Sunday, December 15, 2024

Kabar dari Bukit Minggu 9 Juli 2023

Kabar dari Bukit

 

 JODOH DAN TUHAN (Kej. 24:34-67)

 

 ”Dan mereka memberkati Ribka, kata mereka kepadanya: "Saudara kami, moga-moga engkau menjadi beribu-ribu laksa" (Kej. 24:60a)

 

 Kisah perjalanan Abraham, Ishak, Yakub hingga Yusuf dijual ke Mesir, rasanya masih melekat di kepala dari guru sekolah minggu saya. Kisah yang menarik, penuh petualangan, terlebih ada berbagai kisah cinta dan dinamika kehidupan. Bagaikan sinetron berseri, tiap minggu kita penasaran lanjutannya, membuat sekolah minggu menjadi kegiatan yang sering dinantikan.

 

 

 

Firman Tuhan hari Minggu yang berbahagia ini adalah Kej. 24:34-67. Ini kisah Abraham mencari istri untuk Ishak, anaknya. Sara baru meninggal. Seperti orang Batak zaman dahulu, orang Israel saat itu mencari istri diutamakan dari kerabatnya. Abraham pun mengutus hambanya Eliezer untuk mencari pasangan Ishak, dengan disumpah agar tidak melenceng.

 

 

 

Setelah menempuh perjalanan jauh, Eliezer kehausan, dan menemukan sumur. Ia kemudian meminta tanda dari Tuhan, berdoa: “Apabila seorang gadis datang ke luar untuk menimba air dan aku berkata kepadanya: Tolong berikan aku minum air sedikit dari buyungmu itu, dan ia menjawab: Minumlah, dan untuk unta-untamu juga akan kutimba air, - dialah kiranya isteri, yang telah TUHAN tentukan bagi anak tuanku itu” (ay. 43-44).

 

 

 

Ternyata seorang gadis, Ribka, melakukan sesuai tanda tadi. Ribka pun menjadi pilihan Eliezer, setelah ia diajak bermalam di rumah ayahnya, Betuel. Keluarga Ribka tidak menolak dan percaya petunjuk Tuhan tersebut. Maka Eliezer memberi perhiasan emas dan perak serta pakaian kebesaran sebagai mahar dan membawa Ribka pulang (ay. 53-59). Ishak dan Ribka menikah, kemudian memperoleh anak yang salah satunya adalah Yakub. Keturunan Yakub ada 12 orang yang menjadi induk suku bangsa Israel.

 

 

 

Pernikahan adalah lembaga pertama yang dibentuk Allah, sesuai firman-Nya, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang SEPADAN dengan dia” (Kej. 1:18). Allah juga memberi perintah agar manusia berancakcucu dan memenuhi bumi (Kej. 1:28; 9:1). Menjadikan seorang penolong membuat kita percaya jodoh ada di tangan Tuhan; apakah dasarnya ketangkap hansip atas keinginan daging dan iblis, atau bertumbuh “karena cinta kuat seperti maut... nyalanya adalah nyala api” (Kid. 8:6-7), atau melalui perjodohan keluarga sebagaimana nas ini.

 

 

 

Ajaran Kristiani menjaga perkawinan dengan mulia. “Keduanya itu menjadi satu daging.... mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Mat. 19:5b-6). Dalam perkawinan memang kadang ada masalah, tetapi dalam kasih dan iman kita percaya, masalah selalu dapat diselesaikan, lambat atau cepat, semua soal kesabaran dan menghilangkan ego.

 

 

 

Bagaimana halnya dengan mereka yang tidak menikah? Ini menjadi pertanyaan penting. Alkitab berkata, “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga" (Mat. 19:12).

 

 

 

Jadi ada tiga penyebab seseorang tidak menikah. Pertama, lahir demikian dari rahim ibunya, dalam arti ada keterbatasan fisik maupun genetik, seperti hormon yang mengarah kepada LGBT. Kedua, karena dijadikan demikian oleh orang lain, misalnya karena patah hati ditinggal pasangan, atau trauma dari orang tua atau kakak adik yang hancur keluarganya. Ini dapat menjadi pemicunya.

 

 

 

Namun ada faktor ketiga, yakni orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri. Ini panggilan hidup seperti Rasul Paulus dan Alkitab membenarkannya, “Orang yang tidak beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara Tuhan, bagaimana Tuhan berkenan kepadanya..., dan melayani Tuhan tanpa gangguan” (1Kor. 7:32, 35).

 

 

 

Di luar alasan itu, ilmu sosial menjelaskan adanya faktor lain, seperti mengejar karir, ingin hidup tidak tergantung, tidak prioritas, dan lainnya. Namun jika seseorang tidak menikah, perlu berefleksi diri. Jangan karena ego dan kekhawatiran yang berlebihan, seperti takut cerai, tidak sanggup membangun keluarga, atau kesombongan diri dengan membuat standar tinggi mencari pasangan. Semua ini hanyalah alasan, bukan dari Tuhan, melainkan dari manusia. Semoga kita dan anak-anak kita memahaminya. “Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti (Mat. 19:12b).

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah

 

 

Tuhan Yesus memberkati kita, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 26 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8568867
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
6915
73300
80215
8223859
720152
883577
8568867

IP Anda: 172.70.188.49
2024-12-16 06:38

Login Form