang perlu kontemplasi. Pergumulan dan permasalahan jangan membuat kita kalah atau menurun. Rasul Paulus menyebut pesan Allah sesuai pengalaman hidupnya, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna (2Kor 12:9). Sebelum nas bacaan kita minggu ini, firman Tuhan juga mengatakan, “Sebab kami bersukacita, apabila kami lemah dan kamu kuat. Dan inilah yang kami doakan, yaitu supaya kamu menjadi sempurna” (2Kor 13:9).

 

Jangan menaruh target terlalu rendah. Menjadi sempurna adalah tantangan orang percaya. Menjadi sempurna berarti menjadi serupa dengan Kristus. Sebagaimana kerinduan Rasul Paulus dinyatakan dengan kalimat, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Flp 3:10). Kita tidak mungkin tidak berdosa sebab semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23). Namun oleh kasih karunia kita telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus (Rm 3:24). Manusia harus sekuat tenaga dan upaya untuk menjauhkan diri dari dosa dan berusaha hidup seturut dengan firman-Nya. Tujuan semua itu adalah agar serupa dengan Kristus dan menjadi sempurna seperti firman-Nya, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2). Lagu NKB 138 mengumandangkan, “Makin serupa Yesus, Tuhanku, inilah sungguh kerinduanku; Makin bersabar, lembut dan merendah, makin setia dan rajin bekerja.” Keadaan sempurna hanya terjadi ketika kita di dalam Kristus dan pengampunan-Nya, sehingga tatkala kita dalam ujian dan pergumulan tidak taat dan jatuh serta mengabaikan firman-Nya, maka pengudusan kembali berlangsung melalui pengampunan dalam kasih anugerah-Nya. Tujuan semua ini adalah agar ketika kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya, kita tidak bercatat dalam kuasa Roh Kudus, yang membawa sukacita besar bagi kita (band. 2Ptr. 2:1-13).

 

Kedua: Terimalah nasihat dan sehati sepikir (ayat 11b)

Perintah ketiga dalam nas ini adalah agar jemaat Korintus dan juga kita menerima nasihat (parakaleo), khususnya yang bersumber dari firman dan Roh Kudus. Para rasul dipakai oleh Allah untuk menguatkan orang percaya dan bukan untuk menjatuhkan. Firman Tuhan memberi kita nasihat yang perlu setiap hari. Persekutuan dan teman-teman seiman adalah tempat Roh Kudus bekerja. Tidak ada ruang dalam persekutuan untuk melemahkan sesama rekan seiman. Kita perlu memperhatikan dan menguatkan teman-teman yang membutuhkan. Kita juga perlu membuka diri atas pikiran orang lain. Mendengar berarti membuat kita diam dan berkontemplasi. Seseorang pemberi nasihat tidak harus lebih “pintar” dari yang diberi nasihat. Ada hal-hal tertentu dan sudut pandang yang dimiliki seseorang yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Seorang juara dunia dalam bidang apapun perlu nasihat dari pelatihnya, sehingga dalam hal ini nasihat itu penting dalam membuka wawasan dan metode berpikir. Apalagi nasihatnya bersumber dari firman Tuhan, maka itu akan sangat efektip, sehingga paling tidak seperti dikatakan firman agar “kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh” (1Tes 4:1). Maka dengan ini jangan ragu memberi nasihat sebagaimana Rasul Paulus. Lihat siapa teman kita yang membutuhkan. Itu adalah tugas panggilan dan jangan malah membicarakannya dengan orang lain yang kemudian menjadi gossip. Karena itu kita perlu melayani sesama untuk saling menguatkan dan terus berbagi tentang Injil. Tujuan kita tidak semata-mata hanya membuat orang lain menjadi percaya, tetapi melihat bagaimana iman mereka bertumbuh menjadi dewasa.

 

Perintah keempat adalah agar jemaat Korintus sehati sepikir dalam menghadapi permasalahan yang ada (band. Rm. 12:16; 15:5; Flp. 2:2; 4:2). Rasul Paulus mengingatkan bahwa orang-orang di Korintus harus menghadapi permasalahan mereka sendiri, apakah tindakan, perilaku dan situasi mereka masih cocok dan sesuai dengan pesan Injil. Memang perlu kita sadari, ketika standar dan kualitas jemaat yang diminta tidak ada, maka suatu saat permasalahan akan muncul kembali. Itu bagaikan api dalam sekam. Ancaman akan datang kembali kepada gereja kalau hanya dengan memoles-moles masalah, konflik, dan kesulitan yang mereka hadapi. Gereja tidak boleh dibentuk dan hadir dari proses kegagalan, kelalaian, penolakan, tersembunyi atau kepahitan. Gereja yang sehati sepikir adalah produk ikutan dari kerja keras dalam kebersamaan memecahkan masalah. Pesan Allah kepada jemaat Kristus memang seperti godam yang memukul keras kesulitan mereka, demikian pulalah kita harus menerapkan prinsip-prinsip firman Allah dalam persekutuan jemaat dan bukan sekedar pendengarnya.

 

Rasul Paulus memberi teladan dengan berusaha ikut dalam persoalan yang dihadapi jemaat Korintus, meski ia dapat menolak terlibat sampai mereka dapat menyelesaikan masalah perpecahan tersebut. Akan tetapi kasihnya yang besar yang berdasar pada kasih Kristus tidak dapat membiarkan jemaat itu bergumul sendirian. Kasih wujudnya adalah kepedulian yang berarti kita harus menghadapi situasi yang nyata. Dengan kewenangan dan pendekatan pribadi dibutuhkan dalam membebaskan orang-orang ang terbeban apalagi sudah di dalam dosa. Memang kadang ada pendekatan yang salah yang membuat hubungan malah tambah buruk dan bukannya memulihkan. Rasul Paulus mengutarakan hal itu dengan tidak mengutamakan jabatan kerasulannya. Kita dapat menggunakan otoritas, perintah, atau ketentuan aturan hukum, organisasi, adat-istiadat atau lainnya untuk menegur atau menghukum mereka yang terlibat masalah, atau menghindar dengan alasan itu adalah urusan mereka. Atau, kita menjauh dengan membuat gossip dan mengarahkan pembicaraan agar pendengar membenci mereka. Tetapi Rasul Paulus melakukan upaya membangun hubungan dengan pendekatan yang baik dan benar: berbagi, dialog dan peduli. Ini memang pendekatan yang sulit yang menguras energi kita secara emosional, tetapi itu adalah pendekatan yang terbaik terhadap orang lain, dan hanya dengan demikian cara kristiani yang efektip untuk berhubungan dengan dosa-dosa dan kelemahan orang lain.

 

Ketiga: hiduplah dalam damai sejahtera dengan salam dan cium kudus (ayat 11b-12)

Perintah kelima adalah agar mereka hidup dalam damai sejahtera (Yun: eireneuo yang lebih berarti memelihara damai sejahtera - band. Mrk. 9:50; Rm. 12:18; 1Tes. 5:13). Pertentangan di antara jemaat membuat mereka tidak lagi bersukacita, penuh dengan irihati, egoisme, kesombongan dan permusuhan. Tidak ada lagi damai sejahtera di dalam hati jemaat dan persekutuan mereka. Namun mereka tidak dapat lari dari persoalan itu. Memang, dibandingkan dengan lari dari persoalan yang membuat masalah tidak selesai dan hanya tertunda dan terus menghantui, lebih baik kita menghadapi dan menyelesaikan masalah yang ada. Kunci dari pemecahan masalah itu hanya satu, yakni dengan iman bahwa masalah bisa diselesaikan dengan pertolongan Tuhan (Flp 4:13). Kita bisa mengambil contoh apa yang dilakukan oleh Musa saat ia dipanggil memimpin umat Allah keluar dari Mesir. Di dalam Ibr 11:24-27 dijelaskan bahwa dengan iman Musa menolak disebut anak puteri Firaun, artinya ia mengenali dirinya sendiri dan kedudukannya (ayat 24). Kemudian ia bersedia menerima tanggungjawab yang dibebankan kepadanya, meski harus sengsara dan meninggalkan kesenangan dari dosa (ayat 25); dalam hal itu ia melihat prioritas Kristus sebagai kekayaan yang lebih utama (ayat 26); dan akhirnya ia memutuskan mengambil tugas panggilan Tuhan: meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Semua itu hanya oleh karena iman dan ia menjadi pemenang yang menghasilkan damai sejahtera. Oleh karena itu dikatakan dalam nas ini bahwa sumber kasih dan damai sejahtera itu adalah Allah. Allah memberikan kepada kita sebuah situasi dan kondisi yang memungkinkan kita masuk ke dalam damai sejahtera itu dengan caranya yang unik.

 

Hidup dalam damai sejahtera hanya ada di dalam Yesus, sebagaimana dikatakan-Nya: Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku (Yoh 16:33a). Kalau hanya dengan usaha atau buatan manusia, damai sejahtera hanya dapat diperoleh bersifat sementara. Damai sejahtera dari Allah kita bisa peroleh saat sudah menerima dan masuk ke dalam Kerajaan Sorga dari Tuhan Yesus (Markus, Lukas dan Yohanes memakai istilah Kerajaan Allah), sebab damai sejahtera itu hanya ada di dalam kerajaan itu. Kerajaan sorga yang penuh damai sejahtera itu sudah ada saat ini, bukan berarti bahwa kita harus menunggu Kerajaan Sorga itu itu digenapi penuh di kemudian hari, melainkan menerima dan menjadikan kerajaan sorga itu hadir saat ini di dalam diri setiap orang percaya. Tuhan Yesus berkata, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana! Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu" (Luk 17:20b-21). Siapa yang sudah menempatkan Yesus sebagai Raja dan bersemayam di dalam hidupnya, dan menempatkan Kerajaan Kristus itu sudah hadir dalam kesehariannya, maka sesungguhnya ia akan memiliki damai sejahtera. Alkitab menegaskan, “Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Rm 14:17).

 

Hidup dalam damai sejahtera perlu diperlihatkan dalam hubungan sehari-hari, oleh karena itu Rasul Paulus menyatakan perlunya jemaat Korintus untuk saling mendukung dengan memberi salam dengan cium kudus. Dalam PB frasa cium kudus ini muncul sebanyak 5 kali (Rm 16:16; 1 Kor 16:20; 2Kor 13:12; 1 Tes 5:26; dan 1 Ptr 5:14). Menurut sahabat saya Deky Nggadas (lihat http://dekynggadas.wordpress.com), pemberian salam dengan ciuman sampai pada masa PB sudah memiliki akar sejarah yang cukup panjang. Ada beberapa jenis ciuman yang dijelaskan: Pertama, ciuman antar kerabat atau famili (Kej 29:11; 33:4; band. Kel 4:27; 18:7); Kedua, ciuman sebagai tanda penghormatan terhadap status seseorang yang dianggap lebih tinggi (1Sam 10:1; band. Luk 7:38, 45; 22:47; Kis 20:37), dan biasanya pemberian salam penghormatan ini dilakukan pada leher, tangan, mata, dan atau bagian-bagian tubuh yang lain. Ketiga, ciuman dalam konteks keagamaan.  Dalam konteks agama-agama misteri, pemberian ciuman memiliki signifikansi kultis, yakni sebagai simbol penghormatan terhadap para dewa (Ayb 31:27; 1Raj 19:18; Hos 13:2). Keempat, ciuman sebagai ekspresi cinta dan birahi (Kid. 1:2; Ams 7:13). Meski begitu, ciuman dalam lingkungan kekristenan mula-mula lebih bernuansa teologis ketimbang sosial dan tidak pernah dimaksudkan sebagai tindakan erotis. Dalam cium kudus, ada makna kesatuan, penerimaan, pengampunan, kesetaraan, dan kasih persaudaraan di antara sesama anggota jemaat di dalam Kristus. Memang ada hal penting yang perlu disampaikan bahwa di kemudian hari praktik ini menimbulkan penyimpangan dalam jemaat. Hal ini terindikasi dari kecaman Bapak-bapak Gereja terhadap penyalahgunaan cium kudus dalam ibadah sebagai kesempatan untuk meluapkan birahi. Praktik menyimpang ini juga terlihat dilakukan sekitar akhir tahun 1970-an oleh para penganut Children of God yang sempat masuk ke Indonesia.

 

Keempat: Kasih dari Allah Tritunggal (ayat 13)

Sebelum menutup suratnya Rasul Paulus memberi salam dari seluruh orang kudus pada jemaat Korintus. Kemudian ia memberi berkat dari Tiga Wujud allah Tritunggal: Allah Bapa, Allah Anak (Tuhan Yesus), dan Allah Roh Kudus. Berkat ini kemudian terkenal dan lazim diucapkan oleh pendeta pada akhir ibadah. Meski kata Tritunggal tidak eksplisit dipakai di Alkitab, nas yang kita baca minggu ini memperlihatkan bukti yang dapat dipercaya dan dialami melalui penerimaan anugerah Allah, kasih-Nya dan persekutuan dengan-Nya. Dalam buku Pedoman Persekutuan GKSI (Penyunting: saya sendiri) disebutkan bahwa istilah teknis dalam Alkitab untuk gagasan ini, Tritunggal, mengungkapkan dengan jelas ajaran Alkitab. IA ada sebagai Tritunggal yang suci: sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus (Ul 6: 4; Mrk 12: 29; Yes 43: 10-11; Mat 28: 19; 2Kor 13: 14). Jawaban umum terhadap rupa Allah adalah, “Allah itu Roh, berpribadi yang hidup”. Allah yang dinyatakan dalam Alkitab sungguh-sungguh hidup dan bertindak (Mzm 15: 3; 97: 7). Ia bukan sekedar kuasa atau kekuatan tak berpribadi, tetapi Allah yang berpribadi dan berwatak kodrat khusus. Dia adalah Roh yang melebihi seluruh tatanan dunia dan tatanan itu seluruhnya bergantung kepada-Nya. Dalam Luk 1:26-35 digambarkan malaikat Gabriel mengumandangkan pesan Allah akan kelahiran Yesus kepada Maria. Mat 3:17 menyebutkan suara Allah Bapa terdengar pada saat Yesus dibaptis; dan dalam Mat 28:19 Tuhan Yesus mengamanatkan misi Agung kepada murid-murid dan kita semua.

 

Dalam Perjanjian Lama, acapkali Allah memakai istilah jamak untuk diri-Nya sendiri (Kej 1: 26; 3: 22; 11: 7; Yes 6: 8). Injil Yohanes memperlakukan perikop Yesaya sebagai penglihatan Yesus (Yoh 12: 41). Ada sebutan mengenai Malaikat Tuhan yang disamakan dengan Allah tetapi berbeda dengan-Nya (Kel 3: 2-4; Hak 13: 2-22). Perjanjian Lama juga menyebutkan Roh Allah sebagai wakil pribadi Allah (Kej 1: 2; Neh 9: 20; Mzm 139: 7; Yes 63: 10-14). Ada juga disebutkan tentang hikmat Allah, khususnya Amsal 8, sebagai perwujudan Allah di dunia, dan mengenai firman Allah sebagai ungkapan yang kreatif (Mzm 33: 1, 9; band. Kej 1: 26). Ada juga nubuat yang menyamakan Mesias yang sudah lama ditunggu-tunggu itu dengan Allah (Mzm 2; Yes 9: 5-6). Dalam Perjanjian Baru, acuan yang Tuhan Yesus berikan kepada para murid (Mat 28: 19) menentukan pemahaman mereka. Allah adalah esa, namun dapat dibedakan dalam tiga Oknum: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Berbagai perikop mengandaikan atau menyatakan ketritunggalan Allah secara langsung atau tidak langsung (Mat 3: 13-17; 28: 19; Yoh 14: 15-23; Kis 2: 23; 2Kor 13: 14; Ef. 1: 1-14; 3: 16-19). Masing-masing Oknum ditegaskan bersifat Ilahi:

 

·         Sang Bapa adalah Allah (Mat 6: 8; Gal 1: 1)

·         Sang Anak adalah Allah (Yoh 1: 1-18; Rm 9: : 5; Kol 2: 9; Tit 2: 13; Ibr 1: 8-10); dan

·         Roh Kudus adalah Allah (Mrk3: 29; Yoh 15: 26; 1Kor 6: 19-20; 2Kor 3: 17-20)

 

Dengan demikian, Allah menyajikan realitas yang misterius dan unik, satu Allah: Sang Bapa, Anak, dan Roh Kudus.

 

Satu cara untuk memahami perbedaan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah dengan menghubungkan fungsi yang berbeda dari masing-masing Oknum itu. Bentuk paling popular menghubungkan penciptaan dengan Bapa, penyelamatan dengan Anak, dan pengudusan dengan Roh Kudus. Paulus memberikan bentuk lain dalam Efesus 1, di mana pemilihan dihubungkan dengan Sang Bapa (ay. 4, 5, 11), penyelamatan dengan Anak (ay. 3, 7, 8) dan pemeteraian dengan Roh Kudus (ay. 13-14). Tetapi adanya perbedaan ini jangan sampai memudarkan kebenaran mendasar mengenai keesaan Ilahi yakni ketiga-tiganya terlibat dalam kegiatan siapa pun di antara ketiga Oknum itu. Misalnya, walaupun dalam penciptaan khususnya dikaitkan dengan Sang Bapa, namun juga dihubungkan dengan Anak (Yoh 1: 3) dan Roh Kudus (Yes 40: 13). Dengan demikian, seluruh pengertian tentang keselamatan Kristen dan penerapannya pada pengalaman manusia tergantung pada ketritunggalan Allah. Begitu penting maknanya. Ketritunggalan dalam Allah juga merupakan dasar pokok penegasan bahwa Allah itu kasih adanya. Rasul Paulus mengakhiri suratnya dengan berkat dari ketiga Pribadi itu mengingatkan jemaat Korintus akan kesatuan mereka dalam Tritunggal. Kesatuan itu mengalirkan berkat anugerah (keselamatan), kasih dan persekutuan. Oleh karena itu, dalam berkat yang disampaikan oleh Rasul Paulus di dalam Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, menguatkan bahwa Allah sangat mengasihi kita semua, baik di dalam pergumulan, maupun di dalam sukacita dan kehidupan sehari-hari. Kasih Allah dan damai sejahtera-Nya yang melampaui segala akal itu (Flp 4:7) dipersatukan dan dikukuhkan dalam sebuah janji akan keberhasilan yang indah.

 

Penutup

Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran pentingnya kesatuan jemaat. Dalam kehidupan berjemaat mungkin kita mengalami berbagai persoalan dan permasalahan, akan tetapi nas minggu ini mengingatkan kita harus bersukacita dalam menghadapi hal itu. Persoalan yang datang dapat kita jadikan sebagai jalan untuk membuat kita supaya (lebih) sempurna. Allah bekerja dalam setiap persoalan (Rm 8:28) dan menjamin setiap beban akan dapat kita tanggung di dalam Dia (Flp 4:13). Memang dalam hal ini perlu keterbukaan dan evaluasi diri sehingga bersedia menerima nasihat khususnya yang bersumber dari firman Allah dan kuasa Roh Kudus. Badai permasalahan apa pun yang mereka hadapi hanya dapat diselesaikan dengan cara mereka perlu sehati sepikir. Segala irihati, kesombongan, dan egoisme harus dihilangkan. Dengan sehati sepikir maka mereka akan memperoleh berkat dan hidup dalam damai sejahtera. Semua damai sejahtera itu perlu diekpresikan dengan salam dan cium kudus di setiap kesempatan, sehingga Allah Tritunggal, sumber kasih dan damai sejahtera akan terus memberkati mereka melalui anugerah, kasih dan penyertaan-Nya hingga akhir zaman.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau joke).

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 402 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8563478
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1526
73300
74826
8223859
714763
883577
8563478

IP Anda: 162.158.190.45
2024-12-16 02:33

Login Form