Monday, December 16, 2024

Khotbah Minggu 11 Agustus 2019 - Minggu IX Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 11 Agustus 2019 - Minggu IX Setelah Pentakosta

 

HENDAKLAH KAMU SIAP SEDIA

(Khotbah Luk 12:32-40)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 1:1, 10-20 atau Kej 15:1-6; Mzm 50:1-8, 22-23 atau Mzm 33:12-22; Ibr 11:1-3, 8-16

(http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

 

Pendahuluan

Minggu lalu kita diajarkan tentang orang kaya yang bodoh dan tamak. Minggu ini pesan yang kita terima masih senada namun lebih ditekankan hubungannya dengan akhir zaman dan persiapan menantikan kedatangan Tuhan. Kita tidak hanya terlena dengan keadaan dan kebutuhan saat ini saja dan melupakan persiapan untuk kehidupan di masa mendatang. Memang sering kali manusia tidak menyadari bahwa sewaktu-waktu hidupnya dapat berakhir, sebab umur manusia ada di tangan Tuhan. Dari nats yang kita baca di atas, kita diberi hikmat kehidupan sebagai berikut.

 

Pertama: janganlah takut dan juallah hartamu (ayat 32-33a)

Merencanakan adalah sesuatu yang baik. Firman Tuhan juga menekankan bahwa perencanaan itu penting (Luk 14:28). Ada nasehat yang mengatakan, mereka yang merencanakan dengan baik, sudah melakukan setengah pekerjaannya. Artinya, semua masa depan menjadi tertata dan teratur, sehingga saat itu tiba, segalanya menjadi lebih mudah dan enak. Perencanaan juga secara otomatis membuat kita lebih tidak kuatir dan takut. Memang selalu ada faktor atau hal yang tidak terperhitungkan, sesuai dengan keterbatasan manusia, tapi biarlah itu masuk dalam wilayah kehendak Tuhan. Kita hanya mempesiapkan yang terbaik, dan mengakui Tuhan dapat memberi yang lebih baik meski kemungkinan yang diberi jauh dari rencana juga bisa terjadi. Tapi, iman kita harus menerima, keputusan Tuhan itu pasti yang terbaik bagi kita.

 

Merencanakan memiliki harta yang cukup, jelas suatu hal yang baik. Seseorang yang bekerja keras demi untuk menghasilkan “banyak uang dan harta” bukanlah sesuatu yang buruk. Tetapi banyak itu harus ada ukuran dan batasan. Seseorang yang membeli polis asuransi untuk kematian, kesehatan, pendidikan anak, bahkan membeli lahan kuburan saat dia masih hidup (dengan pertimbangan untuk tidak merepotkan anak atau orang lain saat dia meninggal), adalah suatu pilihan yang bijak. Akan tetapi jika seseorang menumpuk kekayaan dengan berpikir ia memerlukan semua itu untuk bekal anak-cucunya hingga generasi ketujuh, jelas itu salah, terlebih jika semangat berbagi tidak dimilikinya. Seorang pengusaha yang berhasil pun biasanya motivasinya bukanlah untuk menumpuk kekayaan, melainkan mengalahkan tantangan dan kepuasan membuat nilai tambah atas kerja atau produk yang dibuat serta dapat melayani orang lain. Itu lebih bernilai dibandingkan harta dan kekayaan yang diperolehnya.

 

Puncak ekspresi dari kepemilikan itu adalah tidak kuatir apabila Tuhan mengambil itu semua, baik karena kesalahannya maupun oleh karena izin-Nya (bandingkan kisah Ayub). Ketergantungan dan mengandalkan masa depan pada harta benda itu yang salah. Oleh karena itu, sebenarnya orang atheis itu tidak ada. Semua orang prinsipnya mengaku ada “tuhan”. Akan tetapi ada yang mengaku dengan benar bahwa Tuhannya adalah Yesus Kristus yang memelihara dirinya dan memberi keselamatan, tetapi ada juga yang mengaku dengan salah yakni tuhannya adalah hartanya atau dirinya sendiri. Ini yang ditekankan oleh Tuhan Yesus, kalau itu terjadi maka juallah harta kita, agar kita jangan mempertuhankannya dan menempatkan ketergantungan masa depan pada harta benda itu, bukan kepada-Nya, Roh Allah kita yang hidup.

 

Kedua: hati kepada harta dan terus berikat pinggang (ayat 33b-35a)

Tuhan Yesus mengatakan, “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada", mengingatkan agar kita jangan terlalu mengutamakan harta dan kekayaan.  Hati kita menjadi lebih terpikat dan juga menjadi ikut diperbudak oleh perkara-perkara duniawi itu. Kita harus menyadari, ada pepatah romawi yang mengatakan, memiliki uang (dan harta) itu bagaikan meminum air laut, semakin diminum maka akan semakin haus. Kedahagaan kita sebaiknya justru kepada perkara sorgawi, yakni berdiri dan kokohnya Kerajaan Allah dalam hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa. Bapa di sorga telah memberi kerajaan damai sejahtera kepada kita dan itulah yang harus kita jaga dan rawat. Hati kita yang terdiri dari perasaan, pikiran dan kehendak mesti terpusat pada Kristus dan iman kepada-Nya yang membebaskan kita dari ketakutan dan mencintai dunia ini.

 

Zaman dahulu orang Timur Tengah umumnya memakai jubah, sehingga tanpa ikat pinggang maka akan merepotkan untuk bergerak apalagi untuk bekerja. Tuhan Yesus memberi perumpamaan dalam perintah, “hendaklah pinggangmu tetap terikat” menandakan bahwa kita harus tetap bekerja produktif untuk terus berbuah. Istilah yang sama kita pakai adalah agar kita selalu menyingsingkan lengan baju untuk lebih sigap. Kesigapan dengan pikiran kepada sorgawi akan mengantarkan kita pada kepedulian kepada sesama. Kemerdekaan dari rasa kuatir membuat kita lebih mementingkan orang lain dan bukan hanya untuk diri sendiri atau keluarga kecil saja. Ini juga akan mendorong kita pada pikiran bahwa kekayaan dan harta adalah amanah dan merupakan pinjaman dari Allah. Buah yang dihasilkan bukan untuk dinikmati sendiri, melainkan untuk berbagi dalam mewujudkan lingkungan dan dunia yang lebih makmur sejahtera. 

 

Semangat berbagi itulah yang menjadi harta sorgawi kita, Ini yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus agar kita menyimpan harta di sorga (band. Mat 6:19-21). Menumpuk harta di dunia memang akan menimbulkan kekuatiran, akan tetapi membangun pundi-pundi harta di sorga itu tidak akan habis, tidak dapat diambil oleh pencuri, dan tidak akan dirusakkan oleh ngengat rayap. Ada pepatah yang mengatakan bahwa dalam baju mati tidak terdapat kantong-kantong, memberi pengertian kita tidak bisa bawa harta benda ke alam berikutnya. Melawan kekuatiran memerlukan kepercayaan penuh kepada Allah, melakukan perencanaan bagi masa depan termasuk dalam penyelesaian masalah, dan memohon dukungan moril dan doa dari berbagai pihak agar semua berjalan baik.

 

Ketiga: berbahagialah mereka yang berjaga-jaga (ayat 35b-39)

Pesan Tuhan Yesus tentang “pelitamu tetap menyala” menjelaskan bahwa kita harus siaga dan terus sadar untuk tidak terlena dan tidak tertidur. Kita dikaruniakan kekayaan sorgawi untuk tidak kuatir terhadap apa pun juga. Kita manusia adalah ciptaan Allah yang maha sempurna dan Allah pasti tidak akan pernah melupakan ciptaan-Nya. Pekerjaan tangan-Nya dalam diri kita dan alam semesta memastikan kita pasti dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sebagaimana doa utama kita Doa Bapa Kami. Akan tetapi kemalasan manusia dan penjagaan imej (jaim) membuat manusia itu sering menghadapi kesulitan bagi diri sendiri. Apalagi, tanah air kita adalah kaya dan subur. Tidak ada alasan untuk takut dan kuatir.

 

Orang percaya harus terikat erat dengan Tuhannya dan hubungan  itulah harta terbesar kita. Mengenal seorang pejabat tinggi saja sudah kebanggaan, apalagi mengenal Allah yang Maha Agung dan Kaya. Memang pejabat bisa memberikan uang atau barang bekal untuk hidup, akan tetapi Allah memberikan yang lebih dahsyat yakni Roh Kudus yang memampukan kita untuk berkarya optimal. Itulah sebabnya, dalam nats berikutnya dijelaskan juga soal promosi bagi mereka yang berjaga-jaga, dan menghukum mereka yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka yang berpengharapan dan rindu akan kedatangan Tuhan Yesus, akan dijadikan anak-anak yang istimewa dan diberkati.

 

Gambaran lain dalam nats ini diberikan tentang seorang hamba yang terus menanti kedatangan tuannya yang akan kembali dari pesta perkawinan. Hamba yang baik adalah yang sigap membukakan pintu dan menyambut tuannya dengan baik dan sigap atas keperluannya, apakah itu untuk makan minum atau lainnya, bahkan di tengah malam sekali pun. Pesan ini juga diberikan pada kitab lain tentang gadis-gadis yang menantikan mempelai. Ada lima gadis yang bijaksana mempersiapkan diri dengan pelita yang terus menyala, dan lima gadis lainnya yang bodoh tidak mempersiapkan minyak dan pelita mereka (Mat 25:1-13). Marilah kita siaga setiap saat secara rohani, berpikir bahwa Ia akan datang segera, dan kita siap menyambut kedatangan-Nya kembali untuk menggenapkan kerajaan sorgawi yang indah tidak terbayangkan oleh mata dan pikiran itu (1Kor 2:9).

 

Keempat: kedatangan-Nya tidak disangka-sangka (ayat 40)

Sebenarnya kerajaan sorga dalam wujud damai sejahtera itu sudah diberikan sejak Kristus datang ke dunia 2000 tahun yang lalu (band. Luk 2:14; Yoh 14:27; Rm 14:17), serta anugerah keselamatan diberikan kepada mereka yang percaya dan mengikuti-Nya. Memang kerajaan sorga kadang tampak tersembunyi, namun itu mudah terwujud dalam damai sejahtera di hati kita. Penggenapan kerajaan-Nya dan damai sejahtera yang sesungguhnya itulah yang perlu kita nantikan, dinubuatkan dengan akan datangnya Kristus kembali dan digambarkan sebagai  akhir zaman, serta terbentuknya bumi dan langit baru (Why 21:1).

 

Saat Alkitab ditulis, sebagian berpendapat bahwa saat kedatangan-Nya sudah sangat dekat (1Tes 5:2; 2Tes 2:1 dab dan 3:11-12). Meski sudah 2000 tahun berlalu dan Kristus belum datang, bukan berarti kita boleh berpikir bahwa Ia tidak mungkin datang dalam 2000 tahun ke depan. Pikiran seperti itu jelas salah secara rohani. Apalagi, kedatangan kembali Kristus (K4) juga dapat diartikan sempit, atau berjangka pendek, yakni ketika kita dipanggil menghadap-Nya, saat keberadaan dan tugas kita di dunia ini dinyatakan sudah selesai dan tidak ada lagi yang bisa kita perbuat (Yoh 9:4). Bukankah itu menjadi ironi, ketika waktunya sudah habis tapi misi belum tuntas? Apalagi, tugas yang tidak selesai (mission uncomplete) itu karena kesalahan kita, bukan karena keputusan Tuhan.

 

Oleh karena itu, hal yang utama adalah menjaga baik hubungan dengan Allah dan memelihara damai sejahtera itu di dalam hati, kepada Dia dan sesama. Sikap cuek tidak peduli, dengan berpikir kita bebas berbuat apa saja karena kerajaan-Nya tidak ada, atau berpikir masih banyak waktu sampai Ia datang, jelas tidak berkenan kepada-Nya. Orang percaya harus siap menantikan waktu kedatangan Kristus yang tidak diketahui saatnya, dalam ungkapan lain seperti datangnya pencuri di waktu malam, dan kita siap memberi pertanggungjawaban. Kita selalu siap sedia bertemu dengan Tuhan dan kitalah yang diminta untuk mencarinya. Sikap hidup inilah yang penting bagi orang percaya dalam penantian tersebut.

 

Kesimpulan

Pada minggu ini kembali kita diajarkan tentang tidak baiknya menempatkan harta duniawi sebagai perhatian utama kita, sehingga membuat hati kita selalu tertuju ke perkara duniawi itu. Mencari kebutuhan hidup dan membuat perencanaan masa depan termasuk anak, adalah sesuatu yang baik. Kita juga diminta sebagai orang percaya untuk melepaskan dari kekuatiran, yang mendorong kita berbuat hal yang tidak berkenan kepada Tuhan untuk memperolehnya. Akan tetapi, ditengah-tengah kesibukan sehari-hari dalam menggeluti hidup, pusat perhatian kita haruslah tetap kerajaan sorga, menempatkan Allah sebagai jaminan hidup kita dan terus berjaga-jaga akan kedatangan-Nya. Sebab, kedatangan Kristus adalah hal yang tidak terduga, jangan sampai kita tidak mempersiapkan diri.


Tuhan Yesus memberkati.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 213 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8571109
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
9157
73300
82457
8223859
722394
883577
8571109

IP Anda: 162.158.170.244
2024-12-16 12:24

Login Form