Sunday, December 15, 2024

Khotbah Minggu 18 Mei 2014

Khotbah Minggu 18 Mei 2014

 

Minggu Paskah V

 

BANGSA TERPILIH IMAMAT RAJANI

(1Pet 2:2-10)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kis 7:55-60; Mzm 31:1-5, 15-16; Yoh 14:1-14

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

Daftar selengkapnya untuk tahun 2014 dan tahun lainnya dapat dilihat di website ini

 

Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nas 1Pet 2:2-10 selengkapnya dengan judul: Yesus Kristus batu penjuru

 

2:2 Dan jadilah sama seperti bayi yang baru lahir, yang selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan, 2:3 jika kamu benar-benar telah mengecap kebaikan Tuhan. 2:4 Dan datanglah kepada-Nya, batu yang hidup itu, yang memang dibuang oleh manusia, tetapi yang dipilih dan dihormat di hadirat Allah. 2:5 Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah. 2:6 Sebab ada tertulis dalam Kitab Suci: "Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu yang terpilih, sebuah batu penjuru yang mahal, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan." 2:7 Karena itu bagi kamu, yang percaya, ia mahal, tetapi bagi mereka yang tidak percaya: "Batu yang telah dibuang oleh tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru, juga telah menjadi batu sentuhan dan suatu batu sandungan." 2:8 Mereka tersandung padanya, karena mereka tidak taat kepada Firman Allah; dan untuk itu mereka juga telah disediakan. 2:9 Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: 2:10 kamu, yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.”

 

----------------------

 

Pendahuluan

Gereja bukanlah sekedar bangunan atau susunan batu-batu. Kata church dalam bahasa Inggris (yang berarti gereja atau jemaat dalam bahasa Indonesia) berasal dari kata kuriakon dari bahasa Yunani yang berarti: milik Allah. Alkitab menggunakan banyak metafora untuk kata gereja atau jemaat, yakni disebut sebagai “Tubuh Kristus” (Ef 1:22-23; Rm 12:5; 1Kor 12:12; 1Pet 4:10). Jemaat juga disebut sebagai “Kawanan” (Mzm 23; Luk 15:3-7; Yoh 10:1-18; 1Pet 5:1-2). Istilah lainnya adalah “Ranting Pohon Anggur” (Mat 13:1-43; Yoh 15:1-17; Rm 11:16-24), “Keluarga Allah” (Luk 1:29-33; Gal 3:28; 2Kor 6:16-18; Ibr 2:10-18; 3:1-6) dan “Mempelai Kristus” (Hos 3:1-3; Mat 9:14-15; 25:1-13; 2Kor 11:2-4; Ef 5:21-33; Why 19:7-9; 22:12-21). Seluruh metafora itu dalam nas minggu ini digambarkan gereja sebagai sebuah persekutuan hidup orang percaya yang akan menjadi bangsa terpilih dan imamat yang rajani. Untuk dapat mewujudkan hal itu, melalui nas minggu kita diberi petunjuk dan pelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Jadilah seperti bayi yang rindu susu murni (ayat 2-3)

Dalam pasal sebelumnya telah dijelaskan bahwa kita telah dilahirkan kembali di dalam kehidupan yang baru bersama Tuhan Yesus dan Roh Kudus yang diberikan oleh Bapa dalam menyelamatkan dan memelihara umat-Nya (1Pet 1:23; band. 1Kor 6:19; Gal 4:6). Semua hal itu adalah bukti kasih dan kebaikan Allah pada kita manusia sehingga kita tidak menjadi orang sesat dan budak dosa dan masuk ke dalam penghukuman Allah. Semua kebaikan pemberian Allah itu telah kita kecap dan rasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari (band. Mzm 34:9; Ibr 6:5). Sebagai manusia yang diberi akal pikiran dan hikmat, maka kita tentu bertanya: bagaimana agar kelahiran atau hidup baru itu tetap dalam kehidupan pribadi kita dan kita tetap selamat? Keberadaan Roh Kudus memang merupakan meterai dan jaminan yang diberikan bagi kita, tetapi hal itu memerlukan respon positip sebagai bukti komitmen kita akan hidup baru tersebut. Pada ayat 1 sebelum nas ini dikatakan respon positip itu dimulai dengan membuang segala bentuk kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah yang tidak berkenan kepada Tuhan.

 

Setelah itu nas minggu ini menekankan sikap kita lainnya yakni harus seperti bayi yang baru lahir yang selalu dahaga akan susu murni semisal air susu ibu (ASI). Kita tahu bahwa bayi sangat memerlukan ASI dan setiap bayi umumnya memperlihatkan ekspresi “ingin” yang besar dengan minum yang lahap dan tidak sabar. Kelaparan atau kekurangan susu sebentar saja langsung diungkapkan dengan menangis. Kebutuhan akan susu merupakan insting yang alamiah dari bayi, dan itu merupakan tanda yang membawa kepada pertumbuhan yang sehat. Sikap kehausan demikianlah yang diminta dari kita berupa kehausan makanan rohani yang mendukung hal di atas, dalam bentuk kehausan hubungan yang erat dengan Tuhan Yesus, seperti hubungan antara anak bayi dan ibu, anak dengan bapak, yang diwujudkan melalui doa dan ibadah, ketergantungan yang tinggi yang diwujudkan melalui sikap berserah dan bersyukur, hikmat yang semakin besar yang diwujudkan dalam sikap sabar dan bijaksana. Keinginan yang besar akan makanan rohani berupa “susu” juga memperlihatkan sikap kerendahan hati bahwa kita bukan memerlukan makanan yang keras apalagi seolah-olah ingin menguji Tuhan (band. “Doa Bapa Kami” Mat 6:9-13; Luk 11:2-4 ;1Kor 3:2).

 

Kehidupan rohani perlu makanan rohani agar bisa bertumbuh. Pertumbuhan itu sangat penting sebab tantangan hidup semakin banyak dan besar. Pertumbuhan ekonomi dan informasi membuat setiap orang semakin rentan jatuh ke dalam dosa, sebab godaan kedagingan juga semakin besar, yang kemudian dimanfaatkan oleh iblis si jahat. Makanan rohani yang utama dalam nas ini dikatakan adalah firman Allah sebagaimana dinyatakan pada ayat sebelumnya (1Pet 1:23-25), yang dapat memberi kekuatan seperti halnya susu murni. Ketika lahir baru maka kita menjadi bayi yang baru lahir secara rohani. Jika kita cukup sehat maka kita merindukan pertumbuhan. Asupan firman Allah ini akan menghasilkan tanda pertumbuhan rohani yang sehat, seperti tampak dalam buah-buah rohani lainnya. Kehausan dan kerinduan makanan rohani berupa Firman Allah itulah yang diminta, sebab sebagaimana dikatakan nas ini oleh kuasa firman itu kita dapat bertumbuh dan beroleh keselamatan (band. Ef 4:14-17). Sungguh alangkah menyedihkan apabila sesorang tidak bisa bertumbuh, baik badani maupun rohani. Kita harus berjaga-jaga agar kehausan firman Allah itu tidak hilang karena kesibukan dan pergumulan hidup keseharian yang terjadi. Sejatinya, tatkala kita merasakan kebutuhan akan firman Tuhan  dan hubungan dengan Kristus semakin besar, maka nafsu akan makanan rohani kita juga semakin bertambah dan itu bukti kita menjadi dewasa secara rohani. Kini, seberapa kuat keinginan kita akan firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari?

 

Kedua: Dipergunakan sebagai batu hidup (ayat 4-5)

Penggunaan kata batu dalam nas ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal yang mungkin berbeda tapi berkaitan. Pertama, kata “batu” dari ingatan Rasul Petrus akan perkataan Tuhan Yesus kepadanya bahwa ia adalah batu karang. Tidak ada keraguan bahwa Petrus sering memikirkan kata-kata Yesus kepadanya, ketika dia mengaku bahwa, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Untuk itu Yesus berkata kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:16-18). Hal kedua, kata “batu” dilatarbelakangi oleh gunung batu tempat Allah bersemayam di dalam perjanjian lama, yakni gunung Sinai tempat umat Israel berdiri berkeliling dengan batas bagi bangsa itu untuk tidak boleh mendaki atau mengenai pada kaki sebab di atas gunung itu Dia bersemayam, dan apabila kena kaki orang pada gunung itu pastilah ia dihukum mati (Kel 19:1-12).

 

Hal ketiga, kata “batu” dalam kalimat itu merupakan kutipan dari Mzm 118:22 yang berkata, “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.” Dalam juga Yes 28:16 dikatakan, “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!" Memang dari kitab Mazmur dan Yesaya itu, apa yang dimaksudkan dengan batu adalah Israel (Kel 19:6; Ul 7:6), akan tetapi oleh Rasul Petrus kini gambaran “batu” itu sebagai Yesus Kristus. Rasul Petrus mengulangi apa yang dikatakan Yesus sendiri pada Mat 21:42, yakni menarik gambaran batu di perjanjian lama menjadi gereja sebagai bangunan rohani Allah, memotret gereja sebagai batu yang hidup dengan Kristus sebagai dasar dan batu penjuru (1 Kor. 3:11). Dalam hal ini ada kesejajaran dalam penggunaan kata batu bagi Yesus Kristus dan juga batu bagi setiap orang percaya, dan jemaat adalah kumpulan batu-batu yang hidup. Hal yang sama juga digambarkan oleh Rasul Paulus yakni gereja sebagai tubuh dengan Kristus sebagai kepala dan setiap orang percaya adalah anggota-anggota tubuh (Ef 4:15-16; band. Yoh 2:21). Hal yang penting adalah bahwa kedua gambaran itu menekankan umat percaya sebagai komunitas dalam kebersamaan membangun gereja. Kristus dalam hal ini menjadi batu penjuru dasar persekutuan, menjadi pengikat orang percaya menjadi satu. Sebuah batu bukanlah sebuah dinding apalagi sebuah gereja; bagian anggota tubuh jelas tidak berguna tanpa adanya keutuhan bagian tubuh yang lain. Allah Mahatahu susunan batu orang percaya dan semua diletakkan dalam rencana-Nya sesuai dengan tugas dan talenta masing-masing.

 

Kini pertanyaannya: kita sebagai batu-batu yang hidup membangun gereja, apa yang kita tawarkan sebagai "persembahan rohani" kepada Allah? Ketika umat Yahudi mempersembahkan korban hewan sesuai dengan hukum Musa, maka imam akan membunuh dan memotong hewan itu, dan menempatkannya di altar. Persembahan memang perlu, tetapi di dalam perjanjian lama dikatakan sangat jelas ketaatan hati jauh lebih penting (band. 1Sam 15:22; Mzm 40:6; Am 5:21-24). Allah menginginkan kita, menyerahkan diri kita sebagai persembahan batu yang hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus - menjauhkan keinginan nafsu dan kejahatan, setia mengikut Dia, menggunakan seluruh energi dan kemampuan bagi Dia, dan percaya Dia yang membimbing kita setiap hari. Di dalam kehidupan sosial modern yang individualistik saat ini, tidak dapat dipungkiri sangat mudah melupakan ketergantungan kita pada sesama umat Kristen lainnya, seolah semua bisa kita lakukan sendiri. Tetapi jangan dilupakan, ketika Allah memanggil kita untuk sebuah tugas dan dipergunakan sebagai batu hidup, Dia juga memanggil yang lain dalam mendukung tugas kita itu sebagai anggota keluarga Allah (Ef 2:19-22). Bersama pribadi-pribadi yang lain itulah usaha kita akan menjadi sinergi yang berlipat ganda. Oleh karena itu, lihat dan carilah orang-orang seperti ini, dan bergabunglah dengan jemaat untuk memberikan persembahan rohani yang indah bagi Allah.

 

Ketiga: Menjadi batu penjuru yang mahal (ayat 6-8)

Apa kira-kira batu yang diperhitungkan dalam "bangunan" gereja? Tidak lain tidak bukan adalah batu penjuru, yang dipakai sebagai dasar, ukuran, benchmark, paramater dalam menempatkan batu-batu yang lain. Batu penjuru dalam Kristus sendiri menjadi bagian utama dari bangunan Allah yakni gereja atau jemaat-Nya. Yesus Kristus yang telah dibuang oleh umat Yahudi, tukang-tukang bangunan yakni kaum Sanhedrin (Kis. 4:11), telah menjadi batu penjuru yang mahal. Kini pertanyaannya, apa yang menjadi karakteristik sehingga Kristus sebagai batu penjuru yang mahal, dan bukan lagi Israel sebagaimana digambarkan oleh kitab Mazmur dan Yesaya?  Katakteristik Kristus sebagai batu penjuru dapat dilihat dari riwayatnya, yakni: (1) Yesus sebagai Batu Penjuru yang hidup sesungguhnya dapat dipercaya; (2) Yesus sangat berharga bagi orang percaya karena penebusan-Nya. Batu penjuru itu kini telah diletakkan di Sion, tempat bersemayamnya Allah. Dengan demikian tidak salah perintah nas minggu ini agar kita datang kepada batu yang hidup itu, yaitu Yesus Kristus melalui firman-Nya.

 

Penebusan dosa melalui kematian-Nya merupakan pengganti korban penebusan dosa dan penghapus kesalahan dalam imamat Yahudi. Oleh karena itu bagi kita yang percaya karya penebusan-Nya, Ia sangat berharga dan mahal sebab melalui kematian-Nya kita bebas dari segala dosa dan konsekuensi dosa. Kita orang percaya pun tidak akan dipemalukannya, meski kita diejek dan dihina sebagai orang-orang atau batu-batu yang terbuang, atau diejek sebagai orang yang tidak masuk akal dengan percaya Allah menjadi manusia, itu tidak perlu kita kuatirkan atau pikirkan, sebab Yesus Kristus adalah Allah Pembela yang setia (Rm 9:32-33; 10:11). Ia yang tidak dihargai dan dibuang oleh manusia (duniawi), namun kita yakini dipilih dan dihormati oleh Kerajaan Sorga. Sekali kita percaya bahwa Allah adalah Allah Maha  Pengampun, dosa-dosa kita telah kita akui dan ditebus oleh kematian Yesus, dan Dia kita jadikan sebagai Juruselamat hidup kita, dan menerima Roh Kudus sebagai Allah yang memimpin hidup kita sehari-hari, maka kita tidak akan dipermalukan dan kita pasti selamat masuk ke dalam kekekalan hidup.

 

Akan tetapi diingatkan dalam nas ini bahwa batu penjuru itu dapat menjadi batu sandungan, dalam arti menjadi batu yang mengganjal hidup seseorang sehingga terjatuh dan terjerembab. Hal ini juga diingatkan dalam Yes 8:14 yang mengatakan, “Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem." Jelas bagi mereka yang tidak percaya Yesus menjadi suatu batu sandungan sebab mereka menolak Dia dan tidak mau percaya tentang apa yang dikatakan-Nya.  Mereka sesungguhnya melakukan kesalahan besar dalam hidupnya, tersandung oleh Pribadi Agung yang dapat menyelamatkan mereka dan memberi arti dalam hidup mereka, tapi karena pikiran buta dan penolakan akhirnya jatuh tersandung masuk ke dalam tangan penghukuman Allah. Penolakan kasih karunia Allah kini dapat membawa kepada penghukuman yang telah disediakan sesuai nas ini (band. Mat. 21:42-44; Rm 9:22). Akan tetapi diingatkan nas minggu ini bahwa batu sandungan itu juga akan muncul bukan karena penolakan saja, tetapi juga ketika mereka yang percaya tapi tidak taat pada Firman (Yoh 12:48). Percaya saja tidak cukup tetapi juga taat dan setia; kita tidak hanya menjadi pendengar tetapi hendaklah juga pelaku firman (Yak 1:22).

 

Keempat: Bangsa yang terpilih, imamat yang rajani (ayat 9-10)

Orang Kristen perlu memahami tentang keimaman orang percaya. Pada masa perjanjian lama, umat Yahudi memiliki para imam yang berasal dari suku Lewi, salah satu dari dua belas suku keturunan Yakub. Mereka inilah yang ditunjuk sebagai imam yang mengurus Bait Allah, dan tidak bekerja mencari makan melainkan memperoleh persembahan persepuluhan dari umat. Sebagai pihak yang mengurus Bait Allah adalah tugas imam untuk mewakili umat dalam memberi persembahan kepada Allah, dan umat sendiri dilarang langsung menghampiri Allah,  sebab mereka adalah umat yang berdosa  (Kel 28:1; 2Taw 29:11). Ketika Kristus menang di kayu salib, Ia terbukti menang sebagai Raja, pola hubungan ini berubah. Keimaman suku Lewi dibatalkan dengan kemenangan Kristus (Ibr 7:11-17) dan orang percaya menjadi imam yang sebenarnya di hadapan Allah (Yoh 14:6; 16:23-27; Ef 2:18; 1Pet 3:18). Kini kita dapat langsung ke hadirat-Nya tanpa rasa takut (Ibr 4:16), dalam arti posisi setiap orang percaya adalah imam bagi dirinya sendiri dan juga bagi sesama orang percaya (Why 1:6; 5:10; 20:6). Inilah yang dimaksud dalam nas ini bahwa kita melalui Kristus telah menjadi imamat yang rajani, sebab Dia adalah Raja kita.

 

Kedudukan keimaman orang percaya tersebut juga membawa konsekuensi berkewajiban untuk hidup kudus (Tit 2:14; 1Pet 2:5,9; 1:14-17). Sebagai umat yang kudus dalam pengertian dipilih dan dipisahkan dari orang lain yang belum/tidak percaya, hal itu berarti kita menjadi kepunyaan Allah sendiri sepenuhnya (Tit 2:14; band. Kis 20:28), dengan jauh dari segala kehidupan kejahatan, dan kita dipanggil untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia sebagai persembahan rohani kita kepada-Nya. Kita telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib dan terang itu kita sebarkan melalui pemberitaan firman-Nya (Kis 4:31; 1Kor 14:26; 2Tes 3:1; 1Pet 2:9; 3:15). Kita ditugaskan untuk membawa orang lain kepada-Nya (2Kor 5:18-21), mendoakan agar semua orang saling mendukung dan dapat diselamatkan (Kol 4:12; 1Tim 2:1; Why 8:3). Maka ketika kita menjadi satu dengan Kristus sebagai bagian dari tubuh-Nya, maka kita telah bergabung dengan pekerjaan keimaman-Nya sebagai wujud rekonsiliasi Allah dengan manusia.

 

Manusia sering sekali mendasarkan konsep dirinya sesuai dengan pencapaiannya. Akan tetapi hubungan pribadi kita dengan Kristus jauh lebih penting dari semua keberhasilan kita, pekerjaan, kekayaan, dan bahkan pengetahuan dan kedudukan kita. Kristus telah membuka jalan ke tempat Yang Maha Kudus bagi kita semua orang percaya, dan kita telah dipilih oleh Allah menurut kehendak-Nya, dan kita juga dipanggil untuk menjadi utusan-Nya bagi orang lain. Ingatlah bahwa nilai diri kita datang dari posisi kita sebagai anak-anak Allah, bukan dari hal yang kita capai. Kita berharga oleh karena Allah membuat demikian, bukan karena atas hal yang kita lakukan. Dengan demikian, kita yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan (band Hos 1:6,9; 2:23). Inilah semua yang membawa kita kepada bangsa yang terpilih, imamat yang rajani.

 

Penutup

Melalui bacaan minggu ini kita diminta membuang segala kejahatan dan bersikap seperti bayi yang rindu akan susu yang murni dan tidak tercemar. Sikap hasrat ingin itu harus diungkapkan dalam kerinduan untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagai makanan/susu rohani kita. Semua itu bertujuan agar hidup kita dikuduskan dan dipergunakan sebagai batu yang hidup oleh Allah, baik sebagai pribadi maupun sebagai persekutuan jemaat, agar semua dapat memberikan persembahan rohani yang berkenan kepada-Nya. Dia telah membuat Yesus sebagai batu penjuru yang mahal dengan menyelamatkan kita dari dosa-dosa dan kematian, tetapi sekaligus Yesus juga dapat menjadi batu sandungan bagi mereka yang menolak dan tidak taat pada firman-Nya. Ketaatan itu penting dalam membangun bangsa yang terpilih, imamat yang rajani yakni kita jemaat-Nya. Pembangunan suatu rumah rohani bagi Allah hanya dapat dibangun oleh jemaat yang kudus secara pribadi maupun sebagai komunitas. Untuk itu kita perlu saling mengingatkan gereja-Nya untuk selalu setia pada tugas panggilan pelayanan yang telah diberikan, sebab gereja adalah pelayanan sekaligus sebagai alat pelayanan.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci dan tambahkan kata humor atau lelucon).

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 115 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8566550
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
4598
73300
77898
8223859
717835
883577
8566550

IP Anda: 172.70.147.118
2024-12-16 04:32

Login Form