Sunday, December 15, 2024

Khotbah Minggu 22 Desember 2013

Khotbah Minggu 22 Desember 2013

 

Minggu Adven IV tahun 2013


DIPANGGIL MENJADI MILIK KRISTUS

(Rm 1:1-7)


Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 7:10-16; Mzm 80:1-7, 17-19; Mat 1:18-25

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.


Ayat Rm 1:1-7 selengkapnya dengan judul: Salam

 

1:1 Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah. 1:2 Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, 1:3 tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, 1:4 dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita. 1:5 Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya. 1:6 Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah dipanggil menjadi milik Kristus. 1:7 Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus.

 

---------------------------------

 

Pendahuluan

Paulus menulis surat ini kepada jemaat di Roma yang belum pernah dikunjunginya (mungkin juga oleh para rasul dan pemimpin lainnya), namun hatinya tetap rindu ingin melihat jemaat tersebut. Ia menulis surat Roma ini saat masih di Korintus pada perjalanan penginjilannya yang ketiga dan terakhir (Kis 20:3; Rm 15:25). Jemaat di Roma ini terbentuk mungkin setelah beberapa orang Yahudi mendengar kabar baik akan Tuhan Yesus saat berkunjung ke Yerusalem di hari pentakosta (Kis 2:10), dan beberapa peziarah atau pelancong (sebagian bukan orang Yahudi) yang mendengar di lain tempat, seperti Priskila dan Akwila di Korintus (Kis 18:2; Rm 16:3-5) dan mengembangkan iman mereka setelah kembali ke kota Roma. Kitab Roma juga merupakan kitab yang ditulis dengan sangat sistimatis tentang iman orang percaya, dan pasal 1 yang merupakan bacaan kita minggu ini merupakan pengantar dan berisi pelajaran sebagai berikut.

 

Pertama: hati seorang hamba (ayat 1)

Surat Paulus diketahui selalu dengan salam dan memperlihatkan kepedulian kepada pihak yang ditulisnya. Bagi yang belum pernah ditemuinya, adalah wajar apabila ia memperkenalkan dirinya. Itu adalah sikap rendah hati. Terlebih saat itu ada beberapa pihak yang mempertanyakan kerasulannya, sebab ia bukan murid Tuhan Yesus secara langsung, sebagaimana Matius, Petrus, dan lainnya. Sikap menyapa dengan rendah hati ini perlu kita teladani sebab seringkali kita berkomunikasi dengan pihak lain (seperti surat, email, sms, bbm dan lainnya) isinya langsung “nyaplak”, tanpa “basa-basi” salam atau pengharapan, seperti menyebut Syalom, Selamat Pagi/Siang/Malam, Horas, semoga sehat-sehat dan lainnya. Paulus dan kita belajar dari sikap Tuhan Yesus yang merendahkan diri-Nya dengan turun dari sorga menjadi manusia dan hamba, dengan tidak menganggap kesetaraan-Nya sebagai Allah sebagai milik yang harus dipertahankan (Flp 2:6-8).

 

Sikap rendah hati juga Rasul Paulus perlihatkan ketika ia menyebut dirinya sebagai hamba. Dalam arti sebenarnya hamba adalah budak, seseorang yang tidak memiliki hak asasi pribadi yang seluruhnya sudah menjadi hak si pemilik. Kalaupun ia menyebut dirinya sebagai rasul, maka itu hanya merupakan kata umum yang berarti utusan (apostle/apostolos=utusan), bukan dalam pengertian kedudukan dengan hak-hak khusus. Ia perlu menyebut dirinya sebagai utusan atau rasul hanya dengan tujuan agar pembaca suratnya (di Roma) memahami posisi dan tugas dirinya dalam komunikasi tersebut, yakni mewakili Tuhan Yesus. Ia juga menegaskan bahwa sebenarnya ia adalah rasul yang paling hina dari segala rasul (1Kor 15:9). Namun kita mengakui, meskipun ia tidak “langsung” murid Tuhan Yesus semasa hidup-Nya, ia memperoleh karunia yang luar biasa dan karya yang dijalaninya mulai mempersiapkan dirinya dan perjalanan penginjilannya, membuat kita tidak ragu bahwa kerasulannya adalah sah dan semua yang diterimanya sebagaimana dituliskannya dalam surat-suratnya adalah langsung dari Tuhan Yesus.

 

Ia menerima hikmat khusus dari Tuhan Yesus dengan menyadari bahwa para murid langsung Tuhan Yesus saat itu (seperti Matius, Yohanes, Petrus, dan lainnya) semuanya berlatar-belakang Yahudi dan meneruskan misi Tuhan Yesus bagi umat Yahudi saja. Oleh karena itu melalui ilham, suara dari Tuhan Yesus, Paulus menerima langsung tugas panggilan merintis menginjili orang-orang yang bukan Yahudi (Kis 26:17; Rm 11:13; Gal 2:8) dan inilah yang ditegaskannya dalam surat ke jemaat Roma ini, yang pada saat itu merupakan campuran antara orang Yahudi, Yunani dan lainnya. Pada ayat 5 ia juga mengatakan bahwa panggilan Tuhan Yesus itu merupakan kasih karunia, terlebih latar belakangnya adalah penganiaya orang-orang percaya. Ia juga merasa telah dikuduskan melalui karya Tuhan Yesus di Golgota. Penyebutan dirinya sebagai hamba Kristus juga jelas memperlihatkan sikapnya bahwa ia sesungguhnya sudah menjadi milik Kristus. Itulah sikap seorang pemberita Injil yang sejati yang layak kita teladani.

 

Kedua: Janji dan keturunan Daud (ayat 2-3)

Rasul Paulus melakukan semua itu sebab mengakui kekuatan Injil, dalam bentuk kitab perjanjian lama yang sudah meluas dikenal saat itu (kitab Septuaginta), dan juga kitab-kitab para murid Tuhan Yesus yang sudah mulai dituliskan dan beredar luas, serta khususnya apa yang diterimanya dari Tuhan Yesus secara langsung. Ia memahami akan janji yang diberikan Allah kepada umat Yahudi dan kepada umat manusia, bahwa keselamatan akan diberikan bagi semua orang, bukan hanya orang Yahudi tetapi bagi siapa saja yang bersedia menerima kehadiran Allah di hatinya. Allah akan mempunyai jawaban atas penderitaan rohani bangsa Yahudi setelah sekian lama dijajah oleh bangsa-bangsa lain.

 

Sebagai orang Yahudi, Paulus tahu persis akan kisah kebesaran Raja Daud dan kejayaannya dalam memerintah bangsa Israel dan juga menguasai bangsa-bangsa lainnya. Berangkat dari keturunan Isai dan menjadi pelayan Saul, hingga kemudian menjadi panglima perangnya, Raja Daud kemudian naik takhta dengan pertolongan Tuhan tanpa harus melakukan kudeta dan kekerasan terhadap Saul. Raja Daud pada masa keemasannya mempersatukan keduabelas suku-suku Israel, bahkan memperluas kerajaan Israel dengan menguasai wilayah-wilayah sekitarnya. Semua wilayah yang dikuasainya tunduk pada perintahnya dan bahkan memberi persembahan yang layak bagi seorang Raja yang berkuasa.

 

Rasul Paulus tahu bahwa ada janji bahwa kebesaran dan kebesaran itu akan datang kembali dari tahta dan Putra Daud, yang akan berkuasa dan memberikan keselamatan bagi banyak orang. Rasul Paulus telah melihat janji itu menjadi nyata ketika Yesus lahir di kandang domba berupa seorang bayi mungil manusia. Sesuai dengan silsilah yang kita lihat di Mat 1, maka garis keturunan itu jelas sehingga Yesus adalah Putra Daud menurut kedagingan dari "ayahnya" Yusuf, meski ia lahir dari kuasa Roh Kudus. Janji itu juga meneguhkan apa yang dituliskan dalam kitab Kejadian 15 bahwa keturunan wanitalah (sebab Yesus tidak lahir dari benih pria atau Yusuf) yang akan meremukkan kepada ular si penghasut yang membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Dengan silsilah dan sejarah demikian, maka Yesus, Tuhan kita, adalah manusia sejati.

 

Ketiga: Injil bagi semua bangsa (ayat 4-5)

Firman Tuhan yang kita baca menyebut Roh Kekudusan, yang sebenarnya menunjuk kepada Roh Kudus, Allah kita dalam wujud Roh yang kembali mengambil peran dalam kelahiran Yesus. Roh Kudus juga yang memelihara pertumbuhan kedagingan Yesus termasuk  dalam hubungan dengan ibu dan keluarga-Nya. Roh Kudus memberi hikmat kepada Yesus sehingga Ia bertumbuh semakin bijak dan pandai dalam kitab-kitab suci, yang membuat para imam dan orang Farisi kagum. Yesus juga memperlihatkan kuasa dari sorga dengan membuat banyak mukjizat kesembuhan bahkan menghidupkan orang mati. Namun keberanian Tuhan Yesus untuk menegur para imam dan orang Farisi dalam menafsirkan kitab suci dan penerapannya, serta kecemburuan yang timbul dengan kuasa Yesus yang begitu besar, membuat Ia dibenci dan akhirnya dibunuh dengan cara dihina dan disalibkan hingga mati di Golgota.

 

Kembali Roh Kekudusan atau Roh Kudus menunjukkan karya-Nya dengan membangkitkan Yesus dari kematian-Nya. Kebangkitan inilah yang meneguhkan akan kedudukan Yesus sebagai Anak Allah dan Allah dalam wujud Manusia, meneguhkan Ia adalah Mesias, dengan tugas menyelamatkan manusia dari kematian selama-lamanya. Allah menyatakan kuasa Yesus melalui kebangkitan-Nya (2Kor 13:4; Kol 2:12). Banyak orang lain atau nabi yang membuat mukjizat, ada juga nabi yang naik ke sorga, tetapi hanya Yesus yang bangkit dari kematian, berinteraksi dengan manusia selama 40 hari dan akhirnya naik ke sorga disaksikan oleh banyak orang. Kuasa dan anugerah ini tidak pernah ada pada manusia lain, tidak juga pada nabi-nabi lain.

 

Dengan karunia dan kuasa yang dimiliki-Nya, Yesus manusia sejati itu sah menjadi Tuhan, dan diteguhkan sebagai Allah sejati. Pelayanan-Nya yang demikian singkat membuat Yesus harus menyerahkan tugas misi tersebut kepada para murid, khususnya Amanat Agung yang disampaikan sebelum Ia naik ke sorga. Yesus memberi karunia khusus kepada para murid untuk melaksanakan misi tersebut, dan ketika para murid memperdebatkan soal keselamatan itu hanya untuk orang Yahudi, Allah melalui cara-Nya yang unik, Yesus seolah-olah hidup kembali dan memanggil Saulus yang kemudian bertobat dengan nama Paulus, memberitakan keselamatan itu bagi semua bangsa, bukan hanya untuk orang Yahudi. Allah memiliki hak prerogatif dengan daulat penuh untuk memilih rasul-Nya. Kasih Allah untuk semua dan tidak membeda-bedakan suku, ras, bangsa-bangsa dan golongan. Semua bangsa dipanggil melalui para rasul (termasuk Paulus) dan utusan-utusan misionaris hingga abad ini agar semua berbalik dan menerima Injil berita keselamatan, menjadi taat kepada nama-Nya, bukan dalam ketaatan legalistik peraturan, akan tetapi berupa kasih karunia keselamatan yang bukan hanya di dunia ini tetapi juga hingga kelak pada kekekalan.

 

Keempat: Dipanggil menjadi milik Kristus (ayat 6-7)

Melalui para rasul, semua bangsa dipanggil menjadi pengikut Kristus. Rasul Paulus menekankan kata dipanggil dua kali dalam nats ini. Kunci kalimat dipanggil dalam pengertian inisiatif keselamatan dan menyelamatkan ada pada Tuhan dan kita manusia merespon atas panggilan itu. Dipanggil dan menjadi orang percaya dan beriman kepada Kristus adalah kasih karunia, bukan karena kehebatan kita, akan tetapi kasih Tuhan yang memilih kita dan hati kita terbuka oleh pimpinan Roh Kudus menjadi pengikut dan percaya kepada-Nya. Kita dipanggil untuk menjadi milik-Nya (band. Yud 1:1; Why 17:14) untuk taat dan setia kepada-Nya, melalui iman, Firman, ketekunan dan karya. Kita menjadi milik-Nya saat kita hidup, akan tetapi kita juga menjadi milik-Nya saat kita mati, dan kita hidup dan mati adalah seluruhnya untuk Tuhan (Rm 14:8).

 

Orang percaya dipanggil untuk menjadi orang-orang kudus. Kekudusan hidup itu sangat penting sebab Allah kita adalah Allah yang kudus sehingga yang berinteraksi dengan Dia haruslah kudus, sebagaimana kisah Musa ketika memasuki hadirat-Nya (Kel 3:1-6; Im 11:44). Tujuan pengudusan ini bukan untuk membuat kita eksklusif terpisah dari sekeliling, melainkan menjadi orang yang dikhususkan oleh Allah untuk menjadi milik-Nya, melayani dan mengemban misi-Nya. Melalui pengudusan kita juga dibentuk seturut dengan kehendak-Nya sepanjang kita taat dan setia (Ef 4:22-24). Proses pengudusan ini berlangsung terus menerus yang diawali dengan pengakuan bahwa dosa-dosa kita telah dihapus dan ditebus dengan korban tubuh Yesus di Golgota.

 

Ayat terakhir dalam nats ini meminta kita untuk menjadi saluran berkat bagi semua orang. Menjadi berkat tidak hanya dalam bentuk pemberian uang, materi atau tenaga, bantuan informasi, tetapi juga melalui doa yang dipanjatkan pada Tuhan agar pihak lain yang berkomunikasi dengan kita memperoleh berkat melalui doa kita. Kalimat-kalimat lengkap seperti kiranya kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai kamu sekalian, adalah yang terbaik, akan tetapi singkatan GBU, TYM atau YBU merupakan bentuk doa kita kepada pihak yang berkomunikasi dengan kita.

 

Kesimpulan

Firman Tuhan yang kita baca minggu ini menjadi bekal yang baik dalam menyongsong peringatan lahirnya Tuhan Yesus Kristus. Kita diminta untuk terus merendahkan diri kita dan bersikap sebagai hamba dan sekaligus melihat diri kita dan menerima mandat sebagai utusan Kristus di dunia ini. Kita bersikap demikian karena janji yang diberikan-Nya melalui nabi-nabi telah menjadi nyata dengan peristiwa di Betlehem, Putra Daud telah menjadi manusia, sehingga kita menjadi pasti menerima janji-janji yang diberikan-Nya. Untuk menggapai itu, melalui ketaatan dan kesetiaan, kita akan dikuduskan-Nya secara terus menerus untuk bisa tetap menjadi milik-Nya. Kita dipanggil sebagai bagian dari bangsa-bangsa yang mengikut Dia. Mengikut dan menjadi saksi bagi-Nya, membuat Kristus hadir bagi semua dan kita benar-benar milik-Nya dan hidup (mati) kita adalah bagi Dia. Dengan demikian panggilan dan pemilihan Allah kepada diri kita tidak menjadi sia-sia.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min adalah Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode Pusat GKSI. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari dan juga diselingi humor yang relevan).

 

Khotbah Minggu 15 Desember 2013

Khotbah Minggu 15 Desember 2013

 

Minggu Adven III tahun 2013


BERSABAR DAN BERTEGUH HATI

(Yak 5:7-10)


Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 35:1-10; Mzm 146:5-10; Mat 11:2-11

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.


Ayat Yak 5:7-10 selengkapnya dengan judul: Bersabar dalam penderitaan

 

5:7 Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. 5:8 Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat! 5:9 Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu. 5:10 Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan.

 

-----------------------------------------

 

Pendahuluan

Kitab Yakobus salah satu kitab yang padat sebab membahas hubungan iman dengan perbuatan. Pasal 1 kitab ini menjelaskan orang percaya harus berdiri teguh sebab memiliki iman. Dengan iman itu kita harus berkarya dan bukan iman yang mati (pasal 2), sedangkan pasal 3 mengajarkan bagaimana kita harus memelihara lidah dalam bercakap-cakap sebagai buah iman yang baik. Pasal 4 mengajarkan tentang perasaan kita sebagai orang percaya yang selalu taat dan tunduk pada kehendak Allah, dan terakhir pasal 5 yang menjadi bahan renungan kita minggu ini berbicara tentang sikap kita dalam berbagi dan apa yang bisa kita alami termasuk dalam penderitaan. Bagian ini sebenarnya merupakan terusan dari peringatan Yakobus terhadap orang kaya yang membuat orang miskin menjadi menderita, dan nats ini merupakan kekuatan dan penghiburan bagi mereka yang menderita tersebut.

 

Nats renungan kita minggu ini tentang kesabaran dalam penderitaan mengajarkan kita banyak hal sebagai berikut.

 

Pertama: Bersabar seperti petani menunggu musim (ayat 7)

Ada beberapa ayat dalam Alkitab yang menempatkan petani sebagai referensi. Pertama,  Alkitab menyebutkan bahwa "seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya" (2Tim 2:6). Kedua, sesuai dengan nats minggu ini, bahwa petani harus bersabar menanti hasil itu. Pada kitab Injil Matius dll diibaratkan juga soal kerajaan Allah itu seperti menabur benih (seperti petani), dan petani yang baik akan menaburkan di tanah yang baik, bukan dipinggir jalan atau di tanah yang keras atau penuh semak duri, dan menjaga tanamannya dari segala gangguan dan hama. Dari ketiga pokok nats itu dapat dilihat bahwa seorang petani untuk dapat memperoleh hasil yang baik, hendaklah penuh dengan hikmat dari masa mulai menanam, melihat lahan dan musim, bekerja keras selama masa pengolahan dan pemeliharaan, dan terakhir bersabar dalam menanti hasil yang baik dari semua jerih payahnya itu.

 

Meskipun benihnya baik dan ditabur di tempat yang baik saat turunnya hujan musim gugur (saatnya menanam), dijaga dari segala gangguan tadi, seorang petani juga tetap harus bersabar agar tanamannya bertumbuh; ia tidak dapat mempercepat proses panen yang lebih cepat. Ia mesti menanti dengan pengharapan akan hujan musim semi (untuk masa pertumbuhan) yang memberi hasil banyak pada ladangnya. Namun dalam penantian itu banyak hal yang bisa dilakukan oleh petani, seperti memberi pupuk dan menjaga agar ilalang, hama dan pencuri tidak datang merusak tanamannya. Itu semua adalah pekerjaan dan karya yang harus ia lakukan dan juga melalui rintangan yang harus dia hadapi agar panennya tidak rusak dan ia bisa mendapatkan hasil buah yang baik. Ia harus bersabar dan kesabaran itu merupakan pengharapan dan kepercayaan pada pemeliharaan Allah yang Mahakuasa atas tanamannya itu.

 

Demikian juga orang percaya dalam penantian datangnya Kristus menjemput kita dari dunia ini. Kita tidak dapat melakukan apapun agar Kristus datang lebih cepat. Tapi pengharapan dan penantian kita bukanlah pengharapan yang pasif. Dalam penantian itu kita diminta untuk terus bekerja dan berkarya mewujudkan buah dari iman dalam membangun kerajaan-Nya. Datanglah kerajaan-Mu dalam Doa Bapa Kami bermakna demikian. Orang percaya sama halnya dengan petani harus hidup dalam iman, mencari dan melihat pengharapan di depan akan buah dari kerja dan karya iman dalam kehidupan yang dipraktekkan. Jangan berpikir bahwa Kristus tidak datang. Berkaryalah dalam iman untuk membangun kerajaan-Nya, yang pasti akan datang bila saatnya tiba. Dalam berkarya itu mungkin akan muncul kesulitan dan penderitaan, menanggung ketidakadilan dan penganiayaan, akan tetapi seperti petani tadi, kita diminta bersabar dan percaya tetap ada dalam pemeliharaan Allah (Rm 8:28; 12:12).

 

Kedua: Jangan bersungut-sungut dan mempersalahkan (ayat 8-9a)

Ketika sesuatu terjadi tidak sesuai dengan keinginan hati, maka lazimnya yang muncul adalah kecewa, rasa kesal dan akan timbul sungut-sungut. Bahkan ada kalanya kita menyalahkan orang lain atas ketidaksesuaian itu, kerugian atau rasa sakit yang kita alami. Memang lebih mudah menyalahkan orang lain dibanding dengan ikut merasa bertanggungjawab dan mencari jalan keluar dari masalah yang ada. Akan tetapi perlu disadari, bersungut-sungut dan menyalahkan pihak lain adalah perbuatan yang dapat merusak dan menjadi dosa. Sebelum kita menyalahkan dan menghakimi orang lain, kita ingatlah Kristus akan datang menghakimi (Mat 7:1-5; 25:31-46). Kristus tidak akan membiarkan kita lari dari tanggungjawab dan memindahkan segala perbuatan dosa itu kepada orang lain.

 

Jelas, setiap orang pasti tidak menyukai masalah dan tidak seorang pun yang tahu kapan akan dapat masalah. Semua orang berusaha jauh dari masalah dan penderitaan. Doa Bapa Kami juga menegaskan agar kita jauh dari pencobaan. Kalau seseorang melakukan korupsi atau pembunuhan, maka ia tentu sudah berpikir bahwa suatu saat ia akan menghadapi masalah pengadilan dan penjara. Mungkin saja ia berpikir dapat lolos dari pengadilan di dunia ini, tetapi ia tidak akan lolos dari pengadilan sorgawi. Ia juga bisa menyalahkan atasan atau orang lain untuk berdalih atau menghindar, tapi itu menjadi percuma dan sia-sia. Hidup juga tidak selalu demikian, bahkan seringkali kita tidak tahu mengapa masalah itu datang kepada kita? Kadang Tuhan tidak menjawab alasannya dan karena itu menuduh Tuhan tidak adil, bertindak sewenang-wenang atau tidak peduli. Padahal, Allah memiliki rencana sendiri yang manusia kadang kala tidak bisa menjangkau dan memahaminya.

 

Kita mendapatkan pelajaran hidup dari kisah Ayub bahwa mengenal dan mengetahui Allah  lebih baik daripada mendapatkan jawaban-Nya. Ia berbuat kesalahan dengan cara menuruti keinginannya dengan berdialog dengan teman-temannya untuk mengetahui mengapa ia harus menderita dan terus bertanya kepada Tuhan, mengapa semua itu terjadi pada dirinya. Ayub yang berusaha menyalahkan Tuhan karena dihasut teman-temannya, akhirnya menyadari Allah mengasihinya, dan menyadarkan kita bahwa tidak selamanya penderitaan merupakan penghukuman karena dosa. Oleh karena itu penderitaan harus dihadapi dan dijadikan sebagai ujian dan jalan pertumbuhan iman. Sebagaimana Ayub, seorang yang penuh dengan iman, sabar dan tabah dalam penderitaan memberi inspirasi dan keteladanan, akhirnya memperoleh kemenangan dan berkat yang lebih banyak.

 

Ketiga: Hakim berdiri di depan pintu (ayat 9b)

Sebagaimana dinyatakan pada bagian awal, nats ini merupakan kelanjutan peringatan kepada orang kaya. Mereka yang kaya sering bertindak sewenang-wenang dan tidak peduli pada mereka yang miskin. Tindakan seperti itu jelas membuat mereka akan dihukum dan peringatan akan datangnya hari Tuhan membuat firman ini mengambil istilah: hakim pada hari Tuhan itu sudah berdiri di depan pintu. Artinya, mereka yang mengabaikan keadilan dan kasih sayang akan diadili dan memperoleh hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka yang jahat. Kita tidak bisa mengatakan bahwa firman itu salah, sebab kenyataannya setelah 2000 tahun Hakim itu tidak datang dan dunia belum berakhir. Apa yang ditegaskan adalah bahwa kesempatan akhir dari pertobatan itu terbatas dan pintu itu bisa tertutup setiap saat dan Hakim yang adil itu ada berdiri di sana (band. Mat 24:33; Mrk 13:29).

 

Kedatangan Tuhan Yesus dan berdirinya Sang Hakim di pintu merupakan dasar kesabaran dan pengharapan orang percaya. Itu menjadi motivasi agar kita bertekun dalam iman dan menjadi sumber penghiburan atas penderitaan yang kita alami. Tuhan Yesus akan menjadi Hakim yang adil bagi mereka yang berbuat jahat dan memberi pahala dan upah bagi mereka yang setia dan bersabar, serta membebaskan dari beban yang diderita. Melalui cara pandang dan melihat dengan mata rohani akan rencana Tuhan yang indah akan semakin menguatkan kita dalam menghadapi masalah dan penderitaan yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh ahli, seseorang dapat kuat menanggung dan melewati beban penderitaan hanya didasarkan keyakinan bahwa beban itu memiliki arti dan makna dalam hidupnya. Tanpa kesadaran dan pemahaman itu, maka biasanya orang akan mudah kalah dan mengambil jalan pintas untuk mengakhiri penderitaannya, yang sayangnya sering tidak berkenan kepada Tuhan.

 

Keempat: Meneladani penderitaan para nabi (ayat 10)

Nats ini mengingatkan kita juga untuk mengambil teladan dari penderitaan para nabi. Memang kalau kita lihat banyak nabi-nabi yang menderita dan bahkan harus dibunuh demi untuk membela Allah, mulai dari Musa yang harus menderita karena menyediakan keinginan umat Israel (Kel 17:1-7; Daud yang harus menderita oleh perbuatan jahat Saul (1Sam 20-27); para nabi yang dibunuh (1Sam 22 dan 1 Raj 18:3-4); Daniel bersama rekan-rekannya harus dimasukkan ke dalam kandang singa (Dan 6); dan kisah Ayub di atas yang harus kehilangan harta dan anak-anaknya (Ay 1:8-12; 2:3-7). Penderitaan tokoh dan para rasul di perjanjian baru juga merupakan kisah yang memberi keteladanan dan inspirasi bagi kita, seperti Stefanus yang dibunuh (Kis 6-7), Petrus, Yohanes, Timotius, dan Paulus yang dipenjara tanpa ada kejelasan, bahkan Yakonus yang dibunuh oleh Herod demi untuk menyenangkan orang Yahudi (Kis 12:1-2).

 

Penderitaan dapat datang karena ketaatan pada Tuhan sebagaimana dialami oleh para nabi (dan rasul) di atas. Demikian juga dengan umat Israel harus menanggung beban yang lebih berat karena ketaatan mereka dengan mengerjakan pembuatan batu bata yang lebih banyak (Kel 5:4-9). Tetapi semua itu tergantung kepada kita, bagaimana merespon atas penderitaan itu. Kisah Ayub memberikan bukti bahwa respon itu tergantung kepada bagaimana kita beriman kepada Allah (Ay 3:11; 21:22) Rasul Paulus melihat bahwa apa yang dideritanya membawa kemajuan dalam pemberitaan Injil (Flp 1:12-14). Semua itu akan memberikan pengembangan internal kerohanian kita, sebagaimana dikatakan dalam firman-Nya, “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya (1Pet 5:10; band. Im 26:40-45)

 

Kita lihat juga Tuhan Yesus bagaimana Ia harus menderita bagi kita melalui olok-olok para Imam dan ahli Taurat (Mrk 15:31). Akan tetapi itu semua membuat Yesus semakin sempurna, “Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah -- yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan ---, yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan (Ibr 2:10). Alkitab berkata, “Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu" (Mat 5:12). Oleh karena itulah kita diminta untuk terus berkarya, tidak putus asa dan lalai, menggunakan waktu yang tersedia untuk menyambut Sang Raja Kemuliaan, meninggalkan segala perbuatan yang jahat dan membuat diri kita tidak bercatat dan kudus, sebab itulah yang berkenan kepada-Nya.

 

Penutup

Dalam menyongsong peringatan lahirnya Sang Raja Kemuliaan itu, Yakobus mengingatkan orang percaya untuk bersabar sampai kedatangan Kristus yang kedua kali. Kita harus bersabar bagaikan petani yang menanti hasil panen. Kerja keras dan menjaga gangguan dari segala godaan akan menghasilkan buah yang baik dan lebat. Apabila dalam melaksanakan karya itu kita harus menderita, yang tidak jelas sebab musababnya, maka kita tetap diminta sabar dan berteguh hati, tetap setia kepada Allah, bersabar dan berteguh dalam pengharapan dan penantian sampai Hakim itu berdiri di depan pintu, menegakkan kebenaran dan menghukum mereka yang jahat, sebagaimana para nabi (dan rasul) telah menderita, begitu jugalah sikap kita dalam menghadapi segala penderitaan.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min – Wasekum Badan Pengurus Sinode GKSI. Catatan bagi hamba Tuhan yang akan menyampaikan Firman, akan lebih baik jika pada setiap bagian uraian diusahakan ada contoh/ilustrasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan).

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 66 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8562069
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
117
73300
73417
8223859
713354
883577
8562069

IP Anda: 172.70.143.24
2024-12-16 00:41

Login Form