Sunday, December 15, 2024

Khotbah Minggu 2 Maret 2014

Khotbah Minggu 2 Maret 2014

 

Minggu Transfigurasi – Minggu Terakhir sebelum Pra Paskah

 

TUHAN ADALAH SATU-SATUNYA HAKIM

(1Kor 4:1-5)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 49:8-16a; Mzm 131; Mat 6:24-34

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.

 

Nats 1Kor 4:1-5 selengkapnya dengan judul: Tuhan adalah satu-satunya Hakim

 

4:1 Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. 4:2 Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. 4:3 Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia. Malahan diriku sendiri pun tidak kuhakimi. 4:4 Sebab memang aku tidak sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku, ialah Tuhan. 4:5 Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah.

 

----------------------------

 

Pendahuluan

Nats minggu ini merupakan puncak pertama dari bacaan 1 Korintus setelah beberapa topik yang muncul minggu-minggu lalu akibat pertentangan dan perpecahan yang terjadi di jemaat Korintus. Kesimpulan pertama merupakan sesuatu yang harus dihadapi setiap orang dalam kehidupannya, yakni yang disebut dengan pertanggungjawaban dan penghakiman. Penghakiman itu tidak hanya nanti di akhir zaman tetapi juga kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Setiap manusia tidak bisa menghindari hal itu. Berdasarkan nats minggu ini kita diberi pembelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: Jadilah hamba yang dapat dipercaya (ayat 1-2)

Paulus mendesak jemaat di Korintus untuk memikirkan apa yang disampaikannya. Petrus (Keyfas) dan Apolos bukanlah pemimpin kelompok-kelompok jemaat, melainkan hamba-hamba Tuhan Yesus yang dipercaya untuk membukakan rahasia dari hikmat Allah melalui penebusan Kristus di kayu salib (band. 2:7). Seorang hamba hanya menyampaikan apa yang Tuannya pesankan saja, melakukan sesuai dengan petunjuknya. Rasul Paulus menggunakan kata hamba dalam ayat ini yakni huperetes (hypo eretes) yang berarti pendayung (di bawah). Seorang pendayung pada masa dahulu berada di posisi bawah dan hanya menggerakkan dayungnya sesuai dengan arah dari kapten kapal, yang dalam hal ini adalah Tuhan Yesus sendiri.

 

Kata berikutnya yang dipakai adalah oikonomos, yang berarti penatalayan atau manager. Ini lebih kepada tugas administrasi dan teknis saja. Penatalayan tugasnya adalah mengatur segala sesuatu termasuk memelihara sesuai dengan selera pimpinan atau pemilik, apakah itu raja, pejabat atau pemilik rumah. Maka sebagai seorang penatalayan Tuhan, kita hanya menyajikan apa yang tertulis dalam Alkitab sesuai dengan kehendak Pemimpin kita yakni Tuhan Yesus. Dalam beberapa hal yang memerlukan penafsiran atau pemakaian kata-kata dan maksud yang sulit, atau "tampak seolah-olah bertentangan", maka diperlukan hikmat dari Roh Kudus yang lebih intensif, agar pemahamannya tidak salah. Dalam menafsirkan atau menerapkan firman Tuhan kata kuncinya tetap pada tiga dasar, yakni: kasih, pengorbanan dan kesatuan. Tiga kata ini sangat penting dalam Alkitab yang merupakan ciri dan pola Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya, sehingga apabila berdasar pada ketiga kata itu, maka niscaya terhindar dari penonjolan diri dan perpecahan. Jangan menonjolkan diri atau kehebatan pribadi, apalagi menambah-nambah firman Tuhan akan mendapat malapetaka (Why 22:18).

 

Rasul Paulus menuliskan, "Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu" (Kol 1:25; band. Ef 1:9). Oleh karena itu dalam mengambil peran sebagai hamba pendayung atau penatalayan, yang dibutuhkan adalah ketaatan pada perintah pimpinan, seseorang yang dapat dipercaya. Hamba atau pekerja yang tidak taat dan tidak dapat dipercaya tidak akan mendapat tempat dalam jangka waktu yang lama, hak mengelola dan hak istimewa yang diberikan akan dicabut. Orang-orang seperti ini akan diberhentikan/dipecat, dijauhi dan bahkan dihukum apabila perlu. Ada "trust" dan integritas yang hilang. Oleh karena itu dalam setiap hari kehidupan kita, Allah menghadirkan pada diri kita banyak kesempatan yang menantang untuk kita melakukan hal yang benar dan sesuai dengan kehendak-Nya, sejalan dengan prinsip Alkitab dan berkenan kepada-Nya, sehingga kita terhindar jauh dari penghakiman dan penghukuman.

 

Kedua: menghakimi diri sendiri (ayat 3)

Jemaat Korintus yang agak terpecah menjadi kelompok-kelompok, senang menilai para pemimpin mereka. Mereka menjadi fanatik terhadap pemimpinnya, menganggap kelompok mereka dan pemimpinnya yang terbaik, merendahkan dan menghakimi pemimpin yang lain. Memang dalam kehidupan ini ada tiga kemungkinan penghakiman yang akan kita alami. Pertama, penghakiman oleh sesama manusia. Kedua, penghakiman oleh diri sendiri. Ketiga, penghakiman oleh Allah. Penghakiman oleh sesama manusia sering kita alami. Manusia senang menilai perbuatan orang lain, membanding-bandingkan, khususnya melihat kelemahan dan akhirnya menghakimi. Hal itu akan lebih menonjol apabila perbuatan itu salah, keliru atau dianggap tercela, maka orang dengan mudah menghujat dan menghakimi. Memang cara evaluasi manusia tidak terlepas dari latar belakang, kepentingan, keterbatasannya sebagai manusia. Apalagi, apabila dasar menghakimi itu adalah iri hati atau dendam sakit hati, maka hujatan akan lebih mudah keluar.

 

Namun Paulus mengatakan dalam nats ini ia tidak mau ambil pusing dengan pendapat orang lain. Ia tidak bersedia mengakui penghakiman orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Apa yang dia sampaikan hanyalah dari Tuhan dan itu tugasnya. Bagi dia, prinsip anjing menggonggong kafilah berlalu. Namun bagi kita perlu disadari bahwa memperlakukan prinsip ini perlu hati-hati dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dalam iman. Rasul Paulus menuliskan, "Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji" (2Kor 13:5; band. 1Tim 4:16). Demikian pula dalam hubungan dengan orang lain, kadang apa yang dikatakan mereka terhadap diri kita bisa ada atau bahkan banyak benarnya, sehingga perlu bijak menyikapi. Dalam bahasa nats minggu ini, "memang aku tidak sadar akan sesuatu", itu bisa terjadi. Kadang seorang pemberi kritik bertujuan baik. Jangan mempersoalkan cara mengkritiknya, tapi lihatlah isi kritiknya. Jangan melihat jari telunjuknya, tapi lihatlah yang ditunjuk, itu kata bijaksana yang perlu diperhatikan.

 

Penghakimam kedua adalah oleh diri sendiri, seperti yang dinyatakan Rasul Paulus: "malahan diriku sendiri pun tidak kuhakimi." Penghakiman diri sendiri bernuansa ganda, bisa positip dalam arti self contemplation, perenungan diri yang berbuahkan penyesalan dalam arti positip hasrat memperbaharui.  Namun yang bahaya adalah menghakimi dan berbuah menyalahkan diri sendiri karena perbuatan atau kejadian sesuatu. Ini bisa berakibat fatal berupa menghukum diri sendiri dan perbuatan itu terus menghantui. Padahal, solusinya hanyalah datang pada Tuhan mohon pengampunan, dan apabila itu berdampak pada orang lain, maka berusahalah memohon maaf dan memulihkan hubungan dan kerugian pihak lain, baik moril atau materil. Bentuk lain menghukum diri sendiri yang sering terjadi adalah tidak menerima kenyataan berupa keadaan fisik. Mulai dari hal sederhana, seperti jerawatan, rambut keriting, gigi "menonjol" atau "kekurangan" fisik lainnya, yang membuat seseorang merasa minder dan tertutup. Oleh karena itu perlu ada memaafkan diri sendiri,  yakni menerima keadaan kekurangan diri kita. Jangan lari dari diri sendiri, kita harus menerima dan memberi penghargaan terhadap diri sendiri dalam batas-batas yang wajarn dan mengakui itu adalah pemberian Tuhan.

 

Ketiga: Tuhan sebagai hakim (ayat 4)

Penghakiman ketiga adalah dari Tuhan, Allah penguasa alam semesta. Penghakiman di akhir zaman baik terhadap mereka yang sudah mati atau yang masih hidup pada saat itu pasti ada. Itu semua hak Allah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta. Dalam PL tertulis, "Ia akan membalas kepada mereka perbuatan jahat mereka, dan karena kejahatan mereka Ia akan membinasakan mereka; TUHAN, Allah kita, akan membinasakan mereka" (Mzm 94:23). Manusia dengan beragam tingkah laku dan perbuatan jahat semasa hidupnya tidak akan lepas dari  tanggungjawab. Dalam pengakuan iman rasuli kita juga dikatakan, bahwa kita percaya Yesus akan datang kembali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Hukuman atas kejahatan itu kadang diberikan pada saat masih hidup dan dapat diberikan setelah kematian pada akhir zaman. Memang ada juga hukuman yang berlaku turun temurun bila tidak dilakukan pertobatan (Kel 20:5). Hitler tidak akan lepas dari perbuatannya. Tidak mungkin para penjahat perang yang tidak tertangkap lepas dari kejahatan mereka. Semua bentuk kejahatan pasti ada imbalan hukumannya.

 

Para penjahat masa lalu atau masa kini, baik terhadap kemanusiaan, terhadap alam dan lingkungan, atau terhadap pemerintah dan rakyat dalam bentuk korupsi, tidak bisa bersembunyi di hadapan Allah. Mereka bisa menyembunyikan dirinya atau hasil perbuatan jahatnya di dunia, tetapi tidak akan lepas dari hukuman Allah. Alkitab berkata, "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab" (Ibr 4:13). Pertanggungjawaban tidak hanya dalam perbuatan yang besar, tetapi juga terhadap hal-hal yang kecil, seperti dinyatakan oleh Tuhan Yesus, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman" (Mat 12:36). Oleh karena sering dikatakan bahwa tidak ada istilah dosa kecil dan dosa besar, semua harus dipertanggungjawabkan.

 

Demikian pula sebaliknya. Mereka juga yang berbuat banyak kebaikan kepada banyak orang dan bahkan rela menderita untuk melakukan itu pasti akan mendapatkan upah kelak. Terlebih bila mereka melakukan itu atas dasar kasih dari Tuhan dan mengabarkan kasih Yesus kepada sesama. Apa yang dilakukan oleh Ibu Theresa di India atau Nelson Mendela di Afrika wajar mendapatkan upah yang baik kelak. Allah mengetahui segala situasi kondisi seseorang dalam berbuat. Ia mengetahui pergumulan dan pertimbangan setiap orang dalam melakukan sesuatu. Allah mengetahui latar belakang motivasi orang berbuat sesuatu, apakah itu untuk kepentingan dirinya atau memang dasarnya kasih dari Allah. Semua tidak ada rahasia bagi-Nya, sehingga Allah akan memberikan penghakiman yang objektif. Maka kita siap-siaplah memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati (1Pet 4:5; Ibr 10:30; 14:4, 12). Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (Rm 2:6).

 

Keempat: jangan menghakimi (ayat 5)

Dalam kehidupan gereja atau kemasyarakatan, ada godaan untuk menghakimi rekan-rekan kristiani atau sepelayanan kita, dengan mengevaluasi apakah mereka pengikut yang benar dari Kristus. Peringatan Rasul Pulus kepada jemaat Korintus merupakan peringatan juga bagi kita saat ini. Akan tetapi hanya Allah yang tahu hati seseorang dan hanya Dia yang berhak untuk menghakimi. Ketika kita menghakimi orang lain, maka sebenarnya kita sudah menempatkan diri bahwa pelayanan kitalah yang terbaik, dan itu merupakan sikap kesombongan. Kita tetap harus ingat firman Tuhan yang berkata, "Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama (Rm 2:1; Yak 4:12). Terlebih lagi, jangan kita pergunakan alasan utuk mengevaluasi perbuatan atau pelayanan seseorang sebagai alat untuk membalaskan dendam atau sakit hati. Penilaian kita pasti tidak objektif. Penghakiman manusia pun sementara, bukan yang sebenarnya dan bukan yang terakhir. Semua harus sabar menanti sampai Tuhan datang untuk penghakiman yang objektif dinyatakan.

 

Ada saatnya Allah akan menerangi yang membuat kita mengerti secara rohani dari hal-hal kegelapan dan yang tersembunyi (Luk 11:36; Yoh 1:9; Ef 1:18; 3:9; Ibr 6:4; Why 18:1). Apabila itu baik, maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah (Mat 16:27; 25: 21-dab; 1Kor 3:11-14). Memang betul bahwa kita harus menghadapi rekan-rekan yang jatuh ke dalam dosa, akan tetapi kita tidak boleh menghakimi apa yang terbaik kita paksakan bagi orang lain dalam melayani Allah. Dalam 1Kor pasal 5 ayat 12-13 kita diminta untuk tidak mengkritik atau menggossip atau melakukan penilaian yang terburu-buru kepada teman-teman sepelayanan, sebab itu akan melukai hati mereka. Memang kadang ada orang yang dengan bangga mengaku seorang Kristen atau pelayanan yang hebat tapi dibalik itu ia melakukan hal-hal yang tampak secara kasat mata tidak sesuai dengan firman Tuhan. Ini perlu kita nasehati dengan bijak dan penuh kasih tanpa harus berkonfrontasi (Mat 18:15-17).

 

Mungkin ada kalanya pendekatan persuasif dan progresif sesuai Mat 18:15-17 tidak efektip. Pendekatan kasih dan nasehat tidak ditanggapi positif. Kita harus mengutamakan kepentingan yang lebih besar yakni jemaat, jangan sampai melihat firman Tuhan diabaikan. Sesuai dengan firman Tuhan kita perlu melakukan langkah tambahan dengan tahapan sebagai berikut. Pertama, jangan bersekutu dengannya (1Kor 5:2-13). Kedua, jemaat memberikan penolakan bersama, akan tetapi pengampunan dan keterbukaan selalu ada bagi mereka yang mau bertobat (2Kor 2:5-8). Ketiga jangan bergaul dengan mereka ini, dan apabila harus bertemu, perlakukanlah bahwa mereka sebagai orang yang perlu dinasehati (2Tes 3:14-15). Dan terakhir, apabila setelah dua kali diingatkan dan belum bertobat, maka keluarkanlah mereka dari persekutuan jemaat (Tit 3:10). Tindakan ini perlu untuk menjaga kemurnian jemaat dan tidak mengganggu dalam pelayanan yang lebih baik.

 

Penutup

Melalui bacaan minggu ini kita diingatkan untuk menjadi anak-anak dan hamba Tuhan yang dipercaya. Allah telah memberikan keistimewaan kepada kita untuk menerima firman Tuhan keselamatan dan tanggungjawab kita juga untuk menyampaikan firman itu kepada orang lain. Namun yang utama dalam penyampaian itu hendaklah kita menjadi orang yang dipercaya, tidak melebih-kurangkan, atau menonjolkan kehebatan pribadi. Kita pasti akan menghadapi pertanggungjawaban dan penghakiman, bukan saja di akhirat tetapi juga di dunia ini. Penghakiman di dunia oleh orang lain harus kita sikapi dengan bijak dan penghakiman diri sendiri juga haruslah berbuahkan pembaharuan dan bukan menghukum diri sendiri. Hal yang terakhir, hendaklah kita jangan menghakimi, akan tetapi biarlah Allah yang memiliki hak untuk itu yang akan menghakimi kelak, sesuai dengan hikmat dan objektifitas yang dimiliki-Nya.

 

Tuhan Yesus memberkati.


(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 656 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8565969
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
4017
73300
77317
8223859
717254
883577
8565969

IP Anda: 162.158.190.19
2024-12-16 04:01

Login Form